kar akterisasi sifat mekanis bah an pahat potong...

of 77 /77
KAR HSS RAKTERIS S YANG D SASI SIFA DILAPISI Untu menc HE PROG JU FAKUL UNIV AT MEKA TiN DEN TUG uk memenu capai deraja di Te Diaj ERMAWAN 04 GRAM ST URUSAN LTAS SAI VERSITAS YOG i ANIS BAH GAN TEK GAS AKHIR uhi sebagai p at Sarjana T eknik Mesin jukan oleh : N AGUNG 45214040 UDI TEK TEKNIK INS DAN T S SANATA GYAKART 2009 HAN PAH KNOLOG R persyaratan Teknik Mesi n : WIJAYA KNIK MES K MESIN TEKNOL A DHARM TA HAT POTO GI SPUTTE n in SIN LOGI MA ONG BAJ ERING DC JA C

Author: others

Post on 08-Nov-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

Embed Size (px)

TRANSCRIPT

  • KAR

    HSS

    RAKTERIS

    S YANG D

    SASI SIFA

    DILAPISI

    Untu

    menc

    HE

    PROGJU

    FAKULUNIV

    AT MEKA

    TiN DEN

    TUG

    uk memenu

    capai deraja

    di Te

    Diaj

    ERMAWAN

    04

    GRAM STURUSAN LTAS SAI

    VERSITASYOG

    i

    ANIS BAH

    GAN TEK

    GAS AKHIR

    uhi sebagai p

    at Sarjana T

    eknik Mesin

    jukan oleh :

    N AGUNG

    45214040

    UDI TEKTEKNIK

    INS DAN TS SANATA

    GYAKART2009

    HAN PAH

    KNOLOG

    R

    persyaratan

    Teknik Mesi

    n

    :

    WIJAYA

    KNIK MESK MESIN

    TEKNOLA DHARMTA

    HAT POTO

    GI SPUTTE

    n

    in

    SIN

    LOGI MA

    ONG BAJ

    ERING DC

    JA

    C

  • Mechanical Ch

    P

    MECME

    S

    aracteriza

    Presented a

    To O

    HE

    CHANICAECHANICSCIENCE

    SANA

    ation of th

    using SA

    as Partial Fu

    Obtain the S

    In Mechani

    ERMAWAN

    04

    AL ENGINCAL ENGIE AND TEATA DHA

    YOG

    ii

    he TiN Lay

    Sputtering A THESIS

    ulfillment o

    Sarjana Tek

    ical of Engi

    By:

    N AGUNG

    45214040

    NEERINGINEERIN

    ECHNOLOARMA UN

    GYAKART2009

    yered Chis

    DC

    f the Requir

    knik Degree

    ineering

    WIJAYA

    G STUDY PNG DEPAROGY FACNIVERSITTA

    sel HSS St

    rements

    e

    PROGRARTMENT

    CULTY TY

    teel Mater

    AM T

    rial

  • vi

    INTISARI

    Pahat potong baja HSS merupakan pahat potong yang digunakan pada mesin-mesin

    konvensional seperti mesin bubut. Pahat potong baja HSS akan mengalami keausan jika digunakan secara terus-menerus. Untuk memperbaiki salah satu sifatnya agar tahan aus dengan meningkatkan kekerasannya. Peningkatan kekerasan pahat potong baja HSS dapat dilakukan dengan teknik sputtering dc.

    Kondisi optimal deposisi lapisan tipis TiN pada pahat baja HSS diperoleh dari pengujian sampel pahat yang telah divariasi suhu, waktu pelapisannya dan aliran gas reaktif nitrogen. Mesin sputtering dc dioperasikan pada tekanan tetap sebesar 1,8 x 10-1 torr, beda potensial sebesar 5 kV, arus sebesar 18 mA dan aliran gas sputter, gas argon sebesar 34,02 sccm. Setiap layer hasil deposisi lapisan tipis TiN dan pahat baja HSS mula-mula diuji kekerasannya menggunakan alat uji kekerasan knoop dengan beban penekanan sebesar 10 g. Kekerasan optimal dari pahat baja HSS yang telah dilakukan pengujian knoop dan pahat baja HSS mula-mula dapat dilakukan pengujian SEM dan EDS.

    Hasil penelitian deposisi lapisan tipis TiN pada pahat potong baja HSS dengan pahat baja HSS mula-mula menunjukkan adanya peningkatan kekerasan dari kekerasan pahat baja HSS mula-mula sebesar 819 kg /mm2 menjadi 2182,26 kg /mm2 dengan kenaikan kekerasan sebesar 166 %. Pada pengujian SEM menunjukkan adanya pelapisan dan pengujian EDS menunjukkan adanya unsur Ti dan N di permukaan pahat baja HSS bila dibandingkan dengan pahat baja HSS mula-mula. Kata kunci : Sputtering, TiN, HSS

  •  

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat

    dan anugrah-Nya, sehingga Tugas Akhir ini dapat tersusun dan dapat terselesaikan

    dengan lancar. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh

    untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains

    dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

    Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapatkan bantuan

    yang berupa dorongan, motivasi, doa, sarana, materi sehingga dapat

    terselesaikannya Tugas akhir ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima

    kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya, antara lain

    1. Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtama, SJ., selaku Rektor Universitas Sanata

    Dharma.

    2. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas

    Sanata Dharma.

    3. Budi Sugiharto, S.T., M.T, selaku ketua Program Studi Teknik Mesin.

    4. I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T selaku dosen Pembimbing Utama Tugas Akhir.

    5. Kepala pimpinan Laboratorium Teknik Mesin PAU-UGM Yogyakarta atas

    izinnya melakukan pengujian kekerasan knoop.

    6. Kepala Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan BATAN Yogyakarta

    atas ijinnya untuk melakukan penelitian.

    7. Drs. B.A. Tjipto Suyitno, M.T., APU., selaku Kepala Kelompok Akselerator

    yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di BATAN Yogyakarta.

  • ix

    8. Ir. Wirjoadi, yang telah mengarahkan dan membimbing penulis didalam

    penyusunan Tugas Akhir ini.

    9. Pak Karmadi, yang membantu dan memberikan saran serta sebagai

    pembimbing dilapangan selama penelitian di BATAN.

    10. Pak Bambang, yang membantu memberikan saran dan dukungan selama

    dilapangan hingga terselesainya penelitian.

    11. Bapak Sutopo yang telah memberikan izin atas penggunaan Laboratorium

    Teknik Mesin UNY.

    12. Segenap staf karyawan yang ada di PTAPB-BATAN dan Universitas Negeri

    Yogyakarta.

    13. Segenap staf pengajar Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata

    Dharma Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan

    kepada penulis sehingga sangat berguna dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

    Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang

    perlu diperbaiki dalam penulisan Tugas Akhir ini, untuk itu penulis

    mengharapkan masukan dan kritik, serta saran dari berbagai pihak untuk

    menyempurnakannya. Semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat, baik

    bagi penulis maupun pembaca.

    Terima kasih.

    Yogyakarta, 28 Januari 2009

    Penulis

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

    TITLE PAGE .................................................................................................... ii

    LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................. iii

    LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iv

    LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. v

    INTISARI .......................................................................................................... vi

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………………vii

    KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii

    DAFTAR ISI ...................................................................................................... x

    DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii

    DAFTAR TABEL ............................................................................................. xv

    BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 1

    I.1 Latar Belakang …………………………………………….…… 1

    I.2 Batasan Masalah ………………….……………………… 4

    I.3 Rumusan Masalah …………………………………………. 4

    I.4 Tujuan Penelitian …………………………………………. 5

    I.5 Batasan Masalah …………………………………………. 5

    I.6 Manfaat …………………………………………………………. 6

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….... 7

    II.1 Tinjauan Pustaka ………………………………………… 7

  • xi

    II.2 Landasan Teori …………………………………………………. 8

    II.2.1 Produksi Baja ………………….………….………….... 8

    II.2.2 Sifat Baja ………………….………….………….... 9

    II.2.3 Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Baja ...……… 10

    II.2.4 Jenis-jenis Baja ………………………………….……… 13

    II.2.4.1 Baja Karbon ………….………….…………………. 13

    II.2.4.2 Baja Paduan ………….………….………….……… 13

    II.2.5 Pahat Bubut Baja HSS ………….………….…………. 14

    II.2.6 Plasma ………….………….………….………….…… 16

    II.2.7 Plasma Sputtering ………….………….…………. 17

    II.2.8 Proses Pembentukan Lapisan Tipis TiN pada Baja HSS… 21

    II. 2.9 Titanium Nitrida ………….………….…………. 23

    II.2.10 Uji Kekerasan Knoop ………….…………………….. 25

    II. 2.11 SEM & EDS ………….………….………….……… 25

    BAB III METODE PENELITIAN …………………………………………. 29

    III.1 Diagram Alir Penelitian ………………………………… 29

    III.2 Persiapan Bahan & Peralatan Penelitian ………………… 30

    III.2.1 Bahan-bahan Yang Digunakan ………….……… 30

    III.2.2 Alat Yang Digunakan ………….………….…… 31

    III.3 Preparasi Sampel …………………………………………. 34

    III.4 Pelaksanaan Sputtering TiN pada Baja HSS ………………… 39

    III.5 Karakterisasi ………………………………….……… 40

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………… 43

  • xii

    IV.1 Hasil Uji Kekerasan …………………………………………. 43

    IV.2 Hasil Uji SEM & EDS ………………….………….…... 48

    IV.3 Kesulitan Penelitian …………………………………………. 54

    BAB V KESIMPULAN & SARAN ……………………........................…… 56

    IV.1 Kesimpulan …………............………………………………. 56

    IV.2 Saran …………........................………………………………. 57

    DAFTAR PUSTAKA ........……………………………………………. 58

    LAMPIRAN …………………........................………………………………. 59

  • xiii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 3.1 Diagram alir penelitian .................................................................. 29

    Gambar 3.2 Pahat bubut baja HSS .................................................................. 30

    Gambar 3.3 Alat Sputtering DC .................................................................. 31

    Gambar 3.4 Microhardness Tester Knoop (KHN) .......................................... 32

    Gambar 3.5 Electric Discharge Machine (EDM) .......................................... 32

    Gambar 3.6 Alat uji SEM & EDS .................................................................. 34

    Gambar 3.7 Potongan sampel pahat bubut baja HSS .............................. 34

