buletin ginsi jatengginsijateng.com/wp-content/uploads/2020/08/buletin-ginsi-927-bu… · buletin...

20
Edisi Agustus 2020 BULETIN JATENG GINSI Edisi Agustus 2020 : 927 TAHUN KE - L KHUSUS UNTUK ANGGOTA Sekretariat : Jl. Abdul Rahman Saleh No. 226 H Semarang Telp/Fax : 024 76432943 // 024 7602781 // WhatsApp : 082 133 919 046 Email : [email protected] // Website : www.ginsijateng.com Instagram : @ginsijateng // twiter : @ginsijateng

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Edisi Agustus 2020

    BULETIN

    JATENG GINSI Edisi Agustus 2020 : 927 TAHUN KE - L

    KHUSUS UNTUK ANGGOTA

    Sekretariat : Jl. Abdul Rahman Saleh No. 226 H Semarang Telp/Fax : 024 – 76432943 // 024 – 7602781 // WhatsApp : 082 133 919 046 Email : [email protected] // Website : www.ginsijateng.com Instagram : @ginsijateng // twiter : @ginsijateng

    http://www.ginsijateng.com/

  • Edisi Agustus 2020

    AGUSTUS 2020 NOMOR : 927 TAHUN KE - L

    DAFTAR ISI Liputan Khusus : GINSI Bicara Kebijakan Penyelamatan Ekonomi di Era New Normal ………… 1 Impor Borongan TPT Praktik Lama, Modus Beda ………………………………………………………………. 2 Ini Kata Sri Mulyani Soal Penerimaan PPh dan PPN dalam RAPBN 2021 …………………………….. 4 Pelaku Industri Minta Pemerintah Atur Importasi Pakaian Jadi ………………………………………….. 8 Bulan Juli 2020, Ekspor-impor Surplus US$3,26 Miliar ………………………………………………………. 9 Kabar Baik, Ekspor Jateng Naik 38 Persen ………………………...................................................................... 10 Mulai 25 Agustus 2020, Pengawasan Post Border Diperketat …………………………………………….. 11 Impor Masih Lesu, BPS : Pemerintah Harus Waspada ………………………………………………………… 12 Peraturan Pemerintah: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

    110/PMK.03/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/Pmk.03/2020 Tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019…………........................................................................................................................................ 13

    Laporan Kegiatan BPD GINSI Jateng bulan Agustus 2020 …………………………………………………... 18

    *** dihimpun dari berbagai sumber

    BULETIN GINSI JATENG

  • Buletin GINSI Jateng 1

    Edisi Agustus 2020

    LIPUTAN KHUSUS : GINSI Bicara Kebijakan Penyelamatan Ekonomi di

    Era New Normal

    JAKARTA. Seminar Nasional yang

    diselenggarakan oleh Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) melalui Aplikasi Zoom, Rabu 5 Agustus 2020.

    Turut hadir sebagai narasumber, Direktur Impor Direktorat Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI, I Gusti Ketut Atawa, Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI, Heru Pambudi, dan Dirjen ILMATE Kemenperin RI, Taufiek Bawazier.

    Menurut Capten H.Subandi, Ketua Umum Ginsi, Indonesia merupakan salah satu negara dengan biaya produksinya sangat tinggi. Hal itu bisa diukur dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang nilainya lebih dari enam.

    “Artinya, untuk menghasilkan satu output dibutuhkan capital sebanyak enam kali lipat

    sehingga menambah biaya bagi produsen.” imbuhnya.

    Diketahui, di masa pandemi Covid-19 kebutuhan pasokan bahan baku yang utamanya berasal dari Asia Timur (China, Korea, Jepang) mengambat pergerakan produksi di negara raksasa manufaktur seperti Amerika dan Jerman.

    Dampak Covid-19 membuat situasi ekonomi global yang tengah bergejolak turut mempengaruhi perdagangan internasional. Banyak negara yang mengalami penurunan pertumbuhan perdagangan Internasional. Bahkan, pertumbuhan perdagangan global diprediksi turun menjadi 1,1 persen dari sebelumnya 3,6 persen di 2018.

    Disisi lain, Ketua Ketua Umum BPP GINSI, Capt H Subandi menyampaikan, kebijakan dengan implementasi yang cepat dan terukur saat ini dibutuhkan pada masa pandemi, namun birokrasi dan syarat-syarat yang sangat ketat justru akan menjadi hambatan dan tidak menarik bagi dunia usaha.

    “Kebijakan penyelamatan ekonomis semestinya dapat diimplementasikan segera agar dunia usaha tidak terlalu lama diam dan tertekan. Hal ini penting dilakukan agar sektor-sektor lainnya juga ikut bergerak,” terangnya.

    Subandi mengatakan, Ekonomi Indonesia sebelum pandemi Covid-19 pun sebenarnya sudah tertekan oleh situasi global.

    “Kita berharap kebijakan mengenai impotir ini diatur di dalam RUU Cipta Kerja dan diharapkan mampu menguatkan kembali ekonomi Indonesia.” pungkasnya.

  • Buletin GINSI Jateng 2

    Edisi Agustus 2020

    Impor Borongan TPT Praktik Lama, Modus Beda

    JAKARTA - Setelah dimusnahkan pada

    2016, praktek impor kini datang lagi menyerang industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dengan modus baru. Industriwan menilai gangguan tersebut dapat membuat perekonomian nasional ke jurang resesi pada akhir September 2020.

    Asosiasi Produsen Serat, dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menemukan bahwa modus yang digunakan oknum importir saat ini adalah door-to-door. Dengan kata lain, oknum langsung mendatangi peritel dan menawarkan produknya dalam jumlah besar tanpa jaminan dan surat-surat pendukung.

    Adapun, produk TPT yang ditawarkan masih diproduksi dari China, Namun demikian, alur pengirimannya tidak langsung ke pelabuhan entry-point nasional, tapi singgah di Malaysia atau Singapura untuk menghindari bea masuk tambahan

    dari aturan safeguard yang diterbitkan akhir kuartal I/2020.

