kar akterisasi sifat mekanis bah an pahat potong …
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
Microsoft Word - judulVERSITAS YOG
GYAKART 2009
HAN PAH
YOG
ii
sel HSS St
rial
vi
INTISARI
Pahat potong baja HSS merupakan pahat potong yang digunakan pada mesin-mesin
konvensional seperti mesin bubut. Pahat potong baja HSS akan mengalami keausan jika digunakan secara terus-menerus. Untuk memperbaiki salah satu sifatnya agar tahan aus dengan meningkatkan kekerasannya. Peningkatan kekerasan pahat potong baja HSS dapat dilakukan dengan teknik sputtering dc.
Kondisi optimal deposisi lapisan tipis TiN pada pahat baja HSS diperoleh dari pengujian sampel pahat yang telah divariasi suhu, waktu pelapisannya dan aliran gas reaktif nitrogen. Mesin sputtering dc dioperasikan pada tekanan tetap sebesar 1,8 x 10-1 torr, beda potensial sebesar 5 kV, arus sebesar 18 mA dan aliran gas sputter, gas argon sebesar 34,02 sccm. Setiap layer hasil deposisi lapisan tipis TiN dan pahat baja HSS mula-mula diuji kekerasannya menggunakan alat uji kekerasan knoop dengan beban penekanan sebesar 10 g. Kekerasan optimal dari pahat baja HSS yang telah dilakukan pengujian knoop dan pahat baja HSS mula- mula dapat dilakukan pengujian SEM dan EDS.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan anugrah-Nya, sehingga Tugas Akhir ini dapat tersusun dan dapat terselesaikan
dengan lancar. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
yang berupa dorongan, motivasi, doa, sarana, materi sehingga dapat
terselesaikannya Tugas akhir ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya, antara lain
1. Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtama, SJ., selaku Rektor Universitas Sanata
Dharma.
2. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Sanata Dharma.
3. Budi Sugiharto, S.T., M.T, selaku ketua Program Studi Teknik Mesin.
4. I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T selaku dosen Pembimbing Utama Tugas Akhir.
5. Kepala pimpinan Laboratorium Teknik Mesin PAU-UGM Yogyakarta atas
izinnya melakukan pengujian kekerasan knoop.
6. Kepala Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan BATAN Yogyakarta
atas ijinnya untuk melakukan penelitian.
7. Drs. B.A. Tjipto Suyitno, M.T., APU., selaku Kepala Kelompok Akselerator
yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di BATAN Yogyakarta.
ix
8. Ir. Wirjoadi, yang telah mengarahkan dan membimbing penulis didalam
penyusunan Tugas Akhir ini.
9. Pak Karmadi, yang membantu dan memberikan saran serta sebagai
pembimbing dilapangan selama penelitian di BATAN.
10. Pak Bambang, yang membantu memberikan saran dan dukungan selama
dilapangan hingga terselesainya penelitian.
11. Bapak Sutopo yang telah memberikan izin atas penggunaan Laboratorium
Teknik Mesin UNY.
12. Segenap staf karyawan yang ada di PTAPB-BATAN dan Universitas Negeri
Yogyakarta.
13. Segenap staf pengajar Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan
kepada penulis sehingga sangat berguna dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang
perlu diperbaiki dalam penulisan Tugas Akhir ini, untuk itu penulis
mengharapkan masukan dan kritik, serta saran dari berbagai pihak untuk
menyempurnakannya. Semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat, baik
bagi penulis maupun pembaca.
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xv
II.1 Tinjauan Pustaka ………………………………………… 7
II.2.4 Jenis-jenis Baja ………………………………….……… 13
II.2.4.1 Baja Karbon ………….………….…………………. 13
II.2.4.2 Baja Paduan ………….………….………….……… 13
II.2.6 Plasma ………….………….………….………….…… 16
II.2.8 Proses Pembentukan Lapisan Tipis TiN pada Baja HSS… 21
II. 2.9 Titanium Nitrida ………….………….…………. 23
II.2.10 Uji Kekerasan Knoop ………….…………………….. 25
II. 2.11 SEM & EDS ………….………….………….……… 25
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………………. 29
III.1 Diagram Alir Penelitian ………………………………… 29
III.2 Persiapan Bahan & Peralatan Penelitian ………………… 30
III.2.1 Bahan-bahan Yang Digunakan ………….……… 30
III.2.2 Alat Yang Digunakan ………….………….…… 31
III.3 Preparasi Sampel …………………………………………. 34
III.5 Karakterisasi ………………………………….……… 40
xii
IV.2 Hasil Uji SEM & EDS ………………….………….…... 48
IV.3 Kesulitan Penelitian …………………………………………. 54
IV.1 Kesimpulan …………............………………………………. 56
IV.2 Saran …………........................………………………………. 57
DAFTAR PUSTAKA ........……………………………………………. 58
Gambar 3.2 Pahat bubut baja HSS .................................................................. 30
Gambar 3.3 Alat Sputtering DC .................................................................. 31
Gambar 3.4 Microhardness Tester Knoop (KHN) .......................................... 32
Gambar 3.5 Electric Discharge Machine (EDM) .......................................... 32
Gambar 3.6 Alat uji SEM & EDS .................................................................. 34
Gambar 3.7 Potongan sampel pahat bubut baja HSS .............................. 34
Gambar 3.8 Proses pemotongan pahat baja HSS dengan EDM ................. 35
Gambar 3.9 Sampel pahat baja HSS hasil pemotongan dengan EDM ...... 36
Gambar 3.10 Sampel pahat baja HSS yang di polish .............................. 37
Gambar 3.11 Skema alat Sputtering DC ......................................... 39
Gambar 4.1 Grafik kekerasan terhadap waktu deposisi pada variasi suhu
(150, 200, 250, 300)C dengan aliran gas reaktif nitrogen 5 sccm
........................................................................................................ 45
Gambar 4.2 Grafik kekerasan terhadap variasi aliran gas reaktif nitrogen pada
suhu 250C dan waktu deposisi 90 menit
........................................................................................................47
Gambar 4.3 Hasil SEM permukaan HSS mula-mula ........................................ 48
Gambar 4.4 Hasil SEM permukaan HSS yang terdeposisi TiN pada suhu 250C,
waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen
sebesar 5 sccm ............................................................................ 49
Gambar 4.5 Hasil EDS dari sampel pahat HSS mula-mula ................................ 50
Gambar 4.6 Hasil EDS pahat HSS terdeposisi TiN pada suhu 250C , waktu
deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen 5 sccm ............. 52
Gambar 4.7 Hasil SEM penampang lintang HSS yang terdeposisi TiN pada suhu
250C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitorgen
sebesar 5 sccm ..................................................................................52
Gambar 4.8 Hasil EDS penampang lintang HSS yang terdeposisi TiN pada suhu
250C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen
sebesar 5 sccm.................................................................................................... 53
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Nilai kekerasan dengan variasi suhu, waktu deposisi dan aliran gas
reaktif nitrogen sebesar 5 sccm
……..…..……………………………………… 44
Tabel 4.2 Nilai kekerasan dengan variasi aliran gas nitrogen, pada suhu 250 C
dan waktu deposisi 90 menit
........................................................................................ 47
1
meningkatkan kemampuannya (performance). Salah satu kebutuhan industri
mengenai logam sebagai alat potong (cutting tools) adalah pemakaian pahat bubut
baja kecepatan tinggi (HSS). Sebelum dikembangkannya pahat baja kecepatan
tinggi (HSS), digunakan baja karbon untuk semua jenis pahat yang mempunyai
kandungan karbon antara 0,8 % sampai 1,2%. Pahat ini tidak sesuai untuk
pekerjaan tinggi karena pahat baja karbon kehilangan kekerasannya pada suhu
sekitar 300 C° . Penggunaannya juga terbatas pada bahan yang lunak seperti kayu.
Pahat baja karbon ini kemudian tidak diminati dan orang mulai beralih
menggunakan pahat baja kecepatan tinggi (HSS), setelah diketemukan oleh Fred
W Taylor dan M. White pada tahun 1900. Sama seperti logam yang lainnya, pahat
baja HSS ini jika digunakan secara terus menerus juga akan mengalami keausan.
Untuk meningkatkan kemampuan pahat baja HSS agar tahan aus dapat dilakukan
dengan meningkatkan kekerasannya. Semakin tinggi kekerasannya, maka
semakin rendah keausan yang terjadi pada baja (Amstead, 1993)
2
cermet, cubic boron nitride, dan diamond. Sebagai bahan perbandingan, apabila
HSS digunakan untuk membubut baja karbon rendah, maka kecepatan potongnya
165 ft / min, sementara untuk ceramic cermet kecepatan potongnya 1200 ft / min
(Amstead, 1993).
pemotongan dari material HSS dapat dilakukan dengan teknik perlakuan khusus
pada permukaan bahan (surface treatment). Menurut John.A. Schey bahwa
surface treatment dapat dilakukan dengan beberapa macam proses, salah satunya
adalah proses deposition. Pada proses deposition biasanya digunakan untuk
membentuk lapisan tipis diatas permukaan material. Pembuatan lapisan tipis
diatas permukaan material dapat meningkatkan sifat-sifat mekanik suatu bahan
yaitu kekerasannya. Mengenai pendeposisian lapisan tipis (Thin Film Deposition)
itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok (Konuma,1992),
yaitu :
a. Sputter Deposition
b. Ion Plating
a. Plasma Enhanced CVD
pada permukaan substrat atau material dapat dilakukan dengan alat sputtering.
Proses yang terjadi dengan menggunakan alat sputtering disebut juga sebagai
sputtering. Sputtering adalah suatu fenomena, dimana suatu permukaan bahan
padat (target) mengalami tembakan partikel-partikel (ion atau neutral) berenergi,
maka material (dalam bentuk atom-atom) dari permukaan bahan padat tersebut
akan terpercik / terlempar keluar akibat proses transfer momentum. (Suyitno,
2003).
suatu usaha dalam upaya meningkatkan kualitas / mutu permukaan material /
komponen sesuai dengan yang diinginkan. Dalam surface treatment, yang
berubah sifat hanya pada permukaannya saja, sedangkan yang dibagian dalam
sifatnya tidak berubah. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pertimbangan bahwa
4
dari material dengan kualitas sedang dapat diperoleh kualitas yang jauh lebih baik
dari material dasarnya (Malau, 2003).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakterisasi sifat mekanis bahan
pahat potong baja HSS yang dilapisi dengan TiN ditinjau dari kekerasannya dan
perubahan struktur mikronya, apabila dibandingkan dengan HSS mula-mula
(sebelum dilapisi).
1.2 Perumusan Masalah
High Speed Steel (baja kecepatan tinggi) merupakan salah satu bahan yang
masih digunakan sebagai alat potong pada mesin-mesin perkakas, khususnya
untuk machining material dengan kekerasan rendah. Oleh karena itu proses
deposisi lapisan tipis dengan teknik sputtering dapat dijadikan alternatif untuk
meningkatkan kualitas permukaan material tersebut.
Permasalahan yang akan diteliti dan dibahas pada penelitian ini adalah
seberapa besar pengaruh deposisi lapisan tipis TiN mampu meningkatkan
kekerasan dan perubahan struktur mikro pada bahan pahat potong baja HSS.
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada pahat potong mesin bubut baja HSS yang dibeli
dipasaran tanpa sertifikasi dengan ukuran (9,525 x 9,525 x 99) mm3 yang akan
dijadikan sebagai substrat. Target yang digunakan adalah titanium dengan
diameter 60 mm dan tebal 3 mm yang telah tersedia dilaboratorium Pusat
Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB) BATAN, Yogyakarta.
5
Deposisi lapisan tipis dilakukan dengan menggunakan teknologi sputtering DC
dimana dilakukan variasi suhu, waktu deposisi dan variasi aliran gas reaktif
nitrogen untuk memperoleh kondisi yang optimum dengan aliran gas sputter
argon tidak divariasi/ tetap sebesar 34,202 sccm. Kondisi alat sputtering
dioperasikan pada tegangan 5 kV dan arus 10 mA. Pengujian kekerasan mikro
dilakukan dengan alat Knoop (KHN) dan karakterisasi struktur mikro dilakukan
dengan alat SEM (Scanning Electron Microscope). Untuk mengetahui komposisi
unsur kimia dilakukan dengan EDS (Energi Dispersive Spectroscopy).
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Pengaruh deposisi lapisan tipis TiN pada variasi suhu, waktu deposisi dan
aliran gas reaktif nitrogen terhadap peningkatan kekerasan permukaan
material pahat potong baja HSS.
2. Karakteristik struktur mikro dari bahan pahat potong HSS yang telah dilapisi
TiN dengan pahat potong baja HSS mula-mula.
3. Komposisi unsur kimia pada permukaan bahan pahat potong baja HSS yang
terdeposisi TiN dan pahat potong baja HSS mula-mula.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian dari terbentuknya lapisan tipis pada permukaan substrat
bahan pahat potong HSS diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanik bahan
6
tersebut, sehingga diperoleh material baru dengan sifat dasar logam (base
metal) yang sama dan memperbaiki sifat mekanik bahan menjadi lebih
unggul.
2. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi penelitian yang serupa untuk
pengembangan penelitian lebih lanjut.
diperkenalkan oleh Grove pada tahun 1852. Fenomena ini ditemukan ketika
Grove melakukan penelitian lucutan listrik dalam gas, dimana tampak
terbentuknya lapisan logam pada dinding tabung lucutan pijar dalam daerah
elektrode negatif. Sputtering merupakan salah satu teknik PVD (Physical Vapor
Deposition), dimana suatu bahan diubah menjadi fase uap (vapor phase), dalam
ruang vakum dan dikondensasikan pada permukaan substrat (Malau, 2003).
Suyitno (2003), menyatakan bahwa teknologi sputtering dapat diaplikasikan
untuk meningkatkan sifat keras, tahan aus dan tahan suhu tinggi. Selain itu
teknologi sputtering terbukti mampu meningkatkan kekerasan permukaan bahan
dengan keuntungan ; (1) dapat digunakan untuk melapiskan lapisan tipis dengan
titik lebur tinggi, (2) dapat digunakan untuk melapiskan lapisan tipis pada bahan
logam, paduan, semikonduktor, dan bahan isolator, (3) memiliki daya rekat yang
tinggi, (4) ketebalan lapisan dapat dikontrol, serta (5) penghematan material yang
dilapiskan. Menurut Ibrahim (2004) dengan melakukan penelitian deposisi
lapisan tipis TiN pada substrat HSS dengan teknik sputtering DC, hasil
8
Sementara Yuniarto dkk., (2003) juga melakukan penelitian tentang deposisi
lapisan tipis TiN pada ujung mata bor dengan teknik implantasi ion, diperoleh
hasil peningkatan kekerasan sebesar 51,67%.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Produksi Baja
Untuk mendapatkan baja dilakukan serangkaian proses. Pertama-tama
bijih besi yang merupakan hasil tambang dilebur dalam dapur tinggi (blast
furnace) untuk mendapatkan besi mentah (pig iron). Besi mentah hasil dapur
tinggi masih mengandung unsur-unsur C, Si, Mn, P dan S dengan jumlah
cukup besar. Kandungan unsur-unsur tersebut perlu dikurangi agar diperoleh
baja sesuai dengan keinginan. Proses pembuatan baja dapat diartikan sebagai
proses yang bertujuan untuk mengurangi kadar C, Si, Mn, P dan S dari besi
mentah lewat proses oksidasi peleburan. Proses oksidasi peleburan dapat
dilakukan dalam bermacam –macam dapur / tungku seperti :
a. Konverter (converter):
1). Proses Bessemer
2). Proses Thomas
b. Dapur Tungku Terbuka (open heart furnace atau siemen martin):
1). Basic Open-Heart
1). Electric Are-Furnace
2). Induction Furnace
2.2.2. Sifat Baja
sebagai berikut:
a. Malleability /dapat ditempa
Logam ini mudah dibentuk dengan suatu gaya, baik dalam suatu keadaan
dingin maupun panas tidak terjadi keretakan, misalnya dengan hammer
ataupun dengan rol.
Logam dapat dibentuk dengan tarikan tanpa menunjukkan gejala putus.
c. Toughness /ketangguhan
mengalami keretakan.
e. Strength /kekuatan
kemampuan logam menahan deformasi.
f. Weldability /mampu las
Kemampuan logam untuk dapat dilas, baik dengan las listrik maupun las
karbit atau gas.
Kemampuan suatu logam untuk menahan korosi atau karat akibat
kelembaban udara, zat-at kimia dan lain-lain.
h. Machinability /mampu mesin
dengan mesin bubut, mesin skrap, mesin frais dan lain-lain.
i. Elastisity
j. Brittleness /kerapuhan
Sifat logam yang mudah retak dan pecah, sifat ini berhubungan dengan
kekerasan atau hardness dan merupakan kebalikan dari ductility.