    Gambar 3.8 Proses pemotongan pahat baja HSS dengan EDM ................. 35

    Gambar 3.9 Sampel pahat baja HSS hasil pemotongan dengan EDM ...... 36

    Gambar 3.10 Sampel pahat baja HSS yang di polish .............................. 37

    Gambar 3.11 Skema alat Sputtering DC ......................................... 39

    Gambar 4.1 Grafik kekerasan terhadap waktu deposisi pada variasi suhu

    (150, 200, 250, 300)˚C dengan aliran gas reaktif nitrogen 5 sccm

    ........................................................................................................ 45

    Gambar 4.2 Grafik kekerasan terhadap variasi aliran gas reaktif nitrogen pada

    suhu 250˚C dan waktu deposisi 90 menit

    ........................................................................................................47

    Gambar 4.3 Hasil SEM permukaan HSS mula-mula ........................................ 48

    Gambar 4.4 Hasil SEM permukaan HSS yang terdeposisi TiN pada suhu 250˚C,

    waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen

    sebesar 5 sccm ............................................................................ 49

  • xiv

    Gambar 4.5 Hasil EDS dari sampel pahat HSS mula-mula ................................ 50

    Gambar 4.6 Hasil EDS pahat HSS terdeposisi TiN pada suhu 250˚C , waktu

    deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen 5 sccm ............. 52

    Gambar 4.7 Hasil SEM penampang lintang HSS yang terdeposisi TiN pada suhu

    250˚C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitorgen

    sebesar 5 sccm ..................................................................................52

    Gambar 4.8 Hasil EDS penampang lintang HSS yang terdeposisi TiN pada suhu

    250˚C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen

    sebesar 5 sccm.................................................................................................... 53

  • xv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 4.1 Nilai kekerasan dengan variasi suhu, waktu deposisi dan aliran gas

    reaktif nitrogen sebesar 5 sccm

    ……..…..……………………………………… 44

    Tabel 4.2 Nilai kekerasan dengan variasi aliran gas nitrogen, pada suhu 250 ˚C

    dan waktu deposisi 90 menit

    ........................................................................................ 47

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kebutuhan industri mengenai pemakaian logam sebagai alat potong (cutting

    tools) memaksa setiap industri untuk melakukan penghematan dengan cara

    meningkatkan kemampuannya (performance). Salah satu kebutuhan industri

    mengenai logam sebagai alat potong (cutting tools) adalah pemakaian pahat bubut

    baja kecepatan tinggi (HSS). Sebelum dikembangkannya pahat baja kecepatan

    tinggi (HSS), digunakan baja karbon untuk semua jenis pahat yang mempunyai

    kandungan karbon antara 0,8 % sampai 1,2%. Pahat ini tidak sesuai untuk

    pekerjaan tinggi karena pahat baja karbon kehilangan kekerasannya pada suhu

    sekitar 300 C° . Penggunaannya juga terbatas pada bahan yang lunak seperti kayu.

    Pahat baja karbon ini kemudian tidak diminati dan orang mulai beralih

    menggunakan pahat baja kecepatan tinggi (HSS), setelah diketemukan oleh Fred

    W Taylor dan M. White pada tahun 1900. Sama seperti logam yang lainnya, pahat

    baja HSS ini jika digunakan secara terus menerus juga akan mengalami keausan.

    Untuk meningkatkan kemampuan pahat baja HSS agar tahan aus dapat dilakukan

    dengan meningkatkan kekerasannya. Semakin tinggi kekerasannya, maka

    semakin rendah keausan yang terjadi pada baja (Amstead, 1993)

  • 2

    Baja HSS juga memiliki kemampuan pemotongan (feeding) yang sangat

    rendah bila dibandingkan dengan tungsten carbide, coated carbide, ceramic

    cermet, cubic boron nitride, dan diamond. Sebagai bahan perbandingan, apabila

    HSS digunakan untuk membubut baja karbon rendah, maka kecepatan potongnya

    165 ft / min, sementara untuk ceramic cermet kecepatan potongnya 1200 ft / min

    (Amstead, 1993).

    Salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan

    pemotongan dari material HSS dapat dilakukan dengan teknik perlakuan khusus

    pada permukaan bahan (surface treatment). Menurut John.A. Schey bahwa

    surface treatment dapat dilakukan dengan beberapa macam proses, salah satunya

    adalah proses deposition. Pada proses deposition biasanya digunakan untuk

    membentuk lapisan tipis diatas permukaan material. Pembuatan lapisan tipis

    diatas permukaan material dapat meningkatkan sifat-sifat mekanik suatu bahan

    yaitu kekerasannya. Mengenai pendeposisian lapisan tipis (Thin Film Deposition)

    itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok (Konuma,1992),

    yaitu :

    1. Physical Vapor Deposition (PVD)

    a. Sputter Deposition

    b. Ion Plating

    c. Activated Reactive Evaporation

  • 3

    2. Chemical Vapor Deposition (CVD)

    a. Plasma Enhanced CVD

    b. Plasma Decomposition

    c. Plasma Polymerization

    3. Surface Modification

    a. Ion Carburizing

    b. Plasma Nitriding

    c. Plasma Oxidation

    Proses untuk dapat mendepositkan atom-atom hasil percikan bahan target

    pada permukaan substrat atau material dapat dilakukan dengan alat sputtering.

    Proses yang terjadi dengan menggunakan alat sputtering disebut juga sebagai

    sputtering. Sputtering adalah suatu fenomena, dimana suatu permukaan bahan

    padat (target) mengalami tembakan partikel-partikel (ion atau neutral) berenergi,

    maka material (dalam bentuk atom-atom) dari permukaan bahan padat tersebut

    akan terpercik / terlempar keluar akibat proses transfer momentum. (Suyitno,

    2003).

    Menurut Suyitno (2003) Surface Treatment dapat didefinisikan sebagai

    suatu usaha dalam upaya meningkatkan kualitas / mutu permukaan material /

    komponen sesuai dengan yang diinginkan. Dalam surface treatment, yang

    berubah sifat hanya pada permukaannya saja, sedangkan yang dibagian dalam

    sifatnya tidak berubah. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pertimbangan bahwa

  • 4

    dari material dengan kualitas sedang dapat diperoleh kualitas yang jauh lebih baik

    dari material dasarnya (Malau, 2003).

    Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakterisasi sifat mekanis bahan

    pahat potong baja HSS yang dilapisi dengan TiN ditinjau dari kekerasannya dan

    perubahan struktur mikronya, apabila dibandingkan dengan HSS mula-mula

    (sebelum dilapisi).

    1.2 Perumusan Masalah

    High Speed Steel (baja kecepatan tinggi) merupakan salah satu bahan yang

    masih digunakan sebagai alat potong pada mesin-mesin perkakas, khususnya

    untuk machining material dengan kekerasan rendah. Oleh karena itu proses

    deposisi lapisan tipis dengan teknik sputtering dapat dijadikan alternatif untuk

    meningkatkan kualitas permukaan material tersebut.

    Permasalahan yang akan diteliti dan dibahas pada penelitian ini adalah

    seberapa besar pengaruh deposisi lapisan tipis TiN mampu meningkatkan

    kekerasan dan perubahan struktur mikro pada bahan pahat potong baja HSS.

    1.3 Batasan Masalah

    Penelitian ini dibatasi pada pahat potong mesin bubut baja HSS yang dibeli

    dipasaran tanpa sertifikasi dengan ukuran (9,525 x 9,525 x 99) mm3 yang akan

    dijadikan sebagai substrat. Target yang digunakan adalah titanium dengan

    diameter 60 mm dan tebal 3 mm yang telah tersedia dilaboratorium Pusat

    Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB) BATAN, Yogyakarta.

  • 5

    Deposisi lapisan tipis dilakukan dengan menggunakan teknologi sputtering DC

    dimana dilakukan variasi suhu, waktu deposisi dan variasi aliran gas reaktif

    nitrogen untuk memperoleh kondisi yang optimum dengan aliran gas sputter

    argon tidak divariasi/ tetap sebesar 34,202 sccm. Kondisi alat sputtering

    dioperasikan pada tegangan 5 kV dan arus 10 mA. Pengujian kekerasan mikro

    dilakukan dengan alat Knoop (KHN) dan karakterisasi struktur mikro dilakukan

    dengan alat SEM (Scanning Electron Microscope). Untuk mengetahui komposisi

    unsur kimia dilakukan dengan EDS (Energi Dispersive Spectroscopy).

    1.4 Tujuan Penelitian

    Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

    1. Pengaruh deposisi lapisan tipis TiN pada variasi suhu, waktu deposisi dan

    aliran gas reaktif nitrogen terhadap peningkatan kekerasan permukaan

    material pahat potong baja HSS.

    2. Karakteristik struktur mikro dari bahan pahat potong HSS yang telah dilapisi

    TiN dengan pahat potong baja HSS mula-mula.

    3. Komposisi unsur kimia pada permukaan bahan pahat potong baja HSS yang

    terdeposisi TiN dan pahat potong baja HSS mula-mula.

    1.5 Manfaat Penelitian

    Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, antara lain :

    1. Hasil penelitian dari terbentuknya lapisan tipis pada permukaan substrat

    bahan pahat potong HSS diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanik bahan

  • 6

    tersebut, sehingga diperoleh material baru dengan sifat dasar logam (base

    metal) yang sama dan memperbaiki sifat mekanik bahan menjadi lebih

    unggul.

    2. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi penelitian yang serupa untuk

    pengembangan penelitian lebih lanjut.

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Tinjauan Pustaka

    Penggunaan sputtering untuk tujuan pendeposisian pertama kali

    diperkenalkan oleh Grove pada tahun 1852. Fenomena ini ditemukan ketika

    Grove melakukan penelitian lucutan listrik dalam gas, dimana tampak

    terbentuknya lapisan logam pada dinding tabung lucutan pijar dalam daerah

    elektrode negatif. Sputtering merupakan salah satu teknik PVD (Physical Vapor

    Deposition), dimana suatu bahan diubah menjadi fase uap (vapor phase), dalam

    ruang vakum dan dikondensasikan pada permukaan substrat (Malau, 2003).

    Suyitno (2003), menyatakan bahwa teknologi sputtering dapat diaplikasikan

    untuk meningkatkan sifat keras, tahan aus dan tahan suhu tinggi. Selain itu

    teknologi sputtering terbukti mampu meningkatkan kekerasan permukaan bahan

    dengan keuntungan ; (1) dapat digunakan untuk melapiskan lapisan tipis dengan

    titik lebur tinggi, (2) dapat digunakan untuk melapiskan lapisan tipis pada bahan

    logam, paduan, semikonduktor, dan bahan isolator, (3) memiliki daya rekat yang

    tinggi, (4) ketebalan lapisan dapat dikontrol, serta (5) penghematan material yang

    dilapiskan. Menurut Ibrahim (2004) dengan melakukan penelitian deposisi

    lapisan tipis TiN pada substrat HSS dengan teknik sputtering DC, hasil

  • 8

    penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan kekerasan sebesar 61,6 %.