    "Ini [praktik impor borongan] menjadi masalah kronis. Pemerintah harus segera ambil tindakan mau diapain. Ini sudah jadi penyakit menahun," kata Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Wirawasta kepada Bisnis, Rabu (12/8/2020).

    Secara kasat mata, certificate of origin (COO) yang dimiliki tercantum dalam kontainer impor borongan tersebut berasal dari Malaysia karena telah singgah di Malaysia selama beberapa waktu. Namun, praktik tersebut tetap ilegal karena aturan dagang yang disepakati negara-negara di Asia Tenggara.

    Adapun, kesepakatan tersebut adalah produk yang diekspor dari suatu negara harus memiliki nilai tambah setidaknya 40 persen. Karena produk TPT hasil impor borongan hanya

  • Buletin GINSI Jateng 3

    Edisi Agustus 2020

    singgah, produk tersebut tidak memenuhi aturan tersebut dan dapat dikatakan sebagai produk ilegal.

    Redma mengalkulasikan importasi yang tidak sesuai prosedur tersebut mencapai 331.000 ton atau sekitar 16.000 kontainer selama 5 bulan terakhir. Artinya, telah masuk sekitar 1.300 kontainer per bulan dengan pendapatan negara dari pajak impor dan bea masuk yang hilang mencapai Rp2,3 triliun.

    Seperti diketahui,, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 50/2020 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) terhadap Produk Kain. Beleid tersebut membuat kain dari China terkena bea masuk tambahan.

    Produk kain yang tercantum dalam 107 pos tarif dikenakan tarif mulai dari Rp1.718 per meter hingga Rp7.142 per meter berdasarkan jenis kain dan periode impor. Adapun, tarif tersebut akan berangsur mengecil hingga 8 November 2022.

    Redma mencatat ada tiga pelabuhan entry-point kain yang berasal dari praktik impor borongan tersebut yakni pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Emas, dan Belawan. "[Pelabuhan] entry-point-nya di Pulau Jawa semua."

    Redma menyatakan pihaknya sebelumnya telah mengusulkan agar pelabuhan entry-point produk TPT dipindahkan ke Indonesia bagian timur. Menurutnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengakomodasi permintaan tersebut, tapi usulan tersebut terhenti di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan urung terealisasi.

    Dampak Impor Borongan

    Seperti diketahui, utilisasi industri TPT anjlok ke bawah level 20 persen saat pandemi Covid-19 menyerang pada APril-Mei 2020. Namun demikian, perbaikan utilisasi pabrikan mulai terjadi pada akhir semester I/2020.

    Namun demikian, perbaikan utilisasi tersebut mengalami bottlenecking di industri kain

    karena masuknya impor borongan dengan modus baru tersebut. Alhasil, perbaikan utilisasi pada industri antara dan hulu TPT masih berada di kisaran 20 persen saat utilisasi industri garmen mulai menanjak ke level 40 persen pada akhir semester I/2020.

    Adapun, utilisasi industri hulu baru mencapai level 40 persen pada awal Agustus 2020 dan utilisasi industri garmen telah naik ke level 60 persen. Redma menyatakan industri kain sebelumnya memiliki rencana untuk menambah investasi karena permintaan pasar yang meningkat.

    Walakin, kembalinya praktik impor borongan membuat industri antara kini menahan ekspansi. Redma menilai hal tersebut disebabkan oleh adanya potensi kembali jenuhnya pasar kain nasional oleh produk impor seperti 2016 silam.

    Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan beberapa pabrikan kain telah menyatakan komitmen untuk melakukan ekspansi. Berdasarkan data Kemenperin, satu pabrikan berpotensi untuk menambah 400 mesin tenun.

    Redma menyatakan kasus penggelapan 27 kontainer produk TPT di pelabuhan Batam hanya sebagian kecil dari kasus impor borongan sejak Maret 2020. Menurutnya, pemerintah harus cepat membenahi masalah ini agar perekonomian nasional terhindar dari resesi.

    Redma meramalkan penyelesaian isu impor borongan selambatnya harus diselesaikan sebelum Agustus 2020 berakhir. Redma menyarankan agar otoritas memeriksa faktur di peritel maupun pelabuhan untuk menyelesaikan masalah impor borongan kali ini.

    "Ini masalah sistemik, praktik impor borongan itu rentetan masalahnya ke mana-mana. [Perbaikan masalah ini] bahkan bisa menghindarkan kita dari resesi. [Pasalnya,] motor awal [industri TPT] itu gampang bergerak," ucapnya.

  • Buletin GINSI Jateng 4

    Edisi Agustus 2020

    Ini Kata Sri Mulyani Soal Penerimaan PPh dan PPN dalam RAPBN 2021

    Pemerintah memproyeksikan proses pemulihan ekonomi akan diikuti dengan meningkatnya penerimaan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan target setoran PPh dan PPN disetel naik secara moderat pada tahun depan. Untuk PPh nonmigas misalnya, hanya diproyeksikan tumbuh 3,2% dari outlook tahun ini. Kemudian PPN ditargetkan tumbuh 7,6% pada tahun depan.

    "Kalau ekonomi mulai pulih, kita berharap penerimaan dari PPh dan PPN mulai secara bertahap pulih kembali," katanya dalam konferensi video RAPBN 2021, seperti dikutip pada Selasa (18/8/2020).

    Menkeu menjabarkan setoran PPh nonmigas pada tahun depan diprediksi mencapai Rp658,7 triliun atau naik 3,2% dari target dalam Perpres No.72/2020 senilai Rp638,5 triliun. Sementara itu, target PPN pada 2021 senilai

    Rp546,1 triliun atau tumbuh 7,6% dari outlook tahun ini Rp507,5 triliun.

    Dia menyebutkan target pertumbuhan moderat dari dua tulang punggung penerimaan pajak itu adalah untuk menjamin proses pemulihan ekonomi tetap berjalan melalui pemberian insentif pajak. Dengan demikian, kerja otoritas dalam mengejar penerimaan PPh dan PPN pada tahun depan tidak akan mendistorsi proses pemulihan ekonomi.