2.2.3. Pengaruh Unsur-unsur Paduan pada Baja
Unsur-unsur paduan pada baja, antara lain:
a. Sulfur ( S )
Semua baja mengandung unsur S. Kadar unsur ini harus dibuat sekecil
mungkin karena unsur S dapat menurunkan kualitas baja. Kadar S dalam
jumlah yang banyak menjadikan baja rapuh pada suhu tinggi (panas).
11
b. Phosfor ( P )
Semua baja juga mengandung unsur P. Unsur ini pada baja dibuat sekecil
mungkin karena unsur P menjadikan baja rapuh pada suhu rendah
(dingin).
Unsur Mn selalu terdapat pada baja karena diperlukan dalam proses
pembuatan baja. Kadar Mn lebih kecil dari 0,6 % tidak dianggap sebagai
unsur paduan karena tidak mempengaruhi sifat baja secara menyolok.
Unsur Mn dalam proses pembuatan baja berfungsi sebagai deoxider
( pengikat O2 ) sehingga proses peleburan dapat berlangsung baik. Kadar
Mn rendah dapat juga menurunkan kecepatan pendinginan kritis.
d. Nikel ( Ni )
Unsur ini memberikan pengaruh yang sama dengan Mn pada baja yaitu
menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis. Kadar Ni cukup
banyak menjadikan baja austenit pada suhu kamar. Ni membuat struktur
butiran baja halus dan menaikkan kualitas baja.
e. Silikon ( Si )
Unsur Si selalu terdapat dalam baja. Unsur ini menurunkan laju
perkembangan gas, sehingga mengurangi sifat berpori baja. Si akan
12
menaikkan tegangan tarik, menurunkan kecepatan pendinginan kritis.
Unsur Si harus selalu ada dalam baja walaupun jumlah kecil untuk
memberi sifat mampu las dan mampu tempa baja.
f. Cromium ( Cr )
Cr dapat memindahkan titik eutektik kekiri. Cr dan C akan membentuk
carbide yang akan menaikkan kekerasan baja. Cr akan meningkatkan
kemampuan potong dan daya tahan alat perkakas, tetapi menurunkan
keuletan. Cr akan menurunkan kecepatan pendinginan kritis. Dan
menaikkan suhu kritis baja.
h. Tungsten ( W )
Unsur W dapat membentuk carbide dalam baja sehingga dapat menaikkan
kekerasan, kemampuan potong dan daya tahan aus baja. Juga dapat
meningkatkan ketahanannya terhadap panas atau temperatur tinggi pada
kecepatan tinggi.
Unsur Mo juga dapat membentuk carbide dalam baja sehingga dapat
menaikkan kekerasan, kemampuan potong dan daya tahan aus baja. Unsur
13
ini juga memiliki pengaruh pada baja yang juga sama dengan Tungsten
dapat meningkatkan ketahanan baja pada suhu tinggi.
j. Vanadium ( V )
Unsur ini memberikan pengaruh yang sama pada baja seperti unsur W dan
Mo. Ketiga unsur ini yaitu: W, Mo dan V sering digunakan pada unsur
paduan pahat baja HSS ( High Speed Steel)
2.2.4. Jenis-jenis Baja
2.2.4.1. Baja Karbon (Carbon Steel)
Merupakan jenis baja yang paling awal dikenal oleh orang. Baja ini
mempunyai komponen utama Fe dan C yang dapat dibedakan menjadi:
a. Baja karbon rendah dengan kandungan karbon (0,05-0,30)%
b. Baja karbon sedang dengan kandungan karbon (0,3-0,5)%
c. Baja karbon tinggi dengan kandungan karbon lebih besar dari 0,5%
2.2.4.2. Baja Paduan (Alloy Steel)
Baja paduan adalah baja yang mengandung unsur-unsur paduan dengan
elemen paduan yang ditambahkan pada Fe dan C. Unsur-unsur paduan
tersebut dapat berupa: Mn (Mangan), Ni (Nikel), Cr (Kromium), Mo
(Molibdenum), Si (Silikon), dan lain-lain. Baja paduan dapat
diklasifikasikan menjadi :
Baja yang unsur tambahannya selain karbon lebih kecil dari 8%.
Misalnya: Baja paduan dengan kandungan karbon sebesar 1,35% dan
unsur-unsur tambahan yaitu 0,35%Si; 0,5%Mn; 0,03%P; 0,03%S;
0,75%Cr dan 4,5%W.(Maka elemen unsur paduan bila dijumlahkan
sebesar 6,06%<8%)
Baja yang unsur tambahannya selain karbon lebih besar atau sama
dengan 8%. Misalnya baja HSS dengan elemen paduannya lebih besar
dari 8%(4,5% Cr; 6,2%Mo; 6,7%W; dan 3,3%V).
2.2.5. Pahat Bubut Baja HSS
Pahat bubut baja kecepatan tinggi mengandung paduan tinggi, mempunyai
kemampuan dikeraskan sangat baik, dan tetap mempertahankan tepi
pemotongan yang baik sampai suhu sekitar 650 Cο . Kemampuan sebuah
pahat untuk mencegah pelunakan pada suhu tinggi dikenal sebagai kekerasan
merah dan merupakan mutu yang diinginkan. Baja pahat pertama yang
mempertahankan tepi pemotongan sampai hampir panas merah dikembangkan
oleh Fred W.Taylor dan M. White pada tahun 1900. Didapatkannya dengan
menambahkan wolfram 18% dan chrom 5,5% kepada baja sebagai elemen
pemadu utama. Praktek saat ini dalam produksi baja kecepatan tinggi tetap
menggunakan dua elemen ini dalam presentase yang hampir sama. Elemen
15
paduan lain yang umum adalah vanadium, molibdin dan kobalt. Meskipun
terdapat berbagai komposisi baja kecepatan tinggi, tetapi dapat
dikelompokkan dalam tiga kelas berikut :
a. Baja kecepatan tinggi 18-4-1
Baja ini mengandung wolfram 18%, chrom 4%, dan vanadium 1%,
dan dianggap sebagai salah satu dari baja pahat serba guna yang paling
baik.
Beberapa baja kecepatan tinggi menggunakan molibdenum sebagai
elemen pemadu utama, karena satu bagian akan menggantikan dua
bagian wolfram. Baja molibdenum seperti 6-6-4-2 mengandung
wolfram 6%, molibdenum 6%, khrom 4% dan vanadium 2%
mempunyai ketahanan dan kemampuan memotong sangat baik.
c. Baja kecepatan sangat tinggi
Beberapa baja kecepatan tinggi mempunyai cobalt yang ditambahkan
kedalamnya sejumlah berkisar dari 2 sampai 15%, karena elemen ini
meningkatkan efisiensi pemotongan, khususnya pada suhu tinggi. Satu
analisa dari baja ini mengandung wolfram 20%, chrom 4%, vanadium
2% dan cobalt 12%. Karena bahan ini mahal, hanya dipakai terutama
untuk operasi pemotongan berat yang menimpakan tekanan tinggi dan
16
suhu tinggi pada pahat. (Dikutip dari Buku Teknologi Mekanik Jilid I,
hal 84)
2.2.6. Plasma
dan negatif dalam keadaan seimbang. Ada beberapa cara untuk membuat
kondisi gas agar berada dalam keadaan plasma, yaitu dengan teknik :
a. Lucutan pijar (glow discharge)
b. Osilator radio frekuensi (RF)
c. Pemanasan laser
d. Pemanasan tiba-tiba
e. Pemanasan langsung
Plasma lucutan pijar DC terbentuk karena adanya beda tegangan antara
anoda dan katoda, sehingga menimbulkan arus. Arus tersebut akan
mengionisasi gas dalam tabung reaktor, sehingga menghasilkan ion-ion
bermuatan positif dan negatif. Dalam lucutan pijar, kecepatan elektron
sedemikian besar dan interaksi yang terjadi begitu cepat. Akibatnya pasangan
elektron dan ion bebas mampu membangkitkan pembawa muatan seketika
secara bergantian dan terus-menerus dengan seimbang. Kondisi dengan
muatan positif dan negatif yang berada dalam keadaan seimbang ini
dinamakan plasma.
(target) ditumbuki partikel berenergi, sehingga atom-atom bahan (target)
terpercik keluar terdeposisi pada permukaan substrat (media yang dilapisi)
untuk mendapatkan suatu bahan lapisan tipis. Proses sputtering diawali
dengan adanya tumbukan pertama antara ion-ion penumbuk dengan atom-
atom permukaan target. Perpindahan atom-atom permukaan target akhirnya
lebih isotropik akibat tumbukan secara terus-menerus dan atom-atom
permukaan target dapat terlepas dari ikatan atomnya.
Diantara teknik pelapisan sputtering yang paling sederhana adalah teknik
DC sputtering yang terdiri dari sepasang elektroda plat sejajar yaitu anoda dan
katoda.
terminal negatif dari sumber tegangan tinggi DC, disebut sebagai katoda.
Substrat diletakkan pada anoda yang posisinya berhadapan dengan katoda
(target). Ruang sputtering diisi oleh gas sputtering, sebagai media pembentuk
plasma. Gas yang digunakan diantaranya adalah neon (Ne), argon (Ar),
kripton (Kr) dan xenon (Xe). Gas argon lebih mudah mengalami ionisasi dan
memiliki massa lebih besar dibandingkan yang lain.
Proses sputtering mulai terjadi ketika dihasilkan lucutan listrik dan gas
argon secara listrik menjadi konduktif, karena mengalami ionisasi. Lucutan
18
listrik yang bertekanan rendah dikenal sebagai lucutan pijar (glow discharge).
Gas yang terionisasi akan menghasilkan ion-ion bermuatan positif dan ion-ion
bermuatan negatif yang mempunyai jumlah muatan seimbang yang disebut
dengan plasma.
Terbentuknya plasma dalam lucutan pijar disebabkan karena adanya beda
tegangan antara anoda dan katoda yang menyebabkan timbulnya medan
listrik. Gas argon yang terionisasi akan dipercepat oleh medan listrik dan
bertumbukan dengan atom-atom gas argon lainnya yang belum terionisasi,
sehingga menghasilkan ion-ion bermuatan positif, ion-ion bermuatan negatif
(elektron) dan molekul-molekul gas tereksitasi. Elektron-elektron
memperoleh energi dari medan listrik dan bertumbukan dengan atom-atom
gas argon.
ionisasi kembali terjadi pada atom-atom gas argon yang menghasilkan ion-ion
bermuatan positif, elektron-elektron dan molekul-molekul gas tereksitasi.
Tumbukan yang terjadi diantara partikel-partikel ini berlangsung secara terus-
menerus dan pada kondisi tertentu ion-ion bermuatan positif dan ion-ion
bermuatan negatif memiliki jumlah muatan yang seimbang (Konuma,M.,
1992).
Saat menumbuk permukaan target, maka energi yang ditransfer ke atom-
atom target adalah sebesar:
Mi = massa ion gas sputter (gram)
Ms = massa atom target (gram)
Ei = energi partikel penumbuk (Joule)
Bila Mi < Ms, maka ion gas sputter akan dipantulkan kembali dari
permukaan target. Bila Mi = Ms, maka Ei = Et , ini berarti energi ion gas
sputter seluruhnya diberikan ke atom-atom target. Jika Mi > Ms maka
keduanya akan meninggalkan tempat tumbukan dan menuju kearah bagian
dalam permukaan target.
Jumlah atom yang terlepas dari permukaan target per ion gas sputter
(penumbuk) dinyatakan dengan persamaan:
Dimana k adalah konstanta yang nilainya tergantung pada jenis target,
λ (E) adalah jalan bebas rata-rata tumbukan elastis yang merupakan fungsi
dari jumlah atom kisi dan jari-jari tumbukan model bola tegar, θ adalah sudut
dating ion gas sputter.
dituliskan oleh persamaan:
S = sputter yield (atom/ion)
NA = bilangan Avogadro (6,021 x 10 23atom/mol)
Sedangkan jumlah atom yang menempel pada permukaan material
substrat persatuan luas adalah:
katoda dan anoda , untuk system planar k1 =1
P = tekanan (torr)
Wo = jumlah atom yang tersputter per satuan luas
katoda (atom/cm2)
adalah:
21
Dimana t adalah lamanya proses deposisi.
2.2.8. Proses Pembentukan Lapisan Tipis TiN pada bahan pahat baja HSS
Proses deposisi dengan teknik sputtering ini menggunakan gas argon. Proses
tumbukan partikel-partikel gas argon dengan permukaan atom target (titanium)
dalam lucutan pijar menggunakan tegangan tinggi DC yang timbul akibat beda
tegangan antara katoda dan anoda. Adanya beda tegangan ini menyebabkan ion-
ion bergerak bebas menuju katoda. Ion-ion positif yang terjadi akibat ionisasi
akan dipercepat oleh medan listrik menuju katoda dan menumbuk dengan energi
yang sangat tinggi dengan diikuti tumbukan berikutnya secara terus-menerus.
Proses tumbukan ini merupakan peristiwa penting yang mengawali proses
pembentukan lapisan tipis dalam permukaan bahan ( Wasa dan Hayakawa, 1992).
Dalam proses deposisi, bahan target ditembak dengan partikel-partikel berat
yang bergerak cepat dalam suatu sistem vakum, sehingga atom-atomnya terlepas
dan terpercik ke berbagai arah yang sebagian akan menuju ke substrat (baja HSS).
Atom yang terlepas dengan energi yang tinggi tersebut selanjutnya menumbuk
permukaan substrat dan menekan atom-atom permukaan menuju tempat interstisi
pada kisi kristal. Atom-atom yang terlepas tersebut akan bergerak masuk kedalam
substrat untuk menempati posisi interstisi /mengisi kekosongan pada batas butir.
Dalam proses pembentukan lapisan tipis terdapat parameter yang
mempengaruhi, antara lain :
a. Suhu substrat
Atom-atom suatu bahan tidak bergerak pada suhu 0 KΟ . Pada kondisi
seperti ini atom-atom menduduki keadaan dengan energi terendah dan
setiap atom menempati kedudukan kisi dalam susunan geometri yang
teratur. Setiap kedudukan kisi identik dan tidak terdapat getaran termal
dalam atom. Bila suhu dinaikkan, maka energinya akan meningkat,
sehingga akan menyebabkan atom-atom bergetar dan menimbulkan jarak
antar atom yang lebih besar.
Jarak antar atom yang lebih besar akan memungkinkan atom-atom
yang memiliki energi tinggi atau berada diatas energi ikatannya, sehingga
atom-atom akan bergerak mendobrak ikatannya dan melompat keposisi
yang baru dan akan mengakibatkan jumlah kekosongan meningkat dengan
cepat secara eksponensial. Cuplikan yang bersuhu tinggi akan
memungkinkan atom-atom asing menyusup lebih dalam diantara celah-
celah atom atau menempati kekosongan yang ada. Hal ini akan
menyebabkan atom-atom asing terikat dan semakin kuat menempel pada
bahan, sehingga lapisan yang terbentuk akan memiliki karakterisasi yang
baik (Van Vlack, 1991).
lapisan tipis yang dihasilkan. Semakin lama waktu pendeposisian, maka
23
bahan disekitar permukaan akan meningkat dan dapat menghasilkan
lapisan tipis yang maksimum.
disediakan oleh substrat akibat naiknya temperatur. Setelah terbentuknya
lapisan tipis, akan terjadi saling difusi antar atom-atom yang
mengendalikan struktur dari lapisan tipis, sehingga permukaan lapisan
tipis menjadi lebih halus dan proses rekristalisasi berkembang kemudian
akan terbentuk polikristal-polikristal dengan orientasi yang acak
(Konuma, 1992)
Pada teknik sputtering gas yang dialirkan kedalam tabung ada dua
macam gas, antara lain: Gas yang menumbuk permukaan target yang
disebut sebagai gas sputter dan gas yang melapisi permukaan substrat
yang disebut sebagai gas reaktif. Gas sputter biasanya digunakan gas
mulia seperti : Kripton (Kr), Xenon (Xe) dan Argon (Ar). Gas reaktif
biasanya digunakan gas oksigen dan nitrogen. Pengaruh aliran gas
terhadap hasil sputter ialah semakin banyak gas sputter yang masuk
kedalam tabung reaktor maka semakin besar atom-atom target yang
terlempar dan terdeposisi ke substrat sedangkan semakin besar laju aliran
24
gas reaktif maka semakin kecil jumlah atom-atom yang terdeposisi ke
substrat.