    Sementara Yuniarto dkk., (2003) juga melakukan penelitian tentang deposisi

    lapisan tipis TiN pada ujung mata bor dengan teknik implantasi ion, diperoleh

    hasil peningkatan kekerasan sebesar 51,67%.

    2.2. Landasan Teori

    2.2.1. Produksi Baja

    Untuk mendapatkan baja dilakukan serangkaian proses. Pertama-tama

    bijih besi yang merupakan hasil tambang dilebur dalam dapur tinggi (blast

    furnace) untuk mendapatkan besi mentah (pig iron). Besi mentah hasil dapur

    tinggi masih mengandung unsur-unsur C, Si, Mn, P dan S dengan jumlah

    cukup besar. Kandungan unsur-unsur tersebut perlu dikurangi agar diperoleh

    baja sesuai dengan keinginan. Proses pembuatan baja dapat diartikan sebagai

    proses yang bertujuan untuk mengurangi kadar C, Si, Mn, P dan S dari besi

    mentah lewat proses oksidasi peleburan. Proses oksidasi peleburan dapat

    dilakukan dalam bermacam –macam dapur / tungku seperti :

    a. Konverter (converter):

    1). Proses Bessemer

    2). Proses Thomas

    3). Proses Oksigen Berlebih

    b. Dapur Tungku Terbuka (open heart furnace atau siemen martin):

    1). Basic Open-Heart

  • 9

    2). Acid Open-Heart

    c. Dapur Listrik (electric furnace):

    1). Electric Are-Furnace

    2). Induction Furnace

    2.2.2. Sifat Baja

    Baja yang banyak digunakan tentunya baja yang mempunyai sifat-sifat

    sebagai berikut:

    a. Malleability /dapat ditempa

    Logam ini mudah dibentuk dengan suatu gaya, baik dalam suatu keadaan

    dingin maupun panas tidak terjadi keretakan, misalnya dengan hammer

    ataupun dengan rol.

    b. Ductility /dapat ditarik / ulet

    Logam dapat dibentuk dengan tarikan tanpa menunjukkan gejala putus.

    c. Toughness /ketangguhan

    Kemampuan suatu logam untuk dibengkokkan beberapa kali tidak

    mengalami keretakan.

    d. Hardness /kekerasan

    Ketahanan suatu logam terhadap penetrasi logam lain.

    e. Strength /kekuatan

    Kemampuan suatu logam untuk menahan gaya yang bekerja atau

    kemampuan logam menahan deformasi.

  • 10

    f. Weldability /mampu las

    Kemampuan logam untuk dapat dilas, baik dengan las listrik maupun las

    karbit atau gas.

    g. Corrosion resistance /tahan korosi

    Kemampuan suatu logam untuk menahan korosi atau karat akibat

    kelembaban udara, zat-at kimia dan lain-lain.

    h. Machinability /mampu mesin

    Kemampuan suatu logam untuk dikerjakan dengan mesin, misalnya

    dengan mesin bubut, mesin skrap, mesin frais dan lain-lain.

    i. Elastisity

    Kemampuan suatu logam untuk kembali kebentuk semula.

    j. Brittleness /kerapuhan

    Sifat logam yang mudah retak dan pecah, sifat ini berhubungan dengan

    kekerasan atau hardness dan merupakan kebalikan dari ductility.

    2.2.3. Pengaruh Unsur-unsur Paduan pada Baja

    Unsur-unsur paduan pada baja, antara lain:

    a. Sulfur ( S )

    Semua baja mengandung unsur S. Kadar unsur ini harus dibuat sekecil

    mungkin karena unsur S dapat menurunkan kualitas baja. Kadar S dalam

    jumlah yang banyak menjadikan baja rapuh pada suhu tinggi (panas).

  • 11

    b. Phosfor ( P )

    Semua baja juga mengandung unsur P. Unsur ini pada baja dibuat sekecil

    mungkin karena unsur P menjadikan baja rapuh pada suhu rendah

    (dingin).

    c. Mangan ( Mn )

    Unsur Mn selalu terdapat pada baja karena diperlukan dalam proses

    pembuatan baja. Kadar Mn lebih kecil dari 0,6 % tidak dianggap sebagai

    unsur paduan karena tidak mempengaruhi sifat baja secara menyolok.

    Unsur Mn dalam proses pembuatan baja berfungsi sebagai deoxider

    ( pengikat O2 ) sehingga proses peleburan dapat berlangsung baik. Kadar

    Mn rendah dapat juga menurunkan kecepatan pendinginan kritis.

    d. Nikel ( Ni )

    Unsur ini memberikan pengaruh yang sama dengan Mn pada baja yaitu

    menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis. Kadar Ni cukup

    banyak menjadikan baja austenit pada suhu kamar. Ni membuat struktur

    butiran baja halus dan menaikkan kualitas baja.

    e. Silikon ( Si )

    Unsur Si selalu terdapat dalam baja. Unsur ini menurunkan laju

    perkembangan gas, sehingga mengurangi sifat berpori baja. Si akan

  • 12

    menaikkan tegangan tarik, menurunkan kecepatan pendinginan kritis.

    Unsur Si harus selalu ada dalam baja walaupun jumlah kecil untuk

    memberi sifat mampu las dan mampu tempa baja.

    f. Cromium ( Cr )

    Cr dapat memindahkan titik eutektik kekiri. Cr dan C akan membentuk

    carbide yang akan menaikkan kekerasan baja. Cr akan meningkatkan

    kemampuan potong dan daya tahan alat perkakas, tetapi menurunkan

    keuletan. Cr akan menurunkan kecepatan pendinginan kritis. Dan

    menaikkan suhu kritis baja.

    g. Cobalt ( Co )

    Biasanya unsur Co digunakan bersama-sama unsur paduan lainnya. Unsur

    Co dapat menaikkan daya tahan aus danmenghalangi pertumbuhan butir.

    h. Tungsten ( W )

    Unsur W dapat membentuk carbide dalam baja sehingga dapat menaikkan

    kekerasan, kemampuan potong dan daya tahan aus baja. Juga dapat

    meningkatkan ketahanannya terhadap panas atau temperatur tinggi pada

    kecepatan tinggi.

    i. Molibdenum ( Mo )

    Unsur Mo juga dapat membentuk carbide dalam baja sehingga dapat

    menaikkan kekerasan, kemampuan potong dan daya tahan aus baja. Unsur

  • 13

    ini juga memiliki pengaruh pada baja yang juga sama dengan Tungsten

    dapat meningkatkan ketahanan baja pada suhu tinggi.

    j. Vanadium ( V )

    Unsur ini memberikan pengaruh yang sama pada baja seperti unsur W dan

    Mo. Ketiga unsur ini yaitu: W, Mo dan V sering digunakan pada unsur

    paduan pahat baja HSS ( High Speed Steel)

    2.2.4. Jenis-jenis Baja

    Secara umum baja dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

    2.2.4.1. Baja Karbon (Carbon Steel)

    Merupakan jenis baja yang paling awal dikenal oleh orang. Baja ini

    mempunyai komponen utama Fe dan C yang dapat dibedakan menjadi:

    a. Baja karbon rendah dengan kandungan karbon (0,05-0,30)%

    b. Baja karbon sedang dengan kandungan karbon (0,3-0,5)%

    c. Baja karbon tinggi dengan kandungan karbon lebih besar dari 0,5%

    2.2.4.2. Baja Paduan (Alloy Steel)

    Baja paduan adalah baja yang mengandung unsur-unsur paduan dengan

    elemen paduan yang ditambahkan pada Fe dan C. Unsur-unsur paduan

    tersebut dapat berupa: Mn (Mangan), Ni (Nikel), Cr (Kromium), Mo

    (Molibdenum), Si (Silikon), dan lain-lain. Baja paduan dapat

    diklasifikasikan menjadi :

  • 14

    a. Baja Paduan Rendah (Low Alloy Steel)

    Baja yang unsur tambahannya selain karbon lebih kecil dari 8%.

    Misalnya: Baja paduan dengan kandungan karbon sebesar 1,35% dan

    unsur-unsur tambahan yaitu 0,35%Si; 0,5%Mn; 0,03%P; 0,03%S;

    0,75%Cr dan 4,5%W.(Maka elemen unsur paduan bila dijumlahkan

    sebesar 6,06%

  • 15

    paduan lain yang umum adalah vanadium, molibdin dan kobalt. Meskipun

    terdapat berbagai komposisi baja kecepatan tinggi, tetapi dapat

    dikelompokkan dalam tiga kelas berikut :

    a. Baja kecepatan tinggi 18-4-1

    Baja ini mengandung wolfram 18%, chrom 4%, dan vanadium 1%,

    dan dianggap sebagai salah satu dari baja pahat serba guna yang paling

    baik.

    b. Baja kecepatan tinggi Molibdenum

    Beberapa baja kecepatan tinggi menggunakan molibdenum sebagai

    elemen pemadu utama, karena satu bagian akan menggantikan dua

    bagian wolfram. Baja molibdenum seperti 6-6-4-2 mengandung

    wolfram 6%, molibdenum 6%, khrom 4% dan vanadium 2%

    mempunyai ketahanan dan kemampuan memotong sangat baik.

    c. Baja kecepatan sangat tinggi

    Beberapa baja kecepatan tinggi mempunyai cobalt yang ditambahkan

    kedalamnya sejumlah berkisar dari 2 sampai 15%, karena elemen ini

    meningkatkan efisiensi pemotongan, khususnya pada suhu tinggi. Satu

    analisa dari baja ini mengandung wolfram 20%, chrom 4%, vanadium

    2% dan cobalt 12%. Karena bahan ini mahal, hanya dipakai terutama

    untuk operasi pemotongan berat yang menimpakan tekanan tinggi dan

  • 16

    suhu tinggi pada pahat. (Dikutip dari Buku Teknologi Mekanik Jilid I,

    hal 84)

    2.2.6. Plasma

    Plasma didefinisikan sebagai gas yang terionisasi dengan muatan positif

    dan negatif dalam keadaan seimbang. Ada beberapa cara untuk membuat

    kondisi gas agar berada dalam keadaan plasma, yaitu dengan teknik :

    a. Lucutan pijar (glow discharge)

    b. Osilator radio frekuensi (RF)

    c. Pemanasan laser

    d. Pemanasan tiba-tiba

    e. Pemanasan langsung

    f. Mengalirkan arus listrik

    Plasma lucutan pijar DC terbentuk karena adanya beda tegangan antara

    anoda dan katoda, sehingga menimbulkan arus. Arus tersebut akan

    mengionisasi gas dalam tabung reaktor, sehingga menghasilkan ion-ion

    bermuatan positif dan negatif. Dalam lucutan pijar, kecepatan elektron

    sedemikian besar dan interaksi yang terjadi begitu cepat. Akibatnya pasangan

    elektron dan ion bebas mampu membangkitkan pembawa muatan seketika

    secara bergantian dan terus-menerus dengan seimbang. Kondisi dengan

    muatan positif dan negatif yang berada dalam keadaan seimbang ini

    dinamakan plasma.

