bab i tes pendengaran

Upload: doktermuda14

Post on 13-Oct-2015

71 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul dilingkungan eksternal, yaitu masa pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi berselang seling mengenai memberan timpani pada telinga.1

Telinga merupakan organ yang penting bagi kehidupan manusia. Fungsi telinga sebagai indra pendengaran mutlak membantu proses komunikasi, proses belajar pada anak-anak terutama, bahkan ada profesi yang membutuhkan kejelian indra pendengaran dalam menerima suara.

Dalam fungsinya sebagai indra pendengaran, terkadang mengalami gangguan atau penurunan fungsi, yang dapat diakibatkan oleh adanya gangguan hantaran udara dan hantaran tulang, trauma, atau karena proses usia. Untuk itu, kita dapat melakukan pemeriksaan tes fungsi pendengaran.

Ada beberapa macam tes fungsi pendengaran yang lazim dilakukan. Dimulai dari tes yang paling sederhana, yaitu Tes Garpu Penala meliputi Tes Rinne, Webber, dan Swabach. Tes Berbisik, lebih canggih lagi dengan Tes Audiometri, dan kini sudah kita kenal dengan Tes BERA yang merupakan tes neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara.B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam referat ini yaitu tes apa saja yang digunakan untuk menilai fungsi pendengaran?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis mempunyai tujuan untuk dapat mengetahui dan mengerti jenis-jenis tes yang digunakan untuk menilai fungsi pendengaran.

D. Manfaat Penulisan1. Bagi penulis

Menambah wawasan, keterampilan, serta ilmu yang bermanfaat dari literatur yang dibaca.

2. Bagi Bidang Pendidikan

Menjadikan landasan ilmiah mengenai pemeriksaan fungsi pendengaran.3. Bagi Bidang Pelayanan Kesehatan

Memberikan dasar pemeriksaan fungsi pendengaran bagi dokter umum ditempat pelayanan kesehatan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Telinga

Telinga merupakan organ pendengaran dan sistem keseimbangan, terdiri dari telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. 2

Gambar 2.1 Anatomi Telinga3 Sebagai Organ Pendengaran (N. Choclearis)

1. Telinga Luar2Terdiri dari 4 bagian:a. Auricula Berfungsi untuk mengumpulkan suara yang diterima.b. Meatus Acusticus Eksternus

Berfungsi untuk menyalurkan atau meneruskan suara ke Kanalis auditorius eksternus.c. Kanalis Auditorius EksternusBerfungsi untuk meneruskan suara ke membran timpani.d. Membran Timpani

Berfungsi untuk resonator pengubah gelombang udara menjadi gelombang mekanik.2. Telinga Tengah2 Telinga tengah adalah ruang berisi udara yang menghubungkan rongga hidung dan tenggorokan, dihubungkan melalui tuba eustachius, yang fungsinya menyamakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga. Tuba eustachius lazimnya dalam keadaan tertutup, akan tetapi dapat terbuka secara alami ketika anda menelan dan menguap. Setelah sampai pada gendang telinga, gelombang suara akan menyebabkan bergetarnya gendang telinga, lalu dengan perlahan disalurkan pada rangkaian tulang-tulang pendengaran. Tulag-tulang yang saling berhubungan ini sering disebut Martil, Landasan, dan Sanggurgi secara mekanik menghubungkan gendang telinga dengan tingkap lonjong didalam telinga dalam. Pergerakan dari oval window (tingkap lonjong) menyalurkan tekanan gelombang dari bunyi kedalam telinga dalam.Telinga tengah terdiri dari:a. Tuba Auditorius (Eustachius)Berfungsi sebagai penghubung faring dan cavum nasofaring untuk:

Proteksi : melindungi dari kuman

Drainase : mengeluarkan cairan Aerofungsi : menyamakan tekanan luar dan dalam

b. Tulang-Tulang Pendengaran (Maleus, Inkus, dan Stapes)

Berfungsi untuk memperkuat gerakan mekanik dan membran timpani untuk diteruskan ke foramen ovale pada koklea sehingga perilimfe pada skala vestibule akan berkembang.3. Telinga Dalam2Telinga dalam terdiri dari:

a. Koklea

Dibagi menjadi:

Skala Vestibule: mengandung perilimfe

Skala Media: mengandung endolimfe

Skala Timpani: mengandung perilimfe

b. Organo Corti

Mengandung sel-sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran dimembran basilaris.