    "Jadi kinerja penerimaan yang diharapkan dari PPN dan PPh tidak melukai kebijakan yang sedang dilakukan agar proses pemulihan ekonomi tidak mengalami disrupsi." terangnya.

    Sri Mulyani menambahkan pada ranah PPN dan PPh, pemerintah tetap mempertahankan empat kebijakan insentif. pertama, percepatan pengembalian pendahuluan PPN. Insentif ini diberikan untuk membantu cash flow perusahaan agar kembali melakukan aktivitas usaha.

  • Buletin GINSI Jateng 5

    Edisi Agustus 2020

    Kedua, insentif PPh Pasal 22 Impor. Fasilitas ini untuk memenuhi impor kebutuhan bahan baku sektor-sektor yang masih terdampak Covid-19. Ketiga, pajak ditanggung pemerintah (DTP). Insentif pajak ini difokuskan untuk mendukung daya saing dan keekonomian sektor tertentu.

    Keempat, tax holiday dan tax allowance. Insentif ini untuk menarik investasi dalam negeri agar tercipta diversifikasi ekonomi, pembukaan lapangan kerja, dan percepatan pertumbuhan wilayah. Simak artikel ‘Target Penerimaan Pajak 2021 Tumbuh 5,8%, Insentif Ini Masih Diberikan’

    DJP Beri Kelonggaran Waktu Pengajuan Insentif PPh Pasal 21 dan 25

    Ditjen Pajak (DJP) memberikan kelonggaran waktu pengajuan pemberitahuan pemanfaatan insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) dan diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020.

    Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-43/PJ/2020. Pemerintah memberikan kelonggaran waktu pengajuan pemberitahuan karena PMK 86/2020 baru mulai diundangkan pada pertengahan bulan lalu, tepatnya 16 Juli 2020.

    Pemberitahuan untuk memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP untuk masa pajak Juli 2020 dapat disampaikan paling lambat pada 10 Agustus 2020. Sementara itu, pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020 disampaikan paling lambat pada 15 Agustus 2020.

    Normalnya, kedua insentif diberikan kepada wajib pajak sejak masa pajak pemberitahuan disampaikan hingga masa pajak Desember 2020. Waktu pemberian insentif juga lebih lama dari ketentuan terdahulu yang hanya sampai September 2020.

    “Dalam hal wajib pajak telah melakukan

    pembayaran PPh Pasal 25 yang seharusnya diberikan pengurangan … , wajib pajak dapat mengajukan pemindahbukuan atas kelebihan pembayaran PPh Pasal 25 tersebut,” demikian bunyi penggalan ketentuan dalam SE tersebut.

    Adapun insentif PPh Pasal 21 DTP berlaku untuk karyawan yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.189 bidang industri tertentu, meningkat dari sebelumnya 1.062 bidang industri

    Selain batasan KLU, karyawan yang bekerja pada perusahaan yang mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) atau pada perusahaan di kawasan berikat juga dapat memperoleh fasilitas PPh Pasal 21 DTP ini.

    Namun, karyawan itu harus memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta. Mereka akan mendapatkan penghasilan tambahan dalam bentuk pajak yang tidak dipotong pemberi kerja. Pemberian secara tunai kepada pegawai.

    Sementara itu, insentif angsuran PPh Pasal 25 dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 1.013 bidang industri tertentu (sebelumnya hanya 846 bidang industri), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat.

    https://news.ddtc.co.id/target-penerimaan-pajak-2021-tumbuh-58-insentif-ini-masih-diberikan-23182https://news.ddtc.co.id/target-penerimaan-pajak-2021-tumbuh-58-insentif-ini-masih-diberikan-23182https://news.ddtc.co.id/target-penerimaan-pajak-2021-tumbuh-58-insentif-ini-masih-diberikan-23182https://news.ddtc.co.id/target-penerimaan-pajak-2021-tumbuh-58-insentif-ini-masih-diberikan-23182https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/surat-edaran-direktur-jenderal-pajak-se-43pj2020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-86pmk-032020

  • Buletin GINSI Jateng 6

    Edisi Agustus 2020

    PMK 110/2020 Terbit, Diskon 50% Angsuran PPh Pasal 25 Berlaku Otomatis

    Pemberlakuan diskon 50% angsuran PPh Pasal 25 sesuai PMK 110/2020 berlaku otomatis. Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Senin (24/8/2020).

    Dalam Pasal 14 PMK tersebut dinyatakan wajib pajak yang sudah mengajukan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan PMK 23/2020, PMK 44/2020, dan/atau PMK 86/2020 tidak perlu menyampaikan kembali pemberitahuan berdasarkan PMK 110/2020.

    Bagi wajib pajak yang sebelumnya telah menyampaikan pemberitahuan pengurangan angsuran maka stimulus ini berlaku sejak masa pajak Juli 2020. Bagi wajib pajak yang lain, diskon angsuran mulai berlaku sejak pemberitahuan disampaikan. Penurunan diskon berlaku sampai dengan masa pajak Desember 2020.

    Seperti diketahui, melalui PMK 110/2020, pemerintah menaikkan diskon angsuran PPh Pasal 25 dari 30% menjadi 50%. Insentif dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak pada 1.013 bidang usaha tertentu, perusahaan yang mendapat fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor, dan perusahaan di kawasan berikat. Simak artikel ‘PMK Baru Terbit! Diskon Angsuran PPh Pasal 25 Bertambah Jadi 50%’.

    Selain insentif diskon angsuran PPh Pasal 25, ada pula bahasan mengenai rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok

    yang mulai berlaku tahun depan. Kenaikan tarif CHT bisa lebih dari 5% dengan perhitungan asumsi pertumbuhan ekonomi dan inflasi dalam RAPBN 2021.

    Berikut ulasan berita selengkapnya. Produksi dan Penjualan Dunia Usaha

    Sama seperti stimulus pajak yang lain, prosedur untuk mendapatkan diskon angsuran PPh Pasal 25 sangat sederhana. Wajib pajak cukup menyampaikan pemberitahuan secara online melalui situs web Ditjen Pajak (DJP) (www.pajak.go.id).