Titanium disini berfungsi sebagai target yang akan digunakan untuk deposisi
lapisan tipis. Titanium mula-mula dihasilkan dari bijih yang menghasilkan
titanium dan gas Cl2 yang dipanaskan pada suhu tinggi sehingga menghasilkan
TiCl4. TiCl4 tersebut kemudian direduksi oleh Mg dan menghasilkan titanium
spons, kemudian dicairkan ditanur busur listrik didalam vakum dengan
lingkungan gas mulia untuk membuat titanium ingot. Selanjutnya ingot ditempa
pada temperatur (800-1000) Cο dan diroll pada suhu (700-800) Cο , kemudian
dibuat menjadi suatu bahan yang akan dikerjakan selanjutnya.
Titanium mempunyai titik cair tinggi yaitu 1668 Cο , dengan titik transformasi
pada suhu 882 Cο dari α Ti (hcp)↔ β Ti (Bcc), ada pada temperatur rendah.
Berat jenis titanium sebesar 4,54 gr/ cm3 dan mempunyai ketahanan korosi yang
sangat baik, hampir serupa dengan ketahanan korosi baja tahan karat. Titanium
sendiri merupakan suatu logam yang aktif, tetapi titanium membentuk pelindung
halus pada permukaannya yang mencegah berlanjutnya korosi kedalam. Jika
dipanaskan diudara, akan terjadi lapisan kulit TiO, TiO2 dan Ti2O, sedang
hidrogen yang terbentuk dari uap air diudara akan diserap oleh titanium.
Selanjutnya O2 dan N2 juga diserap oleh titanium sehingga menyebabkan titanium
keras. Oleh karena itu jika Titanium murni sebagai target berikatan dengan gas
25
reaktif nitrogen akan membentuk ikatan TiN (Titanium Nitride) yang memiliki
sifat-sifat istimewa antara lain : memiliki kekerasan yang cukup tinggi, tahan
korosi, tahan terhadap temperatur tinggi, tahan aus, akan nampak berwarna
keemasan dan memiliki daya ikat yang baik antara pelapis dan bahan yang akan
dilapisi. Dengan demikian sesuai dengan sifat-sifat tersebut, maka ikatan titanium
nitride sangat baik untuk membuat lapisan tipis diatas permukaan pahat baja HSS.
2.2.10. Uji kekerasan
Untuk mengukur kekerasan pada lapisan tipis hasil deposisi dengan sputtering
maka pengujian dilakukan dengan alat uji Knoop. Pengujian kekerasan Knoop
adalah pengujian dengan penumbuk Knoop, dimana indentor (penumbuk)
berbentuk piramida yang terbuat dari intan yang dapat menghasilkan lekukan/
bekas injakan pada benda uji dengan bekas injakan berbentuk belah ketupat
dengan perbandingan diagonal panjang dan pendek adalah 7:1. Angka kekerasan
Knoop (KHN) adalah :
d = diameter bekas injakan, dalam mikrometer ( )μ
Bentuk penumbuk Knoop yang khusus, memberikan kemungkinan membuat
lekukan yang lebih rapat dibandingkan lekukan vickers. Sehingga sangat
26
sputtering.
Spectroscopy)
Sebagian berkas elektron yang jatuh dihamburkan kembali dan sebagian lagi
menembus spesimen. Bila spesimen cukup tipis, sebagian besar elektron
ditransmisikan dan beberapa elektron dihamburkan secara elastis tanpa
kehilangan energi, sementara sebagian lagi dihamburkan secara tidak elastis.
Interaksi dengan atom dalam spesimen menghasilkan pelepasan elektron energi
rendah, foton sinar X dan elektron auger, yang semuanya dapat digunakan untuk
mengkarakterisasi bahan ( Smallman, 1999)
Untuk dapat memperoleh bentuk morfologi lapisan tipis pada bahan dapat
menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy), yaitu mikroskop yang
bekerjanya menggunakan berkas elektron untuk mendeteksi sasaran yang pada
hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Gambar permukaan
yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan gejala tonjolan dan lekuk
permukaan. Prinsip kerja dari perangkat SEM adalah menggunakan sinar yang
dihasilkan oleh elektron sekunder dan atom elektron terpantul akibat interaksi
elektron yang berasal dari filamen dengan elektron pada objek atau target.
27
Dengan cara berkas elektron yang dihasilkan oleh filamen diarahkan dari satu
titik ke titik yang lain pada objek. Gerakan berkas elektron dari satu titik ketitik
yang lain pada daerah objek seperti gerakan membaca, yang sering disebut
scanning. Gerakan scanning ditimbulkan oleh scanning coil sedangkan pantulan
dideteksi oleh fotomultiplier. (Sayono, 2000). Data-data sinyal tersebut yang
berasal dari suatu titik sampel ke titik yang lain diperkuat oleh video amplifier
dan selanjutnya setelah disinkronkan oleh scanning sirkuit digambarkan pada
layar CRT / Cathode Ray Tube. (Mardjono,1996)
Untuk mengetahui kandungan berbagai unsur kimia dalam lapisan tipis dapat
diamati dengan menangkap dan mengolah sinyal fluoresensi sinar X yang
dikeluarkan oleh suatu volume kecil dipermukaan lapisan tersebut. Teknik yang
dipakai dapat berupa EDS (Energy Dispersive Spectroscopy) atau WDS
(Wavelength Dispersive Spectroscopy). Data yang diperoleh berupa spektrum
yang menunjukkan hubungan antara energi dan intensitas. Spektrum ini
dihasilkan dari penembakan berkas elektron pada target. Berkas elektron tersebut
akan menyebabkan eksitasi ke keadaan ground state. Energi yang dilepaskan
antara lain berupa sinar X. Setiap atom memiliki tingkat energi tertentu untuk
masing-masing orbit elektronnya, sehingga energi sinar-X yang dilepaskan juga
mempunyai nilai tertentu (karakteristik). Energi karakteristik sinar X inilah yang
menunjukkan komposisi kimia yang terkandung didalam lapisan tipis. Prinsip
kerja analisis unsur dengan menggunakan EDS (Energi Dispersive Spectroscopy)
28
adalah mendeteksi pendaran sinar X yang dipancarkan oleh unsur atom bahan
sasaran. Pendaran sinar X timbul sebagai akibat interaksi berkas elektron energi
tinggi dengan elektron-elektron dari atom sasaran, sehingga elektron tersebut
tereksitasi yaitu terlemparnya elektron dari orbit awal ke orbit yang energinya
lebih rendah sambil memancarkan energi yang diserap dalam bentuk sinar X. Dari
energi sinar X yang dipancarkan dapat diketahui jenis atom/ unsur yang
terkandung dalam bahan sasaran (Walla and Whilley, 1973)
29
Preparasi Sampel
Persiapan Bahan
Mulai
2. Suhu (150,200,250,300)C
Nilai kekerasan mula-mula
1. Nilai kekerasan t, T optimal 2. Nilai kekerasan t, T, N2 optimal
1 & 2 1 & 2
3.2.1 Bahan-bahan yang digunakan didalam penelitian, antara lain :
a. Pahat Bubut Baja HSS
Gambar 3.2 : Pahat Bubut Baja HSS
Pada Gambar 3.2 bahan yang digunakan adalah pahat bubut baja HSS
dengan ukuran (9,525 x 9,525 x 99) mm3. Baja HSS ini dibeli dipasaran
tanpa sertifikasi. Sampel baja HSS ini yang nantinya sebagai substrat pada
mesin sputtering dc, namun sebelumnya dilakukan preparasi sampel
terlebih dahulu sebelum diletakkan pada mesin sputtering.
b. Titanium Murni
Titanium yang digunakan merupakan titanium murni berbentuk pelat
sebagai target dengan diameter 60 mm dan tebal 3 mm, sudah tersedia di
Laboratorium Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB)-
BATAN, Yogyakarta.
c. Gas Nitrogen dan Gas Argon
Gas nitrogen sebagai gas reaktif dan gas argon sebagai gas sputter
yang tersedia di Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB)-
BATAN, Yogyakarta.
Kertas gosok yang digunakan dengan grit size 600 sampai dengan
2000, untuk menghaluskan permukaan spesimen.
e. Autosol metal polish
diuji kekerasan mikro dan di-sputtering.
3.2.2 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian, antara lain :
a. Alat sputtering DC
Yogyakarta yang ditunjukkan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 : Alat Sputtering DC
32
Alat ini digunakan untuk menguji kekerasan mikro lapisan tipis TiN
pada substrat baja HSS. Alat uji kekerasan ini menggunakan alat uji
kekerasan knoop yang tersedia di Laboratorium Bahan Teknik Jurusan
Teknik Mesin, Fakultas Teknik UGM yang ditunjukkan pada Gambar 3.4
Gambar 3.4 : Microhardness Tester Knoop (KHN)
c. Electric Discharge Machine (EDM)
Gambar 3.5 : Alat Electric Discharge Machine (EDM)
Pada Gambar 3.5 digunakan untuk memotong pahat baja HSS menjadi
sampel pahat sebelum disputtering. Alat ini tersedia di Laboratorium
Proses Permesinan Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik UNY.
33
disputtering. Alat ini tersedia di Laboratorium PTAPB-BATAN,
Yogyakarta.
didalam sampel setelah diultrasonic cleaner . Oven yang digunakan
dengan merk Heraeus telah tersedia di PTAPB-BATAN, Yogyakarta.
f. Scanning Electron Microscopy (SEM) & Energy Dispersive Spectroscopy
(EDS)
sruktur mikro bahan dan EDS digunakan untuk mengetahui komposisi
unsur-unsur kimia bahan serta tebal deposisi lapisan bahan. Alat ini
tersedia di Laboratorium Geologi Kuarter (P3GL) Bandung. Alat SEM
dan EDS ini ditunjukkan pada Gambar 3.6
Gambar 3.6 : Alat Uji SEM dan EDS
34
Gambar 3.7 : Potongan sampel pahat bubut baja HSS
Baja HSS yang dibeli dipasaran memiliki ukuran (9,525 x 9,525 x 99) mm3
kemudian dipotong-potong dengan ukuran (9,525 x 9,525 x 3) mm3 agar sesuai
dengan chuck / pemegang pada substrat seperti yang ditunjukkan pada Gambar
3.7. Bahan baja HSS adalah logam yang sangat keras, maka untuk dapat
memotongnya digunakan EDM (Electric Discharge Machine) yang ada di
Laboratorium Proses Permesinan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UNY.
Gambar 3.8 : Proses Pemotongan pahat baja HSS dengan EDM
Pada Gambar 3.8 menunjukkan cara kerja mesin EDM didalam pemotongan
pahat baja HSS dengan ketebalan 3 mm. Cara kerja alat ini sangat sederhana,
pahat baja yang masih berupa batangan (pahat standar) diletakkan pada chuck
35
atau pemegang yang menjepit kedua sisinya. Tuas pemotong dari alat EDM
berupa lempengan / plat timbal yang diletakkan pada penjepit atas yang dapat
bergerak naik turun sesuai arah sumbu x, y dan z. Tuas pemotong ini dapat
dijalankan dengan menekan tombol otomatis yang berada disamping alat dan
memasukkan koordinat pemotongan. Bahan pahat yang akan dipotong direndam
dengan media berupa minyak tanah yang disemprotkan melalui selang. Hal ini
dilakukan untuk mempertahankan suhu pada saat pemotongan, sehingga suhu
pada saat pemotongan tidak tinggi sesuai suhu ruangan sebesar 27 Cο . Hanya
pada saat pertama alat ini melakukan pemotongan, suhu yang terjadi sangat tinggi
sekitar 1000 Cο , kemudian suhu menjadi menurun sampai pada suhu ruangan.
Suhu pemotongan bisa menurun karena pada saat proses pemotongan pada ujung
pemotong dari alat EDM ditembak dengan minyak tanah yang keluar melalui
ujung selang dan berfungsi sebagai media pendingin, selain sebagai media
pendingin fungsi minyak tanah juga sebagai isolator terhadap aliran listrik,
sehingga pada saat operator menjalankan alat ini tidak mengalami kecelakaan
kerja. Proses EDM merupakan proses pengambilan materi dengan proses erosi
akibat lucutan bunga api listrik karena adanya beda potensial. Agar dapat bekerja
secara optimal pada proses sputtering, maka spesimen/ benda uji harus
dipersiapkan dengan baik, antara lain :
36
Gambar 3.9 : Spesimen pahat baja HSS hasil pemotongan dengan EDM
Pada Gambar 3.9 menunjukkan hasil pemotongan pahat baja HSS
dengan alat EDM, dimana permukaan pahat masih tidak rata atau
kasar dan untuk meratakan permukaannya dengan menggunakan
kertas gosok mulai dari grit size 600 sampai 2000. Proses
pengampelasan permukaan pahat baja HSS membutuhkan waktu yang
lama. Hal ini disebabkan sifat baja yang keras, sehingga untuk
meratakan permukaan satu spesimen pahat baja HSS dibutuhkan
waktu 6 jam lamanya. Hasil yang akan diperoleh dari proses
pengamplasan adalah permukaan pahat yang rata dan halus.
37
dengan kertas gosok, selanjutnya dilakukan pemolishan dengan
menggunakan autosol metal polish yang digosokkan permukaannya
pada kain bludru atau kain perca. Menggosokkan permukaan pahat
baja HSS ini harus searah, hal ini dilakukan untuk menghilangkan
goresan akibat bekas ampelas, sehingga permukaan dari spesimen
pahat kelihatan halus dan mengkilat seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.10.
baja HSS dibersihkan terlebih dahulu dengan alat yang disebut
ultrasonic cleaner. Tujuan pembersihan dengan ultrasonic cleaner ini
adalah untuk membersihkan kotoran-kotoran dari zat-zat kimia yang
menempel pada spesimen pahat baja HSS. Prosesnya sangat
sederhana, spesimen tadi dimasukkan dalam beker glass kemudian
38
ini berlangsung sangat lama kurang lebih 1 jam lamanya dengan
ditandai keruhnya alkohol. Proses ini dilakukan sebanyak 2 kali.
d. Dioven
cleaner tersebut masih belum benar-benar bersih karena masih
mengandung alkohol. Untuk itu spesimen pahat tadi diambil dari beker
glass dengan menggunakan pinset/ penjepit dan dikeringkan dengan
menggunakan hair dryer. Spesimen pahat tadi telah kering, kemudian
dipanaskan dengan oven pada suhu 150 Cο selama 1 jam lamanya
39
Gambar 3.11 : Skema alat sputtering DC
Sampel pahat baja HSS diletakkan pada anode (kutub Positif) sebagai substrat
dan pelat titanium murni diletakkan pada katode (kutub negatif) sebagai target
didalam suatu ruangan/ tabung, kemudian tabung/ ruangan tempat kedua bahan
tadi divakumkan dengan tekanan mencapai 10-5 torr. Gas argon sebagai gas
sputter dialirkan kedalam tabung reaktor dan selanjutnya dialirkan gas nitrogen
sebagai gas reaktif. Pada tabung yang telah divakumkan memiliki tekanan rendah
dipasang beda tegangan yang menghasilkan arus listrik, arus ini yang akan
mengionisasi gas yang ada didalam tabung, sehingga menghasilkan muatan
40
positif dan negatif yang seimbang. Kondisi ini disebut sebagai plasma. Adanya
beda potensial pada kedua elektrode menimbulkan medan listrik yang akan
mempengaruhi ion-ion gas sputter untuk dapat bergerak menumbuk ke target.
Tumbukan yang terjadi pada permukaan target berlangsung terus-menerus dan
terjadi sangat cepat, sehingga terjadi transfer momentum. Atom- atom titanium
yang terlempar keluar akan berikatan dengan nitrogen membentuk ikatan TiN
(Titanium nitride) yang bergerak menuju permukaan substrat. Prinsip inilah yang
mendasari pemanfaatan plasma sputtering untuk mendeposisikan lapisan tipis
pada permukaan bahan.
a. Pengujian kekerasan knoop (KHN)
Karakterisasi uji kekerasan hasil lapisan tipis TiN pada spesimen pahat
baja HSS dilakukan dengan Knop. Pengujian kekerasan diamati mulai dari
sampel pahat mula-mula sampai pada sampel spesimen pahat baja HSS
hasil proses sputtering dengan beberapa parameter, antara lain : variasi
suhu, variasi waktu deposisi, dan variasi aliran gas nitrogen.Untuk setiap
spesimen dilakukan pengujian kekerasan sebanyak 3 kali dengan beban
penekanan sebesar 10 g. Dari pengujian kekerasan ini diperoleh nilai
kekerasan masing-masing spesimen pahat baja HSS hasil sputtering. Nilai
kekerasan spesimen pahat baja HSS dari masing-masing parameter
41
sputtering diperoleh hasil nilai kekerasan pahat baja HSS yang paling
tinggi atau optimum kemudian dilakukan analisis data dan pembahasan.
b. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Setelah spesimen pahat baja HSS dilakukan karakterisasi kekerasan,
maka selanjutnya spesimen pahat baja HSS ini dilakukan karakterisasi
struktur mikro dengan alat SEM di laboratorium P3GL Bandung. Hasil
karakterisasi dengan SEM berupa foto yaitu untuk menentukan morfologi
permukaan baik untuk spesimen pahat baja HSS mula-mula maupun
spesimen pahat baja HSS yang telah disputtering, kemudian dari hasil ini
dilakukan analisisnya. Untuk spesimen pahat baja HSS yang dilakukan uji
SEM berjumlah 3 sampel, diambil sampel penampang muka pahat baja
HSS mula-mula dan sampel pahat baja HSS hasil sputtering, yang
memiliki karakterisasi kekerasan paling tinggi. Sampel pahat baja HSS
hasil sputtering yang memiliki kekerasan paling tinggi ini dibagi menjadi
dua bagian dengan alat EDM untuk menentukan panampang muka dan
penampang lintang.
