oratio dies natalis xxvi fakultas teknologi industri

38
Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri Pengembangan Produk Polimer : Permasalahan, Arah Riset dan Potensi Aplikasinya di Indonesia Dr. Henky Muljana, S.T., M.Eng Fakultas Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan 26 April 2019

Upload: others

Post on 23-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Oratio Dies Natalis XXVI

Fakultas Teknologi Industri

Pengembangan Produk Polimer :

Permasalahan, Arah Riset dan Potensi Aplikasinya di

Indonesia

Dr. Henky Muljana, S.T., M.Eng

Fakultas Teknologi Industri

Universitas Katolik Parahyangan

26 April 2019

Page 2: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

1

1. Data dan Fakta Produksi Polimer

Pemanfaatan produk polimer telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam

kehidupan kita sehari-hari. Pandanglah sekeliling anda, mulai dari ruangan tempat

diadakannya acara oratio dies ini sampai barang-barang yang anda gunakan semuanya

merupakan atau setidaknya memiliki komponen yang terbuat dari polimer. Mulai dari meja,

kursi, kain, botol air minum, air minum dalam kemasan, white board, cat tembok, pakaian,

pendingin ruangan (ac), laptop, handphone (HP) anda dan masih banyak lagi.

Berdasarkan penggunaan/aplikasinya produk polimer dapat dikelompokkan menjadi enam

produk yaitu produk serat/fiber (nilon, wol, serat sutra), elastomer (karet alami, karet

sintetis), plastik, komposit, perekat/adhesive, dan cat [1,2].

Menurut asalnya, produk polimer dapat dibedakan menjadi tiga yaitu polimer alami, polimer

sintetis dan polimer semi sintetis. Polimer alami / biopolimer merupakan polimer yang

terdapat di alam seperti polisakarida (selulosa, pati, kitin, dan sebagainya), karet, dan protein.

Polimer sintetis merupakan polimer hasil rekayasa manusia melalui serangkaian reaksi

polimerisasi. Sementara itu polimer semi sintetis merupakan polimer alami yang telah

dimodifikasi secara kimia misalnya saja selulosa asetat, pati asetat, dan sebagainya [2].

Gambar 1. Data produksi polimer dunia setiap tahun [3,4]

Tingkat penggunaan produk-produk polimer di dalam kehidupan manusia semakin tinggi.

Hal ini ditunjukkan dengan pertambahan jumlah produksi polimer sintetis secara global

Page 3: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

2

setiap tahunnya (Gambar 1), mulai dari 180 juta ton (pada tahun 2000) dan telah mencapai

348 juta ton (pada tahun 2017) [3]. Data lain menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 65

tahun (1950-2015), total produksi polimer telah mencapai 7800 juta ton dimana 50% dari

jumlah total tersebut (3900 juta ton) diproduksi dalam kurun waktu 13 tahun (2002-2015)[5].

Data ini menegaskan bahwa pemanfaatan produk polimer di dalam kehidupan manusia

semakin meningkat di dalam satu dasawarsa terakhir.

Negara Tiongkok menjadi produsen polimer terbanyak di dunia sebesar 29.4% (tahun 2017),

sehingga secara global benua Asia adalah benua penghasil produk polimer terbesar (sebanyak

50.1%, data tahun 2017) disusul dengan benua Eropa sebesar 18.5% [4]

Tabel 1. Data produksi polimer di dunia [4,5]

Jenis Polimer Eropa (%) Global (%)

Polietilen (PE) 29,8 28,5

Polipropilen (PP) 19,3 16,7

Polistiren (PS) 6,6 6,14

Polivinil klorida (PVC) 10,2 9,33

Polietilen tereftalat (PET) 7,7 8,1

Poliuretan (PUR) 7,4 6,63

Lain lain : akrilonitril butadiene

(ABS), polikarbonat (PC), serat

akrilik (PP&A), polimetil

metakrilat (PMMA)

19 24,6

Tabel 1 menunjukkan persentase jumlah produksi berbagai jenis polimer di dunia. Dari tabel

1 tersebut dapat dilihat enam jenis polimer yang paling banyak disintesa yaitu polietilen,

polipropilen, polistiren, polivinil klorida, polietilen tereftalat, dan poliuretan, dimana keenam

polimer tersebut tergolong material plastik, Secara total, sebanyak 92% produksi polimer di

dunia merupakan material plastik, dan sisanya adalah produk elastomer,perekat/adhesif dan

produk cat [4,5].

Produk plastik tersebut digunakan pada berbagai sektor/bidang seperti ditunjukkan pada

Tabel 2 [4,5]. Dari Tabel 2 tersebut, nampak jelas bahwa material plastik paling banyak

digunakan untuk plastik kemasan (packaging, 36-39.7%) disusul dengan aplikasi di sektor

Page 4: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

3

konstruksi dan bangunan sebesar 15.9-19.8%.

Tabel 2. Data pemanfaatan plastik pada berbagai sektor di dunia [4,5]

Aplikasi Produk Plastik Eropa (%) Global (%)

Kemasan (packaging) 39,7 36

Konstruksi dan Bangunan 19,8 15,9

Otomotif 10,1 6,6

Elektronik dan Kelistrikan 6,2 4,4

Perabotan Rumah dan Olahraga 4,1 10,3

Lain lain : peralatan industri,

pertanian, tekstil, peralatan

medis, furnitur

20,1 26,8

Laju pertumbuhan produksi plastik dalam 10 tahun terakhir telah secara signifikan

melampaui laju produksi material lainnya. Plastik banyak digunakan karena memiliki sifat

sifat yang menguntungkan dibandingkan material lain, misalnya tidak mengalami korosi,

ringan, memiliki kekuatan mekanik yang tinggi, transparan, tidak beracun, sangat kuat,

mudah dibuat dan harganya murah dibandingkan material lain [6].

2. Produk polimer dan permasalahannya

Besarnya kebergantungan manusia terhadap produk polimer berdampak terhadap peningkatan

produksi polimer setiap tahunnya (Gambar 1). Hal ini memicu munculnya dua masalah besar

di dalam kehidupan manusia seperti dijelaskan berikut ini :

2.1 Kebergantungan akan bahan bakar fosil yang semakin besar.

Hampir sebagian besar polimer diproduksi/disintesa menggunakan prekursor/material yang

berasal dari produk turunan bahan alam yang tidak dapat diperbaharui seperti batu bara, gas

alam, dan minyak bumi [7]. Misalnya saja, gas etana dan propana sebagai bahan baku di

dalam pembuatan polietilen dan polipropilen diperoleh dari gas alam dan juga hasil samping

proses refineri minyak bumi.