    Otoritas mengatakan keringanan angsuran pajak bagi semua wajib pajak ini diberikan karena memperhatikan kondisi perekonomian saat ini, khususnya masih rendahnya tingkat produksi dan penjualan dunia usaha. Kelebihan Pembayaran PPh Pasal 25

    PMK 110/2020 berlaku mulai 14 Agustus 2020. Lantas, bagaimana bagi wajib pajak yang sudah terlanjur melakukan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 untuk masa pajak Juli dengan ketentuan insentif diskon sebesar 30%.

    Hingga saat ini belum ada penjelasan resmi dari otoritas. Namun, jika berdasarkan pada ketentuan pada SE-43/PJ/2020, wajib pajak dapat mengajukan pemindahbukuan atas kelebihan pembayaran PPh Pasal 25 tersebut. Pemindahbukuan dilakukan sesuai dengan ketentuan PMK 242/2014. Kenaikan Target Penerimaan Cukai

    Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea dan Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan kenaikan tarif cukai rokok akan berlaku pada 2021. Namun, besaran kenaikannya masih belum diputuskan. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5% dan inflasi 3%, kenaikan tarif bisa lebih dari 8%.

    “Untuk 2021 ini jelas bahwa target penerimaan cukai naik. Dari situ, perlu menaikkan tarif. Sebab, perhitungan kenaikan penerimaan cukai berdasarkan tarif kali produksi. Makanya, jika penerimaan naik, tarif pun naik,” katanya. (Kontan) PPh Final Jasa Konstruksi DTP

    Pemerintah mengatur ketentuan baru terkait dengan insentif PPh final jasa konstruksi ditanggung pemerintah (DTP). Ketentuan baru itu diatur dalam PMK 110/2020 yang mulai berlaku 14 Agustus 2020. Insentif ini diberikan bagi wajib pajak dalam program percepatan peningkatan tata guna air irigasi (P3-TGAI).

    https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-110pmk-032020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-23pmk-032020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-44pmk-032020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-86pmk-032020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-110pmk-032020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-110pmk-032020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-110pmk-032020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-110pmk-032020https://news.ddtc.co.id/pmk-baru-terbit-diskon-angsuran-pph-pasal-25-bertambah-jadi-50-23320https://news.ddtc.co.id/pmk-baru-terbit-diskon-angsuran-pph-pasal-25-bertambah-jadi-50-23320https://news.ddtc.co.id/pmk-baru-terbit-diskon-angsuran-pph-pasal-25-bertambah-jadi-50-23320https://news.ddtc.co.id/pmk-baru-terbit-diskon-angsuran-pph-pasal-25-bertambah-jadi-50-23320https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-110pmk-032020https://news.ddtc.co.id/SE-43/PJ/2020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-242pmk-032014https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-110pmk-032020

  • Buletin GINSI Jateng 7

    Edisi Agustus 2020

    Insentif pajak ini berlaku sampai dengan Desember 2020. Insentif ini dimaksudkan untuk mendukung peningkatan penyediaan air (irigasi) sebagai proyek padat karya yang merupakan kebutuhan penting bagi sektor pertanian Indonesia. Penurunan Alokasi Anggaran Insentif Pajak 2021

    Pelaku usaha meminta penurunan alokasi insentif pajak pada 2021 tidak terlalu besar. Pasalnya, dunia usaha masih membutuhkan relaksasi kebijakan fiskal untuk mempercepat pemulihan pascapandemi Covid-19.

    Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi Ajib Hamdani memaklumi agenda pemerintah yang akan menurunkan alokasi insentif pajak dalam RAPBN 2021. Menurutnya, penurunan bisa saja dilakukan tapi tidak terlalu besar.

    “Pada 2021, harapannya semua sektor sudah bisa berjalan kembali meskipun belum 100% normal seperti prapandemi. Pengusaha pastinya butuh ruang likuiditas lebih untuk bisa survive,” katanya.

    National Logistic Ecosystem Untuk menerapkan ekosistem logistik

    nasional (National Logistic Ecosystem/NLE), Kementerian Keuangan menerbitkan dua peraturan baru terkait dengan kepabeanan. Keduanya adalah PMK 108/2020 tentang Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor dan PMK 109/2020 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara (TPS). (DDTCNews) Usulan Anggaran untuk DJP

    Pemerintah berencana mengalokasikan anggaran Rp8,1 triliun untuk DJP pada 2021. Rencana ini tertuang dalam Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA K/L) 2021.

    Dalam target output prioritas Kementerian Keuangan 2021, salah satu output prioritas yang terkait dengan DJP yang sudah lama dikerjakan dan akan dilanjutkan pada 2021 adalah pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau core tax administration system.

    https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-108pmk-042020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-109pmk-042020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-109pmk-042020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-109pmk-042020

  • Buletin GINSI Jateng 8

    Edisi Agustus 2020

    Pelaku Industri Minta Pemerintah Atur Importasi Pakaian Jadi

    Pelaku industri tekstil dan produk tekstil

    (TPT)melalui Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta pemerintah memberlakukan beberapa aturan untuk mendukung keberlangsungan industri TPT di dalam negeri, salah satunya yakni aturan tentang importasi pakaian jadi.

    "API meminta pemerintah membantu usaha pelaku industri TPT. Pertama adalah dengan membuatkan aturan yang mengatur importasi pakaian jadi di Indonesia," kata Ketua API Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, dikutip dari Antara, Selasa, 18 Agustus 2020.

    Selanjutnya, pemberian bantuan yang bersifat cepat untuk menggerakkan TPT berupa subsidi listrik selama satu tahun. Kemudian, bantuan berupa tambahan modal kerja dan subsidi bunga bagi industri TPT, terutama yang berstatus collect 1 sebelum covid-19.

    "Terakhir, aturan berupa subsidi tarif listrik sebesar 25 persen atau pemberian diskon tarif listrik pada pukul 22.00-06.00," tuturnya.

    Jemmy menjelaskan nilai ekspor pada Maret 2020 anjlok 60 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya sehingga berimbas pada sekitar 2,1 juta tenaga kerja yang dirumahkan, akibat melemahnya daya beli masyarakat.

