trauma mata

37
DEFINISI Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. JENIS-JENIS TRAUMA Trauma mata berdasarkan penyebabnya dibagi ; 1) Mekanis : Tumpul Tajam 2) Bahan Kimia : Asam Basa 3) Termal Uap panas Luka bakar kontak langsung 1) TRAUMA MEKANIS TRAUMA TUMPUL Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun lambat. Tingkatan dari rudapaksa mata ini tergantung dari besar, berat, energi kinetik dari obyek. Mekanisme : 1

Upload: kadek-lovina

Post on 12-Apr-2017

139 views

Category:

Healthcare


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Trauma mata

DEFINISI

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan

perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang

ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan

kehilangan mata.

JENIS-JENIS TRAUMA

Trauma mata berdasarkan penyebabnya dibagi ;

1) Mekanis :

Tumpul

Tajam

2) Bahan Kimia :

Asam

Basa

3) Termal

Uap panas

Luka bakar kontak langsung

1) TRAUMA MEKANIS

TRAUMA TUMPUL

Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang

tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras

(kencang) ataupun lambat.

Tingkatan dari rudapaksa mata ini tergantung dari besar, berat, energi kinetik

dari obyek.

Mekanisme :

Gelombang tekanan akibat dari rudapaksa mata menyebabkan :

1. Tekanan yang sangat tinggi dan jelas dalam waktu yang singkat didalam

bola mata.

2. Perubahan yang menyolok dari bola mata.

3. Tekanan dalam bola mata akan menyebar antara cairan vitreous yang

kental dan jaringan sclera yang tidak elastis.

1

Page 2: Trauma mata

4. Akibatnya terjadi peregangan dan robeknya jaringan pada tempat dimana

ada perbedaan elastisitas, mis: daerah limbus, sudut iridocorneal,

ligamentum Zinii, corpus ciliare.

Respon dari jaringan terhadap rudapaksa mata tumpul :

1. Vasokonstriksi dari pembuluh darah perifer, sehingga terjadi iskemia dan

nekrosis lokal.

2. Diikuti dengan vasodilatasi, hiperpermeabilitas, aliran darah yang

menurun.

3. Dinding pembuluh darah robek maka cairan jaringan dan isi sel akan

menyebar menuju jaringan sekitarnya sehingga terjadi edema dan

perdarahan.

Karena tiap-tiap jaringan mempunyai sifat-sifat dan respon khusus terhadap

trauma maka akan dibicarakan satu-persatu.

A. PALPEBRA

Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang sehingga

kemungkinan merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva,

sklera, kornea dan lensa) dan struktur mata bagian belakang (retina dan

persarafan). Karena palpebra merupakan pelindung bola mata maka saat terjadi

trauma akan melakukan refleks menutup. Hal ini akan menyebabkan terjadinya

hematoma palpebra. Hematoma ini terjadi karena keluarnya darah dari

pembuluh darah yang rusak pada trauma tersebut.

B. KONJUNGTIVA

Edema Konjungtiva

Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi

kemotik pada setiap kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul.

Bila kelopak terpajan ke dunia luar dan konjungtiva secara langsung kena

2

Page 3: Trauma mata

angin tanpa dapat mengedip,maka keadaan ini telah dapat mengakibatkan

edema pada konjungtiva.

Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak

menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva.

Pada edema konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk

mencegah pembendungan cairan didalam selaput lendir konjungtiva.

Pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan insisi sehingga cairan

konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.

Hematoma Subkonjungtiva

Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau

dibawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera.

Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu

dipastikan bahwa tidak terdapat robekan dibawah jaringan konjungtiva

atau sklera. Kadang-kadang hematoma subkonjungtiva menutupi keadaan

mata yang lebih buruk seperti perforasi bola mata. Pemeriksaan

funduskopi adalah perlu pada setiap penderita dengan perdarahan

subkonjungtiva akibat trauma. Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil

lonjong disertai tajam penglihatan menurun dan hematoma subkonjungtiva

maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari

kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli.

Pengobatan ini pada hematoma subkonjungtiva ialah dengan kompres

hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2

minggu tanpa diobati.