Apabila untuk setiap 8 juta ton plastik yang diproduksi membutuhkan 100 juta barel minyak

bumi [7], maka kebutuhan minyak bumi untuk memproduksi plastik akan bertambah dengan

cukup besar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dari 3062 juta barel (tahun 2006) menjadi

Page 5: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

4

4350 juta barel (tahun 2017, Gambar 2).

Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah produksi

polimer sebesar 3-5 % setiap tahunnya. Walaupun secara keseluruhan hanya sekitar 4-6%

saja (Gambar 3) konsumsi minyak bumi, dan gas yang digunakan untuk produksi plastik dan

sisanya sekitar 87% untuk kebutuhan energi akan tetapi mengingat minyak bumi, gas dan

batu bara merupakan sumber bahan alam yang tidak dapat diperbaharui maka kebergantugan

akan bahan alam berbasis fosil tersebut untuk sintesa polimer harus dikurangi [3,8].

Gambar 2. Data konsumsi minyak bumi dunia di dalam produksi plastik setiap tahun

Gambar 3. Data persentase jumlah penggunaan minyak bumi dan gas untuk berbagai

sektor

Page 6: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

5

Memang masih menjadi perdebatan kapan sumber bahan berbasis fosil di bumi tersebut akan

habis, faktanya sejauh ini, cadangan minyak bumi, gas dan batu bara cenderung meningkat

akibat penemuan sumber tambang baru dari bahan bakar fosil tersebut[9]. Dari data yang ada,

sebagian peneliti meyakini bahwa produksi minyak bumi akan mencapai puncaknya pada

tahun 2100 (105 juta barrel per hari) dan akan menurun menjadi 40 juta barel perhari pada

tahun 2400. Kelompok peneliti yang lain menyatakan bahwa produksi minyak bumi akan

mencapai puncaknya pada tahun 2025 dengan produksi 120 juta barel perhari dan akan

menurun menjadi 40 juta barel perhari pada tahun 2115 [9]. Terlepas dari perdebatan

perdebatan tersebut, kita harus menyadari bahwa suatu saat sumber bahan berbasis fosil

tersebut pasti akan habis dan waktunya akan menjadi lebih cepat jika pemanfaatannya tidak

dikelola dengan baik dan efisien.

2.2 Permasalahan limbah polimer yang semakin banyak

Selain permasalahan bahan baku pembuatan polimer yang tidak dapat diperbaharui, tingginya

jumlah penggunaan produk polimer juga menimbulkan permasalahan jumlah limbah polimer

yang sangat banyak, terutama adalah limbah plastik dan limbah ban bekas.

Plastik yang digunakan saat ini kebanyakan adalah tergolong material yang tidak dapat

terurai secara alami di alam (non biodegradble), perlu waktu cukup lama untuk dapat

menguraikan plastik non biodegradable tersebut (lebih dari 100 tahun) [6]. Sejak tahun 1950

sampai 2015, manusia telah menghasilkan sebanyak 6300 juta ton sampah plastik, dimana

79% dari sampah plastik tersebut terakumulasi di tempat pembuangan sampah (landfill)

ataupun terbuang di alam [5,6]. Hal ini akan menimbulkan pencemaran lingkungan

khususnya adalah pencemaran laut.

Sampah plastik telah ditemukan di hampir semua lautan dengan perkiraan jumlah sebesar 4 –

12 juta ton pada tahun 2010. Limbah plastik telah ditemukan dengan konsentrasi yang cukup

tinggi (ratusan sampai ribuan buah per km2) di laut Greenland dan Barents [10]. Setiap tahun

sebanyak 2.41 juta ton sampah plastik (nilai rata-rata pertahun) terbuang ke laut melalui

sungai-sungai. Jumlah limbah plastik yang terbuang ke lautan diperkirakan terus meningkat

dan saat ini telah mencapai 10 sampai 20 juta ton sampah plastik [10].

Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik ke lautan terbesar kedua di dunia.

Data dari asosiasi Industri plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS),

Page 7: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

6

produksi sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton/tahun dimana sebanyak 3.2 juta

ton sampah plastik terbuang ke laut dan mencemari lautan [11]. Tingkat pencemaran laut

yang tinggi di perairan Indonesia dapat menyebabkan terganggunya ekosistem laut ditandai

dengan kematian hewan laut seperti ikan paus dan penyu [12].

Walaupun tidak ada degradasi limbah yang dapat terjadi, akan tetapi dalam waktu yang lama

(10 – 100 tahun), panas/energi matahari dapat menyebabkan terjadinya fragmentasi pada

limbah plastik sehingga akan tebentuk mikroplastik yang juga akan dapat mencemari lautan.

Di perairan laut Antartika, limbah plastik mikroplastik (<5mm) dan mesoplastik (<5cm)

dapat ditemukan pada permukaan dan endapan di dasar laut [10].

Apabila tidak ada perubahan dalam tata kelola limbah plastik, maka diperkirakan pada akhir

tahun 2050, manusia telah memproduksi 34000 juta ton plastik dimana sebanyak 12000 juta

ton dibuang ke tempat penimbunan sampah dan lingkungan [5].

Selain limbah plastik, keberadaan limbah ban bekas juga dapat menimbulkan permasalahan

bagi kehidupan manusia (lihat Gambar 4). Data total produksi ban pada tahun 2015 adalah

1.5 milyar ban [13] dan jumlah limbah ban yang dihasilkan pada tahun yang sama adalah

sebesar 17 juta ton di seluruh dunia[13]. Produksi ban diprediksi akan terus bertambah dan

mencapai 3 milyar ban pada tahun 2019 dengan perkiraan jumlah limbah ban yang dihasilan

adalah 1.5 milyar ban setiap tahunnya.

Gambar 4. Kuburan massal ban bekas terbesar di dunia [14].

Page 8: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

7

Seperti halnya dengan limbah plastik, limbah ban bekas juga tidak dapat terurai secara alami

dalam waktu yang singkat. Dibutuhkan sekitar 80 - 100 tahun untuk mendekomposisi ban

bekas [15]. Walaupun ban dibuat dari campuran antara karet alam (30-40% berat) dan karet

sintetis (60-70% berat), akan tetapi setelah pencampuran dengan karbon dan sulfur, dan

setelah melewati tahap pemasakan (curing) maka struktur campuran ban menjadi sangat kuat,

dan struktur kimiawi menjadi sangat stabil (termoset, penjelasan mengenai polimer termoset

dapat dilihat pada sub bab 3) sehingga tidak memungkinkan bagi ban-ban tersebut untuk

dapat terdegradasi secara alami dalam waktu singkat maupun untuk didaur ulang [13,15].

Jika dibiarkan terbuang di landfill maka hal ini akan menimbulkan berbagai permasalahan

lingkungan yang cukup serius antara lain masalah kesehatan akibat pencemaran bahan bahan

kimia dari ban bekas ke lingkungan dan masalah kesehatan lainnya akibat limbah ban bekas

dijadikan sarang tikus dan nyamuk [16].