    Menurut Jemmy, pelonggaran Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak serta merta membuat industri tekstil kembali hidup. Sebab banyak pengusaha yang kehabisan modal untuk

    membayar upah selama masa PSBB dan pembayaran cicilan serta bunga bank.

    Hal tersebut disampaikan Jemmy pada Forum Group Discussion bertajuk Upaya Pemulihan Ekonomi dan Industri Tekstil di Indonesia.

    Menanggapi hal itu, Ketua Umum Himpunan

    Bank Milik Negara (Himbara) Sunarso mengatakan bila permasalahan utama yang dihadapi oleh pengusaha tekstil adalah menurunnya permintaan dan margin yang tipis karena harga bahan baku yang tinggi, maka yang perlu dilakukan adalah penguatan permintaan lewat konsumsi dalam negeri dan membatasi impor bahan jadi.

    "Dengan membatasi impor garmen, maka akan mendorong industri lokal untuk menguasai pasar TPT di dalam negeri," ujar Sunarso.

    Saat ini, lanjut Sunarno, yang dibutuhkan dan perlu dilakukan terkait pemulihan ekonomi adalah memperkuat permintaan dalam negeri dengan menjaga konsumsi dalam negeri.

    "Karenanya barang-barang yang sebenarnya menyerap tenaga kerja itu importasinya benar-benar dibatasi. Bila perlu pemerintah belanja seragam untuk ASN dan BUMN," jelasnya.

    https://m.medcom.id/tag/2283/industri-tekstilhttps://www.medcom.id/tag/1774/barang-impor

  • Buletin GINSI Jateng 9

    Edisi Agustus 2020

    Bulan Juli 2020, Ekspor-impor Surplus US$3,26 Miliar

    Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja

    merilis kinerja perdagangan luar negeri Indonesia Juli 2020. Tercatat, kinerja ekspor impor mengalami surplus US$3,26 miliar pada Juli 2020.

    “Ini sesuatu yang sangat positif di tengah situasi pandemi sekarang. Hal lain yang lebih menggembirakan, surplus perdagangan pada Juli 2020 merupakan yang tertinggi sejak 9 tahun lalu atau tepatnya Agustus 2011,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, di Jakarta, Kamis (20/08/2020).

    Pada Juli 2020, nilai ekspor sebesar US$13,72 miliar, lebih tinggi dibandingkan nilai impor sebesar US$10,46 miliar. Hal ini menyebabkan surplus neraca perdagangan sebesar US$3,26 miliar.

    Surplus pada Juli 2020 dipengaruhi khususnya ekspor non-migas, dan menurunnya permintaan impor barang konsumsi.

    Sementara Ekspor non-migas pada Juli 2020 mencapai US$13,03 miliar atau meningkat 13,86% (mtm) dibandingkan Juni 2020. Ini disumbangkan ekspor sektor industri yang meningkat 16,95% (mtm), dengan kontribusi lebih dari 82% dari total ekspor.

    Beberapa komoditas penyumbang ekspor di sektor industri di antaranya: logam mulia, perhiasan/permata, kendaraan, besi dan baja, serta mesin dan perlengkapan elektrik.

    “Artinya komoditas utama ekspor Indonesia masih berdaya saing tinggi di tengah penurunan permintaan global sebagai dampak pandemi Covid-19. Sesuatu yang sangat positif mengingat saat ini Indonesia sedang membutuhkan sektor-sektor pengungkit agar pertumbuhan ekonomi di Kuartal III-2020 bisa lebih baik dibandingkan Kuartal II-2020,” jelas Menko Airlangga.

    Apabila dibandingkan dengan impor, total nilai impor pada Juli 2020 senilai US$10,47 miliar, dengan pangsa barang konsumsi sebesar 10,63%, barang modal sebesar 18,79%, dan bahan baku/penolong sebesar 70,58% dari total impor Juli 2020.

    Menurut Airlangga, impor barang konsumsi mengalami penurunan permintaan sebesar -21,01% (mtm) menjadi US$1,11 miliar. Salah satunya dikarenakan keberhasilan program peningkatan konsumsi barang produksi dalam negeri, di tengah penurunan permintaan domestik akibat pandemi.

    “Penurunan impor bahan baku/penolong juga diharapkan memberikan peluang bagi industri/pelaku usaha dalam negeri untuk mampu memasoknya, sekaligus mengambil alih pangsa impor. Khususnya di masa-masa penuh tantangan saat ini,” imbuh Menko Airlangga Hartanto.

    Berdasarkan rilis Laporan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Triwulan II Tahun 2020 oleh Bank Indonesia, defisit transaksi berjalan tercatat sebesar US$2,9 miliar (1,2% dari Produk Domestik Bruto/PDB), lebih rendah dari defisit pada triwulan sebelumnya yang sebesar US$3,7 miliar (1,4% dari PDB).

    “Itu cukup tinggi untuk menopang ketahanan sektor eksternal Indonesia. Jadi, saya optimis momentum perbaikan kinerja eksternal ini dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan, sehingga perekonomian Indonesia dapat tumbuh positif sampai akhir 2020,” pungkas Menko Airlangga Hartanto.

    https://pojoknews.pikiran-rakyat.com/tag/Badan-Pusat-Statistikhttps://pojoknews.pikiran-rakyat.com/tag/ekspor-imporhttps://pojoknews.pikiran-rakyat.com/tag/ekspor-imporhttps://pojoknews.pikiran-rakyat.com/tag/ekspor-imporhttps://pojoknews.pikiran-rakyat.com/tag/Airlangga-Hartantohttps://pojoknews.pikiran-rakyat.com/tag/Airlangga-Hartanto

  • Buletin GINSI Jateng 10

    Edisi Agustus 2020

    Kabar Baik, Ekspor Jateng Naik 38 Persen

    Semarang – Ekspor Jawa Tengah merangkak naik. Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah mencatat kenaikan sekitar 38 persen. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jateng Muhammad Arif Sambodo mengatakan laporan BPS di awal Agustus menunjukkan iklim yang positif. Ini dipengaruhi oleh faktor penentu. Sebut saja, beberapa negara yang semula lockdown mulai menerima arus masuk maupun arus keluar barang. Kemudian, peraturan mengenai pembatasan asal ekspor mulai dihilangkan.