Hasil dari karakterisasi SEM berupa foto, sedangkan karakterisasi
dengan EDS berupa spektrum untuk memperoleh komposisi unsur-unsur
kimia pada spesimen pahat baja HSS. Karakterisasi spesimen pahat baja
HSS dengan EDS juga dilakukan pada spesimen pahat baja HSS standar
42
dan spesimen pahat baja HSS yang telah disputtering dengan parameter
sputtering yang optimal. Pada kondisi spesimen pahat baja HSS hasil
sputtering dengan kondisi yang optimal juga diambil spektrum pada
penampang muka dan penampang lintang untuk memperoleh ketebalan
lapisan.
43
4.1 Hasil Uji Kekerasan
Proses lapisan tipis TiN pada bahan baja HSS telah dilakukan variasi
suhu, waktu deposisi, dan aliran gas nitrogen dengan teknologi sputtering
diharapkan diperoleh hasil yang optimal. Pada awalnya proses sputtering
dilakukan variasi suhu mulai dari suhu 150C, 200C, 250C, dan 300C
sedangkan untuk waktu deposisi mulai dari 30 menit, 60 menit, 90 menit dan
120 menit, aliran gas nitrogen dari 5 sccm, 6 sccm, 7 sccm, 8 sccm. Hasil dari
proses sputtering dengan variasi suhu dan waktu deposisi diatas, kemudian
dilakukan pengujian kekerasan yang dilakukan di Laboratorium Bahan Teknik
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik UGM dengan setiap spesimen
dilakukan pengujian sebanyak 3 kali, penekanan dengan beban sebesar 10 g.
Dari hasil pengujian semua spesimen, maka diperoleh spesimen dengan nilai
kekerasan optimal pada kondisi parameter sputtering yaitu pada suhu 250C,
waktu deposisi selama 90 menit dan aliran gas nitrogen 5 sccm. Hasil nilai
kekerasan dengan knoop untuk variasi suhu, waktu deposisi dan aliran gas
nitrogen ditunjukkan pada Tabel 4.1
44
Tabel 4.1 Hasil uji kekerasan dengan variasi suhu dan waktu deposisi.
Suhu
(C)
Waktu
deposisi
(menit)
Pengujian
ke-I
)( mμ
Pengujian
200C
250C
300C
45
Dari Tabel 4.1 dapat dibuat gambar grafik kekerasan terhadap waktu
deposisi pada variasi suhu (150, 200, 250, 300) C yang ditunjukkan pada
Gambar 4.1 dibawah ini.
Waktu deposisi (menit)
K ek
er as
an (K
g/ m
m 2 )
suhu 150C suhu 200C suhu 250C suhu 300C
Gambar 4.1 Grafik kekerasan terhadap waktu deposisi pada variasi suhu (150, 200, 250, 300) C pada aliran gas nitrogen 5 sccm
Pada Gambar 4.1 menunjukkan pada suhu 250C dan waktu deposisi 90
menit diperoleh nilai kekerasan knoop paling tinggi, yaitu 2182,26 Kg/mm2
yang merupakan kondisi parameter sputtering optimal. Pada Gambar 4.1
semakin tinggi waktu deposisi, maka tampak adanya kenaikan nilai kekerasan
hal ini disebabkan waktu untuk menumbuk permukaan target (titanium) juga
lebih lama dan intensitas tumbukan yang terjadi lebih banyak sehingga atom-
atom TiN yang terlempar keluar juga lebih banyak sehingga jumlah atom-
atom yang terdeposisi ke permukaan target lebih banyak juga sehingga lapisan
yang terjadi lebih homogen. Hal ini juga dipengaruhi dengan adanya kenaikan
46
suhu semakin tinggi, maka nilai kekerasan juga naik. Suhu yang tinggi pada
substrat membuat substrat (baja HSS) memuai yang mengakibatkan atom-
atom HSS berjauhan letak susunan atomnya dan terdapat ruang untuk diisi
oleh atom-atom dari target yang maikn lama mengisi kekosongan semakin
banyak sehingga lapisan yang terjadi semakin rata atau homogen yang
mengakibatkan lapisan lebih tebal. Fenomena sputtering terjadi sampai pada
kondisi suhu 250C dan waktu deposisi 90 menit, namun pada suhu 300C
dan waktu deposisi 120 menit kekerasan mengalami penurunan. Kondisi ini
dapat dijelaskan bahwa pada kondisi ini suhu substrat yang semakin tinggi
mencapai 300C menyebabkan substrat memuai yang menjadikan ikatan antar
atom-atom pada substrat semakin longgar dan ruang kosong semakin besar
sehingga atom-atom yang terdeposisi berebutan untuk mengisi kekosongan
dan ada sebagian atom-atom target tidak memperoleh tempat yang
menghasilkan lapisan yang tipis dan tidak homogen. Pada saat pengujian
kekerasan pada suhu 300C, waktu deposisi 120 menit dan aliran gas reaktif
nitrogen sebesar 5sccm diperoleh kekerasan baja HSS sebesar 203,26 Kg/mm2
mengalami penurunan kekerasan dari kekerasan pahat baja HSS mula-mula
sebesar 819 kg/mm2.
Aliran gas nitrogen (sccm) Kekerasan (Kg/mm2)
5 2182,26
6 247
7 265
8 394
Pada Tabel 4.2 menunjukkan hubungan nilai kekerasan dengan aliran gas
reaktif nitrogen, dimana semakin banyak aliran gas reaktif nitrogen kekerasan
yang terjadi mengalami penurunan. Pada Tabel 4.2 dapat dibuat Gambar
grafiknya yang ditunjukkan pada Gambar 4.2
0 400 800
4 5 6 7 8 9
Kekerasan
Pada Gambar 4.2 ditunjukkan bahwa semakin banyak aliran gas reaktif
nitrogen yang masuk ke dalam tabung reaktor maka nilai kekerasannya
semakin menurun, hal ini disebabkan kondisi tabung reaktor semakin penuh
dengan aliran gas nitrogen dan yang terjadi gas sputter yaitu argon semakin
48
menurun sehingga atom argon yang menumbuk ke permukaan target juga
semakin sedikit yang mengakibatkan atom-atom target yang terlempar atau
terpercik keluar juga semakin sedikit yang mengakibatkan deposisi lapisan
juga semakin tipis sehingga nilai kekerasan yang terjadi semakin menurun.
4.2 Hasil Uji Scanning Electron Microscopy (SEM) & Energy Dispersive
Spectroscopy (EDS)
komposisi unsur kimia spesimen pahat baja HSS hasil sputtering dapat
dilakukan proses pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM) & Energy
Dispersive Spectroscopy (EDS), dengan pengujian ini dapat diketahui
morfologi permukaan spesimen pahat baja HSS sebelum di sputtering dan
sesudah di sputtering serta dapat diketahui adanya penambahan unsur-unsur
kimia pada spesimen pahat baja HSS setelah proses sputtering.
Gambar 4.3 Hasil SEM permukaan HSS mula-mula (Perbesaran 500 x)
49
Pada Gambar 4.3 tampak bahwa morfologi permukaan baja HSS mula-
mula masih belum adanya pelapisan. Permukaan masih rata dan halus. Untuk
memastikan unsur-unsur yang terdapat dipermukaan dilakukan EDS. Pada
Gambar 4.5 dapat diketahui komposisi unsur-unsur yang terdapat pada baja
HSS mula-mula, antara lain 7,52% C; 1,08% V; 5,16% Cr; 86,23% Fe.
Pada Gambar 4.4 permukaan baja HSS yang dideposisikan TiN tampak
adanya lapisan pada permukaan spesimen pahat baja HSS. Permukaan tampak
tidak rata dan terlihat ada gumpalan besar terdapat di permukaannya.
gumpalan besar tersebut merupakan TiN yang terdeposisi pada spesimen
pahat baja HSS. Untuk dapat melihat morfologi permukaan dilakukan uji
SEM pada Gambar 4.4
Gambar 4.4 Hasil SEM permukaan HSS yang disputtering pada suhu 250C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen 5 sccm
50
Untuk memastikan adanya penambahan unsur-unsur pada
permukaan baja HSS dilakukan EDS. Hasil proses EDS baja yang
terdeposisi TiN pada penampang muka baja HSS dapat dilihat pada
Gambar 4.6. Pada Gambar 4.6 menunjukkan adanya penambahan unsur
yaitu berupa nitrogen, titanium dan oksigen. Hal ini menunjukkan proses
sputtering TiN pada substrat spesimen baja HSS menunjukkan hasil
dengan adanya penambahan unsur-unsur kimia yang baru jika
dibandingkan dengan hasil EDS spesimen baja HSS mula-mula. Untuk
unsur oksigen merupakan penambahan akibat udara luar setelah
spesimen dikeluarkan dari proses sputtering. Namun disini yang
terpenting adalah adanya penambahan unsur titanium dan nitrogen
dalam bentuk ikatan titanium nitride (TiN) yang pada substrat akan
nampak berwarna kuning keemasan. Hal ini yang menyebabkan sifat
51
keras pada spesimen pahat baja HSS. Penambahan unsur titanium dan
nitrogen pada permukaan spesimen pahat baja HSS dapat diketahui
melalui pengujian EDS pada Gambar 4.6. Untuk mengetahui morfologi
permukaan spesimen pahat baja HSS yang terdeposisi TiN pada suhu
250C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen sebesar 5
sccm pada penampang lintang dapat dilihat pada Gambar 4.7, dimana
pada pengujian SEM preparasi sampel kurang maksimal. Pada kondisi
ini unsur-unsur kimia dari titanium nitride menyebar merata pada bagian
penampang lintang sehingga tidak dapat dibedakan bagian base metal
benda. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 4.8 hasil
pengujian EDS dimana bagian terdalam spesimen yang seharusnya
merupakan base metal benda telah terdeposisi oleh ikatan titanium
nitride sehingga ketebalan lapisan tidak dapat diukur dengan akurat.
Kurangnya persiapan pengujian SEM ini dikarenakan persiapan bahan
spesimen pahat baja HSS untuk dibuat sampel uji SEM sangatlah sulit,
dimana harus memotong permukaan spesimen pahat baja HSS menjadi 2
bagian tanpa harus merusak lapisan. Untuk itu dilakukan rekayasa
dengan memotong pahat terlebih dahulu sebelum disputtering, sehingga
pada saat proses sputtering atom-atom titanium dan nitrogen masuk
kedalam spesimen panampang lintang pahat baja HSS melalui sela-sela
potongan.
52
Gambar 4.6 Hasil EDS permukaan spesimen pahat baja HSS pada suhu 250C, waktu deposisi 90 menit aliaran gas nitrogen 5 sccm
Gambar 4.7 Hasil Uji SEM baja HSS pada penampang lintang pada suhu 250C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen 5 sccm
53
Gambar 4.8 Hasil EDS penampang lintang baja HSS pada suhu
250C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen 5
4.3 Kesulitan-kesulitan penelitian
mengalami berbagai kendala antara lain :
a. Persiapan spesimen/ benda uji
Untuk membuat spesimen uji sputtering, maka pahat baja HSS
dipotong dengan ketebalan 3 mm. Pemotongan ini hanya bisa
dilakukan dengan mesin EDM. Hal ini disebabkan sifat baja HSS yang
sangat keras dan ulet. Pemotongan pahat baja HSS untuk satu
spesimennya membutuhkan waktu 1 jam lamanya dan biaya yang
sangat mahal. Mesin EDM di Yogyakarta ini hanya ada di Universitas
54
diamplas menggunakan kertas gosok, dimana membutuhkan waktu 6
jam lamanya untuk satu buah spesimen.
b. Pengaturan aliran gas nitrogen
Pengaturan aliran gas nitrogen ini masih bersifat manual dan
dalam pengaturannya untuk mendapatkan nilai yang tepat masih
kurang atau sulit dilakukan.
Pada pengujian kekerasan dengan Knoop sulit dilakukan untuk
menentukan bekas injakan pada permukaan spesimen uji, dikarenakan
bekas injakan yang sangat kecil dengan beban sebesar 10 g. Struktur
logam yang tidak rata jika diamati dengan mikroskop terkadang
membuat kurang telitinya penentuan bekas injakan bila dibandingkan
dengan adanya rongga-rongga pada spesimen yang merupakan
struktur logam baja HSS yang tidak homogen. Hal ini membutuhkan
ketelitian pengamatan.
Pada persiapan spesimen uji SEM dan EDS ini juga mengalami
kendala didalam pemotongan penampang lintang pahat baja HSS
55
dengan kondisi yang terdeposisi TiN dan lapisan ini sangat tipis tanpa
merusaknya.
56
5.1. Kesimpulan
Dari proses deposisi lapisan tipis TiN pada substrat pahat baja HSS
dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada proses deposisi lapisan tipis TiN kekerasan optimal terjadi
pada kondisi sputtering optimal pada suhu 250C, waktu 90 menit
dan laju aliran gas nitrogen 5 sccm. Peningkatan kekerasan sebesar
166% yaitu dari kekerasan awal 819 kg/ mm2 menjadi 2182,82
kg/mm2.
TiN terdapat adanya lapisan tipis pada permukaan.
3. Hasil pengujian EDS menunjukkan adanya unsur Ti dan N pada
pahat yang disputter.
1. Hasil penelitian ini dapat diteruskan untuk melakukan penelitian
selanjutnya dengan mendeposisikan TiN-AlN, TiN-AlN-TiN atau
AlN-TiN-AlN
deposisi lebih lama daripada penelitian sebelumnya
58
DAFTAR PUSTAKA ASM International, 1997, Metals Handbook of Machining, Ninth Edition Vol. 16,
Material Atmono, T.M., 2003, Sputtering Untuk Rekayasa Permukaan Bahan, Diktat kuliah
Workshop, P3TM-BATAN, Yogyakarta Bambang Priambodo., 1992, Teknologi Mekanik, Jilid II, Penerbit Erlangga, Jakarta Budi Setyahandana., 2004, Ilmu Logam , Diktat Kuliah Jurusan Mesin, Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta Gerling., 1974, All About Machine Tools, Wiley Eastern Private Limited, New Delhi,
India Ibrahim, A.G., 2004 Pengaruh Tebal Potong Terhadap Laju Keausan Pahat Bubut HSS
Yang Dilapisi Titanium Nitrida dengan Teknik Sputtering, Tesis, Jurusan Teknik Mesin UGM
Konuma , M., 1992, Film Deposition by Plasma Techniques, Spinger-Verlag, Berlin, Germany
Malau, V., 2003, Perlakuan Permukaan, Diktat Kuliah, Jurusan Teknik Mesin UGM Ostwald, P.F., and Munoz, J., 1997, Manufacturing Processes and Systems, John Wiley
& Sons, Inc., new york, USA Sriati Djaprie., 1993, Teknologi Mekanik, Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta Suyitno, B.A., 2003, Sputtering Untuk Rekayasa Permukaan Bahan, Diktat Kuliah
Workshop, P3TM-BATAN, Yogyakarta Van Vlack., 1993, Ilmu dan Teknologi Bahan, Edisi V, Penerbit Erlangga, Jakarta Wasa, K., Hayakawa, S., 1992, Handbook Of Sputter Deposition Technology Principles,
Technology and Application, Noyes Publication, New Jersey, USA Yuniarto H.A., Mudjijana, Malau V., Adika., 2003, Pengaruh Deposisi Lapisan Tipis TiN
Pada UJUNG Mata Bor terhadap laju Pengeboran Pada Baja Karbon Rendah, Media Teknik, No 4 Tahun XXV, November, 49-54
59
2. Foto hasil potongan sampel pahat HSS
3. Foto Mesin EDM
60
6. Foto alat sputtering DC
61
2. Hasil SEM & EDS sputtering pada kondisi optimal
62
3. Hasil SEM & EDS penampang lintang sputtering pada kondisi optimal
1.pdf
2.pdf
3.pdf
4.pdf
5.pdf
6.pdf
7.pdf
8.pdf
GYAKART 2009
HAN PAH
YOG
ii
sel HSS St
rial
vi
INTISARI
Pahat potong baja HSS merupakan pahat potong yang digunakan pada mesin-mesin
konvensional seperti mesin bubut. Pahat potong baja HSS akan mengalami keausan jika digunakan secara terus-menerus. Untuk memperbaiki salah satu sifatnya agar tahan aus dengan meningkatkan kekerasannya. Peningkatan kekerasan pahat potong baja HSS dapat dilakukan dengan teknik sputtering dc.