2.3 Tata kelola limbah/sampah (waste management hierarchy)

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka kebijakan tata kelola limbah berdasarkan

waste management hierarchy harus diterapkan sebagai landasan strategis untuk

menyelesaikan permasalahan sampah plastik dan ban bekas tersebut (lihat Gambar 5). Waste

management hierarchy merupakan suatu konsep tata kelola limbah yang dibuat berdasarkan

urutan dampaknya terhadap lingkungan hidup.

Gambar 5. Tata kelola limbah berdasarkan urutan dampak terhadap lingkungan [17].

Page 9: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

8

Kebijakan tata kelola limbah ini perlu dijalankan secara sinergis dan konsisten di anatara

semua stakeholders produk polimer dalam hal ini adalah masyarakat pengguna, industri,

akademisi/peneliti dan pemerintah sebagai pembuata regulasi/aturan. Khususnya bagi

akademisi/peneliti dan industri, tata kelola limbah ini harus dijadikan dasar di dalam

menentukan arah pengembangan produk polimer di masa mendatang. Berikut adalah

penjelasan mengenai kebijakan tata kelola limbah tersebut.

2.3.1 Pembuangan sampah polimer (Disposal)

Dari gambar 5, nampak jelas bahwa disposal sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA,

landfill) menempati urutan paling bawah dan merupakan metode pengelolaan limbah yang

paling tidak disarankan akibat dampak terhadap lingkungan yang paling besar. Akan tetapi,

apabila “terpaksa” harus dibuang ke landfill, maka limbah polimer /plastik tersebut harus

dipastikan aman terhadap lingkungan [17], dalam hal ini produk tersebut harus dapat

diuraikan dengan cepat dan secara alami di lingkungan (biodegradable).

Terkait dengan kebijakan pembuangan/disposal sampah ini, banyak negara-negara di dunia

termasuk Indonesia telah membuat rambu/aturan-aturan untuk mengurangi jumlah

pembuangan sampah ke lingkungan. Negara- negara Uni Eropa (EU) telah membuat regulasi

mengenai “Zero Plastics to Landfill” dimana pada tahun 2025 ditargetkan sudah tidak ada

lagi pembuangan sampah plastik yang masih dapat digunakan atau didaur ulang ke landfill

[7]. Kebijakan ini ditetapkan untuk sebanyak banyaknya menggunakan atau mendaur ulang

plastik plastik tersebut. Konsep ini dikenal dengan istilah circular plastics economy[4].

Pengurangan pembuangan sampah (termasuk sampah plastik) juga telah diatur oleh

pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden no 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan

Strategi Nasional Pengelolaan Sampah dimana pemerintah mentargetkan pengurangan

sampah sebesar 30% pada tahun 2025 dengan penekanan pada kebijakan 3R (reduce, reuse

dan recycle) [18]. Pemerintah juga mencanangkan upaya penanganan sampah sebesar 70 %

pada tahun 2025 termasuk juga penanganan sampah plastik yang terbuang ke laut yang

tertuang pada Peraturan Presiden no 83 tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut

[18,19].

Page 10: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

9

2.3.2 Pemanfaatan kembali sampah polimer sebagai sumber energi (Energy recovery)

Di dalam tahap ini limbah/sampah plastik diolah lebih lanjut melalui beberapa proses seperti

proses pembakaran (insinerasi), proses gasifikasi atau proses pemanasan pada suhu tinggi

(pirolisis) [20]. Ketiga proses tersebut akan menguraikan limbah/sampah plastik/ban menjadi

gas-gas, abu dan panas. Panas dan gas yang dihasilkan dpaat dimanfatkan lebih lanjut sebagai

sumber energi. Selain itu, pada proses pirolisis selain gas, dan padatan, dihasilkan juga

produk cairan berupa minyak (light oil) yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar

(fuel) [20].

Sampai sejauh ini, dari ketiga proses pengolahan sampah tersebut, proses pembakaran di

dalam insinerator merupakan proses yang paling banyak digunakan untuk mengurangi jumlah

sampah plastik di dunia. Sekitar 12% (800 juta ton) dari 6300 juta ton sampah plastik yang

dihasilkan di dunia telah dihancurkan dengan proses insinerasi ini [5]. Hanya saja metode

insinerasi ini memiliki kekurangan yaitu terkait dengan pencemaran udara yang timbul

melalui gas-gas yang dihasilkan seperti gas CO dan CO2, partikel partikel halus (partikulat)

yang berbahaya dan senyawa kimia berbahaya lainnya seperti dioksin yang bersifat

karsinogenik [21].

Oleh karena itu penggunan incinerator menjadi terbatas karena untuk mengurangi efek

samping yang dihasilkan akibat proses pembakaran sampah plastik/ban bekas tersebut [20].

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, selain menggunakan metode pembakaran, proses

alternatif lainnya seperti gasifikasi dan pirolisis dapat digunakan untuk menguraikan sampah

plastik/ban bekas menjadi bahan bakar dan bahan kimia lainnya yang dapat digunakan lebih

lanjut. Saat ini, penelitian-penelitian tentang proses gasifikasi dan pirolisis sampah

plastik/ban bekas telah banyak dilakukan para peneliti dalam berbagai lembaga riset ataupun

universitas termasuk kajian dan evaluiasi mengenai potensi pemanfaatan kedua proses

tersebut di dalam skala besar [20].

2.3.3 Daur ulang (recycle) sampah polimer

Tahap berikutnya di dalam tata kelola limbah dengan dampak lingkungan yang baik adalah

tahap daur ulang (recycle). Daur ulang adalah tahap pemrosesan kembali produk polimer

menjadi bahan baku yang kemudian dapat diolah menjadi produk yang sama atau produk

baru dengan karakteristik produk yang berbeda dengan produk asalnya. Dengan demikian

apabila konsep daur ulang ini dapat dijalankan dengan benar maka jumlah sampah plastik

Page 11: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

10

yang terbuang di landfill akan secara signifikan dapat dikurangi. Data menunjukkan pada

tahun 2016, negara-negara Uni Eropa (EU) telah berhasil meningkatkan jumlah sampah

plastik yang didaur ulang yakni mencapai sebesar 31.1% dari limbah plastik yang dihasilkan

pada tahun tersebut, bahkan untuk pertama kalinya melampaui jumlah sampah plastik yang

dibuang ke landfill (27.3%) [3].

Berdasarkan kemungkinan untuk didaur ulang, maka produk polimer dibedakan menjadi 2

kategori yaitu [1,4] :

a. Polimer termoplastik

Polimer termoplastik merupakan kelompok polimer yang dapat mengalami pelelehan ketika

dipanaskan dan akan memadat kembali ketika didinginkan. Karakteristik produk termoplastik

ini bersifat reversibel, sehingga material termoplastik dapat secara berulang ulang

dipanaskan, dibentuk ulang, dan didinginkan. Dengan kata lain produk polimer yang

tergolong termoplastik dapat didaur ulang.