  • 17

    2.2.7. Plasma Sputtering

    Plasma sputtering adalah proses dimana pada permukaan bahan padat

    (target) ditumbuki partikel berenergi, sehingga atom-atom bahan (target)

    terpercik keluar terdeposisi pada permukaan substrat (media yang dilapisi)

    untuk mendapatkan suatu bahan lapisan tipis. Proses sputtering diawali

    dengan adanya tumbukan pertama antara ion-ion penumbuk dengan atom-

    atom permukaan target. Perpindahan atom-atom permukaan target akhirnya

    lebih isotropik akibat tumbukan secara terus-menerus dan atom-atom

    permukaan target dapat terlepas dari ikatan atomnya.

    Diantara teknik pelapisan sputtering yang paling sederhana adalah teknik

    DC sputtering yang terdiri dari sepasang elektroda plat sejajar yaitu anoda dan

    katoda.

    Target adalah material yang akan dideposisikan dan dihubungkan dengan

    terminal negatif dari sumber tegangan tinggi DC, disebut sebagai katoda.

    Substrat diletakkan pada anoda yang posisinya berhadapan dengan katoda

    (target). Ruang sputtering diisi oleh gas sputtering, sebagai media pembentuk

    plasma. Gas yang digunakan diantaranya adalah neon (Ne), argon (Ar),

    kripton (Kr) dan xenon (Xe). Gas argon lebih mudah mengalami ionisasi dan

    memiliki massa lebih besar dibandingkan yang lain.

    Proses sputtering mulai terjadi ketika dihasilkan lucutan listrik dan gas

    argon secara listrik menjadi konduktif, karena mengalami ionisasi. Lucutan

  • 18

    listrik yang bertekanan rendah dikenal sebagai lucutan pijar (glow discharge).

    Gas yang terionisasi akan menghasilkan ion-ion bermuatan positif dan ion-ion

    bermuatan negatif yang mempunyai jumlah muatan seimbang yang disebut

    dengan plasma.

    Terbentuknya plasma dalam lucutan pijar disebabkan karena adanya beda

    tegangan antara anoda dan katoda yang menyebabkan timbulnya medan

    listrik. Gas argon yang terionisasi akan dipercepat oleh medan listrik dan

    bertumbukan dengan atom-atom gas argon lainnya yang belum terionisasi,

    sehingga menghasilkan ion-ion bermuatan positif, ion-ion bermuatan negatif

    (elektron) dan molekul-molekul gas tereksitasi. Elektron-elektron

    memperoleh energi dari medan listrik dan bertumbukan dengan atom-atom

    gas argon.

    Tumbukan elektron-elektron dengan atom-atom gas argon menyebabkan

    ionisasi kembali terjadi pada atom-atom gas argon yang menghasilkan ion-ion

    bermuatan positif, elektron-elektron dan molekul-molekul gas tereksitasi.

    Tumbukan yang terjadi diantara partikel-partikel ini berlangsung secara terus-

    menerus dan pada kondisi tertentu ion-ion bermuatan positif dan ion-ion

    bermuatan negatif memiliki jumlah muatan yang seimbang (Konuma,M.,

    1992).

    Saat menumbuk permukaan target, maka energi yang ditransfer ke atom-

    atom target adalah sebesar:

  • 19

    Et = EiMMMM

    si

    si2)(

    .4+

    ............................................ (1)

    dengan;

    Et = energi yang dipindahkan (Joule)

    Mi = massa ion gas sputter (gram)

    Ms = massa atom target (gram)

    Ei = energi partikel penumbuk (Joule)

    Bila Mi < Ms, maka ion gas sputter akan dipantulkan kembali dari

    permukaan target. Bila Mi = Ms, maka Ei = Et , ini berarti energi ion gas

    sputter seluruhnya diberikan ke atom-atom target. Jika Mi > Ms maka

    keduanya akan meninggalkan tempat tumbukan dan menuju kearah bagian

    dalam permukaan target.

    Jumlah atom yang terlepas dari permukaan target per ion gas sputter

    (penumbuk) dinyatakan dengan persamaan:

    S = EiMME

    MMk

    si

    si2)(cos)(

    .+θλ

    ........................................ (2)

    Dimana k adalah konstanta yang nilainya tergantung pada jenis target,

    λ (E) adalah jalan bebas rata-rata tumbukan elastis yang merupakan fungsi

    dari jumlah atom kisi dan jari-jari tumbukan model bola tegar, θ adalah sudut

    dating ion gas sputter.

    Jumlah partikel/atom yang terpercik persatuan luasan katoda (target) dapat

    dituliskan oleh persamaan:

  • 20

    Wo =ANe

    AtSJ.

    ...+ ................................................. (3)

    dengan;

    J+ = rapat arus berkas ion (orde mA/cm2)

    e = muatan elektron (1,6 x 10-19 coulomb)

    S = sputter yield (atom/ion)

    t = waktu deposisi

    A = berat atom target (amu)

    NA = bilangan Avogadro (6,021 x 10 23atom/mol)

    Sedangkan jumlah atom yang menempel pada permukaan material

    substrat persatuan luas adalah:

    W=dP

    Wk o.

    1 ................................................... (4)

    dengan;

    k1 = rc/ra, rc dan ra masing-masing adalah jari-jari atom

    katoda dan anoda , untuk system planar k1 =1

    P = tekanan (torr)

    d = jarak antar elektrode (cm)

    Wo = jumlah atom yang tersputter per satuan luas

    katoda (atom/cm2)

    Untuk laju deposisi (kecepatan pertumbuhan) lapisan tipis pada substrat

    adalah:

  • 21

    R=t

    W ...................................................... (5)

    Dimana t adalah lamanya proses deposisi.

    2.2.8. Proses Pembentukan Lapisan Tipis TiN pada bahan pahat baja HSS

    Proses deposisi dengan teknik sputtering ini menggunakan gas argon. Proses

    tumbukan partikel-partikel gas argon dengan permukaan atom target (titanium)

    dalam lucutan pijar menggunakan tegangan tinggi DC yang timbul akibat beda

    tegangan antara katoda dan anoda. Adanya beda tegangan ini menyebabkan ion-

    ion bergerak bebas menuju katoda. Ion-ion positif yang terjadi akibat ionisasi

    akan dipercepat oleh medan listrik menuju katoda dan menumbuk dengan energi

    yang sangat tinggi dengan diikuti tumbukan berikutnya secara terus-menerus.

    Proses tumbukan ini merupakan peristiwa penting yang mengawali proses

    pembentukan lapisan tipis dalam permukaan bahan ( Wasa dan Hayakawa, 1992).

    Dalam proses deposisi, bahan target ditembak dengan partikel-partikel berat

    yang bergerak cepat dalam suatu sistem vakum, sehingga atom-atomnya terlepas

    dan terpercik ke berbagai arah yang sebagian akan menuju ke substrat (baja HSS).

    Atom yang terlepas dengan energi yang tinggi tersebut selanjutnya menumbuk

    permukaan substrat dan menekan atom-atom permukaan menuju tempat interstisi

    pada kisi kristal. Atom-atom yang terlepas tersebut akan bergerak masuk kedalam

    substrat untuk menempati posisi interstisi /mengisi kekosongan pada batas butir.

    Dalam proses pembentukan lapisan tipis terdapat parameter yang

    mempengaruhi, antara lain :

  • 22

    a. Suhu substrat

    Atom-atom suatu bahan tidak bergerak pada suhu 0 KΟ . Pada kondisi

    seperti ini atom-atom menduduki keadaan dengan energi terendah dan

    setiap atom menempati kedudukan kisi dalam susunan geometri yang

    teratur. Setiap kedudukan kisi identik dan tidak terdapat getaran termal

    dalam atom. Bila suhu dinaikkan, maka energinya akan meningkat,

    sehingga akan menyebabkan atom-atom bergetar dan menimbulkan jarak

    antar atom yang lebih besar.

    Jarak antar atom yang lebih besar akan memungkinkan atom-atom

    yang memiliki energi tinggi atau berada diatas energi ikatannya, sehingga

    atom-atom akan bergerak mendobrak ikatannya dan melompat keposisi

    yang baru dan akan mengakibatkan jumlah kekosongan meningkat dengan

    cepat secara eksponensial. Cuplikan yang bersuhu tinggi akan

    memungkinkan atom-atom asing menyusup lebih dalam diantara celah-

    celah atom atau menempati kekosongan yang ada. Hal ini akan

    menyebabkan atom-atom asing terikat dan semakin kuat menempel pada

    bahan, sehingga lapisan yang terbentuk akan memiliki karakterisasi yang

    baik (Van Vlack, 1991).

    b. Waktu deposisi

    Lama waktu pendeposisian akan berpengaruh terhadap ketebalan

    lapisan tipis yang dihasilkan. Semakin lama waktu pendeposisian, maka

  • 23

    semakin banyak atom-atom bahan target yang terdeposit menempati posisi

    interstisi/ kekosongan pada batas butir dalam substrat sehingga kerapatan

    bahan disekitar permukaan akan meningkat dan dapat menghasilkan

    lapisan tipis yang maksimum.