Kondisi optimal deposisi lapisan tipis TiN pada pahat baja HSS diperoleh dari pengujian sampel pahat yang telah divariasi suhu, waktu pelapisannya dan aliran gas reaktif nitrogen. Mesin sputtering dc dioperasikan pada tekanan tetap sebesar 1,8 x 10-1 torr, beda potensial sebesar 5 kV, arus sebesar 18 mA dan aliran gas sputter, gas argon sebesar 34,02 sccm. Setiap layer hasil deposisi lapisan tipis TiN dan pahat baja HSS mula-mula diuji kekerasannya menggunakan alat uji kekerasan knoop dengan beban penekanan sebesar 10 g. Kekerasan optimal dari pahat baja HSS yang telah dilakukan pengujian knoop dan pahat baja HSS mula- mula dapat dilakukan pengujian SEM dan EDS.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan anugrah-Nya, sehingga Tugas Akhir ini dapat tersusun dan dapat terselesaikan
dengan lancar. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
yang berupa dorongan, motivasi, doa, sarana, materi sehingga dapat
terselesaikannya Tugas akhir ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya, antara lain
1. Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtama, SJ., selaku Rektor Universitas Sanata
Dharma.
2. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Sanata Dharma.
3. Budi Sugiharto, S.T., M.T, selaku ketua Program Studi Teknik Mesin.
4. I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T selaku dosen Pembimbing Utama Tugas Akhir.
5. Kepala pimpinan Laboratorium Teknik Mesin PAU-UGM Yogyakarta atas
izinnya melakukan pengujian kekerasan knoop.
6. Kepala Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan BATAN Yogyakarta
atas ijinnya untuk melakukan penelitian.
7. Drs. B.A. Tjipto Suyitno, M.T., APU., selaku Kepala Kelompok Akselerator
yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di BATAN Yogyakarta.
ix
8. Ir. Wirjoadi, yang telah mengarahkan dan membimbing penulis didalam
penyusunan Tugas Akhir ini.
9. Pak Karmadi, yang membantu dan memberikan saran serta sebagai
pembimbing dilapangan selama penelitian di BATAN.
10. Pak Bambang, yang membantu memberikan saran dan dukungan selama
dilapangan hingga terselesainya penelitian.
11. Bapak Sutopo yang telah memberikan izin atas penggunaan Laboratorium
Teknik Mesin UNY.
12. Segenap staf karyawan yang ada di PTAPB-BATAN dan Universitas Negeri
Yogyakarta.
13. Segenap staf pengajar Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan
kepada penulis sehingga sangat berguna dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang
perlu diperbaiki dalam penulisan Tugas Akhir ini, untuk itu penulis
mengharapkan masukan dan kritik, serta saran dari berbagai pihak untuk
menyempurnakannya. Semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat, baik
bagi penulis maupun pembaca.
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xv
II.1 Tinjauan Pustaka ………………………………………… 7
II.2.4 Jenis-jenis Baja ………………………………….……… 13
II.2.4.1 Baja Karbon ………….………….…………………. 13
II.2.4.2 Baja Paduan ………….………….………….……… 13
II.2.6 Plasma ………….………….………….………….…… 16
II.2.8 Proses Pembentukan Lapisan Tipis TiN pada Baja HSS… 21
II. 2.9 Titanium Nitrida ………….………….…………. 23
II.2.10 Uji Kekerasan Knoop ………….…………………….. 25
II. 2.11 SEM & EDS ………….………….………….……… 25
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………………. 29
III.1 Diagram Alir Penelitian ………………………………… 29
III.2 Persiapan Bahan & Peralatan Penelitian ………………… 30
III.2.1 Bahan-bahan Yang Digunakan ………….……… 30
III.2.2 Alat Yang Digunakan ………….………….…… 31
III.3 Preparasi Sampel …………………………………………. 34
III.5 Karakterisasi ………………………………….……… 40
xii
IV.2 Hasil Uji SEM & EDS ………………….………….…... 48
IV.3 Kesulitan Penelitian …………………………………………. 54
IV.1 Kesimpulan …………............………………………………. 56
IV.2 Saran …………........................………………………………. 57
DAFTAR PUSTAKA ........……………………………………………. 58
Gambar 3.2 Pahat bubut baja HSS .................................................................. 30
Gambar 3.3 Alat Sputtering DC .................................................................. 31
Gambar 3.4 Microhardness Tester Knoop (KHN) .......................................... 32
Gambar 3.5 Electric Discharge Machine (EDM) .......................................... 32
Gambar 3.6 Alat uji SEM & EDS .................................................................. 34
Gambar 3.7 Potongan sampel pahat bubut baja HSS .............................. 34
Gambar 3.8 Proses pemotongan pahat baja HSS dengan EDM ................. 35
Gambar 3.9 Sampel pahat baja HSS hasil pemotongan dengan EDM ...... 36
Gambar 3.10 Sampel pahat baja HSS yang di polish .............................. 37
Gambar 3.11 Skema alat Sputtering DC ......................................... 39
Gambar 4.1 Grafik kekerasan terhadap waktu deposisi pada variasi suhu
(150, 200, 250, 300)C dengan aliran gas reaktif nitrogen 5 sccm
........................................................................................................ 45
Gambar 4.2 Grafik kekerasan terhadap variasi aliran gas reaktif nitrogen pada
suhu 250C dan waktu deposisi 90 menit
........................................................................................................47
Gambar 4.3 Hasil SEM permukaan HSS mula-mula ........................................ 48
Gambar 4.4 Hasil SEM permukaan HSS yang terdeposisi TiN pada suhu 250C,
waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen
sebesar 5 sccm ............................................................................ 49
Gambar 4.5 Hasil EDS dari sampel pahat HSS mula-mula ................................ 50
Gambar 4.6 Hasil EDS pahat HSS terdeposisi TiN pada suhu 250C , waktu
deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen 5 sccm ............. 52
Gambar 4.7 Hasil SEM penampang lintang HSS yang terdeposisi TiN pada suhu
250C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitorgen
sebesar 5 sccm ..................................................................................52
Gambar 4.8 Hasil EDS penampang lintang HSS yang terdeposisi TiN pada suhu
250C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen
sebesar 5 sccm.................................................................................................... 53
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Nilai kekerasan dengan variasi suhu, waktu deposisi dan aliran gas
reaktif nitrogen sebesar 5 sccm
……..…..……………………………………… 44
Tabel 4.2 Nilai kekerasan dengan variasi aliran gas nitrogen, pada suhu 250 C
dan waktu deposisi 90 menit
........................................................................................ 47
1
meningkatkan kemampuannya (performance). Salah satu kebutuhan industri
mengenai logam sebagai alat potong (cutting tools) adalah pemakaian pahat bubut
baja kecepatan tinggi (HSS). Sebelum dikembangkannya pahat baja kecepatan
tinggi (HSS), digunakan baja karbon untuk semua jenis pahat yang mempunyai
kandungan karbon antara 0,8 % sampai 1,2%. Pahat ini tidak sesuai untuk
pekerjaan tinggi karena pahat baja karbon kehilangan kekerasannya pada suhu
sekitar 300 C° . Penggunaannya juga terbatas pada bahan yang lunak seperti kayu.
Pahat baja karbon ini kemudian tidak diminati dan orang mulai beralih
menggunakan pahat baja kecepatan tinggi (HSS), setelah diketemukan oleh Fred
W Taylor dan M. White pada tahun 1900. Sama seperti logam yang lainnya, pahat
baja HSS ini jika digunakan secara terus menerus juga akan mengalami keausan.
Untuk meningkatkan kemampuan pahat baja HSS agar tahan aus dapat dilakukan
dengan meningkatkan kekerasannya. Semakin tinggi kekerasannya, maka
semakin rendah keausan yang terjadi pada baja (Amstead, 1993)
2
cermet, cubic boron nitride, dan diamond. Sebagai bahan perbandingan, apabila
HSS digunakan untuk membubut baja karbon rendah, maka kecepatan potongnya
165 ft / min, sementara untuk ceramic cermet kecepatan potongnya 1200 ft / min
(Amstead, 1993).
pemotongan dari material HSS dapat dilakukan dengan teknik perlakuan khusus
pada permukaan bahan (surface treatment). Menurut John.A. Schey bahwa
surface treatment dapat dilakukan dengan beberapa macam proses, salah satunya
adalah proses deposition. Pada proses deposition biasanya digunakan untuk
membentuk lapisan tipis diatas permukaan material. Pembuatan lapisan tipis
diatas permukaan material dapat meningkatkan sifat-sifat mekanik suatu bahan
yaitu kekerasannya. Mengenai pendeposisian lapisan tipis (Thin Film Deposition)
itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok (Konuma,1992),
yaitu :
a. Sputter Deposition
b. Ion Plating
a. Plasma Enhanced CVD
pada permukaan substrat atau material dapat dilakukan dengan alat sputtering.
Proses yang terjadi dengan menggunakan alat sputtering disebut juga sebagai
sputtering. Sputtering adalah suatu fenomena, dimana suatu permukaan bahan
padat (target) mengalami tembakan partikel-partikel (ion atau neutral) berenergi,
maka material (dalam bentuk atom-atom) dari permukaan bahan padat tersebut
akan terpercik / terlempar keluar akibat proses transfer momentum. (Suyitno,
2003).
suatu usaha dalam upaya meningkatkan kualitas / mutu permukaan material /
komponen sesuai dengan yang diinginkan. Dalam surface treatment, yang
berubah sifat hanya pada permukaannya saja, sedangkan yang dibagian dalam
sifatnya tidak berubah. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pertimbangan bahwa
4
dari material dengan kualitas sedang dapat diperoleh kualitas yang jauh lebih baik
dari material dasarnya (Malau, 2003).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakterisasi sifat mekanis bahan
pahat potong baja HSS yang dilapisi dengan TiN ditinjau dari kekerasannya dan
perubahan struktur mikronya, apabila dibandingkan dengan HSS mula-mula
(sebelum dilapisi).
1.2 Perumusan Masalah
High Speed Steel (baja kecepatan tinggi) merupakan salah satu bahan yang
masih digunakan sebagai alat potong pada mesin-mesin perkakas, khususnya
untuk machining material dengan kekerasan rendah. Oleh karena itu proses
deposisi lapisan tipis dengan teknik sputtering dapat dijadikan alternatif untuk
meningkatkan kualitas permukaan material tersebut.
Permasalahan yang akan diteliti dan dibahas pada penelitian ini adalah
seberapa besar pengaruh deposisi lapisan tipis TiN mampu meningkatkan
kekerasan dan perubahan struktur mikro pada bahan pahat potong baja HSS.
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada pahat potong mesin bubut baja HSS yang dibeli
dipasaran tanpa sertifikasi dengan ukuran (9,525 x 9,525 x 99) mm3 yang akan
dijadikan sebagai substrat. Target yang digunakan adalah titanium dengan
diameter 60 mm dan tebal 3 mm yang telah tersedia dilaboratorium Pusat
Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB) BATAN, Yogyakarta.
5
Deposisi lapisan tipis dilakukan dengan menggunakan teknologi sputtering DC
dimana dilakukan variasi suhu, waktu deposisi dan variasi aliran gas reaktif
nitrogen untuk memperoleh kondisi yang optimum dengan aliran gas sputter
argon tidak divariasi/ tetap sebesar 34,202 sccm. Kondisi alat sputtering
dioperasikan pada tegangan 5 kV dan arus 10 mA. Pengujian kekerasan mikro
dilakukan dengan alat Knoop (KHN) dan karakterisasi struktur mikro dilakukan
dengan alat SEM (Scanning Electron Microscope). Untuk mengetahui komposisi
unsur kimia dilakukan dengan EDS (Energi Dispersive Spectroscopy).
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Pengaruh deposisi lapisan tipis TiN pada variasi suhu, waktu deposisi dan
aliran gas reaktif nitrogen terhadap peningkatan kekerasan permukaan
material pahat potong baja HSS.
2. Karakteristik struktur mikro dari bahan pahat potong HSS yang telah dilapisi
TiN dengan pahat potong baja HSS mula-mula.
3. Komposisi unsur kimia pada permukaan bahan pahat potong baja HSS yang
terdeposisi TiN dan pahat potong baja HSS mula-mula.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian dari terbentuknya lapisan tipis pada permukaan substrat
bahan pahat potong HSS diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanik bahan
6
tersebut, sehingga diperoleh material baru dengan sifat dasar logam (base
metal) yang sama dan memperbaiki sifat mekanik bahan menjadi lebih
unggul.
2. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi penelitian yang serupa untuk
pengembangan penelitian lebih lanjut.
diperkenalkan oleh Grove pada tahun 1852. Fenomena ini ditemukan ketika
Grove melakukan penelitian lucutan listrik dalam gas, dimana tampak
terbentuknya lapisan logam pada dinding tabung lucutan pijar dalam daerah
elektrode negatif. Sputtering merupakan salah satu teknik PVD (Physical Vapor
Deposition), dimana suatu bahan diubah menjadi fase uap (vapor phase), dalam
ruang vakum dan dikondensasikan pada permukaan substrat (Malau, 2003).
Suyitno (2003), menyatakan bahwa teknologi sputtering dapat diaplikasikan
untuk meningkatkan sifat keras, tahan aus dan tahan suhu tinggi. Selain itu
teknologi sputtering terbukti mampu meningkatkan kekerasan permukaan bahan
dengan keuntungan ; (1) dapat digunakan untuk melapiskan lapisan tipis dengan
titik lebur tinggi, (2) dapat digunakan untuk melapiskan lapisan tipis pada bahan
logam, paduan, semikonduktor, dan bahan isolator, (3) memiliki daya rekat yang
tinggi, (4) ketebalan lapisan dapat dikontrol, serta (5) penghematan material yang
dilapiskan. Menurut Ibrahim (2004) dengan melakukan penelitian deposisi
lapisan tipis TiN pada substrat HSS dengan teknik sputtering DC, hasil
8
Sementara Yuniarto dkk., (2003) juga melakukan penelitian tentang deposisi
lapisan tipis TiN pada ujung mata bor dengan teknik implantasi ion, diperoleh
hasil peningkatan kekerasan sebesar 51,67%.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Produksi Baja
Untuk mendapatkan baja dilakukan serangkaian proses. Pertama-tama
bijih besi yang merupakan hasil tambang dilebur dalam dapur tinggi (blast
furnace) untuk mendapatkan besi mentah (pig iron). Besi mentah hasil dapur
tinggi masih mengandung unsur-unsur C, Si, Mn, P dan S dengan jumlah
cukup besar. Kandungan unsur-unsur tersebut perlu dikurangi agar diperoleh
baja sesuai dengan keinginan. Proses pembuatan baja dapat diartikan sebagai
proses yang bertujuan untuk mengurangi kadar C, Si, Mn, P dan S dari besi
mentah lewat proses oksidasi peleburan. Proses oksidasi peleburan dapat
dilakukan dalam bermacam –macam dapur / tungku seperti :
a. Konverter (converter):
1). Proses Bessemer
2). Proses Thomas
b. Dapur Tungku Terbuka (open heart furnace atau siemen martin):
1). Basic Open-Heart
1). Electric Are-Furnace
2). Induction Furnace
2.2.2. Sifat Baja
sebagai berikut:
a. Malleability /dapat ditempa
Logam ini mudah dibentuk dengan suatu gaya, baik dalam suatu keadaan
dingin maupun panas tidak terjadi keretakan, misalnya dengan hammer
ataupun dengan rol.
Logam dapat dibentuk dengan tarikan tanpa menunjukkan gejala putus.
c. Toughness /ketangguhan
mengalami keretakan.
e. Strength /kekuatan
kemampuan logam menahan deformasi.
f. Weldability /mampu las
Kemampuan logam untuk dapat dilas, baik dengan las listrik maupun las
karbit atau gas.
Kemampuan suatu logam untuk menahan korosi atau karat akibat
kelembaban udara, zat-at kimia dan lain-lain.
h. Machinability /mampu mesin
dengan mesin bubut, mesin skrap, mesin frais dan lain-lain.
i. Elastisity
j. Brittleness /kerapuhan
Sifat logam yang mudah retak dan pecah, sifat ini berhubungan dengan
kekerasan atau hardness dan merupakan kebalikan dari ductility.