    “Contohnya adalah ekspor atas produk-produk kesehatan, masker, produk-produk bahan baku kesehatan sudah diperbolehkan,” katanya Selasa (19/8/2020).

    Kondisi tersebut menjadi acuan optimistis untuk melangkah ke depan. Terlebih sektor nonmigas yang menjadi tumpuan utama produk di Jateng. Di luar minyak dan gas, spesifiknya yakni tekstil, kayu, produk-produk pabrik. Pun dengan produk alas kaki dan pakaian jadi bukan rajutan. Itu secara nominal, menyumbang paling besar.

    “Tetapi kini secara proporsional yang mengalami peningkatan cukup besar yakni mesin dan peralatan listrik. Hampir 100 persen, setrika dan televisi ada peningkatan,” imbuhnya.

    Jika ditarik jauh, data Disperindag Jateng sampai saat ini mencatat ada lonjakan yang lumayan. Tekstil mengalami lonjakan dari barang rajutan. Nilai pakaian jadi bukan rajutan

    menyentuh Rp USD 49,5 juta. Jika dipersentasekan berada di angka 55 persen. Disusul tren alas kaki pun naik. Sehingga neraca perdagangan mencatat surplus USD 151,33 juta. Tiga negara terbesar sasaran ekspor yakni Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok.

    “Amerika permintaan untuk garmen, Tiongkok lebih ke furniture. Jepang dua-duanya (garmen dan furniture). Nah ini yang dibilang naik 38 persen, sudah mulai membuka lagi arus ekspor global,”kata Arif.

    Agar tetap stabil, Disperindag terus

    memantau perkembangan ekspor secara global. Dimulai dengan sisi internal dengan berbagai macam strategi. Yakni, Disperindag tetap melanjutkan kegiatan yang sempat terhenti. Caranya dengan fasilitasi pendorongan untuk para eksportir. Menciptakan para eksportir baru dan pengenalan kepada wilayah non-tradisional untuk ekspor. Serta Disperindag kini sudah meresmikan Free Trade Agreement (FTA) sebagai pusat pelayanan untuk para eksportir.

    “Jika eksportir menemui kendala langsung kami bantu. Melakukan bisnis mathcing lewat webinar. Di mana pelaku eksportir kita sambungkan dengan para buyer luar negeri. Utamanya pada pasar-pasar nontradisional,” jelasnya.

  • Buletin GINSI Jateng 11

    Edisi Agustus 2020

    Mulai 25 Agustus 2020, Pengawasan Post Border Diperketat

    Pemerintah memperketat pemeriksaan dan

    pengawasan tata niaga impor setelah melalui kawasan pabean (post border) mulai 25 Agustus 2020.

    Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono mengatakan kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 51/2020, sebagai revisi Permendag No. 28/2018.

    Veri mengatakan dengan terbitnya beleid tersebut, prosedur pemeriksaan dan pengawasan tata niaga impor dengan meniadakan persyaratan deklarasi mandiri (self declaration) akan diperketat. Ini sebagai konsekuensi atas kemudahan yang telah diberikan.

    “Mekanisme post border bertujuan mempermudah pelaku usaha dalam tata niaga impor serta menciptakan kesetaraan dalam berusaha bagi para pelaku usaha. Namun, sebagai konsekuensinya Kementerian Perdagangan akan memperketat pengawasan barang impor setelah melalui kawasan pabean," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (8/7/2020).

    Veri mengatakan proses self declaration yang dicabut tersebut akan diganti dengan kewajiban pemenuhan persyaratan impor

    lainnya, yaitu mencantumkan data persyaratan impor dalam dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) berupa nomor dan tanggal atas dokumen persetujuan impor (PI) dan/atau laporan surveyor (LS).

    Dokumen tersebut, sambungnya, akan disesuaikan dengan masing-masing larangan atau pembatasan (lartas) impor pada masing-masing komoditas yang diatur oleh permendag lainnya.

    Veri menambahkan Permendag No. 51/2020 juga memuat sanksi untuk pelaku usaha yang tidak atau salah mencantumkan data persyaratan impor dalam PIB, dan/atau mencantumkan jumlah atau volume impor barang dalam PIB yang tidak sesuai dengan yang dinyatakan dalam PI dan/atau LS. Sanksi yang dikenakan berupa sanksi administratif.

    Kemendag bersama kementerian dan lembaga teknis lainnya juga akan terus memantau potensi pelanggaran di post border yang dilakukan pelaku usaha. Namun, sebelum ketentuan itu berlaku, Kemendag akan menyosialisasikan ketentuan baru tersebut pada pelaku usaha.

    Direktur Teknis Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan prinsip kebijakan post border bertujuan untuk memperlancar arus barang, mempermudah penggunaan barang, memenuhi dokumen perizinan, serta melakukan pengawasan oleh kementerian dan lembaga penerbit perizinan. Namun, prinsip post border tersebut tidak menghilangkan syarat impor.

    "Untuk itu, pelaku usaha diharapkan dapat memenuhi syarat-syarat impor yang telah ditentukan. Selain itu, diperlukan dukungan dan kerja sama para pemangku kepentingan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya importir," ujarnya

  • Buletin GINSI Jateng 12

    Edisi Agustus 2020

    Impor Masih Lesu, BPS : Pemerintah Harus Waspada

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat

    neraca perdagangan impor selama bulan Juli 2020 mengalami penurunan sebesar 2,73 persen dari posisi Juni menjadi 10,47 miliar dolar AS.

    Salah satu kelompok yang mengalami penurunan yakni bahan baku yang menjadi salah satu tolok ukur kegiatan industri dalam negeri.

    "Kalau kita lihat penyebabnya penurunan ini terjadi karena adanya penurunan impor non-migas sebesar 5,7 persen," kata Kepala BPS Kecuk Suhariyanto dalam konfrensi pers melalui video teleconference di Jakarta, Selasa (18/8/2020).