Telinga dalam dipenuhi oleh cairan dan terdiri dari koklea berbentuk spiral yang disebut rumah siput. Sepanjang jalur rumah siput terdiri dari 20.000 sel-sel rambut yang mengubah getaran suara menjadi getaran-getaran saraf yang akan dikirim ke otak. Diotak getaran tersebut akan diinterpretasi sebagai makna suatu bunyi. Hampir 90% kasus gangguan pendengaran disebabkan oleh rusak atau lemahnya sel-sel rambut telinga dalam secara perlahan. Hal ini dikarenakan pertambahan usia atau terpapar bising yang keras secara terus menerus. Gangguan pendengaran seperti ini biasa disebut dengan sensorineural atau perseptif. Hal ini dikarenakan otak tidak dapat menerima semua suara dan frekuensi yang diperlukan sebagai contoh percakapan. Efeknya hampir selalu sama, menjadi lebih sulit membedakan atau memilah pembicaraan pada kondisi bising. Suara-suara nada tinggi tertentu seperti kicauan burung menghilang bersamaan, orang-orang terlihat hanya seperti berguman dan anda sering meminta mereka untuk mengulangi apa yang mereka katakan. Hal ini karena otak tidak dapat menerima semua suara dan frekuensi yang diperlukan sebagai contoh mengerti percakapan. Contoh kecil seperti menghilangkan semua nada tinggi pada piano dan meminta seseorang untuk memainkan sebuah melodi yang terkenal. Hanya dengan 6 atau 7 nada yang salah, melodi akan sulit dikenali dan suaranya tidak benar secara keseluruhan. Sekali sel-sel rambut telinga dalam menglami kerusakan, tidak ada cara apapun yang dapat memperbaikinya. Sebuah alat bantu dengar akan dapat membantu menambah kemampuan mendengar anda. Andapun dapat membantu untuk menjaga agar selanjutnya tidak menjafi lebih buruk dari keadaan saat ini dengan menghindari paparan dari bising yang keras.2 Sebagai Sistem Keseimbangan (N. Vestibularis)21. Canalis Semisirkularis

Canalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi anguler atau rotasional kepala, misalnya ketika memulai atau berhenti berputar, berjungkir balik, atau memutar kepala. Tiap-tiap telinga memiliki tiga kanalis semisirkularis yang tegak lurus satu sama lain.2. Urtikulus

Urtikulus adalah struktur seperti kantung yang terletak didalam rongga tulang diantara kanalis semisirkularis dan koklea. Rambut-rambut pada sel rambut asertif diorgan ini menonjol kedalam suatu lembar gelatinosa diatasnya, yang gerakannya menyebabkan perubahan posisi rambut serta menimbulkan perubahan potensial disel rambut. Sel-sel rambut urtikulus mendeteksi akselerasi atau deselerasi linear horizontal, tetapi tidak memberikan informasi mengenai gerakan lurus yang berjalan konstan.

3. Sacculus

Sacculus adalah struktur seperti kantung yang terletak didalam rongga tulang diantara kanalis semisirkularis dan koklea. Sacculus memiliki fungsi serupa dengan urtikulus, kecuali dia berespons secara selektif terhadap keminringan kepala menjauhi posisi horizontal (misalnya bangun dari tempat tidur) dan terhadap akselerasi atau deselerasi loner vertical (misalnya melompat atau berada dalam elevator).

B. Fisiologi Pendengaran

Getaran suara ditangkap oleh telinga yang dialirkan ke telinga dan mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakan perilimfe dalam skala vestibuli kemudian getaran diteruskan melalui rissener yang mendorong endolimfe dan membran basal ke arah bawah, perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap bundar (foramen rotundum) terdorong kearah luar.

Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang n.VIII yang kemudian meneruskan rangsangan ke pusat sensori pendengaran diotak melalui saraf pusat yang ada dilobus temporalis. Kelainan atau Gangguan Fisiologi Telinga1,21. Tuli Konduktif

Karena kelainan ditelinga luar atau ditelinga tengah

a. Kelainan ditelinga luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah astresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta, osteoma liang telinga.

b. Kelainan ditelinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif adalah tuba katar atau sumbatan pada tuba eustachius, dan dislokasi tulang pendengaran.

2. Tuli Perseptif atau Neurosensoris

Disebabkan oleh kerusakan koklea (N. Auditorius) atau kerusakan pada sirkuit sistem saraf pusat dari telinga. Orang tersebut mengalami penurunan atau kehilangan kemampuan total untuk mendengar suara dan akan terjadi kelainan pada organo corti, saraf (n. Coclearis dan n. Vestibularis).