2.2.3. Pengaruh Unsur-unsur Paduan pada Baja
Unsur-unsur paduan pada baja, antara lain:
a. Sulfur ( S )
Semua baja mengandung unsur S. Kadar unsur ini harus dibuat sekecil
mungkin karena unsur S dapat menurunkan kualitas baja. Kadar S dalam
jumlah yang banyak menjadikan baja rapuh pada suhu tinggi (panas).
11
b. Phosfor ( P )
Semua baja juga mengandung unsur P. Unsur ini pada baja dibuat sekecil
mungkin karena unsur P menjadikan baja rapuh pada suhu rendah
(dingin).
Unsur Mn selalu terdapat pada baja karena diperlukan dalam proses
pembuatan baja. Kadar Mn lebih kecil dari 0,6 % tidak dianggap sebagai
unsur paduan karena tidak mempengaruhi sifat baja secara menyolok.
Unsur Mn dalam proses pembuatan baja berfungsi sebagai deoxider
( pengikat O2 ) sehingga proses peleburan dapat berlangsung baik. Kadar
Mn rendah dapat juga menurunkan kecepatan pendinginan kritis.
d. Nikel ( Ni )
Unsur ini memberikan pengaruh yang sama dengan Mn pada baja yaitu
menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis. Kadar Ni cukup
banyak menjadikan baja austenit pada suhu kamar. Ni membuat struktur
butiran baja halus dan menaikkan kualitas baja.
e. Silikon ( Si )
Unsur Si selalu terdapat dalam baja. Unsur ini menurunkan laju
perkembangan gas, sehingga mengurangi sifat berpori baja. Si akan
12
menaikkan tegangan tarik, menurunkan kecepatan pendinginan kritis.
Unsur Si harus selalu ada dalam baja walaupun jumlah kecil untuk
memberi sifat mampu las dan mampu tempa baja.
f. Cromium ( Cr )
Cr dapat memindahkan titik eutektik kekiri. Cr dan C akan membentuk
carbide yang akan menaikkan kekerasan baja. Cr akan meningkatkan
kemampuan potong dan daya tahan alat perkakas, tetapi menurunkan
keuletan. Cr akan menurunkan kecepatan pendinginan kritis. Dan
menaikkan suhu kritis baja.
h. Tungsten ( W )
Unsur W dapat membentuk carbide dalam baja sehingga dapat menaikkan
kekerasan, kemampuan potong dan daya tahan aus baja. Juga dapat
meningkatkan ketahanannya terhadap panas atau temperatur tinggi pada
kecepatan tinggi.
Unsur Mo juga dapat membentuk carbide dalam baja sehingga dapat
menaikkan kekerasan, kemampuan potong dan daya tahan aus baja. Unsur
13
ini juga memiliki pengaruh pada baja yang juga sama dengan Tungsten
dapat meningkatkan ketahanan baja pada suhu tinggi.
j. Vanadium ( V )
Unsur ini memberikan pengaruh yang sama pada baja seperti unsur W dan
Mo. Ketiga unsur ini yaitu: W, Mo dan V sering digunakan pada unsur
paduan pahat baja HSS ( High Speed Steel)
2.2.4. Jenis-jenis Baja
2.2.4.1. Baja Karbon (Carbon Steel)
Merupakan jenis baja yang paling awal dikenal oleh orang. Baja ini
mempunyai komponen utama Fe dan C yang dapat dibedakan menjadi:
a. Baja karbon rendah dengan kandungan karbon (0,05-0,30)%
b. Baja karbon sedang dengan kandungan karbon (0,3-0,5)%
c. Baja karbon tinggi dengan kandungan karbon lebih besar dari 0,5%
2.2.4.2. Baja Paduan (Alloy Steel)
Baja paduan adalah baja yang mengandung unsur-unsur paduan dengan
elemen paduan yang ditambahkan pada Fe dan C. Unsur-unsur paduan
tersebut dapat berupa: Mn (Mangan), Ni (Nikel), Cr (Kromium), Mo
(Molibdenum), Si (Silikon), dan lain-lain. Baja paduan dapat
diklasifikasikan menjadi :
Baja yang unsur tambahannya selain karbon lebih kecil dari 8%.
Misalnya: Baja paduan dengan kandungan karbon sebesar 1,35% dan
unsur-unsur tambahan yaitu 0,35%Si; 0,5%Mn; 0,03%P; 0,03%S;
0,75%Cr dan 4,5%W.(Maka elemen unsur paduan bila dijumlahkan
sebesar 6,06%<8%)
Baja yang unsur tambahannya selain karbon lebih besar atau sama
dengan 8%. Misalnya baja HSS dengan elemen paduannya lebih besar
dari 8%(4,5% Cr; 6,2%Mo; 6,7%W; dan 3,3%V).
2.2.5. Pahat Bubut Baja HSS
Pahat bubut baja kecepatan tinggi mengandung paduan tinggi, mempunyai
kemampuan dikeraskan sangat baik, dan tetap mempertahankan tepi
pemotongan yang baik sampai suhu sekitar 650 Cο . Kemampuan sebuah
pahat untuk mencegah pelunakan pada suhu tinggi dikenal sebagai kekerasan
merah dan merupakan mutu yang diinginkan. Baja pahat pertama yang
mempertahankan tepi pemotongan sampai hampir panas merah dikembangkan
oleh Fred W.Taylor dan M. White pada tahun 1900. Didapatkannya dengan
menambahkan wolfram 18% dan chrom 5,5% kepada baja sebagai elemen
pemadu utama. Praktek saat ini dalam produksi baja kecepatan tinggi tetap
menggunakan dua elemen ini dalam presentase yang hampir sama. Elemen
15
paduan lain yang umum adalah vanadium, molibdin dan kobalt. Meskipun
terdapat berbagai komposisi baja kecepatan tinggi, tetapi dapat
dikelompokkan dalam tiga kelas berikut :
a. Baja kecepatan tinggi 18-4-1
Baja ini mengandung wolfram 18%, chrom 4%, dan vanadium 1%,
dan dianggap sebagai salah satu dari baja pahat serba guna yang paling
baik.
Beberapa baja kecepatan tinggi menggunakan molibdenum sebagai
elemen pemadu utama, karena satu bagian akan menggantikan dua
bagian wolfram. Baja molibdenum seperti 6-6-4-2 mengandung
wolfram 6%, molibdenum 6%, khrom 4% dan vanadium 2%
mempunyai ketahanan dan kemampuan memotong sangat baik.
c. Baja kecepatan sangat tinggi
Beberapa baja kecepatan tinggi mempunyai cobalt yang ditambahkan
kedalamnya sejumlah berkisar dari 2 sampai 15%, karena elemen ini
meningkatkan efisiensi pemotongan, khususnya pada suhu tinggi. Satu
analisa dari baja ini mengandung wolfram 20%, chrom 4%, vanadium
2% dan cobalt 12%. Karena bahan ini mahal, hanya dipakai terutama
untuk operasi pemotongan berat yang menimpakan tekanan tinggi dan
16
suhu tinggi pada pahat. (Dikutip dari Buku Teknologi Mekanik Jilid I,
hal 84)
2.2.6. Plasma
dan negatif dalam keadaan seimbang. Ada beberapa cara untuk membuat
kondisi gas agar berada dalam keadaan plasma, yaitu dengan teknik :
a. Lucutan pijar (glow discharge)
b. Osilator radio frekuensi (RF)
c. Pemanasan laser
d. Pemanasan tiba-tiba
e. Pemanasan langsung
Plasma lucutan pijar DC terbentuk karena adanya beda tegangan antara
anoda dan katoda, sehingga menimbulkan arus. Arus tersebut akan
mengionisasi gas dalam tabung reaktor, sehingga menghasilkan ion-ion
bermuatan positif dan negatif. Dalam lucutan pijar, kecepatan elektron
sedemikian besar dan interaksi yang terjadi begitu cepat. Akibatnya pasangan
elektron dan ion bebas mampu membangkitkan pembawa muatan seketika
secara bergantian dan terus-menerus dengan seimbang. Kondisi dengan
muatan positif dan negatif yang berada dalam keadaan seimbang ini
dinamakan plasma.
(target) ditumbuki partikel berenergi, sehingga atom-atom bahan (target)
terpercik keluar terdeposisi pada permukaan substrat (media yang dilapisi)
untuk mendapatkan suatu bahan lapisan tipis. Proses sputtering diawali
dengan adanya tumbukan pertama antara ion-ion penumbuk dengan atom-
atom permukaan target. Perpindahan atom-atom permukaan target akhirnya
lebih isotropik akibat tumbukan secara terus-menerus dan atom-atom
permukaan target dapat terlepas dari ikatan atomnya.
Diantara teknik pelapisan sputtering yang paling sederhana adalah teknik
DC sputtering yang terdiri dari sepasang elektroda plat sejajar yaitu anoda dan
katoda.
terminal negatif dari sumber tegangan tinggi DC, disebut sebagai katoda.
Substrat diletakkan pada anoda yang posisinya berhadapan dengan katoda
(target). Ruang sputtering diisi oleh gas sputtering, sebagai media pembentuk
plasma. Gas yang digunakan diantaranya adalah neon (Ne), argon (Ar),
kripton (Kr) dan xenon (Xe). Gas argon lebih mudah mengalami ionisasi dan
memiliki massa lebih besar dibandingkan yang lain.
Proses sputtering mulai terjadi ketika dihasilkan lucutan listrik dan gas
argon secara listrik menjadi konduktif, karena mengalami ionisasi. Lucutan
18
listrik yang bertekanan rendah dikenal sebagai lucutan pijar (glow discharge).
Gas yang terionisasi akan menghasilkan ion-ion bermuatan positif dan ion-ion
bermuatan negatif yang mempunyai jumlah muatan seimbang yang disebut
dengan plasma.
Terbentuknya plasma dalam lucutan pijar disebabkan karena adanya beda
tegangan antara anoda dan katoda yang menyebabkan timbulnya medan
listrik. Gas argon yang terionisasi akan dipercepat oleh medan listrik dan
bertumbukan dengan atom-atom gas argon lainnya yang belum terionisasi,
sehingga menghasilkan ion-ion bermuatan positif, ion-ion bermuatan negatif
(elektron) dan molekul-molekul gas tereksitasi. Elektron-elektron
memperoleh energi dari medan listrik dan bertumbukan dengan atom-atom
gas argon.
ionisasi kembali terjadi pada atom-atom gas argon yang menghasilkan ion-ion
bermuatan positif, elektron-elektron dan molekul-molekul gas tereksitasi.
Tumbukan yang terjadi diantara partikel-partikel ini berlangsung secara terus-
menerus dan pada kondisi tertentu ion-ion bermuatan positif dan ion-ion
bermuatan negatif memiliki jumlah muatan yang seimbang (Konuma,M.,
1992).
Saat menumbuk permukaan target, maka energi yang ditransfer ke atom-
atom target adalah sebesar:
Mi = massa ion gas sputter (gram)
Ms = massa atom target (gram)
Ei = energi partikel penumbuk (Joule)
Bila Mi < Ms, maka ion gas sputter akan dipantulkan kembali dari
permukaan target. Bila Mi = Ms, maka Ei = Et , ini berarti energi ion gas
sputter seluruhnya diberikan ke atom-atom target. Jika Mi > Ms maka
keduanya akan meninggalkan tempat tumbukan dan menuju kearah bagian
dalam permukaan target.
Jumlah atom yang terlepas dari permukaan target per ion gas sputter
(penumbuk) dinyatakan dengan persamaan:
Dimana k adalah konstanta yang nilainya tergantung pada jenis target,
λ (E) adalah jalan bebas rata-rata tumbukan elastis yang merupakan fungsi
dari jumlah atom kisi dan jari-jari tumbukan model bola tegar, θ adalah sudut
dating ion gas sputter.
dituliskan oleh persamaan:
S = sputter yield (atom/ion)
NA = bilangan Avogadro (6,021 x 10 23atom/mol)
Sedangkan jumlah atom yang menempel pada permukaan material
substrat persatuan luas adalah:
katoda dan anoda , untuk system planar k1 =1
P = tekanan (torr)
Wo = jumlah atom yang tersputter per satuan luas
katoda (atom/cm2)
adalah:
21
Dimana t adalah lamanya proses deposisi.
2.2.8. Proses Pembentukan Lapisan Tipis TiN pada bahan pahat baja HSS
Proses deposisi dengan teknik sputtering ini menggunakan gas argon. Proses
tumbukan partikel-partikel gas argon dengan permukaan atom target (titanium)
dalam lucutan pijar menggunakan tegangan tinggi DC yang timbul akibat beda
tegangan antara katoda dan anoda. Adanya beda tegangan ini menyebabkan ion-
ion bergerak bebas menuju katoda. Ion-ion positif yang terjadi akibat ionisasi
akan dipercepat oleh medan listrik menuju katoda dan menumbuk dengan energi
yang sangat tinggi dengan diikuti tumbukan berikutnya secara terus-menerus.
Proses tumbukan ini merupakan peristiwa penting yang mengawali proses
pembentukan lapisan tipis dalam permukaan bahan ( Wasa dan Hayakawa, 1992).
Dalam proses deposisi, bahan target ditembak dengan partikel-partikel berat
yang bergerak cepat dalam suatu sistem vakum, sehingga atom-atomnya terlepas
dan terpercik ke berbagai arah yang sebagian akan menuju ke substrat (baja HSS).
Atom yang terlepas dengan energi yang tinggi tersebut selanjutnya menumbuk
permukaan substrat dan menekan atom-atom permukaan menuju tempat interstisi
pada kisi kristal. Atom-atom yang terlepas tersebut akan bergerak masuk kedalam
substrat untuk menempati posisi interstisi /mengisi kekosongan pada batas butir.
Dalam proses pembentukan lapisan tipis terdapat parameter yang
mempengaruhi, antara lain :
a. Suhu substrat
Atom-atom suatu bahan tidak bergerak pada suhu 0 KΟ . Pada kondisi
seperti ini atom-atom menduduki keadaan dengan energi terendah dan
setiap atom menempati kedudukan kisi dalam susunan geometri yang
teratur. Setiap kedudukan kisi identik dan tidak terdapat getaran termal
dalam atom. Bila suhu dinaikkan, maka energinya akan meningkat,
sehingga akan menyebabkan atom-atom bergetar dan menimbulkan jarak
antar atom yang lebih besar.
Jarak antar atom yang lebih besar akan memungkinkan atom-atom
yang memiliki energi tinggi atau berada diatas energi ikatannya, sehingga
atom-atom akan bergerak mendobrak ikatannya dan melompat keposisi
yang baru dan akan mengakibatkan jumlah kekosongan meningkat dengan
cepat secara eksponensial. Cuplikan yang bersuhu tinggi akan
memungkinkan atom-atom asing menyusup lebih dalam diantara celah-
celah atom atau menempati kekosongan yang ada. Hal ini akan
menyebabkan atom-atom asing terikat dan semakin kuat menempel pada
bahan, sehingga lapisan yang terbentuk akan memiliki karakterisasi yang
baik (Van Vlack, 1991).
lapisan tipis yang dihasilkan. Semakin lama waktu pendeposisian, maka
23
bahan disekitar permukaan akan meningkat dan dapat menghasilkan
lapisan tipis yang maksimum.
disediakan oleh substrat akibat naiknya temperatur. Setelah terbentuknya
lapisan tipis, akan terjadi saling difusi antar atom-atom yang
mengendalikan struktur dari lapisan tipis, sehingga permukaan lapisan
tipis menjadi lebih halus dan proses rekristalisasi berkembang kemudian
akan terbentuk polikristal-polikristal dengan orientasi yang acak
(Konuma, 1992)
Pada teknik sputtering gas yang dialirkan kedalam tabung ada dua
macam gas, antara lain: Gas yang menumbuk permukaan target yang
disebut sebagai gas sputter dan gas yang melapisi permukaan substrat
yang disebut sebagai gas reaktif. Gas sputter biasanya digunakan gas
mulia seperti : Kripton (Kr), Xenon (Xe) dan Argon (Ar). Gas reaktif
biasanya digunakan gas oksigen dan nitrogen. Pengaruh aliran gas
terhadap hasil sputter ialah semakin banyak gas sputter yang masuk
kedalam tabung reaktor maka semakin besar atom-atom target yang
terlempar dan terdeposisi ke substrat sedangkan semakin besar laju aliran
24
gas reaktif maka semakin kecil jumlah atom-atom yang terdeposisi ke
substrat.