Hanya saja pada prakteknya tidak semua produk polimer termoplastik dapat didaur ulang.

Saat ini, produk produk polimer termoplastik telah ditandai dengan simbol berupa anak panah

berbentuk segitiga (Gambar 6). Pada setiap segitiga diberikan penomoran dengan angka satu

sampai dengan tujuh dengan tujuan untuk membantu identifikasi jenis plastik yang digunakan

pada setiap produk dan memberikan informasi mengenai kemudahan produk tersebut untuk

didaur ulang. Detail simbol daur ulang pada produk produk polimer dapat dilihat pada Tabel

3.

Gambar 6. Simbol daur ulang pada beberapa produk plastik

Page 12: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

11

Tabel 3 Simbol daur ulang produk termoplastik [22].

Simbol Material

Polietilen terftalat (PET)

High Density Polietilen (HDPE)

Polivinil klorida (PVC)

Low Density Polietilen (LDPE)

Polipropilen (PP)

Polistiren (PS)

Plastik lain termasuk : polikarbonat (PC),

akrilat resin, dan nilon

Penjelasan untuk setiap produk dengan masing masing simbol adalah sebagai berikut [22,23]:

1. Polietilen terftalat (PET)

PET merupakan salah satu jenis plastik yang banyak digunakan pada botol botol minuman

kemasan seperti minuman soft drink, air mineral, kemasan minyak goreng dan sebagainya.

Material ini dibuat untuk satu kali penggunaan (single use applications), penggunaan

berulang menimbulkan resiko kebocoran, kemungkinan pertumbuhan bakteri dan sangat

berbahaya apabila terpapar air panas (mengandung bahan karsinogenik). Plastik PET dapat

didaur ulang, biasanya PET akan diremukkan dan dipotong menjadi ukuran kecil dan akan

diproses menjadi botol PET baru atau dipintal menjadi benang poliester. Benang daur ulang

Page 13: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

12

ini dapat digunakan untuk membuat kain, karpet, isian jaket ataupun produk produk sejenis

lainnya.

Dengan demikian, produk PET dapat didaur ulang dan tidak disarankan untuk penggunaan

berulang (reused).

2. High Density Polietilen (HDPE)

Plastik HDPE adalah plastik yang bersifat kaku, dan digunakan untuk membuat berbagai

botol susu, botol detergen, botol oli, mainan dan juga tas plastik. HDPE adalah plastik yang

paling aman digunakan dan mudah didaur ulang tanpa menimbulkan permasalahn atau

bahaya lainnya. Proses daur ulang HDPE sangat sederhana dan murah. Produk HDPE dapat

di daur ulang dan juga aman untuk digunakan berulang (reusable)

3. Polivinil klorida (PVC)

PVC tergolong material yang cukup lunak dan fleksibel dan sering digunakan untuk material

pembungkus kabel, pipa plastik dan bagian sistem perpipaan. Selain itu PVC tergolong

material yang kuat, memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, cahaya matahari, dan cuaca

yang baik. PVC dijuluki plastik beracun karena mengandung bahan bahan berbahaya pada

saat proses pembuatannya (mengandung dioksin) dan dapat mencemari lingkungan apabila

tidak dibuang dengan benar. Karena terbuat dari berbagai macam campuran bahan kimia

tersebut, membuat PVC sulit untuk didaur ulang. Selain itu, produk terbuat dari PVC tidak

boleh digunakan kembali terutama untuk aplikasi pangan atau untuk keperluan anak-anak

seperti mainan anak (bahaya jika dimasukan ke dalam mulut).

4. Low Density Polietilen (LDPE)

LDPE sering ditemukan di dalam berbagai kemasan plastik, botol semprot, plastik kemasan

bahan pangan dan sebagainya. LDPE merupakan plastik yang lebih aman dalam

penggunaannya dibanding plastik lainnya (misalnya PVC). Saat ini material LDPE belum

terlalu banyak didaur ulang, akan tetapi perubahan kebijakan untuk mengurangi pembuangan

sampah ke landfill akan meningkatkan jumlah LDPE yang didaur ulang. Plastik

menggunakan material LDPE dapat digunakan berulang kali, sehingga dapat mengurangi

jumlah penggunaannya. Selain itu, untuk mengurangi jumlah plastik LDPE, masyarakat dapat

Page 14: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

13

menggunakan tas kain atau material lainnya seperti kardus atau kantung kertas.

5. Polipropilen (PP)

PP plastik sangat kuat dan ringan dan memiliki ketahanan panas yang baik, kedap air, dan

tahan terhapat bahan bahan kimia. PP biasanya digunakan untuk berbagai botol bahan kimia,

kantong kemasan makanan seperti keripik kentang, yoghurt, sebagai bahan sedotan, botol

plastik, ember, dan wadah wadah plastik lainnya.PP aman untuk didaur ulang dan juga aman

untuk digunakan kembali

6. Polistiren (PS)

PS sangat murah, ringan dan plastik yang sangat mudah dibentuk dengan beragam

penggunaan. PS biasanya digunakan untuk membuat kemasan makanan stirofoam, foam

chips untuk mengisi kotak kotak pengiriman barang, dan pelindung berbagai alat elektornik.

Selain itu PS juga digunakan untuk bahan insulasi dan sebagai pelapis lantai pada proses

pembangunan rumah. Karena strukturnya yang ringan dan lemah, PS dapat pecah dengan

mudah dan pecahannya tersebar dan mencemari lingkungan. PS mengandung senyawa stiren

yang bersifat karsinogenik dan dapat mencemari bahan pangan terutama ketika dipanaskan

misalnya saja di dalam microwave. Oleh karena itu PS tidak terlalu banyak didaur ulang dan

sebaiknya penggunaannya harus dikurangi karena kandungan stiren yang berbahaya bagi

kesehatan.

7. Plastik lainnya

Kategori tujuh ini digunakan untuk polimer lain diluar keenam material sebelumnya.

Polikarbonat adalah salah satu material yang masuk kedalam kategori tujuh ini. Material

polikarbonat sering digunakan untuk berbagai wadah makanan atau botol minum, sebagai

material untuk atap plastik dan material pada bagian dalam mobil. Polikarbonat termasuk

plastik yang berbahaya terutama untuk aplikasi pangan, karena menggunakan Bisphenol A

(BPA) dalam proses pembuatannya. BPA berbahaya bagi kesehatan manusia karena

bersifat xenoestrogen dan dapat menganggu hormon reproduksi. Polikarbonat dapat didaur

ulang dan digunakan kembali terutama pada aplikasi non pangan seperti atap rumah dan

sebagainya.