3. Tuli Campuran

Terjadi karena tuli konduktif yang pada pengobatannya tidak sempurna sehingga terjadi infeksi sekunder (tuli neurosensoris).

Kekurangan pendengaran adalah keadaan dimana seseorang kurang dapat mendengar dan mengerti suara atau percakapan yang didengar untuk mendiagnosis kurang pendengaran. Sebagai dokter umum cukuplah memperhatikan keempat aspek penting berikut ini:

Penentuan pada penderita apakah ada kurang pendengaran atau tidak.

Jenis kurang pendengaran (KP).

Derajat kurang pendengaran (KP).

Menentukan penyebab kurang pendengaran (KP).

a) Penentuan pada penderita apakah ada kurang pendengaran atau tidak

Dalam penentuan apakah ada kurang pendengaran atau tidak pada penderita, hal penting yang harus diperhatikan adalah umur penderita. Respon manusia terhadap suara atau percakapan yang didengarnya tergantung pada umur pertumbuhannya. Usia 6 tahun diambil sebagai batas, kurang dari 6 tahun respon anak terhadap suara atau percakapan berbeda-beda tergantung umurnya, sedangkan >6 tahun respon anak terhadap suara atau percakapan yang didengar sama dengan orang dewasa karena luasnya aspek diagnostik kurang pendengaran. Pada kedua golongan umur tersebut, maka dalam referat ini yang diuraikan hanya diagnostik kurang pendengaran pada anak usia >6 tahun dan dewasa.

b) Jenis kurang pendengaran (KP)

Jenis kurang pendengaran berdasarkan lokalisasi lesi:

1) KP jenis hantaran

Lokalisasi gangguan atau lesi trletak pada telinga luar atau telinga tengah.

2) KP jenis sensorineural

Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga dalam (koklea dan n. VIII).

3) KP jenis campuran

Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga tengah dan telinga dalam.

4) KP jenis sentral

Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada nucleus auditorius dibatang otak sampai dengan korteks otak.

5) KP jenis fungsional

Pada KP jenis ini tidak ditemukan adanya gangguan atau lesi organik pada sistem pendengaran baik perifer maupun sentral, melainkan berdasarkan adanya masalah psikologis atau emosional.

c) Menentukan penyebab KP

Menentukan penyebab KP merupakan hal yang paling sukar diantara keempat batasan atau aspek tersebut diatas, untuk itu diperlukan :

1) Anamnesis yang kuat dan cermat tentang riwayat terjadinya KP tersebut.

2) Pemeriksaan umum dan khusus (telinga, hidung dan tenggorokan) yang teliti.

3) Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan seperti foto dan laboratorium).

Ada 4 cara yang dapat kita lakukan untuk mengetes fungsi pendengaran penderita, yaitu:

1. Tes garpu penala

2. Tes berbisik

3. Pemeriksaan audiometri

4. Tes BERA

C. Tes Penala

Uji pendengaran klinis memerlukan garpu tala. Garpu tala tunggal yang terbaik adalah garpu tala Riverbank 512 Hz. Garpu tala yang berfrekuensi lebih tinggi mungkin tak dapat mempertahankan terdengarnya nada cukup lama agar memadai untuk uji pendengaran, sedangkan garpu tala dengan frekuensi lebih rendah merangsang sensasi getar pada tulang yang adakalanya sulit dibedakan dengan pendengaran nada rendah. Uji garpu tala dasar adalah uji Rinne dan Weber. Uji pendengran lainnya adalah uji Schwabach, uji bing (uji oklusi), dan uji stenger.4

Gambar 2.2 Tes Rinne1. Tes Rinne

Tujuan melakukan tes rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang (HT) dengan hantara udara (HU) pada telinga yang diperiksa.4,5Ada 2 macam tes Rinne, yaitu :

a. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada prosesus mastoid (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes rinne positif (+) jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinnr negatif (-) jika pasien tidak dapat mendengarnya.

b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada prosesus mastoid pasien. Segera pindahkan garpu tala didepan meatus akustikus ekternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garpu tala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus akustikus eksternus (prosesus mastoid). Tes rinne positif (+) jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.