Titanium disini berfungsi sebagai target yang akan digunakan untuk deposisi
lapisan tipis. Titanium mula-mula dihasilkan dari bijih yang menghasilkan
titanium dan gas Cl2 yang dipanaskan pada suhu tinggi sehingga menghasilkan
TiCl4. TiCl4 tersebut kemudian direduksi oleh Mg dan menghasilkan titanium
spons, kemudian dicairkan ditanur busur listrik didalam vakum dengan
lingkungan gas mulia untuk membuat titanium ingot. Selanjutnya ingot ditempa
pada temperatur (800-1000) Cο dan diroll pada suhu (700-800) Cο , kemudian
dibuat menjadi suatu bahan yang akan dikerjakan selanjutnya.
Titanium mempunyai titik cair tinggi yaitu 1668 Cο , dengan titik transformasi
pada suhu 882 Cο dari α Ti (hcp)↔ β Ti (Bcc), ada pada temperatur rendah.
Berat jenis titanium sebesar 4,54 gr/ cm3 dan mempunyai ketahanan korosi yang
sangat baik, hampir serupa dengan ketahanan korosi baja tahan karat. Titanium
sendiri merupakan suatu logam yang aktif, tetapi titanium membentuk pelindung
halus pada permukaannya yang mencegah berlanjutnya korosi kedalam. Jika
dipanaskan diudara, akan terjadi lapisan kulit TiO, TiO2 dan Ti2O, sedang
hidrogen yang terbentuk dari uap air diudara akan diserap oleh titanium.
Selanjutnya O2 dan N2 juga diserap oleh titanium sehingga menyebabkan titanium
keras. Oleh karena itu jika Titanium murni sebagai target berikatan dengan gas
25
reaktif nitrogen akan membentuk ikatan TiN (Titanium Nitride) yang memiliki
sifat-sifat istimewa antara lain : memiliki kekerasan yang cukup tinggi, tahan
korosi, tahan terhadap temperatur tinggi, tahan aus, akan nampak berwarna
keemasan dan memiliki daya ikat yang baik antara pelapis dan bahan yang akan
dilapisi. Dengan demikian sesuai dengan sifat-sifat tersebut, maka ikatan titanium
nitride sangat baik untuk membuat lapisan tipis diatas permukaan pahat baja HSS.
2.2.10. Uji kekerasan
Untuk mengukur kekerasan pada lapisan tipis hasil deposisi dengan sputtering
maka pengujian dilakukan dengan alat uji Knoop. Pengujian kekerasan Knoop
adalah pengujian dengan penumbuk Knoop, dimana indentor (penumbuk)
berbentuk piramida yang terbuat dari intan yang dapat menghasilkan lekukan/
bekas injakan pada benda uji dengan bekas injakan berbentuk belah ketupat
dengan perbandingan diagonal panjang dan pendek adalah 7:1. Angka kekerasan
Knoop (KHN) adalah :
d = diameter bekas injakan, dalam mikrometer ( )μ
Bentuk penumbuk Knoop yang khusus, memberikan kemungkinan membuat
lekukan yang lebih rapat dibandingkan lekukan vickers. Sehingga sangat
26
sputtering.
Spectroscopy)
Sebagian berkas elektron yang jatuh dihamburkan kembali dan sebagian lagi
menembus spesimen. Bila spesimen cukup tipis, sebagian besar elektron
ditransmisikan dan beberapa elektron dihamburkan secara elastis tanpa
kehilangan energi, sementara sebagian lagi dihamburkan secara tidak elastis.
Interaksi dengan atom dalam spesimen menghasilkan pelepasan elektron energi
rendah, foton sinar X dan elektron auger, yang semuanya dapat digunakan untuk
mengkarakterisasi bahan ( Smallman, 1999)
Untuk dapat memperoleh bentuk morfologi lapisan tipis pada bahan dapat
menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy), yaitu mikroskop yang
bekerjanya menggunakan berkas elektron untuk mendeteksi sasaran yang pada
hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Gambar permukaan
yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan gejala tonjolan dan lekuk
permukaan. Prinsip kerja dari perangkat SEM adalah menggunakan sinar yang
dihasilkan oleh elektron sekunder dan atom elektron terpantul akibat interaksi
elektron yang berasal dari filamen dengan elektron pada objek atau target.
27
Dengan cara berkas elektron yang dihasilkan oleh filamen diarahkan dari satu
titik ke titik yang lain pada objek. Gerakan berkas elektron dari satu titik ketitik
yang lain pada daerah objek seperti gerakan membaca, yang sering disebut
scanning. Gerakan scanning ditimbulkan oleh scanning coil sedangkan pantulan
dideteksi oleh fotomultiplier. (Sayono, 2000). Data-data sinyal tersebut yang
berasal dari suatu titik sampel ke titik yang lain diperkuat oleh video amplifier
dan selanjutnya setelah disinkronkan oleh scanning sirkuit digambarkan pada
layar CRT / Cathode Ray Tube. (Mardjono,1996)
Untuk mengetahui kandungan berbagai unsur kimia dalam lapisan tipis dapat
diamati dengan menangkap dan mengolah sinyal fluoresensi sinar X yang
dikeluarkan oleh suatu volume kecil dipermukaan lapisan tersebut. Teknik yang
dipakai dapat berupa EDS (Energy Dispersive Spectroscopy) atau WDS
(Wavelength Dispersive Spectroscopy). Data yang diperoleh berupa spektrum
yang menunjukkan hubungan antara energi dan intensitas. Spektrum ini
dihasilkan dari penembakan berkas elektron pada target. Berkas elektron tersebut
akan menyebabkan eksitasi ke keadaan ground state. Energi yang dilepaskan
antara lain berupa sinar X. Setiap atom memiliki tingkat energi tertentu untuk
masing-masing orbit elektronnya, sehingga energi sinar-X yang dilepaskan juga
mempunyai nilai tertentu (karakteristik). Energi karakteristik sinar X inilah yang
menunjukkan komposisi kimia yang terkandung didalam lapisan tipis. Prinsip
kerja analisis unsur dengan menggunakan EDS (Energi Dispersive Spectroscopy)
28
adalah mendeteksi pendaran sinar X yang dipancarkan oleh unsur atom bahan
sasaran. Pendaran sinar X timbul sebagai akibat interaksi berkas elektron energi
tinggi dengan elektron-elektron dari atom sasaran, sehingga elektron tersebut
tereksitasi yaitu terlemparnya elektron dari orbit awal ke orbit yang energinya
lebih rendah sambil memancarkan energi yang diserap dalam bentuk sinar X. Dari
energi sinar X yang dipancarkan dapat diketahui jenis atom/ unsur yang
terkandung dalam bahan sasaran (Walla and Whilley, 1973)
29
Preparasi Sampel
Persiapan Bahan
Mulai
2. Suhu (150,200,250,300)C
Nilai kekerasan mula-mula
1. Nilai kekerasan t, T optimal 2. Nilai kekerasan t, T, N2 optimal
1 & 2 1 & 2
3.2.1 Bahan-bahan yang digunakan didalam penelitian, antara lain :
a. Pahat Bubut Baja HSS
Gambar 3.2 : Pahat Bubut Baja HSS
Pada Gambar 3.2 bahan yang digunakan adalah pahat bubut baja HSS
dengan ukuran (9,525 x 9,525 x 99) mm3. Baja HSS ini dibeli dipasaran
tanpa sertifikasi. Sampel baja HSS ini yang nantinya sebagai substrat pada
mesin sputtering dc, namun sebelumnya dilakukan preparasi sampel
terlebih dahulu sebelum diletakkan pada mesin sputtering.
b. Titanium Murni
Titanium yang digunakan merupakan titanium murni berbentuk pelat
sebagai target dengan diameter 60 mm dan tebal 3 mm, sudah tersedia di
Laboratorium Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB)-
BATAN, Yogyakarta.
c. Gas Nitrogen dan Gas Argon
Gas nitrogen sebagai gas reaktif dan gas argon sebagai gas sputter
yang tersedia di Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB)-
BATAN, Yogyakarta.
Kertas gosok yang digunakan dengan grit size 600 sampai dengan
2000, untuk menghaluskan permukaan spesimen.
e. Autosol metal polish
diuji kekerasan mikro dan di-sputtering.
3.2.2 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian, antara lain :
a. Alat sputtering DC
Yogyakarta yang ditunjukkan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 : Alat Sputtering DC
32
Alat ini digunakan untuk menguji kekerasan mikro lapisan tipis TiN
pada substrat baja HSS. Alat uji kekerasan ini menggunakan alat uji
kekerasan knoop yang tersedia di Laboratorium Bahan Teknik Jurusan
Teknik Mesin, Fakultas Teknik UGM yang ditunjukkan pada Gambar 3.4
Gambar 3.4 : Microhardness Tester Knoop (KHN)
c. Electric Discharge Machine (EDM)
Gambar 3.5 : Alat Electric Discharge Machine (EDM)
Pada Gambar 3.5 digunakan untuk memotong pahat baja HSS menjadi
sampel pahat sebelum disputtering. Alat ini tersedia di Laboratorium
Proses Permesinan Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik UNY.
33
disputtering. Alat ini tersedia di Laboratorium PTAPB-BATAN,
Yogyakarta.
didalam sampel setelah diultrasonic cleaner . Oven yang digunakan
dengan merk Heraeus telah tersedia di PTAPB-BATAN, Yogyakarta.
f. Scanning Electron Microscopy (SEM) & Energy Dispersive Spectroscopy
(EDS)
sruktur mikro bahan dan EDS digunakan untuk mengetahui komposisi
unsur-unsur kimia bahan serta tebal deposisi lapisan bahan. Alat ini
tersedia di Laboratorium Geologi Kuarter (P3GL) Bandung. Alat SEM
dan EDS ini ditunjukkan pada Gambar 3.6
Gambar 3.6 : Alat Uji SEM dan EDS
34
Gambar 3.7 : Potongan sampel pahat bubut baja HSS
Baja HSS yang dibeli dipasaran memiliki ukuran (9,525 x 9,525 x 99) mm3
kemudian dipotong-potong dengan ukuran (9,525 x 9,525 x 3) mm3 agar sesuai
dengan chuck / pemegang pada substrat seperti yang ditunjukkan pada Gambar
3.7. Bahan baja HSS adalah logam yang sangat keras, maka untuk dapat
memotongnya digunakan EDM (Electric Discharge Machine) yang ada di
Laboratorium Proses Permesinan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UNY.
Gambar 3.8 : Proses Pemotongan pahat baja HSS dengan EDM
Pada Gambar 3.8 menunjukkan cara kerja mesin EDM didalam pemotongan
pahat baja HSS dengan ketebalan 3 mm. Cara kerja alat ini sangat sederhana,
pahat baja yang masih berupa batangan (pahat standar) diletakkan pada chuck
35
atau pemegang yang menjepit kedua sisinya. Tuas pemotong dari alat EDM
berupa lempengan / plat timbal yang diletakkan pada penjepit atas yang dapat
bergerak naik turun sesuai arah sumbu x, y dan z. Tuas pemotong ini dapat
dijalankan dengan menekan tombol otomatis yang berada disamping alat dan
memasukkan koordinat pemotongan. Bahan pahat yang akan dipotong direndam
dengan media berupa minyak tanah yang disemprotkan melalui selang. Hal ini
dilakukan untuk mempertahankan suhu pada saat pemotongan, sehingga suhu
pada saat pemotongan tidak tinggi sesuai suhu ruangan sebesar 27 Cο . Hanya
pada saat pertama alat ini melakukan pemotongan, suhu yang terjadi sangat tinggi
sekitar 1000 Cο , kemudian suhu menjadi menurun sampai pada suhu ruangan.
Suhu pemotongan bisa menurun karena pada saat proses pemotongan pada ujung
pemotong dari alat EDM ditembak dengan minyak tanah yang keluar melalui
ujung selang dan berfungsi sebagai media pendingin, selain sebagai media
pendingin fungsi minyak tanah juga sebagai isolator terhadap aliran listrik,
sehingga pada saat operator menjalankan alat ini tidak mengalami kecelakaan
kerja. Proses EDM merupakan proses pengambilan materi dengan proses erosi
akibat lucutan bunga api listrik karena adanya beda potensial. Agar dapat bekerja
secara optimal pada proses sputtering, maka spesimen/ benda uji harus
dipersiapkan dengan baik, antara lain :
36
Gambar 3.9 : Spesimen pahat baja HSS hasil pemotongan dengan EDM
Pada Gambar 3.9 menunjukkan hasil pemotongan pahat baja HSS
dengan alat EDM, dimana permukaan pahat masih tidak rata atau
kasar dan untuk meratakan permukaannya dengan menggunakan
kertas gosok mulai dari grit size 600 sampai 2000. Proses
pengampelasan permukaan pahat baja HSS membutuhkan waktu yang
lama. Hal ini disebabkan sifat baja yang keras, sehingga untuk
meratakan permukaan satu spesimen pahat baja HSS dibutuhkan
waktu 6 jam lamanya. Hasil yang akan diperoleh dari proses
pengamplasan adalah permukaan pahat yang rata dan halus.
37
dengan kertas gosok, selanjutnya dilakukan pemolishan dengan
menggunakan autosol metal polish yang digosokkan permukaannya
pada kain bludru atau kain perca. Menggosokkan permukaan pahat
baja HSS ini harus searah, hal ini dilakukan untuk menghilangkan
goresan akibat bekas ampelas, sehingga permukaan dari spesimen
pahat kelihatan halus dan mengkilat seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.10.
baja HSS dibersihkan terlebih dahulu dengan alat yang disebut
ultrasonic cleaner. Tujuan pembersihan dengan ultrasonic cleaner ini
adalah untuk membersihkan kotoran-kotoran dari zat-zat kimia yang
menempel pada spesimen pahat baja HSS. Prosesnya sangat
sederhana, spesimen tadi dimasukkan dalam beker glass kemudian
38
ini berlangsung sangat lama kurang lebih 1 jam lamanya dengan
ditandai keruhnya alkohol. Proses ini dilakukan sebanyak 2 kali.
d. Dioven
cleaner tersebut masih belum benar-benar bersih karena masih
mengandung alkohol. Untuk itu spesimen pahat tadi diambil dari beker
glass dengan menggunakan pinset/ penjepit dan dikeringkan dengan
menggunakan hair dryer. Spesimen pahat tadi telah kering, kemudian
dipanaskan dengan oven pada suhu 150 Cο selama 1 jam lamanya
39
Gambar 3.11 : Skema alat sputtering DC
Sampel pahat baja HSS diletakkan pada anode (kutub Positif) sebagai substrat
dan pelat titanium murni diletakkan pada katode (kutub negatif) sebagai target
didalam suatu ruangan/ tabung, kemudian tabung/ ruangan tempat kedua bahan
tadi divakumkan dengan tekanan mencapai 10-5 torr. Gas argon sebagai gas
sputter dialirkan kedalam tabung reaktor dan selanjutnya dialirkan gas nitrogen
sebagai gas reaktif. Pada tabung yang telah divakumkan memiliki tekanan rendah
dipasang beda tegangan yang menghasilkan arus listrik, arus ini yang akan
mengionisasi gas yang ada didalam tabung, sehingga menghasilkan muatan
40
positif dan negatif yang seimbang. Kondisi ini disebut sebagai plasma. Adanya
beda potensial pada kedua elektrode menimbulkan medan listrik yang akan
mempengaruhi ion-ion gas sputter untuk dapat bergerak menumbuk ke target.
Tumbukan yang terjadi pada permukaan target berlangsung terus-menerus dan
terjadi sangat cepat, sehingga terjadi transfer momentum. Atom- atom titanium
yang terlempar keluar akan berikatan dengan nitrogen membentuk ikatan TiN
(Titanium nitride) yang bergerak menuju permukaan substrat. Prinsip inilah yang
mendasari pemanfaatan plasma sputtering untuk mendeposisikan lapisan tipis
pada permukaan bahan.
a. Pengujian kekerasan knoop (KHN)
Karakterisasi uji kekerasan hasil lapisan tipis TiN pada spesimen pahat
baja HSS dilakukan dengan Knop. Pengujian kekerasan diamati mulai dari
sampel pahat mula-mula sampai pada sampel spesimen pahat baja HSS
hasil proses sputtering dengan beberapa parameter, antara lain : variasi
suhu, variasi waktu deposisi, dan variasi aliran gas nitrogen.Untuk setiap
spesimen dilakukan pengujian kekerasan sebanyak 3 kali dengan beban
penekanan sebesar 10 g. Dari pengujian kekerasan ini diperoleh nilai
kekerasan masing-masing spesimen pahat baja HSS hasil sputtering. Nilai
kekerasan spesimen pahat baja HSS dari masing-masing parameter
41
sputtering diperoleh hasil nilai kekerasan pahat baja HSS yang paling
tinggi atau optimum kemudian dilakukan analisis data dan pembahasan.
b. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Setelah spesimen pahat baja HSS dilakukan karakterisasi kekerasan,
maka selanjutnya spesimen pahat baja HSS ini dilakukan karakterisasi
struktur mikro dengan alat SEM di laboratorium P3GL Bandung. Hasil
karakterisasi dengan SEM berupa foto yaitu untuk menentukan morfologi
permukaan baik untuk spesimen pahat baja HSS mula-mula maupun
spesimen pahat baja HSS yang telah disputtering, kemudian dari hasil ini
dilakukan analisisnya. Untuk spesimen pahat baja HSS yang dilakukan uji
SEM berjumlah 3 sampel, diambil sampel penampang muka pahat baja
HSS mula-mula dan sampel pahat baja HSS hasil sputtering, yang
memiliki karakterisasi kekerasan paling tinggi. Sampel pahat baja HSS
hasil sputtering yang memiliki kekerasan paling tinggi ini dibagi menjadi
dua bagian dengan alat EDM untuk menentukan panampang muka dan
penampang lintang.