Page 15: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

14

Secara garis besar produk produk dengan simbol nomor 1 (PET), 2 (LDPE), 4 (HDPE), dan

5 (PP) dapat didaur ulang dengan baik dan tidak akan menimbulkan permasalahan lebih

lanjut. Akan tetapi produk-produk dengan no 3 (PVC), 6 (PS) dan 7 (Other, PC) tidak

seluruhnya dapat didaur ulang karena sifat bahan yang berupa campuran dan mengandung

senyawa kimia yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan [22].

b. Polimer termoset

Termoset merupakan kelompok polimer yang mengalami perubahan kimia ketika dipanaskan

(curing) pada proses sintesanya, membentuk struktur tiga dimensi yang kuat,kompleks dan

bersifat permanen [1,4].

Material termoset memiliki kekuatan mekanik yang lebih baik dan ketahanan termal yang

lebih tingi dibanding termoplastik akibat ikatan kovalen yang sangat kuat antar rantai polimer

yang tidak dapat diputuskan dengan mudah (ikatan silang, lihat Gambar 7). Semakin tinggi

derajat ikatan silang (degree of crosslinking) maka semakin tinggi ketahanan terhadap termal

dan bahan kimia [17].

Gambar 7 Berbagai jenis rantai pada polimer, rantai lurus (a), rantai bercabang (b)

dan rantai dengan ikatan silang (c) [1,2]

Plastik termoset pada umumnya tidak dapat dilelehkan dan dibentuk kembali setelah proses

pemanasan dan pembentukan (curing) oleh karena itu polimer/plastik yang bersifat termoset

tidak dapat didaur ulang [4].

Beberapa contoh polimer termoset adalah sebagai berikut :

Poliuretan : bahan pembuat busa untuk insulasi, kasur, bahan perekat, bagian interior

mobil, sol sepatu (Gambar 8a).

Page 16: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

15

Karet vulkanisasi : bahan untuk pembuatan ban (Gambar 8b)

Resin epoxy : digunakan sebagai bahan adhesive, coatings

Epoxy novolac resin : bahan untuk pembuatan printed circuit boards (PCB), enkapsulasi

(pelapisan) material elektronik, bahan perekat (adhesive) dan coating untuk logam

(Gambar 8c)

Epoxy resin, melamin resin, silicon, akrilik resin, dsbnya.

Dari uraian di atas hanya produk produk yang dibuat dari material termoplastik saja yang

dapat didaur ulang terutama material dengan kategori 1 (PET), 2 (LDPE), 4 (HDPE), dan 5

(PP). Artinya baru sebagian saja dari material yang seharusnya dapat didaur ulang, telah

mengalami proses daur ulang. Faktanya di dunia baru 9% saja (800 juta ton) dari total 6300

ton sampah plastik yang dihasilkan manusia telah didaur ulang [5]

Keberhasilan proses daur ulang ini juga tentunya tidak dapat lepas dari peran serta

masyarakat pengguna dan juga pemerintah. Di dalam proses daur ulang sampah termoplastik

tersebut diperlukan upaya tambahan dari masyarakat untuk dapat mengerti kategori sampah

plastik, dan kemudian mau memisahkan plastik berdasarkan jenisnya agar proses daur ulang

dapat berjalan secara efektif. Untuk itu tentunya masyarakat perlu diedukasi dan pemerintah

perlu juga menyediakan sarana prasarana yang memadai sehingga memungkinkan bagi

masyarakat untuk melakukan hal-hal tersebut.

Gambar 8. Ilustrasi dari produk produk polimer termoset : poliuretan (a) [24,25], karet

vulkanisir (b) [26,27] dan epoxy resin (c) [28]

(a) (b) (c)

Page 17: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

16

Kepedulian masyarakat terhadap masalah daur ulang sampah plastik ini juga meningkat

dengan keberadaan beberapa asosiasi seperti Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), Asosiasi Bank

Sampah Indonesia (ASOBSI) dan Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI). Selain itu

kapasitas Industri di bidang daur ulang plastik juga semakin bertambah. Industri daur ulang

plastik di Indonesia telah mampu mendaur ulang plastik PET (no 1) dan PP (no 5) mencapai

di atas 50% [29].

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana dengan sampah plastik termoset termasuk ban

bekas? Langkah apa yang perlu dilakukan untuk dapat membuat / mendaur ulang polimer

termoset? Kebutuhan untuk dapat mendaur ulang produk produk polimer termoset menjadi

salah satu landasan untuk pengembangan produk polimer di masa mendatang.

2.3.4 Penggunaan kembali sampah plastik/ban bekas (reuse)

Penggunaan kembali (reuse) plastik atau produk ban (jika memungkinkan) adalah suatu tahap

yang jauh lebih baik jika dibandingkan daur ulang. Pada tahap reuse ini, material polimer

tidak perlu diproses ulang seperti dalam daur ulang. Misalnya saja penggunaan kembali

kantung plastik untuk belanja, penggunaan kembali wadah-wadah plastik kemasan,

penggunaan kembali wadah sabun dan detergen. Tentu saja penggunaan kembali bahan bahan

plastik ini perlu memperhatikan juga material / bahan plastik yang digunakan sesuai dengan

penomoran produk yang telah dijelaskan sebelumnya [17,30,31]. Di dalam tahap penggunaan

kembali ini sering kali juga melibatkan beberapa perlakukan tambahan seperti pembersihan

(cleaning) dan perbaikan sebagian atau pun perbaikan secara keseluruhan.

2.3.5 Pengurangan jumlah sampah (reduce)

Tahap terakhir dari tata kelola limbah dan merupakan langkah yang paling disarankan adalah

mengurangi jumlah sampah plastik (reduce). Hal ini paling mudah dilakukan dan tidak

memerlukan usaha dan biaya yang besar. Walaupun demikian, tahap mengurangi jumlah

sampah ini seringkali menjadi tahap yang paling sulit dijalankan karena sangat berkaitan erat

dengan sikap (attitude) dan kesadaran dari setiap masyrakat untuk mau mengurangi sampah.

Misalnya saja terkait pengurangan penggunaan plastik, masyarakat masih sering malas untuk

membawa plastik sendiri ketika berbelanja dan lebih sering /membeli kantong plastik.

Selain menggunakan kembali (reuse), hal – hal lain yang dapat dilakukan di dalam

mengurangi jumlah sampah adalah merubah pola konsumtif masyarakat dengan

Page 18: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

17

mempertimbangkan dengan benar setiap kali kita akan membeli sesuatu misalnya dari segi

kepentingannya, fungsinya dan sebagainya. Namun hal ini, sekali lagi, sangat bergantung dari

sikap serta kesadaran dari masyarakat untuk mau merubah kebiasaan tersebut.