Tabel 2.1 Hasil Uji Tes Rinne, Macam Gangguan Pendengaran Dan Lokasi Gangguan Pendengaran4Hasil Uji RinneStatus PendengaranLokasi

Positif (+) HU HTNormal atau gangguan sesorineural Tak ada atau koklearis-retrokoklearis

Negatif (-) HU < HTGangguan konduksi Telinga luar atau tengah

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakan garpu tala tidak tegak lurus, tangkai garpu tala mengenai rambut pasien dan kaki garpu tala mengenai aurikula pasien.4

Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garpu tala saat kita menempatkan garpu tala di prosesus mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garpu tala sudah berhenti saat kita memindahkan garpu tala kedepan meatus akustikus eksternus. Juga bisa karena jaringan lemak prosesus mastoid pasien tebal. 4

2. Tes Weber

Gambar 2.3 Tes Weber6 Tujuan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya kita letakan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka artinya tidak ada lateralisasi.5

Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan patologis pada MAE atau cavum timpani misalnya: otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus didalam cavum timpani ini akan bergetar, bila ada bunyi segala getaran akan terdengar disebelah kanan.5

3. Tes Schwabach

Tujuan tes schwabach adalah untuk membandingkan daya transport melalui hantaran mastoid antara pemeriksa (normal) dengan pasien. Gelombang-gelombang dalam endolympe dapat ditimbulkan oleh getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporal.5

Cara pemeriksaan nya yaitu dengan meletakan pangkal garpu tala yang sudah digetarkan pada puncak kepala pasien. Pasien akan mendengar suara garpu tala itu makin lama makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garpu tala lagi. Pada saat pasien tidak mendengar suara garpu tala lagi , maka pemeriksa akan memindahkan garpu tala itu ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi: akan mendengar suara atau tidak mendengar suara.5

Gambar 2.4 Tes Schwabach7Tabel 2.2 Contoh Hasil Tes Penala Seseorang Dengan Kurang Pendengaran PadaTelinga Kanan5UjiTelinga KananTelinga Kiri

Rinne Negatif (-)Positif (+)

Weber Lateralisasi ke kanan

Schwabach Memanjang Sesuai dengan pemeriksa

Kesimpulan : tuli konduktif pada telinga kanan Tabel 2.3 Kesimpulan Hasil Tes Penala5Tes Diagnosis

Rinne Weber schwabach

Positif (+)Tidak ada lateralisasiSama dengan pemeriksaNormal

Negatif (-)Lateralisasi ke telinga yang sakitMemanjangTuli konduktif

PositifLateralisasi ke telinga yang sehatMemendekTuli sensorineural

Catatan : pada tuli konduktif < 30 db, Rinne masih bisa positif (+).

4. Tes Bing (Tes Oklusi)

Cara pemeriksaan : tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 db. Penala digetarkan dan diletakan pada pertengahan kepala (seperti pada tes weber).5 Penilaian : bila terdapat lateralisasi ke telinga yang di tutup , berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang di tutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.55. Tes Stenger

Tes stenger digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli).

Cara pemeriksaan : menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah garpu tala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakan didepan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan diletakan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakan didepan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.5

D. Tes Berbisik

Pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah ruangan yang cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Pada nilai normal tes berbisik : 5/6-6/6.5

Cara pemeriksaannya ialah dengan membisikan kata-kata yang dikenal penderita dimana kata-kata itu mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak penderita dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-kata yang dibisikan dengan benar. Pada orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang dibsikan pada jarak 6-10 meter. Apabila < 5 atau 6 meter berarti ada kekurangan pendengaran. Apabila penderita tak dapat mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi. Sebaliknya bila tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli sensorineural. Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat mendengar, dites dengan suara konversasi atau percakapan biasa. Orang normal dapat mendengar suara konversasi pada jarak 200 meter.5

Penilaian (menurut Feldmann) :

Normal : 6-8 meter

Tuli ringan : 4- 70 90 dB = tuli berat

> 90 dB = tuli sangat berat

Jenis ketulian :

Normal :

AC dan BC sama atau < 25 dB, atau AC dan BC berimpit, tidak ada gap

Tuli perseptif (sensorineural)

AC dan BC > 25 dB, atau AC dan BC berimpit (tidak ada gap)

Tuli konduktif

BC normal atau < 25 dB, atau > 25 dB, atau antara AC dan BC terdapat gap

Tuli campur

BC > 25 dB, atau AC > BC, terdapat gap

Dari hasil pemeriksaan audiogram disebut ada gap apabila antara AC dan BC terdapat perbedaan 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan.5

2. Audiometri Tutur (Speech Audiometry)5 Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus (suku kata).

Monosilabus = satu suku kata

Bisilabus = dua suku kata

Kata-kata ini disusun dalam daftar yang disebut : phonetically balance word LBT (PB, LIST).

Pasien diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada tuli perseptif koklea, pasien sulit untuk membedakan bunyi S, R, N, C, H, CH, sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi. Misalnya pada tuli perseptif koklea, kata kadar didengarnya kasar, sedangkan kata pasar didengarnya padar.