    Kondisi ini juga dipengaruhi oleh daerah interstisi/ kekosongan yang

    disediakan oleh substrat akibat naiknya temperatur. Setelah terbentuknya

    lapisan tipis, akan terjadi saling difusi antar atom-atom yang

    mengendalikan struktur dari lapisan tipis, sehingga permukaan lapisan

    tipis menjadi lebih halus dan proses rekristalisasi berkembang kemudian

    akan terbentuk polikristal-polikristal dengan orientasi yang acak

    (Konuma, 1992)

    c. Aliran gas

    Pada teknik sputtering gas yang dialirkan kedalam tabung ada dua

    macam gas, antara lain: Gas yang menumbuk permukaan target yang

    disebut sebagai gas sputter dan gas yang melapisi permukaan substrat

    yang disebut sebagai gas reaktif. Gas sputter biasanya digunakan gas

    mulia seperti : Kripton (Kr), Xenon (Xe) dan Argon (Ar). Gas reaktif

    biasanya digunakan gas oksigen dan nitrogen. Pengaruh aliran gas

    terhadap hasil sputter ialah semakin banyak gas sputter yang masuk

    kedalam tabung reaktor maka semakin besar atom-atom target yang

    terlempar dan terdeposisi ke substrat sedangkan semakin besar laju aliran

  • 24

    gas reaktif maka semakin kecil jumlah atom-atom yang terdeposisi ke

    substrat.

    2.2.9. Titanium Nitride

    Titanium disini berfungsi sebagai target yang akan digunakan untuk deposisi

    lapisan tipis. Titanium mula-mula dihasilkan dari bijih yang menghasilkan

    titanium dan gas Cl2 yang dipanaskan pada suhu tinggi sehingga menghasilkan

    TiCl4. TiCl4 tersebut kemudian direduksi oleh Mg dan menghasilkan titanium

    spons, kemudian dicairkan ditanur busur listrik didalam vakum dengan

    lingkungan gas mulia untuk membuat titanium ingot. Selanjutnya ingot ditempa

    pada temperatur (800-1000) Cο dan diroll pada suhu (700-800) Cο , kemudian

    dibuat menjadi suatu bahan yang akan dikerjakan selanjutnya.

    Titanium mempunyai titik cair tinggi yaitu 1668 Cο , dengan titik transformasi

    pada suhu 882 Cο dari α Ti (hcp)↔ β Ti (Bcc), ada pada temperatur rendah.

    Berat jenis titanium sebesar 4,54 gr/ cm3 dan mempunyai ketahanan korosi yang

    sangat baik, hampir serupa dengan ketahanan korosi baja tahan karat. Titanium

    sendiri merupakan suatu logam yang aktif, tetapi titanium membentuk pelindung

    halus pada permukaannya yang mencegah berlanjutnya korosi kedalam. Jika

    dipanaskan diudara, akan terjadi lapisan kulit TiO, TiO2 dan Ti2O, sedang

    hidrogen yang terbentuk dari uap air diudara akan diserap oleh titanium.

    Selanjutnya O2 dan N2 juga diserap oleh titanium sehingga menyebabkan titanium

    keras. Oleh karena itu jika Titanium murni sebagai target berikatan dengan gas

  • 25

    reaktif nitrogen akan membentuk ikatan TiN (Titanium Nitride) yang memiliki

    sifat-sifat istimewa antara lain : memiliki kekerasan yang cukup tinggi, tahan

    korosi, tahan terhadap temperatur tinggi, tahan aus, akan nampak berwarna

    keemasan dan memiliki daya ikat yang baik antara pelapis dan bahan yang akan

    dilapisi. Dengan demikian sesuai dengan sifat-sifat tersebut, maka ikatan titanium

    nitride sangat baik untuk membuat lapisan tipis diatas permukaan pahat baja HSS.

    2.2.10. Uji kekerasan

    Untuk mengukur kekerasan pada lapisan tipis hasil deposisi dengan sputtering

    maka pengujian dilakukan dengan alat uji Knoop. Pengujian kekerasan Knoop

    adalah pengujian dengan penumbuk Knoop, dimana indentor (penumbuk)

    berbentuk piramida yang terbuat dari intan yang dapat menghasilkan lekukan/

    bekas injakan pada benda uji dengan bekas injakan berbentuk belah ketupat

    dengan perbandingan diagonal panjang dan pendek adalah 7:1. Angka kekerasan

    Knoop (KHN) adalah :

    2

    23,14d

    fKHN = .......................................... (6)

    dengan ;

    f = besarnya beban penekanan, beban yang digunakan 10gf

    d = diameter bekas injakan, dalam mikrometer ( )μ

    Bentuk penumbuk Knoop yang khusus, memberikan kemungkinan membuat

    lekukan yang lebih rapat dibandingkan lekukan vickers. Sehingga sangat

  • 26

    menguntungkan digunakan untuk mengukur kekerasan lapisan tipis hasil

    sputtering.

    2.2.11. SEM (Scanning Electron Microscopy) dan EDS (Energy Dispersive

    Spectroscopy)

    Apabila berkas elektron mengenai spesimen padat, maka akan terjadi

    beberapa interaksi yang dapat memberikan keterangan struktur bahan tersebut.

    Sebagian berkas elektron yang jatuh dihamburkan kembali dan sebagian lagi

    menembus spesimen. Bila spesimen cukup tipis, sebagian besar elektron

    ditransmisikan dan beberapa elektron dihamburkan secara elastis tanpa

    kehilangan energi, sementara sebagian lagi dihamburkan secara tidak elastis.

    Interaksi dengan atom dalam spesimen menghasilkan pelepasan elektron energi

    rendah, foton sinar X dan elektron auger, yang semuanya dapat digunakan untuk

    mengkarakterisasi bahan ( Smallman, 1999)

    Untuk dapat memperoleh bentuk morfologi lapisan tipis pada bahan dapat

    menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy), yaitu mikroskop yang

    bekerjanya menggunakan berkas elektron untuk mendeteksi sasaran yang pada

    hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Gambar permukaan

    yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan gejala tonjolan dan lekuk

    permukaan. Prinsip kerja dari perangkat SEM adalah menggunakan sinar yang

    dihasilkan oleh elektron sekunder dan atom elektron terpantul akibat interaksi

    elektron yang berasal dari filamen dengan elektron pada objek atau target.

  • 27

    Dengan cara berkas elektron yang dihasilkan oleh filamen diarahkan dari satu

    titik ke titik yang lain pada objek. Gerakan berkas elektron dari satu titik ketitik

    yang lain pada daerah objek seperti gerakan membaca, yang sering disebut

    scanning. Gerakan scanning ditimbulkan oleh scanning coil sedangkan pantulan

    dideteksi oleh fotomultiplier. (Sayono, 2000). Data-data sinyal tersebut yang

    berasal dari suatu titik sampel ke titik yang lain diperkuat oleh video amplifier

    dan selanjutnya setelah disinkronkan oleh scanning sirkuit digambarkan pada

    layar CRT / Cathode Ray Tube. (Mardjono,1996)

    Untuk mengetahui kandungan berbagai unsur kimia dalam lapisan tipis dapat

    diamati dengan menangkap dan mengolah sinyal fluoresensi sinar X yang

    dikeluarkan oleh suatu volume kecil dipermukaan lapisan tersebut. Teknik yang

    dipakai dapat berupa EDS (Energy Dispersive Spectroscopy) atau WDS

    (Wavelength Dispersive Spectroscopy). Data yang diperoleh berupa spektrum

    yang menunjukkan hubungan antara energi dan intensitas. Spektrum ini

    dihasilkan dari penembakan berkas elektron pada target. Berkas elektron tersebut

    akan menyebabkan eksitasi ke keadaan ground state. Energi yang dilepaskan

    antara lain berupa sinar X. Setiap atom memiliki tingkat energi tertentu untuk

    masing-masing orbit elektronnya, sehingga energi sinar-X yang dilepaskan juga

    mempunyai nilai tertentu (karakteristik). Energi karakteristik sinar X inilah yang

    menunjukkan komposisi kimia yang terkandung didalam lapisan tipis. Prinsip

    kerja analisis unsur dengan menggunakan EDS (Energi Dispersive Spectroscopy)

  • 28

    adalah mendeteksi pendaran sinar X yang dipancarkan oleh unsur atom bahan

    sasaran. Pendaran sinar X timbul sebagai akibat interaksi berkas elektron energi

    tinggi dengan elektron-elektron dari atom sasaran, sehingga elektron tersebut

    tereksitasi yaitu terlemparnya elektron dari orbit awal ke orbit yang energinya

    lebih rendah sambil memancarkan energi yang diserap dalam bentuk sinar X. Dari

    energi sinar X yang dipancarkan dapat diketahui jenis atom/ unsur yang

    terkandung dalam bahan sasaran (Walla and Whilley, 1973)

  • 29

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Diagram Alir Penelitian

    Gambar 3.1: Diagram Alir Penelitian

    Preparasi Sampel

    Persiapan Bahan

    Sputter TiN pada HSS HSS mula-mula

    Mulai

    1. Waktu deposisi (30, 60, 90, 120) menit

    2. Suhu (150,200,250,300)˚C

    3. Aliran N2(6,7,8)sccm

    Sputter t, T, optimal

    Uji kekerasan knoop

    SEM

    EDS

    Selesai

    Nilai kekerasan mula-mula

    1. Nilai kekerasan t, T optimal 2. Nilai kekerasan t, T, N2 optimal

    1 & 21 & 2

    2

    1

    3

    1

    3

    2

  • 30

    3.2 Persiapan Bahan dan Peralatan Penelitian

    3.2.1 Bahan-bahan yang digunakan didalam penelitian, antara lain :

    a. Pahat Bubut Baja HSS

    Gambar 3.2 : Pahat Bubut Baja HSS

    Pada Gambar 3.2 bahan yang digunakan adalah pahat bubut baja HSS

    dengan ukuran (9,525 x 9,525 x 99) mm3. Baja HSS ini dibeli dipasaran

    tanpa sertifikasi. Sampel baja HSS ini yang nantinya sebagai substrat pada

    mesin sputtering dc, namun sebelumnya dilakukan preparasi sampel

    terlebih dahulu sebelum diletakkan pada mesin sputtering.

    b. Titanium Murni

    Titanium yang digunakan merupakan titanium murni berbentuk pelat

    sebagai target dengan diameter 60 mm dan tebal 3 mm, sudah tersedia di

    Laboratorium Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB)-

    BATAN, Yogyakarta.

  • 31

    c. Gas Nitrogen dan Gas Argon

    Gas nitrogen sebagai gas reaktif dan gas argon sebagai gas sputter

    yang tersedia di Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB)-

    BATAN, Yogyakarta.

    d. Kertas Gosok

    Kertas gosok yang digunakan dengan grit size 600 sampai dengan

    2000, untuk menghaluskan permukaan spesimen.

    e. Autosol metal polish

    Autosol metal polish digunakan untuk memoles spesimen yang akan

    diuji kekerasan mikro dan di-sputtering.