3

Page 4: Trauma mata

C. KORNEA

Edema Kornea

Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat

mengakibatkan edema kornea malahan ruptur membran descement.

Edema kornea akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan

terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat.

Kornea akan terlihat keruh dengan uji placido yang positif.

Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan

sel radang dan neovaskularisasi kedalam jaringan stroma kornea.

Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5%

atau larutan garam hipertonik 2-8%, glukose 40% dan larutan albumin.

Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka diberikan

azetolamida. Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan

memperbaiki tajam penglihatan dengan lensa kontak lembek dan mungkin

akibat kerjanya menekan kornea terjadi pengurangan edema kornea.

Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan

membran descement yang lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa

yang akan memberikan keluhan rasa sakit dan menurunkan tajam

penglihatan akibat astimagtisme ireguler.

Erosi Kornea

Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang

dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat

4

Page 5: Trauma mata

terjadi tanpa cedera pada membran basal. Dalam waktu yang pendek epitel

sekitarnya dapat bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek epitel

tersebut.

Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak

kornea yang mempunnyai serat sensibel yang banyak, mata berair,

denagan kornea yang keruh.

Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi

perwanaan fluorescein akan berwarna hijau.

Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas.

Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika spektrum luas

seperti neosporin, kloramfenikol, dan sulfasetamide tetes mata. Akibat

rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka diberikan siklopegik

aksi pendek seperti tropikamida. Pasien akan merasa lebih tertutup bila

dibebat tekan selama 24 jam. Erosi yang kecil biasanya tertutup kembali

setelah 48 jam.

D. BILIK MATA DEPAN

Hifema (Perdarahan dalam bilik mata depan yang berasal dari iris dan

corpus siliare)

Respon vaskuler yang terkena adalah Arteri Ciliaris Anterior,

perdarahan vena di Schlemm kanal dan adanya hipotoni, seperti pada

siklodialisis. Pada umumnya 70 % kasus penyerapan terjadi dalam waktu

5-6 hari.

Bila perdarahan luas koagulasi dibilik mata depan akan luas dimana

terjadi gumpalan fibrin dan darah merah. Hal ini akan memperlambat

5

Page 6: Trauma mata

penyerapan ditambah lagi hambatan mekanis terhadap ” outflow ” humor

aquos disudut iridocorneal.

Pada beberapa produk darah menempel pada bagian anterior pigmen

membran dari iris didaerah pupil dan sudut iridocorneal.Walaupun

sepintas bilik mata depan jernih, tetapi iritis cukup kuat untuk membentuk

sinekia anterior dan posterior. Hifema sekunder pada umumnya nampak

antara hari ke 2 dan ke 5. biasanya diikuti dengan ancaman iritis.

Pada hifema ringan dapat terjadi glaukoma sekunder dengan

meningkatnya tekanan intraokuler. Hal ini dari adanya edema di trabekuler

meshwork, sehingga terjadi gangguan outflow humor aquos. Tekanan

intraokuli kadang baru terjadi beberapa hari setelah trauma, ini adalah

akibat adanya perdarahan sekunder. Frekuensi perdarahan sekunder tanpa

kenaikan tekanan intraokuler 30%. Frekuensi perdarahan sekunder dengan

kenaikan tekanan intraokuler 50%.

PERAWATAN KONSERVATIF/TANPA OPERASI

1. Tirah baring sempurna (bed rest total)

Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi

kepala diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45º. Hal

ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta

memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak

pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai

tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik

hifema. Bahkan Darr dan Rakusin menunjukkan bahwa dengan tirah

baring sempurna absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat

mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.

6

Page 7: Trauma mata

Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat

kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan,

terlebih-lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan

dan kakinya ke tempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.

2. Bebat mata

Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian

pendapat di antara para ahli. Edward- Layden lebih condong untuk

menggunakan bebat mata pada mata yang terkena trauma saja, untuk

mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. Selanjutnya dikatakan

bahwa pemakaian bebat pada kedua mata akan menyebabkan penderita

gelisah, cemas dan merasa tak enak, dengan akibat penderita (matanya)

tidak istirahat Akhirnya Rakusin mengatakan bahwa dalam

pengamatannya tidak ditemukan adanya pengaruh yang menonjol dari

pemakaian bebat atau tidak terhadap absorbsi, timbuInya komplikasi

maupun prognosa bagi tajam penglihatannya:

3. Pemakaian obat-obatan

Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema

tidaklah mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan,

mempercepat absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk

maksud di atas digunakan obat-obatan seperti :

(a) Koagulansia

Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral

maupun parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan

perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC, Coagulen,

Transamin, vit K dan vit C.

Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti

fibrinolitik (Dipasaran obat ini dikenal sebagai transamine/

transamic acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap

dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri

dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya

perdarahan sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250

mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh

karena dapat timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan

7

Page 8: Trauma mata

terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya

jangan lupa pengukuran tekanan intra okular.

(b) Midriatika Miotika

Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat

golongan midriatika atau miotika, karena masing-masing obat

mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri: Miotika

memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti

dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan. Gombos

menganjurkan pemberian midriatika bila didapatkan komplikasi

iridiocyclitis. Akhirnya Rakusin membuktikan bahwa pemberian

midriatika dan miotika bersama-sama dengan interval 30 menit

sebanyak dua kali sehari akan mengurangi perdarahan sekunder

dibanding pemakaian salah satu obat saja. Darr menentangnya

dengan tanpa menggunakan kedua golongan obat tersebut pada

pengobatan hifema traumatik.

(c) Ocular Hypotensive Drug

Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide

(Diamox) secara oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan

adanya kenaikan tekanan intraokuler. Bahkan Gombos dan Yasuna

menganjurkan juga pemakaian intravena urea, manitol dan gliserin

untuk menurunkan tekanan intraokuler, walaupun ditegaskan

bahwa cara ini tidak rutin.

Pada hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan intra

okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama 24 jam :

Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap

diatas normal, lakukan parasentesa yaitu pengeluaran darah melalui

sayatan di korneaBila tekanan intra okular turun sampai normal,

diamox terus diberikan dan dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal

tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9

lakukan juga parasentesa.

(d) Kortikosteroid dan Antibiotika

Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi

komplikasi iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan

antibiotika. Yasuna menganjurkan pemberian prednison 40 mg/hari

8

Page 9: Trauma mata

secara oral segera setelah terjadinya hifema traumatik guna

mengurangi perdarahan sekunder.

(e) Obat-obat lain

Sedativa diberikan bilamana penderita gelisah. Diberikan

analgetika bilamana timbul rasa nyeri.

PERAWATAN OPERASI

Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma

sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea dan tidak ada

pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama

3 - 5 hari.

Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila

tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan bola

mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi

kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25

mmHg selama 6 hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.

Untuk mencegah sinekia anterior perifer dilakukan pembedahan bila

hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9

hari.

Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari

keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut :

a. Empat hari setelah onset hifema total

b. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)

c. Hifema total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau

lebih selama 4 hari (untuk mencegah atrofi optic)

d. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6

hari dengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal

bloodstaining)

e. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari

(untuk mencegah peripheral anterior synechiae)

f. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun

ukurannya dengan Tekanan Intra Ocular lebih dari 35 mmHg lebih

dari 24 jam.Jika Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau

lebih selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda. Suatau studi

mencatat atrofi optic pada 50 persen pasien dengan total hifema ketika

9

Page 10: Trauma mata

pembedahan terlambat. Corneal bloodstaining terjadi pada 43%

pasien. Pasien dengan sickle cell hemoglobinopathi diperlukan

operasi jika tekanan intra ocular tidak terkontrol dalam 24 jam.6

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah

1. Paracentesa : mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola mata

melalui lubang yang kecil di limbus. Parasentese dilakukan bila TIO

tidak turun dengan diamox atau jika darah masih tetap terdapat dalam

bilik mata depan pada hari 5-9.

Cara melakukan parasentese :

1 jam sebelum operasi, penderita diberikan “sedative cocktail”,

terdiri dari largaktil 25 mg, petidin 50 mg, phenergan 80mg. Mata

yang sakit didisinfeksi dengan asam pikrin 2 %. Kornea ditetesi

dengan pantokain 2% atau prokain 2 % tiap 3 menit, 3 kali.