Apabila kata yang betul : speech discrimination score : 90 100% = berarti pendengaran normal

75 90% = tuli ringan

60 75% = tuli sedang

50 60 % = kesukaran mengikuti pembicaraan sehari-hari

< 50% = tuli berat

Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan sehari-hari, dan untuk menilai untuk pemberian alat bantu dengar (hearing aid).Istilah :

SRT (speech resption test) = kemampuan untuk mengulangi kata-kata yang benar sebanyak 50%, biasanya 20-30 dB diatas ambang pendengaran.

SDS (speech discrimination score) = skor tertinggi yang dapat dicapai oleh seseorang pada intensitas tertentu.

F. Brainstem Evoked Response Ausiometry (BERA) atau Auditory Brainstem Response (ABR)

BERA merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai integritas sistem auditorik, bersifat obyektif, dan tidak invasif. Dapat memeriksa bayi, dewasa, bahkan penderita koma.5

BERA merupakan cara pengukuran evoked potential (aktifitas listrik yang dihasilkan oleh nervus VIII, pusat-pusat neural dan traktus didalam batang otak) sebagai respon terhadap stimulus auditorik. Stimulus bunyi yang digunakan berupa bunyi click atau tone burst yang diberikan melalui headphone, insert probe (paling efisien) atau bone vibrator. Stimulus click merupakan impuls listrik dengan onset cepat dan durasi yang sangat singkat (0,1 ms), menghasilkan respon pada average frequency antara 2000 4000 Hz. Tone burst juga merupakan stimulus dengan durasi singkat namun memiliki frekuensi yang spesifik.5,9

Respon terhadap stimulus auditorik berupa evoked potential yang sinkron, direkam melalui elektroda permukaan (surface electrode) yang ditempelkan pada kulit kepala (dahi dan prosesus mastoid), kemudian diproses melalui program komputer dan ditampilkan sebagai 5 gelombang defleksi positif (gelombang I V) yang terjadi sekitar 2 12 ms setelah stimulus diberikan. Analisis gelombang BERA berdasarkan morfologi gelombang, masa laten, dan amplitudo gelombang.9

Kekurangan pada pemeriksaan ini adalah bayi atau anak diharuskan untuk tetap diam tidak bergerak karena potensi elektrik yang terekam oleh alat tersebut dari saraf auditori sabgat kecil, sehingga pergerakan otot sedikit saja (contoh : mengedip) bisa mengajaukan pemeriksaan. Untuk itu pemeriksaan BERA harus dilakukan saat bayi atau anak tidur. Anak dibawah usia 3 tahun diharuskan tidur dengan alami (bukan hasil medikasi atau provokasi obat-obatan). Sedangkan anak usia diatas 3 tahun bisa diberikan obat-obatan sedatif selama pemeriksaan.9

Kombinasi pemeriksaan Oto Acoustic Emission (OAE) dan BERA merupakan baku emas dalam mendeteksi gangguan pendengaran pada anak, karena pada OAE kita hanya bisa menilai keadaan atau fungsi, koklea sedangkan untuk fungsi organ-organ pendengaran lain yang lebih dalam (hingga ke otak) bisa digunakan BERA.5

Gambar 2.6 Tes BERA10BAB III

KESIMPULAN

Ada beberapa pemeriksaan fungsi pendengaran yakni :

1. Tes Penala (Tes Rinne, Weber, Schwabach, Bing, dan Stenger)

Tes yang sering digunakan adalah tes rinne, weber, dan schwabachTes Diagnosis

Rinne Weber schwabach

Positif (+)Tidak ada lateralisasiSama dengan pemeriksaNormal

Negatif (-)Lateralisasi ke telinga yang sakitMemanjangTuli konduktif

PositifLateralisasi ke telinga yang sehatMemendekTuli sensorineural

Catatan : pada tuli konduktif < 30 db, Rinne masih bisa positif (+)

Tes Bing : bila terdapat lateralisasi ke telinga yang di tutup , berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang di tutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif. Tes Stenger : menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.2. Tes BerbisikPenilaian (menurut Feldmann) : Normal : 6-8 meter

Tuli ringan : 4- 70 90 dB = tuli berat

> 90 dB = tuli sangat berat

4. BERA

Kombinasi pemeriksaan OAE dan BERA merupakan baku emas dalam mendeteksi gangguan pendengaran pada anak, karena OAE bisa menilai keadaan atau fungsi koklea sedangkan BERA untuk menilai fungsi organ-organ pendengaran lain yang lebih dalam (hingga ke otak).1