    3.2.2 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian, antara lain :

    a. Alat sputtering DC

    Alat sputtering dc telah tersedia di laboratorium PTAPB-BATAN,

    Yogyakarta yang ditunjukkan pada Gambar 3.3.

    Gambar 3.3 : Alat Sputtering DC

  • 32

    b. Microhardness Tester Knoop

    Alat ini digunakan untuk menguji kekerasan mikro lapisan tipis TiN

    pada substrat baja HSS. Alat uji kekerasan ini menggunakan alat uji

    kekerasan knoop yang tersedia di Laboratorium Bahan Teknik Jurusan

    Teknik Mesin, Fakultas Teknik UGM yang ditunjukkan pada Gambar 3.4

    Gambar 3.4 : Microhardness Tester Knoop (KHN)

    c. Electric Discharge Machine (EDM)

    Gambar 3.5 : Alat Electric Discharge Machine (EDM)

    Pada Gambar 3.5 digunakan untuk memotong pahat baja HSS menjadi

    sampel pahat sebelum disputtering. Alat ini tersedia di Laboratorium

    Proses Permesinan Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik UNY.

  • 33

    d. Ultrasonic Cleaner

    Alat ini digunakan untuk membersihkan spesimen / sampel yang akan

    disputtering. Alat ini tersedia di Laboratorium PTAPB-BATAN,

    Yogyakarta.

    e. Oven

    Alat ini digunakan untuk menguapkan zat-zat kimia yang terkandung

    didalam sampel setelah diultrasonic cleaner . Oven yang digunakan

    dengan merk Heraeus telah tersedia di PTAPB-BATAN, Yogyakarta.

    f. Scanning Electron Microscopy (SEM) & Energy Dispersive Spectroscopy

    (EDS)

    Alat SEM ini digunakan untuk mengamati morfologi permukaan

    sruktur mikro bahan dan EDS digunakan untuk mengetahui komposisi

    unsur-unsur kimia bahan serta tebal deposisi lapisan bahan. Alat ini

    tersedia di Laboratorium Geologi Kuarter (P3GL) Bandung. Alat SEM

    dan EDS ini ditunjukkan pada Gambar 3.6

    Gambar 3.6 : Alat Uji SEM dan EDS

  • 34

    3.3 Preparasi Sampel

    Gambar 3.7 : Potongan sampel pahat bubut baja HSS

    Baja HSS yang dibeli dipasaran memiliki ukuran (9,525 x 9,525 x 99) mm3

    kemudian dipotong-potong dengan ukuran (9,525 x 9,525 x 3) mm3 agar sesuai

    dengan chuck / pemegang pada substrat seperti yang ditunjukkan pada Gambar

    3.7. Bahan baja HSS adalah logam yang sangat keras, maka untuk dapat

    memotongnya digunakan EDM (Electric Discharge Machine) yang ada di

    Laboratorium Proses Permesinan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UNY.

    Gambar 3.8 : Proses Pemotongan pahat baja HSS dengan EDM

    Pada Gambar 3.8 menunjukkan cara kerja mesin EDM didalam pemotongan

    pahat baja HSS dengan ketebalan 3 mm. Cara kerja alat ini sangat sederhana,

    pahat baja yang masih berupa batangan (pahat standar) diletakkan pada chuck

  • 35

    atau pemegang yang menjepit kedua sisinya. Tuas pemotong dari alat EDM

    berupa lempengan / plat timbal yang diletakkan pada penjepit atas yang dapat

    bergerak naik turun sesuai arah sumbu x, y dan z. Tuas pemotong ini dapat

    dijalankan dengan menekan tombol otomatis yang berada disamping alat dan

    memasukkan koordinat pemotongan. Bahan pahat yang akan dipotong direndam

    dengan media berupa minyak tanah yang disemprotkan melalui selang. Hal ini

    dilakukan untuk mempertahankan suhu pada saat pemotongan, sehingga suhu

    pada saat pemotongan tidak tinggi sesuai suhu ruangan sebesar 27 Cο . Hanya

    pada saat pertama alat ini melakukan pemotongan, suhu yang terjadi sangat tinggi

    sekitar 1000 Cο , kemudian suhu menjadi menurun sampai pada suhu ruangan.

    Suhu pemotongan bisa menurun karena pada saat proses pemotongan pada ujung

    pemotong dari alat EDM ditembak dengan minyak tanah yang keluar melalui

    ujung selang dan berfungsi sebagai media pendingin, selain sebagai media

    pendingin fungsi minyak tanah juga sebagai isolator terhadap aliran listrik,

    sehingga pada saat operator menjalankan alat ini tidak mengalami kecelakaan

    kerja. Proses EDM merupakan proses pengambilan materi dengan proses erosi

    akibat lucutan bunga api listrik karena adanya beda potensial. Agar dapat bekerja

    secara optimal pada proses sputtering, maka spesimen/ benda uji harus

    dipersiapkan dengan baik, antara lain :

  • 36

    a. Diamplas

    Gambar 3.9 : Spesimen pahat baja HSS hasil pemotongan dengan EDM

    Pada Gambar 3.9 menunjukkan hasil pemotongan pahat baja HSS

    dengan alat EDM, dimana permukaan pahat masih tidak rata atau

    kasar dan untuk meratakan permukaannya dengan menggunakan

    kertas gosok mulai dari grit size 600 sampai 2000. Proses

    pengampelasan permukaan pahat baja HSS membutuhkan waktu yang

    lama. Hal ini disebabkan sifat baja yang keras, sehingga untuk

    meratakan permukaan satu spesimen pahat baja HSS dibutuhkan

    waktu 6 jam lamanya. Hasil yang akan diperoleh dari proses

    pengamplasan adalah permukaan pahat yang rata dan halus.

  • 37

    b. Dipolish

    Gambar 3.10 : Spesimen pahat baja HSS yang dipolish

    Permukaan spesimen pahat baja HSS setelah selesai diratakan

    dengan kertas gosok, selanjutnya dilakukan pemolishan dengan

    menggunakan autosol metal polish yang digosokkan permukaannya

    pada kain bludru atau kain perca. Menggosokkan permukaan pahat

    baja HSS ini harus searah, hal ini dilakukan untuk menghilangkan

    goresan akibat bekas ampelas, sehingga permukaan dari spesimen

    pahat kelihatan halus dan mengkilat seperti yang ditunjukkan pada

    Gambar 3.10.

    c. Diultrasonic cleaner

    Sebelum dimasukkan ke dalam mesin sputtering, spesimen pahat

    baja HSS dibersihkan terlebih dahulu dengan alat yang disebut

    ultrasonic cleaner. Tujuan pembersihan dengan ultrasonic cleaner ini

    adalah untuk membersihkan kotoran-kotoran dari zat-zat kimia yang

    menempel pada spesimen pahat baja HSS. Prosesnya sangat

    sederhana, spesimen tadi dimasukkan dalam beker glass kemudian

  • 38

    diberi larutan alkohol 90% dan spesimen pahat direndam didalam

    beker glass kemudian diletakkan pada mesin ultrasonic cleaner. Proses

    ini berlangsung sangat lama kurang lebih 1 jam lamanya dengan

    ditandai keruhnya alkohol. Proses ini dilakukan sebanyak 2 kali.

    d. Dioven

    Spesimen pahat baja HSS yang telah selesai proses ultrasonic

    cleaner tersebut masih belum benar-benar bersih karena masih

    mengandung alkohol. Untuk itu spesimen pahat tadi diambil dari beker

    glass dengan menggunakan pinset/ penjepit dan dikeringkan dengan

    menggunakan hair dryer. Spesimen pahat tadi telah kering, kemudian

    dipanaskan dengan oven pada suhu 150 Cο selama 1 jam lamanya

  • 39

    3.4 Pelaksanaan sputtering TiN pada pahat baja HSS

    Gambar 3.11 : Skema alat sputtering DC

    Sampel pahat baja HSS diletakkan pada anode (kutub Positif) sebagai substrat

    dan pelat titanium murni diletakkan pada katode (kutub negatif) sebagai target

    didalam suatu ruangan/ tabung, kemudian tabung/ ruangan tempat kedua bahan

    tadi divakumkan dengan tekanan mencapai 10-5 torr. Gas argon sebagai gas

    sputter dialirkan kedalam tabung reaktor dan selanjutnya dialirkan gas nitrogen

    sebagai gas reaktif. Pada tabung yang telah divakumkan memiliki tekanan rendah

    dipasang beda tegangan yang menghasilkan arus listrik, arus ini yang akan

    mengionisasi gas yang ada didalam tabung, sehingga menghasilkan muatan

  • 40

    positif dan negatif yang seimbang. Kondisi ini disebut sebagai plasma. Adanya

    beda potensial pada kedua elektrode menimbulkan medan listrik yang akan

    mempengaruhi ion-ion gas sputter untuk dapat bergerak menumbuk ke target.

    Tumbukan yang terjadi pada permukaan target berlangsung terus-menerus dan

    terjadi sangat cepat, sehingga terjadi transfer momentum. Atom- atom titanium

    yang terlempar keluar akan berikatan dengan nitrogen membentuk ikatan TiN

    (Titanium nitride) yang bergerak menuju permukaan substrat. Prinsip inilah yang

    mendasari pemanfaatan plasma sputtering untuk mendeposisikan lapisan tipis

    pada permukaan bahan.