Suntikkan retrobulbar novokain untuk blok semua otot-otot ekstra

okuler. Pasang spekulum untuk memegang kelopak mata, supaya

jangan menutup kembali. Dengan jarum parasentese yang steril

dilakukan insisi pada kornea di jam 6 dekat limbus. Jangan dilimbus,

karena banyak pembuluh darah. Dengan beratnya sendiri, darah akan

keluar melalui luka tersebut, sesudah jarum parasentese dikeluarkan

lagi.

2. Melakukan irigasi bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik,

3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka

corneo-scleralnya sebesar 120°.

E. IRIS

1. Iridodialisis

Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris

sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Pasien akan melihat ganda

dengan satu matanya.

Pada iridosialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis

terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema.

Bila keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya dilakukan

pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.

10

Page 11: Trauma mata

F. LENSA

a. Dislokasi Lensa. Dislokasi lensa terjadi pada putusnya zonula zinn

yang akan mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.

b. Subluksasi Lensa. Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinn

sehingga lensa berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi

spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula zinn yang rapuh

(sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan

berkurang. Subluksasi lensa akan memberikan gambaran pada iris

berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada

maka lensa yang elastic akan menjadi cembung, dan mata akan

menjadi lebih miopik. Lensa yang menjadi sangat cembung

mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila

sudut bilik mata menjadi sempit pada mata ini mudah terjadi

glaucoma sekunder.

c. Luksasi Lensa Anterior. Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator

putus akibat trauma maka lensa dapat masuk ke dalam bilik mata

depan. Akibat lensa terletak dalam bilik mata depan ini maka akan

terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan

timbul glaucoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya. Pasien akan

mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang

11

Page 12: Trauma mata

sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi

siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris

terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata

sangat tinggi.

d. Luksasi Lensa Posterior. Pada trauma tumpul yang keras pada mata

dapat terjadi luksasi lensa posterior akibat putusnya zonula zinn di

seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan

kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli.

Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya

akibat lensa mengganggu kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala

mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan

lensa +12.0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris

tremulans. Lensa yang terlalu lama berada dalam polus posterior

dapat menimbulkan penyulit akibat degenerasi lensa, berupa

glaucoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik

H. TRAUMA FUNDUS OCULI

Trauma tumpul yang mengenai mata dapat mengakibatkan kelainan

pada retina, koroid, dan saraf optik. Perubahan yang terjadi dapat berupa

edema retina, perdarahan retina, ablasi retina, maupun atrofi saraf

optik.

Edema Retina dan Koroid

Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina,

penglihatan akan sangat menurun. Edema retina akan memberikan

warna retina yang lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan

koroid melalui retina yang sembab. Berbeda dengan oklusi arteri

retina sentral dimana terdapat edema retina kecuali macula, sehingga

pada keadaan ini akan terlihat cherry red spot yang berwarna merah.

Edema retina akibat trauma tumpul juga mengakibatkan edema

makula sehingga tidak terdapat cherry red spot.

Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema

macula atau edema berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang

luas sehingga seluruh polus posterior fundus okuli berwarna abu-abu.

12

Page 13: Trauma mata

Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa

waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat

tertimbunnya daerah macula oleh sel pigmen epitel.

Ablasio Retina.

Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari

koroid pada penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah

mempunnyai bakat untuk terjadinya ablasi retina ini seperti retina tipis

akibat retinitis semata, miopia, dan proses degenerasi lainnya.

Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang

seperti tabir menganggu lapangan pandangannya. Bila terkena atau

tertutup daerah makula maka tajam penglihatannya akan menurun.

Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang berwarna

abu-abu dengan pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-

kelok. Kadang-kadang terlihat pembuluh darah seperti yang terputus-

putus. Pada pasien dengan ablasi retina maka secepatnya dirawat

untuk dilakukan pembedahan oleh dokter mata.

Ruptur Koroid

Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat

merupakan akibat ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus

posterior bola mata dan melingkar konsentris di sekitar papil saraf

optik.

Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea

maka tajam penglihatan akan turun dengan sangat. Ruptur ini bila

tertutup oleh perdarahan subretina agak sukar dilihat akan tetapi bila

darah tersebut telah diabsorpsi maka akan terlihat bagian ruptur

berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung tanpa tertutup

koroid.

13

Page 14: Trauma mata

Avulsi Papil Saraf Optik

Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari

pangkalnya didalam bola mata yang disebut sebagai avulsi papil saraf

optik. Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam penglihatan

yang berat dan sering berakhir dengan kebutaan. Penderita ini perlu

dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.

Optik Neuropati Traumatik

Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik,

demikian pula perdarahan dan edema sekitar saraf optik.

Penglihatan akan berkurang setelah cidera mata. Terdapat reaksi

defek aferen pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain

yang dapat ditemukan adalah gangguan penglihatan warna dan

lapangan pandang. Papil saraf optik dapat normal dalam beberapa

minggu sebelum menjadi pucat.

Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cidera mata

adalah trauma retina, perdarahan badan kaca, trauma yang

mengakibatkan kerusakan pada khiasma optik.

Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu akut

dengan memberi steroid. Bila penglihatan memburuk setelah steroid

maka perlu dipertimbangkan untuk pembedahan.

TRAUMA TAJAM

Trauma tajam pada mata adalah suatu trauma dimana seluruh lapisan jaringan

atau organ mengalami kerusakan.

ETIOLOGI

Trauma tajam disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam

bola mata.

TANDA DAN GEJALA

1. Tajam penglihatan yang menurun

2. Tekanan bola mata rendah

3. Bilikmata dangkal

4. Bentuk dan letak pupil berubah

5. Terlihat adanya ruptur pada cornea atau sclera

6. Terdapat jaringan yang prolaps seperti caiaran mata iris,lensa,badan

kaca atau retina

14

Page 15: Trauma mata

7. Konjungtiva kemotis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam

menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan

ultra sonographi untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini

dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina.

b. Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT)

Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat

“scanning” dari organ tersebut.

PENATALAKSANAAN

Bila terlihat salah satu tanda diatas atau dicurigai adanya perforasi

bola mata, maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotik topical, mata

ditutup, dan segera dikirim kepada dokter mata untuk dilakukan

pembedahan. Sebaiknya dipastikan apakah ada benda asing yang masuk

ke dalam mata dengan membuat foto. Pada pasien dengan luka tembus

bola mata selamanya diberikan antibiotik sistemik atau intravena dan

pasien dikuasakan untuk kegiatan pembedahan. Pasien juga diberi

antitetanus provilaksis, dan kalau perlu penenang. Trauma tembus dapat

terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata. Benda asing

didalam bola mata pada dasarnya perlu dikeluarkan dan segera dikirim ke

dokter mata. Benda asing yang bersifat magnetic dapat dikeluarkan

dengan mengunakan magnet raksasa. Benda yang tidak magnetic

dikeluarkan dengan vitrektomi. Penyulit yang dapat timbul karena

terdapatnya benda asing intraokular adalah endoftalmitis, panoftalmitis,

ablasi retina, perdarahan intraokular dan ptisis bulbi.

PATOFISIOLOGI

Trauma tajam pada mata karena benda tajam maka dapat mengenai

organ mata dari yang terdepan sampai yang terdalam. Trauma tajam bola

mata bisa mengenai :

A. PALPEBRA

Luka terbuka palpebra

- Anamnesa :

keluhan rasa nyeri,

15

Page 16: Trauma mata

bengkak dan berdarah.

- Pemeriksaan :

tampak adanya luka terbuka dan perdarahan

- Pengobatan :

pembersihan luka, kemudian dijahit.

Teknik penjahitan dilakukan sama dengan luka pada kulit tubuh

yang lain sesuai dengan arah dari M. Orbicularis.

Perhatian : Luka yang persis pada palpebra harus khusus

diperhatikan karena apabila penjahitan tidak tepat pada kedua

tepi luka akan memberi hasil kosmetik dan fungsional yang

jelek.

Bila perlu dapat ditambah dengan antibiotika, analgetik dan

antiinflamasi.

B. KONJUNGTIVA

1. Perdarahan

Penatalaksanaan sama dengan rudapaksa mata mekanis tumpul.