Hasil dari karakterisasi SEM berupa foto, sedangkan karakterisasi
dengan EDS berupa spektrum untuk memperoleh komposisi unsur-unsur
kimia pada spesimen pahat baja HSS. Karakterisasi spesimen pahat baja
HSS dengan EDS juga dilakukan pada spesimen pahat baja HSS standar
42
dan spesimen pahat baja HSS yang telah disputtering dengan parameter
sputtering yang optimal. Pada kondisi spesimen pahat baja HSS hasil
sputtering dengan kondisi yang optimal juga diambil spektrum pada
penampang muka dan penampang lintang untuk memperoleh ketebalan
lapisan.
43
4.1 Hasil Uji Kekerasan
Proses lapisan tipis TiN pada bahan baja HSS telah dilakukan variasi
suhu, waktu deposisi, dan aliran gas nitrogen dengan teknologi sputtering
diharapkan diperoleh hasil yang optimal. Pada awalnya proses sputtering
dilakukan variasi suhu mulai dari suhu 150C, 200C, 250C, dan 300C
sedangkan untuk waktu deposisi mulai dari 30 menit, 60 menit, 90 menit dan
120 menit, aliran gas nitrogen dari 5 sccm, 6 sccm, 7 sccm, 8 sccm. Hasil dari
proses sputtering dengan variasi suhu dan waktu deposisi diatas, kemudian
dilakukan pengujian kekerasan yang dilakukan di Laboratorium Bahan Teknik
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik UGM dengan setiap spesimen
dilakukan pengujian sebanyak 3 kali, penekanan dengan beban sebesar 10 g.
Dari hasil pengujian semua spesimen, maka diperoleh spesimen dengan nilai
kekerasan optimal pada kondisi parameter sputtering yaitu pada suhu 250C,
waktu deposisi selama 90 menit dan aliran gas nitrogen 5 sccm. Hasil nilai
kekerasan dengan knoop untuk variasi suhu, waktu deposisi dan aliran gas
nitrogen ditunjukkan pada Tabel 4.1
44
Tabel 4.1 Hasil uji kekerasan dengan variasi suhu dan waktu deposisi.
Suhu
(C)
Waktu
deposisi
(menit)
Pengujian
ke-I
)( mμ
Pengujian
200C
250C
300C
45
Dari Tabel 4.1 dapat dibuat gambar grafik kekerasan terhadap waktu
deposisi pada variasi suhu (150, 200, 250, 300) C yang ditunjukkan pada
Gambar 4.1 dibawah ini.
Waktu deposisi (menit)
K ek
er as
an (K
g/ m
m 2 )
suhu 150C suhu 200C suhu 250C suhu 300C
Gambar 4.1 Grafik kekerasan terhadap waktu deposisi pada variasi suhu (150, 200, 250, 300) C pada aliran gas nitrogen 5 sccm
Pada Gambar 4.1 menunjukkan pada suhu 250C dan waktu deposisi 90
menit diperoleh nilai kekerasan knoop paling tinggi, yaitu 2182,26 Kg/mm2
yang merupakan kondisi parameter sputtering optimal. Pada Gambar 4.1
semakin tinggi waktu deposisi, maka tampak adanya kenaikan nilai kekerasan
hal ini disebabkan waktu untuk menumbuk permukaan target (titanium) juga
lebih lama dan intensitas tumbukan yang terjadi lebih banyak sehingga atom-
atom TiN yang terlempar keluar juga lebih banyak sehingga jumlah atom-
atom yang terdeposisi ke permukaan target lebih banyak juga sehingga lapisan
yang terjadi lebih homogen. Hal ini juga dipengaruhi dengan adanya kenaikan
46
suhu semakin tinggi, maka nilai kekerasan juga naik. Suhu yang tinggi pada
substrat membuat substrat (baja HSS) memuai yang mengakibatkan atom-
atom HSS berjauhan letak susunan atomnya dan terdapat ruang untuk diisi
oleh atom-atom dari target yang maikn lama mengisi kekosongan semakin
banyak sehingga lapisan yang terjadi semakin rata atau homogen yang
mengakibatkan lapisan lebih tebal. Fenomena sputtering terjadi sampai pada
kondisi suhu 250C dan waktu deposisi 90 menit, namun pada suhu 300C
dan waktu deposisi 120 menit kekerasan mengalami penurunan. Kondisi ini
dapat dijelaskan bahwa pada kondisi ini suhu substrat yang semakin tinggi
mencapai 300C menyebabkan substrat memuai yang menjadikan ikatan antar
atom-atom pada substrat semakin longgar dan ruang kosong semakin besar
sehingga atom-atom yang terdeposisi berebutan untuk mengisi kekosongan
dan ada sebagian atom-atom target tidak memperoleh tempat yang
menghasilkan lapisan yang tipis dan tidak homogen. Pada saat pengujian
kekerasan pada suhu 300C, waktu deposisi 120 menit dan aliran gas reaktif
nitrogen sebesar 5sccm diperoleh kekerasan baja HSS sebesar 203,26 Kg/mm2
mengalami penurunan kekerasan dari kekerasan pahat baja HSS mula-mula
sebesar 819 kg/mm2.
Aliran gas nitrogen (sccm) Kekerasan (Kg/mm2)
5 2182,26
6 247
7 265
8 394
Pada Tabel 4.2 menunjukkan hubungan nilai kekerasan dengan aliran gas
reaktif nitrogen, dimana semakin banyak aliran gas reaktif nitrogen kekerasan
yang terjadi mengalami penurunan. Pada Tabel 4.2 dapat dibuat Gambar
grafiknya yang ditunjukkan pada Gambar 4.2
0 400 800
4 5 6 7 8 9
Kekerasan
Pada Gambar 4.2 ditunjukkan bahwa semakin banyak aliran gas reaktif
nitrogen yang masuk ke dalam tabung reaktor maka nilai kekerasannya
semakin menurun, hal ini disebabkan kondisi tabung reaktor semakin penuh
dengan aliran gas nitrogen dan yang terjadi gas sputter yaitu argon semakin
48
menurun sehingga atom argon yang menumbuk ke permukaan target juga
semakin sedikit yang mengakibatkan atom-atom target yang terlempar atau
terpercik keluar juga semakin sedikit yang mengakibatkan deposisi lapisan
juga semakin tipis sehingga nilai kekerasan yang terjadi semakin menurun.
4.2 Hasil Uji Scanning Electron Microscopy (SEM) & Energy Dispersive
Spectroscopy (EDS)
komposisi unsur kimia spesimen pahat baja HSS hasil sputtering dapat
dilakukan proses pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM) & Energy
Dispersive Spectroscopy (EDS), dengan pengujian ini dapat diketahui
morfologi permukaan spesimen pahat baja HSS sebelum di sputtering dan
sesudah di sputtering serta dapat diketahui adanya penambahan unsur-unsur
kimia pada spesimen pahat baja HSS setelah proses sputtering.
Gambar 4.3 Hasil SEM permukaan HSS mula-mula (Perbesaran 500 x)
49
Pada Gambar 4.3 tampak bahwa morfologi permukaan baja HSS mula-
mula masih belum adanya pelapisan. Permukaan masih rata dan halus. Untuk
memastikan unsur-unsur yang terdapat dipermukaan dilakukan EDS. Pada
Gambar 4.5 dapat diketahui komposisi unsur-unsur yang terdapat pada baja
HSS mula-mula, antara lain 7,52% C; 1,08% V; 5,16% Cr; 86,23% Fe.
Pada Gambar 4.4 permukaan baja HSS yang dideposisikan TiN tampak
adanya lapisan pada permukaan spesimen pahat baja HSS. Permukaan tampak
tidak rata dan terlihat ada gumpalan besar terdapat di permukaannya.
gumpalan besar tersebut merupakan TiN yang terdeposisi pada spesimen
pahat baja HSS. Untuk dapat melihat morfologi permukaan dilakukan uji
SEM pada Gambar 4.4
Gambar 4.4 Hasil SEM permukaan HSS yang disputtering pada suhu 250C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen 5 sccm
50
Untuk memastikan adanya penambahan unsur-unsur pada
permukaan baja HSS dilakukan EDS. Hasil proses EDS baja yang
terdeposisi TiN pada penampang muka baja HSS dapat dilihat pada
Gambar 4.6. Pada Gambar 4.6 menunjukkan adanya penambahan unsur
yaitu berupa nitrogen, titanium dan oksigen. Hal ini menunjukkan proses
sputtering TiN pada substrat spesimen baja HSS menunjukkan hasil
dengan adanya penambahan unsur-unsur kimia yang baru jika
dibandingkan dengan hasil EDS spesimen baja HSS mula-mula. Untuk
unsur oksigen merupakan penambahan akibat udara luar setelah
spesimen dikeluarkan dari proses sputtering. Namun disini yang
terpenting adalah adanya penambahan unsur titanium dan nitrogen
dalam bentuk ikatan titanium nitride (TiN) yang pada substrat akan
nampak berwarna kuning keemasan. Hal ini yang menyebabkan sifat
51
keras pada spesimen pahat baja HSS. Penambahan unsur titanium dan
nitrogen pada permukaan spesimen pahat baja HSS dapat diketahui
melalui pengujian EDS pada Gambar 4.6. Untuk mengetahui morfologi
permukaan spesimen pahat baja HSS yang terdeposisi TiN pada suhu
250C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen sebesar 5
sccm pada penampang lintang dapat dilihat pada Gambar 4.7, dimana
pada pengujian SEM preparasi sampel kurang maksimal. Pada kondisi
ini unsur-unsur kimia dari titanium nitride menyebar merata pada bagian
penampang lintang sehingga tidak dapat dibedakan bagian base metal
benda. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 4.8 hasil
pengujian EDS dimana bagian terdalam spesimen yang seharusnya
merupakan base metal benda telah terdeposisi oleh ikatan titanium
nitride sehingga ketebalan lapisan tidak dapat diukur dengan akurat.
Kurangnya persiapan pengujian SEM ini dikarenakan persiapan bahan
spesimen pahat baja HSS untuk dibuat sampel uji SEM sangatlah sulit,
dimana harus memotong permukaan spesimen pahat baja HSS menjadi 2
bagian tanpa harus merusak lapisan. Untuk itu dilakukan rekayasa
dengan memotong pahat terlebih dahulu sebelum disputtering, sehingga
pada saat proses sputtering atom-atom titanium dan nitrogen masuk
kedalam spesimen panampang lintang pahat baja HSS melalui sela-sela
potongan.
52
Gambar 4.6 Hasil EDS permukaan spesimen pahat baja HSS pada suhu 250C, waktu deposisi 90 menit aliaran gas nitrogen 5 sccm
Gambar 4.7 Hasil Uji SEM baja HSS pada penampang lintang pada suhu 250C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen 5 sccm
53
Gambar 4.8 Hasil EDS penampang lintang baja HSS pada suhu
250C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen 5
4.3 Kesulitan-kesulitan penelitian
mengalami berbagai kendala antara lain :
a. Persiapan spesimen/ benda uji
Untuk membuat spesimen uji sputtering, maka pahat baja HSS
dipotong dengan ketebalan 3 mm. Pemotongan ini hanya bisa
dilakukan dengan mesin EDM. Hal ini disebabkan sifat baja HSS yang
sangat keras dan ulet. Pemotongan pahat baja HSS untuk satu
spesimennya membutuhkan waktu 1 jam lamanya dan biaya yang
sangat mahal. Mesin EDM di Yogyakarta ini hanya ada di Universitas
54
diamplas menggunakan kertas gosok, dimana membutuhkan waktu 6
jam lamanya untuk satu buah spesimen.
b. Pengaturan aliran gas nitrogen
Pengaturan aliran gas nitrogen ini masih bersifat manual dan
dalam pengaturannya untuk mendapatkan nilai yang tepat masih
kurang atau sulit dilakukan.
Pada pengujian kekerasan dengan Knoop sulit dilakukan untuk
menentukan bekas injakan pada permukaan spesimen uji, dikarenakan
bekas injakan yang sangat kecil dengan beban sebesar 10 g. Struktur
logam yang tidak rata jika diamati dengan mikroskop terkadang
membuat kurang telitinya penentuan bekas injakan bila dibandingkan
dengan adanya rongga-rongga pada spesimen yang merupakan
struktur logam baja HSS yang tidak homogen. Hal ini membutuhkan
ketelitian pengamatan.
Pada persiapan spesimen uji SEM dan EDS ini juga mengalami
kendala didalam pemotongan penampang lintang pahat baja HSS
55
dengan kondisi yang terdeposisi TiN dan lapisan ini sangat tipis tanpa
merusaknya.
56
5.1. Kesimpulan
Dari proses deposisi lapisan tipis TiN pada substrat pahat baja HSS
dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada proses deposisi lapisan tipis TiN kekerasan optimal terjadi
pada kondisi sputtering optimal pada suhu 250C, waktu 90 menit
dan laju aliran gas nitrogen 5 sccm. Peningkatan kekerasan sebesar
166% yaitu dari kekerasan awal 819 kg/ mm2 menjadi 2182,82
kg/mm2.
TiN terdapat adanya lapisan tipis pada permukaan.
3. Hasil pengujian EDS menunjukkan adanya unsur Ti dan N pada
pahat yang disputter.
1. Hasil penelitian ini dapat diteruskan untuk melakukan penelitian
selanjutnya dengan mendeposisikan TiN-AlN, TiN-AlN-TiN atau
AlN-TiN-AlN
deposisi lebih lama daripada penelitian sebelumnya
58
DAFTAR PUSTAKA ASM International, 1997, Metals Handbook of Machining, Ninth Edition Vol. 16,
Material Atmono, T.M., 2003, Sputtering Untuk Rekayasa Permukaan Bahan, Diktat kuliah
Workshop, P3TM-BATAN, Yogyakarta Bambang Priambodo., 1992, Teknologi Mekanik, Jilid II, Penerbit Erlangga, Jakarta Budi Setyahandana., 2004, Ilmu Logam , Diktat Kuliah Jurusan Mesin, Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta Gerling., 1974, All About Machine Tools, Wiley Eastern Private Limited, New Delhi,
India Ibrahim, A.G., 2004 Pengaruh Tebal Potong Terhadap Laju Keausan Pahat Bubut HSS
Yang Dilapisi Titanium Nitrida dengan Teknik Sputtering, Tesis, Jurusan Teknik Mesin UGM
Konuma , M., 1992, Film Deposition by Plasma Techniques, Spinger-Verlag, Berlin, Germany
Malau, V., 2003, Perlakuan Permukaan, Diktat Kuliah, Jurusan Teknik Mesin UGM Ostwald, P.F., and Munoz, J., 1997, Manufacturing Processes and Systems, John Wiley
& Sons, Inc., new york, USA Sriati Djaprie., 1993, Teknologi Mekanik, Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta Suyitno, B.A., 2003, Sputtering Untuk Rekayasa Permukaan Bahan, Diktat Kuliah
Workshop, P3TM-BATAN, Yogyakarta Van Vlack., 1993, Ilmu dan Teknologi Bahan, Edisi V, Penerbit Erlangga, Jakarta Wasa, K., Hayakawa, S., 1992, Handbook Of Sputter Deposition Technology Principles,
Technology and Application, Noyes Publication, New Jersey, USA Yuniarto H.A., Mudjijana, Malau V., Adika., 2003, Pengaruh Deposisi Lapisan Tipis TiN
Pada UJUNG Mata Bor terhadap laju Pengeboran Pada Baja Karbon Rendah, Media Teknik, No 4 Tahun XXV, November, 49-54
59
2. Foto hasil potongan sampel pahat HSS
3. Foto Mesin EDM
60
6. Foto alat sputtering DC
61
2. Hasil SEM & EDS sputtering pada kondisi optimal
62
3. Hasil SEM & EDS penampang lintang sputtering pada kondisi optimal
1.pdf
2.pdf
3.pdf
4.pdf
5.pdf
6.pdf
7.pdf
8.pdf