    3.5 Karakterisasi

    Karakterisasi hasil sputtering spesimen pahat baja HSS, antara lain :

    a. Pengujian kekerasan knoop (KHN)

    Karakterisasi uji kekerasan hasil lapisan tipis TiN pada spesimen pahat

    baja HSS dilakukan dengan Knop. Pengujian kekerasan diamati mulai dari

    sampel pahat mula-mula sampai pada sampel spesimen pahat baja HSS

    hasil proses sputtering dengan beberapa parameter, antara lain : variasi

    suhu, variasi waktu deposisi, dan variasi aliran gas nitrogen.Untuk setiap

    spesimen dilakukan pengujian kekerasan sebanyak 3 kali dengan beban

    penekanan sebesar 10 g. Dari pengujian kekerasan ini diperoleh nilai

    kekerasan masing-masing spesimen pahat baja HSS hasil sputtering. Nilai

    kekerasan spesimen pahat baja HSS dari masing-masing parameter

  • 41

    sputtering diperoleh hasil nilai kekerasan pahat baja HSS yang paling

    tinggi atau optimum kemudian dilakukan analisis data dan pembahasan.

    b. Scanning Electron Microscopy (SEM)

    Setelah spesimen pahat baja HSS dilakukan karakterisasi kekerasan,

    maka selanjutnya spesimen pahat baja HSS ini dilakukan karakterisasi

    struktur mikro dengan alat SEM di laboratorium P3GL Bandung. Hasil

    karakterisasi dengan SEM berupa foto yaitu untuk menentukan morfologi

    permukaan baik untuk spesimen pahat baja HSS mula-mula maupun

    spesimen pahat baja HSS yang telah disputtering, kemudian dari hasil ini

    dilakukan analisisnya. Untuk spesimen pahat baja HSS yang dilakukan uji

    SEM berjumlah 3 sampel, diambil sampel penampang muka pahat baja

    HSS mula-mula dan sampel pahat baja HSS hasil sputtering, yang

    memiliki karakterisasi kekerasan paling tinggi. Sampel pahat baja HSS

    hasil sputtering yang memiliki kekerasan paling tinggi ini dibagi menjadi

    dua bagian dengan alat EDM untuk menentukan panampang muka dan

    penampang lintang.

    c. Energy Dispersive Spectroscopy (EDS)

    Hasil dari karakterisasi SEM berupa foto, sedangkan karakterisasi

    dengan EDS berupa spektrum untuk memperoleh komposisi unsur-unsur

    kimia pada spesimen pahat baja HSS. Karakterisasi spesimen pahat baja

    HSS dengan EDS juga dilakukan pada spesimen pahat baja HSS standar

  • 42

    dan spesimen pahat baja HSS yang telah disputtering dengan parameter

    sputtering yang optimal. Pada kondisi spesimen pahat baja HSS hasil

    sputtering dengan kondisi yang optimal juga diambil spektrum pada

    penampang muka dan penampang lintang untuk memperoleh ketebalan

    lapisan.

  • 43

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Uji Kekerasan

    Proses lapisan tipis TiN pada bahan baja HSS telah dilakukan variasi

    suhu, waktu deposisi, dan aliran gas nitrogen dengan teknologi sputtering

    diharapkan diperoleh hasil yang optimal. Pada awalnya proses sputtering

    dilakukan variasi suhu mulai dari suhu 150˚C, 200˚C, 250˚C, dan 300˚C

    sedangkan untuk waktu deposisi mulai dari 30 menit, 60 menit, 90 menit dan

    120 menit, aliran gas nitrogen dari 5 sccm, 6 sccm, 7 sccm, 8 sccm. Hasil dari

    proses sputtering dengan variasi suhu dan waktu deposisi diatas, kemudian

    dilakukan pengujian kekerasan yang dilakukan di Laboratorium Bahan Teknik

    Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik UGM dengan setiap spesimen

    dilakukan pengujian sebanyak 3 kali, penekanan dengan beban sebesar 10 g.

    Dari hasil pengujian semua spesimen, maka diperoleh spesimen dengan nilai

    kekerasan optimal pada kondisi parameter sputtering yaitu pada suhu 250˚C,

    waktu deposisi selama 90 menit dan aliran gas nitrogen 5 sccm. Hasil nilai

    kekerasan dengan knoop untuk variasi suhu, waktu deposisi dan aliran gas

    nitrogen ditunjukkan pada Tabel 4.1

  • 44

    Tabel 4.1 Hasil uji kekerasan dengan variasi suhu dan waktu deposisi.

    Suhu

    (˚C)

    Waktu

    deposisi

    (menit)

    Pengujian

    ke-I

    )( mμ

    Pengujian

    ke- II

    )( mμ

    Pengujian

    ke-III

    )( mμ

    KHN1

    (KHN)

    KHN2

    (KHN)

    KHN3

    (KHN)

    Rata-

    rata

    (KHN)

    150˚C

    30 15,1 14,9 12,7 624 640,9 882,1 715,66

    60 17,8 17,5 17,2 449 464,6 480,9 464,76

    90 13,8 14,3 14 747,1 695,8 725,9 722,93

    120 19,0 18,6 20,6 394,1 411,2 335 380,1

    200˚C

    30 18,7 16,8 21,6 406,9 504,1 304,9 405,3

    60 12,1 13,6 11,1 971,8 769,3 1175,9 972,33

    90 9,9 14,7 9,2 1451,7 658,4 1681,1 1263,73

    120 14,4 20,2 15,5 686,1 348,7 592,2 542,33

    250˚C

    30 20,6 26,0 23,9 335,3 210,4 249,1 264,93

    60 21 24,9 23,6 322,6 229,4 255,4 269,13

    90 8,0 8,6 7,7 2223,2 1923,8 2399,8 2182,26

    120 14,5 13,6 15,5 676,7 769,3 592,2 679,4

    300˚C

    30 20,6 20,6 23,8 335,3 335,3 251,2 307,26

    60 17,4 15,2 19,9 469,9 615,8 359,3 481,66

    90 20,9 17,6 17,6 325,7 459,3 459,3 414,76

    120 24,7 28,9 26,3 233,2 170,3 205,7 203,06

  • 45

    Dari Tabel 4.1 dapat dibuat gambar grafik kekerasan terhadap waktu

    deposisi pada variasi suhu (150, 200, 250, 300) ˚C yang ditunjukkan pada

    Gambar 4.1 dibawah ini.

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    2500

    0 30 60 90 120 150

    Waktu deposisi (menit)

    Kek

    eras

    an (K

    g/m

    m2 )

    suhu 150˚Csuhu 200˚Csuhu 250˚Csuhu 300˚C

    Gambar 4.1 Grafik kekerasan terhadap waktu deposisi pada variasi suhu (150, 200, 250, 300) ˚C pada aliran gas nitrogen 5 sccm

    Pada Gambar 4.1 menunjukkan pada suhu 250˚C dan waktu deposisi 90

    menit diperoleh nilai kekerasan knoop paling tinggi, yaitu 2182,26 Kg/mm2

    yang merupakan kondisi parameter sputtering optimal. Pada Gambar 4.1

    semakin tinggi waktu deposisi, maka tampak adanya kenaikan nilai kekerasan

    hal ini disebabkan waktu untuk menumbuk permukaan target (titanium) juga

    lebih lama dan intensitas tumbukan yang terjadi lebih banyak sehingga atom-

    atom TiN yang terlempar keluar juga lebih banyak sehingga jumlah atom-

    atom yang terdeposisi ke permukaan target lebih banyak juga sehingga lapisan

    yang terjadi lebih homogen. Hal ini juga dipengaruhi dengan adanya kenaikan

  • 46

    suhu semakin tinggi, maka nilai kekerasan juga naik. Suhu yang tinggi pada

    substrat membuat substrat (baja HSS) memuai yang mengakibatkan atom-

    atom HSS berjauhan letak susunan atomnya dan terdapat ruang untuk diisi

    oleh atom-atom dari target yang maikn lama mengisi kekosongan semakin

    banyak sehingga lapisan yang terjadi semakin rata atau homogen yang

    mengakibatkan lapisan lebih tebal. Fenomena sputtering terjadi sampai pada

    kondisi suhu 250˚C dan waktu deposisi 90 menit, namun pada suhu 300˚C

    dan waktu deposisi 120 menit kekerasan mengalami penurunan. Kondisi ini

    dapat dijelaskan bahwa pada kondisi ini suhu substrat yang semakin tinggi

    mencapai 300˚C menyebabkan substrat memuai yang menjadikan ikatan antar

    atom-atom pada substrat semakin longgar dan ruang kosong semakin besar

    sehingga atom-atom yang terdeposisi berebutan untuk mengisi kekosongan

    dan ada sebagian atom-atom target tidak memperoleh tempat yang

    menghasilkan lapisan yang tipis dan tidak homogen. Pada saat pengujian

    kekerasan pada suhu 300˚C, waktu deposisi 120 menit dan aliran gas reaktif

    nitrogen sebesar 5sccm diperoleh kekerasan baja HSS sebesar 203,26 Kg/mm2

    mengalami penurunan kekerasan dari kekerasan pahat baja HSS mula-mula

    sebesar 819 kg/mm2.

  • 47

    Tabel 4.2 Hubungan nilai kekerasan dengan aliran gas nitrogen

    Aliran gas nitrogen (sccm) Kekerasan (Kg/mm2)

    5 2182,26

    6 247

    7 265

    8 394

    Pada Tabel 4.2 menunjukkan hubungan nilai kekerasan dengan aliran gas

    reaktif nitrogen, dimana semakin banyak aliran gas reaktif nitrogen kekerasan

    yang terjadi mengalami penurunan. Pada Tabel 4.2 dapat dibuat Gambar

    grafiknya yang ditunjukkan pada Gambar 4.2

    0400800

    12001600200024002800

    4 5 6 7 8 9

    Kekerasan

    Alir

    an g

    as N

    itrog

    en( s

    ccm

    )

    Gambar 4.2 Grafik hubungan kekerasan vs aliran gasreaktif nitrogen

    Pada Gambar 4.2 ditunjukkan bahwa semakin banyak aliran gas reaktif

    nitrogen yang masuk ke dalam tabung reaktor maka nilai kekerasannya

    semakin menurun, hal ini disebabkan kondisi tabung reaktor semakin penuh

    dengan aliran gas nitrogen dan yang terjadi gas sputter yaitu argon semakin

  • 48

    menurun sehingga atom argon yang menumbuk ke permukaan target juga

    semakin sedikit yang mengakibatkan atom-atom target yang terlempar atau

    terpercik keluar juga semakin sedikit yang mengakibatkan deposisi lapisan

    juga semakin tipis sehingga nilai kekerasan yang terjadi semakin menurun.

    4.2 Hasil Uji Scanning Electron Microscopy (SEM) & Energy Dispersive

    Spectroscopy (EDS)

    Untuk mengetahui morfologi permukaan spesimen pahat baja HSS dan

    komposisi unsur kimia spesimen pahat baja HSS hasil sputtering dapat

    dilakukan proses pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM) & Energy

    Dispersive Spectroscopy (EDS), dengan pengujian ini dapat diketahui

    morfologi permukaan spesimen pahat baja HSS sebelum di sputtering dan

    sesudah di sputtering serta dapat diketahui adanya penambahan unsur-unsur

    kimia pada spesimen pahat baja HSS setelah proses sputtering.