2. Robekan 1 cm

Tidak dijahit, diberikan antibiotika lokal.

3. Robekan lebih dari 1 cm,

Dijahit dengan benang cat gut atau sutera berjarak 0,5 cm antara

tiap-tiap jahitan.

Beri antibiotika lokal selama 5 hari dan bebat mata untuk 1-2

hari.

C. KORNEA

1. Erosi kornea

Penatalaksanaan seperti rudapaksa mata tumpul

2. Luka tembus kornea

Anamnesa :

teraba nyeri,

epifora,

fotofobia,

blefarospasme

Pemeriksaan :

16

Page 17: Trauma mata

bagian yang mengalami kerusakan epitel menunjukkan

flurocein (+)

Pengobatan :

Tanpa mengingat jarak waktu antara kecelakaan dan

pemeriksaan, tiap luka terbuka kornea yang masih menunjukkan

tanda-tanda adanya kebocoran harus diusahakan untuk dijahit.

Jaringan intraokular yang keluar dari luka, misal : badan

kaca, prolap iris sebaiknya dipotong sebelum luka dijahit.

Janganlah sekali-kali dimasukkan kembali dalam bola mata.

Jahitan kornea dilakukan secara lamellar untuk menghindari

terjadinya fistel melalui bekas jahitan.

Luka sesudah dijahit dapat ditutup lembaran konjungtiva

yang terdekat. Tindakan ini dapat dianggap mempercepat

epitelialisasi.

Antibiotika lokal dalam bentuk salep, tetes atau

subkonjungtiva 0,3-0,5 U. Garamycin tiap 2 hari sekali.

Atopin tetes 0,5%-1% tiap hari. Dosis dikurangi bila pupil

sudah cukup lebar.

Bila ada tanda-tanda glaukoma sekunder dapat diberikan

tablet Analgetik, antiinflamasi, koagulasi dapat diberikan bila

perlu.

3. Ulkus kornea

Sebagian besar disebabkan oleh trauma yang mengalami infeksi

sekunder.

Anamnesa :

teraba nyeri,

epifora,

fotofobia,

blefarospasme.

Pemeriksaan :

nampak kornea yang edema dan keruh.

bagian yang mengalami kerusakan epitel menunjukkan

pengecatan ( + ).

Terapi :

17

Page 18: Trauma mata

antibiotika lokal tetes, salep atau subkonjungtiva

scraping atau pembersihan jaringan nekrotik secara hati-hati

bagian dari ulkus yang nampak kotor.

Aplikasi panas. Kauter dilakukan dengan cara memanaskan

pasak.

Cryo terapi

D. SCLERA

Luka terbuka atau tembus

Luka ini lekas tertutup oleh konjungtiva sehingga kadang sukar

diketahui. Luka tembus sclera harus dipertimbangkan apabila dibawah

konjungtiva nampak jaringan hitam (koroid).

Pengobatan : sama dengan luka tembus pada kornea.

E. OFTALMIA SIMPATETIK

Suatu uveitis yang diderita oleh mata kontralateral apabila mata

lainnya mengalami trauma atau trauma tembus yang mengenai

jaringan uvea. Frekuensi tertinggi terjadi 2-4 minggu sesudah trauma.

Proses berlangsung :

1. Tahap iritasi ( Sympatetic Iritation )

2. Tahap radang ( Sympatetic Inflamation )

TAHAP IRITASI

Anamnesa :

18

Page 19: Trauma mata

keluhan nyeri,

tanda-tanda radang ringan,

epifora,

fotofobia.

Pemeriksaan :

tanda-tanda iritis ringan.

Biasanya bersifat reversibel atau langsung tahap radang.

TAHAP RADANG

Dapat berlangsung akut/menahun.

Stadium ini bersifat irreversibel dan kemungkinan besar akan

memburuk bila pengobatan kurang sempurna.

Terapi :

Mata traumatik : enukleasi bulbi dipertimbangkan bila visus 0

atau lebih jelek daripada mata simpatetik.

Mata yang masih mempunyai visus walaupun terbatas selalu

menjadi pertimbangan yang sangat sulit apakah akan dilakukan

enukleasi atau dipertahankan.