3. Strategi pengembangan produk polimer

Berdasarkan pemaparan permasalahan di atas maka penyelesaiannya sangat bergantung dari

peranan para stakeholders produk polimer yaitu para pengguna (masyarakat), produsen

(Industri), akademisi dan peneliti dan pemerintah. Kesadaran masyarakat dan regulasi serta

sarana prasana yang baik sangat dibutuhkan di dalam tata kelola penggunaan plastik dan tata

kelola limbah yang dihasilkannya. Sementara itu Industri dan para akademisi serta peneliti di

bidang produk polimer perlu memikirkan strategi pengembangan produk yang dapat

mengurangi atau menghilangkan permasalahan tersebut di masa yang akan datang.

Strategi pengembangan produk polimer tentunya harus diarahkan untuk dapat mengurangi

kebergantungan bahan baku yang tidak dapat diperbaharui (non renewable), permasalahan

limbah polimer yang tidak dapat terurai secara alami (non biodegradable) dan berbahaya bagi

lingkungan serta permasalahan material polimer yang tidak seluruhnya dapat didaur ulang

(termoset). Secara garis besar, ada dua strategi yang digunakan di dalam pengembangan

produk polimer saat ini yaitu : pengembangan polimer berbasis biomassa (biobased polymer),

dan pengembangan polimer daur ulang (circular based polymer).

3.1 Pengembangan polimer berbasis biomassa (biobased polymer)

Menurut the International Union of Pure and Applied Chemsitry (IUPAC), biomassa

didefinisikan sebagai material yang diproduksi oleh mikroorganisme, tanaman dan hewani

atau secara lebih lengkap biomassa didefinisikan sebagai material organic yang dapat

diperbaharui termasuk di dalamnya adalah tanaman agricultural, pohon kayu dan residu kayu,

tanaman laut, rumput, dan kotoran hewan dan sisa sampah organik lainnya [17]

Dengan demikian, biomassa adalah material yang berasal dari sumber yang dapat

diperbaharui (renewable resources) dan penggunaannya saat ini sangat dianjurkan untuk

mengurangi kebergantungan terhadap bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam dan batu

bara) terutama di dalam pengembangan produk polimer baru yang ramah lingkungan.

Page 19: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

18

Penggunaan biomassa sebagai bahan baku di dalam industri polimer akan menghasilkan

bioplastik sebagai produk akhir. Bioplastik didefinisikan sebagai semua produk polimer yang

berasal dari biomassa dan/atau plastik yang dapat terurai secara alami (biodegradable)

termasuk plastik biodegradable yang dihasilkan dari bahan bakar fosil (minyak bumi, gas

alam dan batu bara) seperti misalnya polikaprolaktam (PCL) dan polibutilen adipat tereftalat

(PBAT) (bagian IV, lihat gambar 9). Berdasarkan definisi ini ada juga produk yang

diproduksi dari biomassa tapi tidak bersifat biodegradable seperti bio polietilen (bio PE, bio

PET dan bio PP, Gambar 9 bagian II).

Gambar 9. Definisi bioplastik berdasarkan asal bahan baku (fosil atau biomassa) dan

sifat dapat atau tidak dapat terurai secara alami di alam [18,32].

Pada saat ini penelitian mengenai pembuatan biodegradable polimer berbasis biomassa

(bagian I, Gambar 9) telah menjadi fokus utama dari para peneliti dan juga kalangan industri.

Pembuatan polimer biodegradable berbasis biomassa telah berhasil dikembangkan baik

dengan metode fisik/mekanik, metode kimiawi maupun secara bioteknologi menggunakan

bantuan mikroorganisme dan enzim. Berbagai perkembangan riset dari pembuatan

biodegradable plastik dari biomassa akan diuraikan pada sub bab berikut ini.

I II

III IV

Page 20: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

19

3.1.1 Modifikasi biopolimer : pembuatan pati termoplastik (TPS) dan pati ester asam

lemak (PES)

Biopolimer adalah polimer-polimer yang terdapat di alam, misalnya saja polisakarida

(polimer berbasis glukosa) seperti pati, selulosa, kitin (terdapat pada cangkang hewan),

xanthan gum, dan sebagainya. Contoh biopolimer lain di luar kelompok polisakarida adalah

protein, dan lignin.

Sebagai salah satu sumber bahan baku renewable yang tersedia dengan banyak di alam,

biopolimer ini sangatlah potensial untuk digunakan sebagai alternatif bahan baku pembuatan

biodegradable bioplastik. Hanya saja material biopolimer tersebut, tidak dapat langsung

digunakan sebagai bioplastik karena kekurangan kekurangan dari karakteristik produk yang

dimiliki oleh biopolimer yang belum sesuai dengan karakteristik bioplastik.

Beberapa kekurangan biopolimer tersebut antara lain adalah kekuatan mekanik yang rendah

(sangat brittle/getas), masih sangat menyerap air (hidrofilik), dan kekuatan termal yang

rendah. Oleh karena itu, material biopolimer alami ini perlu dimodifikasi terlebih dahulu,

baik secara fisika ataupun kimiawi untuk dapat memperbaiki karakteristik produk sebagai

material bioplastik [33].

Dari sejumlah biopolimer yang ada, pati menjadi salah satu sumber biopolimer yang paling

banyak diteliti sebagai sumber bioplastik, selain material lainnya seperti sellulosa dan lignin.

Indonesia sebagai negara tropis, terkenal memiliki beragam tanaman yang merupakan sumber

pati, diantaranya adalah tapioka dan sagu. Karena harganya yang murah dan ketersediaan

bahan baku yang melimpah, maka pengembangan teknologi modifikasi pati di Indonesia

sangatlah potensial untuk diterapkan. Beberapa teknologi/proses yang dikembangkan di

dalam proses modifikasi pati antara lain adalah pembuatan termoplastik pati, pembuatan pati

ester dan pencampuran secara fisik (blending) dengan material lainnya.

Secara prinsip pati termoplastik (TPS) dibuat dengan mencampurkan pati dengan senyawa

lain yang disebut plasticizer di dalam proses ekstrusi menggunakan ekstruder dengan suhu di

atas 60 - 70oC [34]. Penambahan plasticizer ini memiliki tujuan untuk menurunkan

temperatur glass transisi (Tg) dari pati [34,35]. Turunnya Tg ini menandai bahwa material

TPS yang dihasilkan sudah lebih fleksibel dan tidak getas/brittle lagi. Beberapa contoh

plasticizer yang dapat digunakan adalah seperti gliserol, sorbitol dan maltodextrin [35].

Page 21: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

20

Selain itu, beberapa produk TPS juga memiliki kekuatan tarik yang cukup baik seperti

dilaporkan oleh Jannsen dan Moscizky (2006) [36]. Produk TPS dengan kandungan gliserol

sebesar 20% berat memiliki kekuatan tarik sebesar 20 MPa dimana ini setara dengan

kekuatan tarik dari produk polistirene [36].