    Sementara untuk impor migas justru mengalami kenaikan yang cukup tinggi yakni mencapai 41,53 persen, dimana importasi minyak mentah menjadi yang paling tinggi.

    Sementara itu, secara tahunan atau year on year (yoy) impor migas mengalami penurunan sebesar 45,19 persen. Dari 15,52 miliar dolar AS pada Juli 2019, menjadi 10,47 miliar dolar AS pada Juli 2020.

    Sedangkan impor non-migas juga mengalami penurunan secara YoY. Yakni 30,95 persen. Dari 13,77 miliar dolar AS pada Juli 2019, menjadi 9,51 miliar dolar AS pada Juli 2020.

    "Dari gambaran ini kita bisa melihat bahwa memang kita belum kembali ke arah yang normal," kata Kecuk.

    Penurunan impor nonmigas terbesar Juli 2020 dibandingkan Juni 2020 adalah golongan kendaraan dan bagiannya senilai 157,9 juta dolar AS (42,77 persen), sedangkan peningkatan terbesar adalah golongan mesin dan perlengkapan elektrik senilai 220,9 juta dolar AS (15,77 persen).

    Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Juli 2020 adalah Tiongkok senilai 21,36 miliar dolar AS (29,31 persen), Jepang 6,75 miliar dolar AS (9,26 persen), dan Singapura 4,86 miliar dolar AS (6,66 persen).

    Impor nonmigas dari ASEAN senilai 13,94 miliar dolar AS (19,12 persen) dan Uni Eropa senilai 5,77 miliar dolar AS (7,91 persen).

    Nilai impor seluruh golongan penggunaan barang selama Januari–Juli 2020 mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

    Penurunan terjadi pada golongan barang

    konsumsi (7,15 persen), bahan baku/ penolong (17,99 persen), dan barang modal (18,98 persen).

    Dari total realisasi impor tersebut, data menunjukkan, mayoritas impor didominasi oleh bahan baku sebesar 70,85 persen. Selanjutnya diikuti impor barang modal 18,79 persen dan barang konsumsi 10,63 peren.

    Suhariyanto mengatakan, selain bahan baku yang perlu dijaga, kegiatan impor barang modal juga menjadi indikator yang penting untuk indikator pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi.

    Oleh karena itu, ia menegaskan, impor bahan baku dan barang modal wajib menjadi perhatian pemerintah demi mendorong industri dalam negeri terus berproduksi menghasilkan produk.

    "Ini perlu perhatian karena akan berpengaruh kepada industri manufaktur. Jadi pemerintah harus mewaspadai dengan berbagai cara sehingga pergerakan industri tidak terganggu," pungkas Suhariyanto.

  • Buletin GINSI Jateng 13

    Edisi Agustus 2020

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110/PMK.03/2020

    TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 86/PMK.03/2020 TENTANG INSENTIF

    PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 Menimbang : a. bahwa untuk penanganan dampak

    pandemi Corona Virus Disease 2019, perlu dilakukan perluasan sektor yang akan diberikan insentif perpajakan yang diperlukan selama masa pemulihan ekonomi nasional dengan memberikan kemudahan pemanfaatan insentif yang lebih luas;

    b. bahwa untuk meningkatkan produksi dan/atau peredaran usaha bagi Wajib Pajak, perlu mengatur kembali ketentuan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak sektor tertentu yang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 dan pengenaan PPh final ditanggung Pemerintah untuk jasa konstruksi tertentu;

    c. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 masih belum menampung kebutuhan insentif perpajakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b sehingga perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Keuangan dimaksud;

    d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019;

    Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

    Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

    Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

    3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

    4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

    5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 tentang Perubahan alas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5014);

    6. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);

    7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik lndonesia Tahun 2019 Nomor 1745);

    8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 781);

    https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-86pmk-032020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-86pmk-032020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-86pmk-032020

  • Buletin GINSI Jateng 14

    Edisi Agustus 2020

    MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 86/PMK.03/2020 TENTANG INSENTIF PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019.

    Pasal 1 Seberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Viros Disease 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 781) diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal l diubah, sehingga berbunyi

    sebagai berikut: Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang

    selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

    2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

    3. Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh

    4. Pemberi Kerja adalah orang pribadi atau badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan, atau unit, termasuk lnstansi Pemerintah, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan/atau pembayaran lain dengan nama atau dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh Pegawai.

    5. Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada Pemberi Kerja, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan Pemberi Kerja.

    6. Kemudahan lmpor Tujuan Ekspor yang selanjutnya disebut KITE adalah Kemudahan lmpor Tujuan Ekspor Pembebasan, Kemudahan lmpor Tujuan Ekspor Pengembalian, dan/atau Kemudahan lmpor Tujuan Ekspor lndustri Kecil dan Menengah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan

    7. Perusahaan KITE adalah badan usaha yang telah memenuhi ketentuan dan ditetapkan melalui keputusan Menteri Keuangan untuk mendapatkan fasilitas KlTE sesuai perundang-undangan di bidang kepabeanan.

    8. Kawasan Berikat adalah tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan

    9. Penyelenggara Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat.

    10. Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut Pengusaha Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan penyelenggaraan sekaligus pengusahaan Kawasan Berikat

    11. Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut POKB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan kawasan berikat yang berada di dalam Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yang berstatus sebagai badan hukum yang berbeda.

    12. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib

    https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-86pmk-032020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-86pmk-032020

  • Buletin GINSI Jateng 15

    Edisi Agustus 2020

    Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

    13. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak.

    14. Wajib Pajak Berstatus Pusat adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dengan kode 3 (tiga) digit terakhir 000.

    15. Wajib Pajak Berstatus Cabang adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dengan kode 3 (tiga) digit terakhir selain 000.

    16. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang KUP.

    17. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

    18. Surat Pemberitahuan Tahunan yang selanjutnya disebut SPT Tahunan adalah surat pemberitahuan yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

    19. Instansi Pemerintah adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah desa, yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

    20. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 adalah Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

    21. Pemotong atau Pemungut Pajak adalah Wajib Pajak yang dikenai kewajiban untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPh.