F. BILIK MATA DEPAN

Penatalaksanaan sama dengan trauma tumpul.

G. IRIS

Iritis sering sebagai akibat dari trauma.

- Anamnesa :

keluhan nyeri,

epifora,

fotofobia,

blefarospasme

- Pemeriksaan :

pupil miosis,

reflek pupil menurun,

sinekia posterior

- Terapi :

Atropin tetes 0,5%- 1 %.

19

Page 20: Trauma mata

1-2 x perhari selama sinekia belum lepas.

Antibiotik lokal.

Diamox bila ada komplikasi glaukoma.

H. LENSA

1. Katarak

Penatalaksanaan sama dengan trauma tumpul.

2. Dislokasi lensa

Penatalaksanaan sama dengan pada rudapaksa mata tumpul

I. KERUSAKAN SEGMEN POSTERIOR

Penatalaksanaan sama dengan rudapaksa mata tumpul

J. CORPUS ALIENUM (BENDA ASING)

- Anamnesa :

mengeluh ada benda asing masuk kedalam mata

- Pemeriksaan :

benda asing tersebut harus dicari secara teliti memakai

penerangan yang cukup mulai dari palpebra, konjungtiva,

fornixis, kornea, bilik mata depan.

Bila mungkin benda tersebut berada dalam lensa, badan kaca

dimana perlu pemeriksaan tambahan berupa funduskopi dan

foto rontgen.

Benda asing yang masuk dalam mata dapat dibagi 2 kelompok

yaitu :

a. Benda logam :

misal : emas, perak, platina, besi, tembaga.

Benda logam ini dapat bersifat magnet atau non magnet.

b. Benda bukan logam :

batu, kaca, porselin, plastik, bulumata, dll.

Benda yang menimbulkan reaksi jaringan mata berupa

perubahan selular dan membran sehingga mengganggu

fungsi dari mata.

Misal : besi berupa siderosis dan tembaga berupa kalkosis.

Besi biasanya merusak jaringan yang mengandung epitel

20

Page 21: Trauma mata

sedangkan tembaga merusak bagian membran misal

descement kornea lensa, iris, badan kaca, dll.

- Pengobatan :

mengeluarkan benda asing

Bila lokalisasi di palpebra dan konjungtiva, kornea maka

dengan mudah dapat dilepaskan setelah pemberian anestesi

lokal.

Untuk mengeluarkan perlu kapas lidi atau jarum suntik

tumpul/ tajam.

Bila benda bersifat magnetik maka dapat dikeluarkan dengan

magnet portable atau giant magnet.

Bila benda asing pada segmen posterior hendaknya dikirim ke

pusat oleh karena memerlukan tindakan yang lebih cermat dan

perlengkapan yang khusus.

Pemberian antibiotika lokal pada benda asing di konjungtiva

dan kornea.

Pada kornea dapat ditambahkan atropin 0,5 %-1 %, bebat mata

dan diamox bila ada tanda-tanda glaukoma sekunder.

K. OTOT EKSTRA OKULAR

Kelainan Pergerakan Mata. Hal ini pada trauma dapat disebabkan :

kelainan pada otot mata

kelainan pada persarafan otot mata

kelainan pada jaringan orbita lainnya

Walaupun gangguan pergerakan bola mata tidak dapat menyebabkan

kebutaan atau penurunan tajam penglihatan namun kegiatan sehari-

hari dapat terganggu dengan adanya keluhan diplopia.

- Anamnesa :

akibat diplopia timbul keluhan pusing, mual, muntah

21

Page 22: Trauma mata

- Pemeriksaan. :

hambatan pergerakan bola mata dapat akibat paralisa atau

ototnya sendiri yang terjepit.

Test Forced Duction :

Untuk membedakan gangguan karena kelumpuhan atau ototnya

yang terjepit.

Cara : Mata ditetesi anestesi lokal, kemudian otot yang akan

diperiksa dipegang dengan pinset dan ditarik ke arah gerak otot

tersebut.

bila lancar – berarti paralisa

bila sukar – ada hambatan / otot terjepit

- Pengobatan :

PARALISA :

anti inflamasi dan neurokopik

untuk menghindari diplopia satu mata :

a. pada parese ringan – mata sehat ditutup supaya mata

parese terlatih

b. pada parese berat – mata parese yang ditutup.