Upaya lain untuk untuk meningkatkan kekuatan mekanik dari TPS dilakukan dengan

mencampurkan secara fisika (blending) TPS dengan polimer lain seperti polikaprolaktam

(PCL), poli asam laktat (PLA), polihidroksi butirat (PHB), dan etilen vinil alcohol kopolimer

(EVOH) [34]. Saat ini campuran polimer TPS dan polimer polimer tersebut sudah

dipasarkan dengan merk dagang antara lain Mater Bi dan BIOPLAST. Di Indonesia produk

kantung plastik berbahan dasar TPS pun sudah dijual secara komersial antara lain Avani Eco

Bioplastics dan Telobag.

TPS merupakan salah satu produk biodegradable plastik yang potensial, akan tetapi sifatnya

yang tidak tahan air (hidrofilik), terjadinya pemisahan plasticizer (berpengaruh terhadap

kekuatan mekanik), laju biodegradasi yang terlalu cepat, ketahanan termal yang rendah dan

harga yang lebih mahal bila dibandingkan polimer komersial lainnya [17,34,37] masih

menjadi hambatan bagi produk TPS ini untuk bersaing dengan plastik komersial saat ini.

Oleh karena itu penelitian lebih lanjut masih harus dilakukan untuk dapat memperbaiki

kekurangan-kekurangan produk TPS tersebut.

Pati ester asam lemak (PES) merupakan alternatif pengembangan produk biodegradable

plastik berbasis pati selain TPS. Pembuatan PES melibatkan reaksi trans/esterifikasi antara

pati dengan berbagai sumber asam lemak antara lain minyak nabati, metil asam lemak

ataupun vinil asam lemak dengan menggunakan berbagai macam pelarut (dimetil sulfoksida

(DMSO), larutan ionic, dan superkritik CO2) atau bisa juga tanpa pelarut (Gambar 10) [38].

Minyak nabati adalah senyawa trigliserida, merupakan ester dari asam lemak dan gliserol.

Asam lemak merupakan kelompok asam karboksilat dengan jumlah carbon yang cukup

banyak (berantai panjang) misalnya saja asam laurat (C12), asam palmitat (C16), dan asam

oleat (C18:1). Reaksi pembuatan PES juga menggunakan katalis garam alkali basa seperti

sodium acetate (NaOAc), dan potasium karbonat (K2CO3). Selain dengan proses sintesa yang

sudah diuraikan, PES juga dapat disintesa melalui proses esterifikasi secara enzymatis

menggunakan berbagai jenis enzim lipase [38].

Page 22: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

21

Gambar 10. Skema reaksi pati dan berbagai ester asam lemak menjadi pati ester asam lemak

[38].

Produk PES memiliki karakteristik produk yang jauh lebih baik dibandingkan pati asalnya,

bahkan untuk beberapa hal lebih unggul dibandingkan dengan TPS misalnya saja ketahanan

termal, ketahanan terhadap air, dan kekuatan mekanik yang lebih tinggi. Produk pati jagung

laurat dan pati jagung stearat dengan derajat substitusi (DS) > 2, memiliki temperatur

degradasi pada rentang 300 – 350oC sementara temperatur degradasi pati jagung sendiri

berada pada rentang 250 – 300oC. Peningkatan temperatur degradasi sebesar 68

oC juga

ditunjukkan oleh pati jagung laurat dengan DS sebesar 2.9 [37]. Peningkatan ketahanan

termal juga ditunjukkan oleh produk pati kentang laurat dan pati sagu laurat [38,39].

Pati ester asam lemak memiliki ketahanan terhadap air yang lebih baik, hal ini ditunjukkan

dengan peningkatan sifat hidrofobik dari produk PES dibandingkan dengan pati asalnya

seperti yang ditunjukkan pada hasil analisa menggunakan contact angle analysis (Gambar

11) [40]. Gambar 11 menunjukkan peningkatan sifat hidrofobik dari pati sagu asam lemak

(contact angle sebesar 80-90o) jika dibandingkan dengan pati sagu sebelum dimodifikasi

(contact angle sebesar 59o). Hal serupa juga ditunjukkan oleh pati jagung laurat dengan

rentang contact angle lebih besar dari 90o [37]. Ketahanan terhadap air dari pati jagung laurat

ini juga lebih baik daripada ketahanan air produk TPS dari pati jagung (contact angle sebesar

54,8o [41].

Page 23: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

22

Gambar 11. Analisis contact angle dari pati sagu (a) dan pati sagu laurat dengan berbagai

nilai DS (b)-(d) [40]

Produk produk PES yang dihasilkan juga telah memiliki kekuatan mekanik yang meningkat

jika dibandingkan pati asalnya bahkan sudah dapat melampaui kekuatan mekanik dari

beberapa plastik komersial lainnya [37,42]. Pati jagung laurat dengan DS sebesar 2.1

memiliki storage modulus sebesar 226 MPA pada temperature ruang, hal ini sebanding

dengan sifat fisik dari etilene vinil asetat kopolimer dan karenanya sangat potensial untuk

digunakan lebih lanjut untuk berbagai aplikasi seperti plastik kemasan, mainan, dan aplikasi

material lainnya [37]. Dalam penelitian lainnya, pati heksanoat yang disintesa dengan

menggunakan pati jagung dengan kandungan amilosa sebesar 80% dan memiliki rentang DS

sebesar 1.5-1.7 memiliki kekuatan tarik (Tensile Strength) sebesar 43 MPa. Kekuatan tarik

dari pati jagung heksanoat ini telah melampaui kekuatan tarik dari plastik komersial seperti

LDPE (25 MPa) [42].

Hasil hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produk PES dapat digunakan sebagai material

bioplastik tanpa perlu menggunakan material tambahan ataupun plasticizer. Produk PES juga

100% berbasis biomassa dan tentunya biodegradable. Akan tetapi, salah satu faktor yang

menjadi hambatan bagi proses pembuatan PES ini dalam skala besar/industri adalah akibat

Page 24: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

23

penggunaan perlarut organik yang kurang ramah lingkungan [38].

Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mencari pelarut alternatif yang lebih ramah

lingkungan misalnya saja pelarut superkitik CO2, ionic liquid dan sebagainya. Selain itu

kajian mengenai laju biodegradable dari produk PES dan juga optimisasi proses untuk

meningkatkan produksi pada skala besar masih perlu dilakukan.