    22. Surat Keterangan PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang selanjutnya disebut Surat Keterangan adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor

    Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak yang menerangkan bahwa Wajib Pajak dikenai PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.

    23. Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi yang selanjutnya disebut P3-TGAI adalah program perbaikan, rehabilitasi, atau peningkatan jaringan irigasi dengan berbasis peran serta masyarakat petani yang dilaksanakan oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air, Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air, atau Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air.

    24. Perkumpulan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disebut P3A adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah layanan/petak tersier atau desa yang dibentuk secara demokratis oleh petani pemakai air termasuk lembaga lokal pengelola irigasi.

    25. Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disebut GP3A adalah kelembagaan sejumlah P3A yang bersepakat bekerja sama memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok sekunder, gabungan beberapa blok sekunder, atau satu daerah irigasi.

    26. lnduk Perkumpulan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disebut IP3A adalah kelembagaan sejumlah GP3A yang bersepakat bekerja sama untuk memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok primer, gabungan beberapa blok primer, atau satu daerah irigasi.

    27. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah Pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam rangka pelaksanaan P3-TGAI di Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.

    28. Wajib Pajak Penerima P3-TGAl adalah P3A, GP3A, dan/atau IP3A yang melaksanakan P3-TGAI sebagaimana telah ditetapkan oleh PPK dan disahkan oleh Kepala Satuan Kerja Balai Besar Wilayah Sungai atau Balai Wilayah Sungai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

    29. Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.

  • Buletin GINSI Jateng 16

    Edisi Agustus 2020

    30. Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

    31. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

    2. Di antara BAB Ill dan BAB IV disisipkan 1 (satu) bab, yakni BAB IIIA, sehingga berbunyi sebagai berikut:

    BAB IIIA

    INSENTIF PPh FINAL JASA KONSTRUKSI

    3. Di antara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 2 (dua) Pasal, yakni Pasal 6A dan Pasal 68, sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 6A

    (1) Atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai PPh atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenai PPh yang bersifat final.

    (2) PPh final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilunasi dengan cara: a. dipotong oleh pengguna jasa pada saat

    pembayaran, dalam hal pengguna jasa merupakan Pemotong Pajak; atau

    b. disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan Pemotong Pajak.

    (3) PPh final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Penerima P3-TGAI ditanggung Pemerintah.

    (4) Pemotong Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yang melakukan pembayaran dalam pelaksanaan P3-TGAI kepada Wajib Pajak Penerima P3-TGAJ tidak melakukan pemotongan PPh final.

    (5) PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak.

    (6) PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan sejak Peraturan Menteri ini diundangkan sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.

    Pasal 68

    (1) Pemotong Pajak harus menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah

    melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan formulir sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    (2) Pemotong Pajak harus membuat Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan "PPh FINAL JASA KONSTRUKSI DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR ../PMK.03/2020" atas PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6A ayat (3).

    (3) Pemotong Pajak menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

    4. Ketentuan ayat (1) dan ayat (4) Pasal 10

    diubah, sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 10

    (1) Wajib Pajak yang:

    a. memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

    b. telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE; atau

    c. telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB; diberikan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% (lima puluh persen) dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

    (2) Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebagaimana Klasifikasi Lapangan Usaha yang tercantum pada: a. SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 yang

    telah dilaporkan Wajib Pajak; atau b. data yang terdapat dalam administrasi

    perpajakan (master file) Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak yang baru terdaftar setelah tahun 2018.

    (3) Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan kepada kepala KPP tempat Wajib Pajak

  • Buletin GINSI Jateng 17

    Edisi Agustus 2020

    terdaftar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini untuk memanfaatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    (4) Pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak: a. Masa Pajak Juli 2020 bagi Wajib Pajak yang

    telah menyampaikan pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau

    b. Masa Pajak pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan, sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.

    (5) Contoh penghitungan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    5. Ketentuan Pasal 14 diubah, sehingga

    berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 14 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pemberi Kerja atau wajib Pajak yang telah menyampaikan pemberitahuan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan/atau pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25, dan/atau permohonan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 lmpor dan/atau Surat Keterangan berdasarkan: a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

    23/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona;

    b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019; dan/atau

    c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, tidak perlu menyampaikan kembali pemberitahuan dan/atau permohonan berdasarkan Peraturan Menteri ini.

    6. Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga

    berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 15 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pemberi Kerja atau Wajib Pajak yang telah disetujui untuk memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah, PPh final ditanggung Pemerintah, pembebasan PPh Pasal 22 lmpor, dan/atau pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN berdasarkan: a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

    23/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona;

    b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019; dan/atau

    c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, tetap dapat memanfaatkan insentif pajak tersebut sampai dengan Masa Pajak Desember 2020

    7. Mengubah Lampiran Peraturan Menteri

    ini sehingga sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C, huruf N, dan huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini

    Pasal II Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Agustus 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 14 Agustus 2020 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA

  • Buletin GINSI Jateng 18

    Edisi Agustus 2020

    KEGIATAN BPD GINSI JATENG PERIODE

    agustus 2020

    1. WEBINAR GINSI

    Webinar ini diadakan pada hari Rabu, 5 Agustus

    2020 pukul 13.00-selesai, melalui aplikasi zoom

    meeting. Pada pembahasan webinar ini

    mengangkat tema “Optimaliasasi Perdagangan

    Internasional di Era New Normal”. Ginsi Jateng

    juga ikut serta dalam acara webinar BPP GINSI.

    2. PELEPASAN EKSPOR PERDANA DAN BERKELANJUTAN PT. INDO ACIDATAMA TBK. PASCA NEW

    NORMAL

    Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Selasa, 25 Agustus 2020 di Terminal Petikemas Semarang, yang dihadiri oleh beberapa perwakilan dari Instansi daerah, Asosiasi serta Perusahaan-perusahaan yang ada di lingkungan Jawa Tengah.