Setelah 3-6 bulan tidak ada kemajuan berarti tetap

strabismus dan atau diplopia – maka penderita perlu

dirujuk untuk tindakan operasi.

Sebab setelah 6 bulan dianggap telah mengalami

penyembuhan maksimal atau sudah timbul komplikasi

kontraktur-kontraktur.

2) TRAUMA KIMIA

TRAUMA ASAM

Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan

termasuk kegawatdaruratan mata yang disebabkan zat kimia bersifat asam

dengan pH < 7. Beberapa zat asam yang sering mengenai mata adalah asam

sulfat, asam asetat, hidroflorida, dan asam klorida. Jika mata terkena zat kimia

bersifat asam maka akan terlihat iritasi berat yang sebenarnya akibat akhirnya

tidak berat. Asam akan menyebabkan koagulasi protein plasma. Dengan

adanya koagulasi protein ini menimbulkan keuntungan bagi mata, yaitu

sebagai barrier yang cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih

22

Page 23: Trauma mata

lanjut. Hal ini berbeda dengan basa yang mampu menembus jaringan mata dan

akan terus menimbulkan kerusakan lebih jauh. Selain keuntungan, koagulasi

juga menyebabkan kerusakan konjungtiva dan kornea. Dalam masa

penyembuhan setelah terkena zat kimia asam akan terjadi perlekatan antara

konjugtiva bulbi dengan konjungtiva tarsal yang disebut simblefaron.(Susanto,

2004; Vaughan, 2000)

Penatalaksanaan yang tepat pada trauma kimia adalah irigasi dengan

menggunakan salin isotonic steril dan memeriksa pH permukaan mata dengan

meletakkan seberkas kertas indicator di forniks. Ulangi irigasi apabila pH tidak

terletak antara 7,3-7,7. (Vaughan, 2000).

TRAUMA BASA

Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan iritasi ringan pada

mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata,

trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus

kornea, camera oculi anterior, dan sampai retina dengan cepat, sehingga

berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran

jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi

proses persabunan, disertai dengan dehidrasi.

Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan menjadi:

Derajat 1 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata

Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea

Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan

lepasnya epitel kornea

Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%

Tindakan bila terjadi trauma basa adalah secepatnya melakukan irigasi

dengan garam fisiologik selama mungkin. Bila mungkin irigasi dilakukan

paling sedikit 60 menit setelah trauma. Penderita diberi sikloplegia, antibiotika,

EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan setelah 1 minggu trauma basa,

diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ketujuh.

Penyulit yang dapat terjadi adalah simblefaron, kekeruhan kornea, edema, dan

neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan ptisis bola mata.

23

Page 24: Trauma mata

3) TRAUMA TERMAL

Trauma karena uapnya merupakan sekunder dari api nya sedangkan kontak

langsung karena terekspos dari larutan panas ataupun benda yang panas. Derajat

keparahan pada trauma termal ini bergantung pada:

1. Temperatur dari objek

2. Luas area yang terkena suhu panas

3. Lamanya durasi kontak Kebanyakan trauma termal mengenai permukaan

superfisial dari epitelium kornea dan konjungtiva.

Luka bakar pada superfisial cenderung menyebabkan kornea keabuan-abuan dan

opasifikasi Adanya nekrosis jaringan di debridement dengan perlahan. Pemberian

siklopegik dan patching penting. Antibiotik tetes diberikan jika ada abrasi pada

kornea. Umumnya luka bakar superfisial penyembuhan pada 24-48 jam tanpa

sequele. Trauma yang berat dapat menyebabkan nekrosis kornea dan perforasi.

Intervensi keratoplasti dan transplantasi stem sel limbal dapat dipertimbangkan

DAFTAR PUSTAKA

1. Tjokronegoro, Arjatmo. 2003. Ilmu Penyakit Mata,3 rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI

2. James, Bruce, et al. 2006 . Lecture Notes Oftalmologi, 9th eds. Surabaya : Airlangga.

24