    Gambar 4.3 Hasil SEM permukaan HSS mula-mula (Perbesaran 500 x)

  • 49

    Pada Gambar 4.3 tampak bahwa morfologi permukaan baja HSS mula-

    mula masih belum adanya pelapisan. Permukaan masih rata dan halus. Untuk

    memastikan unsur-unsur yang terdapat dipermukaan dilakukan EDS. Pada

    Gambar 4.5 dapat diketahui komposisi unsur-unsur yang terdapat pada baja

    HSS mula-mula, antara lain 7,52% C; 1,08% V; 5,16% Cr; 86,23% Fe.

    Pada Gambar 4.4 permukaan baja HSS yang dideposisikan TiN tampak

    adanya lapisan pada permukaan spesimen pahat baja HSS. Permukaan tampak

    tidak rata dan terlihat ada gumpalan besar terdapat di permukaannya.

    gumpalan besar tersebut merupakan TiN yang terdeposisi pada spesimen

    pahat baja HSS. Untuk dapat melihat morfologi permukaan dilakukan uji

    SEM pada Gambar 4.4

    Gambar 4.4 Hasil SEM permukaan HSS yang disputtering pada suhu 250˚C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen 5 sccm

  • 50

    Gambar 4.5 Hasil EDS dari pahat baja HSS mula-mula

    Untuk memastikan adanya penambahan unsur-unsur pada

    permukaan baja HSS dilakukan EDS. Hasil proses EDS baja yang

    terdeposisi TiN pada penampang muka baja HSS dapat dilihat pada

    Gambar 4.6. Pada Gambar 4.6 menunjukkan adanya penambahan unsur

    yaitu berupa nitrogen, titanium dan oksigen. Hal ini menunjukkan proses

    sputtering TiN pada substrat spesimen baja HSS menunjukkan hasil

    dengan adanya penambahan unsur-unsur kimia yang baru jika

    dibandingkan dengan hasil EDS spesimen baja HSS mula-mula. Untuk

    unsur oksigen merupakan penambahan akibat udara luar setelah

    spesimen dikeluarkan dari proses sputtering. Namun disini yang

    terpenting adalah adanya penambahan unsur titanium dan nitrogen

    dalam bentuk ikatan titanium nitride (TiN) yang pada substrat akan

    nampak berwarna kuning keemasan. Hal ini yang menyebabkan sifat

  • 51

    keras pada spesimen pahat baja HSS. Penambahan unsur titanium dan

    nitrogen pada permukaan spesimen pahat baja HSS dapat diketahui

    melalui pengujian EDS pada Gambar 4.6. Untuk mengetahui morfologi

    permukaan spesimen pahat baja HSS yang terdeposisi TiN pada suhu

    250˚C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen sebesar 5

    sccm pada penampang lintang dapat dilihat pada Gambar 4.7, dimana

    pada pengujian SEM preparasi sampel kurang maksimal. Pada kondisi

    ini unsur-unsur kimia dari titanium nitride menyebar merata pada bagian

    penampang lintang sehingga tidak dapat dibedakan bagian base metal

    benda. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 4.8 hasil

    pengujian EDS dimana bagian terdalam spesimen yang seharusnya

    merupakan base metal benda telah terdeposisi oleh ikatan titanium

    nitride sehingga ketebalan lapisan tidak dapat diukur dengan akurat.

    Kurangnya persiapan pengujian SEM ini dikarenakan persiapan bahan

    spesimen pahat baja HSS untuk dibuat sampel uji SEM sangatlah sulit,

    dimana harus memotong permukaan spesimen pahat baja HSS menjadi 2

    bagian tanpa harus merusak lapisan. Untuk itu dilakukan rekayasa

    dengan memotong pahat terlebih dahulu sebelum disputtering, sehingga

    pada saat proses sputtering atom-atom titanium dan nitrogen masuk

    kedalam spesimen panampang lintang pahat baja HSS melalui sela-sela

    potongan.

  • 52

    Gambar 4.6 Hasil EDS permukaan spesimen pahat baja HSS pada suhu 250˚C, waktu deposisi 90 menit aliaran gas nitrogen 5 sccm

    Gambar 4.7 Hasil Uji SEM baja HSS pada penampang lintang pada suhu 250˚C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen 5 sccm

  • 53

    Gambar 4.8 Hasil EDS penampang lintang baja HSS pada suhu

    250˚C, waktu deposisi 90 menit dan aliran gas reaktif nitrogen 5

    4.3 Kesulitan-kesulitan penelitian

    Didalam penelitian sputtering pahat potong baja HSS dengan TiN

    mengalami berbagai kendala antara lain :

    a. Persiapan spesimen/ benda uji

    Untuk membuat spesimen uji sputtering, maka pahat baja HSS

    dipotong dengan ketebalan 3 mm. Pemotongan ini hanya bisa

    dilakukan dengan mesin EDM. Hal ini disebabkan sifat baja HSS yang

    sangat keras dan ulet. Pemotongan pahat baja HSS untuk satu

    spesimennya membutuhkan waktu 1 jam lamanya dan biaya yang

    sangat mahal. Mesin EDM di Yogyakarta ini hanya ada di Universitas

  • 54

    Negeri Yogyakarta (UNY). Kendala selanjutnya pada persiapan

    spesimen untuk disputtering adalah diratakan permukaannya dengan

    diamplas menggunakan kertas gosok, dimana membutuhkan waktu 6

    jam lamanya untuk satu buah spesimen.

    b. Pengaturan aliran gas nitrogen

    Pengaturan aliran gas nitrogen ini masih bersifat manual dan

    dalam pengaturannya untuk mendapatkan nilai yang tepat masih

    kurang atau sulit dilakukan.

    c. Pengujian kekerasan

    Pada pengujian kekerasan dengan Knoop sulit dilakukan untuk

    menentukan bekas injakan pada permukaan spesimen uji, dikarenakan

    bekas injakan yang sangat kecil dengan beban sebesar 10 g. Struktur

    logam yang tidak rata jika diamati dengan mikroskop terkadang

    membuat kurang telitinya penentuan bekas injakan bila dibandingkan

    dengan adanya rongga-rongga pada spesimen yang merupakan

    struktur logam baja HSS yang tidak homogen. Hal ini membutuhkan

    ketelitian pengamatan.

    d. Persiapan spesimen untuk uji SEM & EDS

    Pada persiapan spesimen uji SEM dan EDS ini juga mengalami

    kendala didalam pemotongan penampang lintang pahat baja HSS

  • 55

    dengan kondisi yang terdeposisi TiN dan lapisan ini sangat tipis tanpa

    merusaknya.

  • 56

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    Dari proses deposisi lapisan tipis TiN pada substrat pahat baja HSS

    dapat disimpulkan bahwa :

    1. Pada proses deposisi lapisan tipis TiN kekerasan optimal terjadi

    pada kondisi sputtering optimal pada suhu 250˚C, waktu 90 menit

    dan laju aliran gas nitrogen 5 sccm. Peningkatan kekerasan sebesar

    166% yaitu dari kekerasan awal 819 kg/ mm2 menjadi 2182,82

    kg/mm2.

    2. Pengujian SEM menunjukkan bahwa pada pahat yang disputter

    TiN terdapat adanya lapisan tipis pada permukaan.

    3. Hasil pengujian EDS menunjukkan adanya unsur Ti dan N pada

    pahat yang disputter.

  • 57

    5.2. Saran

    Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan bahwa :

    1. Hasil penelitian ini dapat diteruskan untuk melakukan penelitian

    selanjutnya dengan mendeposisikan TiN-AlN, TiN-AlN-TiN atau

    AlN-TiN-AlN

    2. Untuk proses sputtering dapat ditingkatkan suhunya dan waktu

    deposisi lebih lama daripada penelitian sebelumnya

  • 58

    DAFTAR PUSTAKA ASM International, 1997, Metals Handbook of Machining, Ninth Edition Vol. 16,

    Material Atmono, T.M., 2003, Sputtering Untuk Rekayasa Permukaan Bahan, Diktat kuliah

    Workshop, P3TM-BATAN, Yogyakarta Bambang Priambodo., 1992, Teknologi Mekanik, Jilid II, Penerbit Erlangga, Jakarta Budi Setyahandana., 2004, Ilmu Logam , Diktat Kuliah Jurusan Mesin, Universitas

    Sanata Dharma, Yogyakarta Gerling., 1974, All About Machine Tools, Wiley Eastern Private Limited, New Delhi,

    India Ibrahim, A.G., 2004 Pengaruh Tebal Potong Terhadap Laju Keausan Pahat Bubut HSS

    Yang Dilapisi Titanium Nitrida dengan Teknik Sputtering, Tesis, Jurusan Teknik Mesin UGM

    Konuma , M., 1992, Film Deposition by Plasma Techniques, Spinger-Verlag, Berlin, Germany

    Malau, V., 2003, Perlakuan Permukaan, Diktat Kuliah, Jurusan Teknik Mesin UGM Ostwald, P.F., and Munoz, J., 1997, Manufacturing Processes and Systems, John Wiley

    & Sons, Inc., new york, USA Sriati Djaprie., 1993, Teknologi Mekanik, Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta Suyitno, B.A., 2003, Sputtering Untuk Rekayasa Permukaan Bahan, Diktat Kuliah

    Workshop, P3TM-BATAN, Yogyakarta Van Vlack., 1993, Ilmu dan Teknologi Bahan, Edisi V, Penerbit Erlangga, Jakarta Wasa, K., Hayakawa, S., 1992, Handbook Of Sputter Deposition Technology Principles,

    Technology and Application, Noyes Publication, New Jersey, USA Yuniarto H.A., Mudjijana, Malau V., Adika., 2003, Pengaruh Deposisi Lapisan Tipis TiN

    Pada UJUNG Mata Bor terhadap laju Pengeboran Pada Baja Karbon Rendah, Media Teknik, No 4 Tahun XXV, November, 49-54

  • 59

    Lampiran 1

    1. Foto pahat baja HSS

    2. Foto hasil potongan sampel pahat HSS

    3. Foto Mesin EDM

    4. Foto alat uji kekerasan knoop

  • 60

    Lampiran 1 (lanjutan)

    5. Foto alat uji SEM & EDS

    6. Foto alat sputtering DC

  • 61

    Lampiran 2

    1. Hasil SEM & EDS HSS mula-mula

    2. Hasil SEM & EDS sputtering pada kondisi optimal

  • 62

    Lampiran 2 (lanjutan)

    3. Hasil SEM & EDS penampang lintang sputtering pada kondisi optimal

    1.pdf2.pdf3.pdf4.pdf5.pdf6.pdf7.pdf8.pdf