3.1.2 Glukosa sebagai “chemical platform” bagi sintesis polimer : poli asam laktat

(PLA) dan polihidroksi alkanoat (PHA)

Selain melalui skema modifikasi langsung biopolimer, produk biodegradable bioplastik dapat

juga disintesa melalui skema lain, yaitu melalui reaksi konversi glukosa atau produk turunan

glukosa dengan bantuan mikroorganisme ataupun enzim. Dimana skema ini terdiri dari 2

tahap reaksi yaitu tahap hidrolisis (pemutusan rantai) dari polisakarida menjadi glukosa (gula

dengan 6 atom carbon) atau xilosa (gula dengan 5 atom carbon), bergantung dari jenis

polisakarida yang digunakan. Berbagai jenis polisakarida dapat digunakan dalam tahap ini

antara lain pati, selulosa, dan hemiselulosa. Tahap berikutnya adalah proses konversi gula

gula tersebut menjadi produk polimer dengan bantuan enzim atau mikroorganisme.

Beberapa produk biodegradable bioplastik yang dihasilkan dengan skema ini dan telah dijual

secara komersial adalah poli asam laktat (PLA), dan polihidroksi alkanoat (PHA).

a. Poliasam laktat (PLA)

PLA adalah termoplastik polyester yang dibuat dari polimerisasi asam laktat. Mayoritas

produuk asam laktat diperoleh dari hasil fermentasi glukosa menggunakan microorganisme

Lactobacillus delbrueckii atau amylophylus secara batch. Selain fermentasi, proses konversi

glukosa menjadi asam laktat dapat dilakukan lewat reaksi katalitik baik homogen maupun

heterogen, dan produksi alkali menggunakan senyawa logam atau amonium hidroksida

seperti Ba(OH2) dan butyl amonium hidroksida [43].

Terdapat dua jalur reaksi dalam proses polimerisasi asam laktat yaitu proses polikondensasi

asam laktat pada temperatur 200oC dengan mengeluarkan senyawa air dan reaksi polimerisasi

“ring opening” (ROP) laktida (dimer siklik dari asam laktat) menjadi PLA menggunakan

katalis logam seperti timah oktoat. Jalur reaksi kedua melibatkan tahap sintesa laktida dari

asam laktat (Gambar 12) [43,44].

Page 25: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

24

Gambar 12. Skema reaksi pembuatan poliasam laktat (PLA) [43]

Saat ini produksi PLA secara global telah mencapai hampir 1 juta ton dan diperkirakan akan

terus bertambah dan mencapai 1,2 juta ton pada tahun 2020 [43]. Apabila dibandingkan

dengan produksi plastik konvensional, jumlah ini masih jauh dari yang diharapkan (1 juta ton

vs 348 juta ton). Selain faktor harga yang lebih mahal, sifat-sifat dari produk PLA sendiri

masih belum bisa bersaing dengan polimer konvensional[43]. Walaupun belum dapat

bersaing dengan plastik konvensional, produk PLA memiliki aplikasi spesifik (specialty

polymer) di bidang medik/biomedik yaitu sebagai material “medical implant” karena sifatnya

yang biodegradable dan aman bagi tubuh (biocompatible) [43,44].

b. Polihidroksi alkanoat (PHA)

PHA merupakan material termoplastik poliester yang merupakan produk fermentasi glukosa

menggunakan bantuan mikroorganisme Cupriavidus necator, Alcaligenes eutrophus, dan

Bacillus megaterium. Bergantung dari kondisi operasi dan jenis nutrisi yang diberikan kepada

biakan mikroorganisme tersebut, maka produk produk PHA dapat dibedakan menjadi

beberapa jenis yaitu : poli- 3-hidroksibutirat (PHB) (Gambar 13), poli-4-hidroksibutirat

(P4HB), polihidroksi valerat (PHV), polihidroksi heksanoat (PHH), dan polihidroksi oktanoat

(PHO). Hasil fermentasi produk PHA tersebut akan disimpan di dalam sel mikroorganisme

dan material PHA diambil dengan merusak sel mikroorganisme tersebut [45].

Proses fermentasi pembuatan PHA dilakukan dalam 2 tahapan proses yakni tahap pertama

adalah pembiakan mikroorganisme dengan pengaturan kondisi dan nutrisi untuk

pertumbuhan, dan setelah jumlah biakan mikroorganisme itu sesuai dengan standar, maka

proses fermentasi berlanjut dengan merubah komposisi nutrisi agar PHA dapat dihasilkan

PLA

Asam laktat

Laktida PLA

Polikondensasi

Polimerisasi Ring Opening

-H2O

-H2O

Page 26: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

25

oleh mikroorganisme tersebut.

Gambar 13. Monomer dari polihidroksi butirat (PHB)

Dari kelima jenis produk tersebut, PHB (Gambar 13) merupakan produk yang paling

potensial dan memiliki “commercial interest” yang besar sebagai material plastik karena

memiliki sifat mekanik dan sifat termal yang mirip dengan polietilen (PE), polipropilen (PP)

dan polistiren (PS) dengan keunggulan biocompatible dan biodegradable [44,45]. Selain itu

PHB juga sangat stabil terhadap cahaya ultra violet (UV) [44,45]. Keunggulan lainnya adalah

tentunya biobased dengan kemungkinan feedstock / bahan baku yang beragam seperti

polisakarida (pati selulosa, kitin), hemiselulosa dan material lignoselulosa. Walaupun

demikian aplikasi PHB dalam skala besar masih terbatas akibat harga produk yang lebih

tinggi (paling mahal diantara semua produk biopolimer) dibanding plastik konvensional

seperti PP dan PE dan sifatnya yang brittle jika dibandingkan PP ataupun PE.

Beberapa produk komersial PHB antara lain Biopol, Micromidas dan Veolia. Aplikasi saat

ini, sama seperti PLA banyak digunakan sebagai “specialty polymer” dalam bidang medis

dan farmasi [44,45].

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa PLA dan PHB memiliki potensi yang sangat besar

untuk menggantikan “peranan” dari plastik konvensional. Tantangannya adalah bagaimana

agar proses produksi dalam skala besar dapat menjadi lebih murah sehingga harga produk

dapat bersaing dengan plastik konvensional dan perbaikan terhadap kualitas produk agar

minimal sama dengan plastik konvensional.

Saat ini riset mengenai produksi PHA dan PLA masih terus berlanjut dengan inovasi terhadap

feedstock/bahan baku misalnya menggunakan limbah makanan, limbah pabrik pulp untuk

pembuatan kertas, limbah domestik/rumah, dan mikroalga, riset mengenai mikroorganisme

untuk meningkatkan produktifitas, dan riset mengenai kajian ekonomi tentang proses-proses

tersebut.

Page 27: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

26

3.1.3 Polimer dari minyak nabati

Selain golongan polisakarida, sumber biomassa lain yang potensial digunakan adalah minyak

nabati dan turunannya. Negara kita, selain kaya dengan berbagai sumber polisakarida juga

kaya dengan berbagai sumber minyak nabati baik yang edible seperti minyak kelapa, minyak

kelapa sawit maupun minyak minyak nabati yang non edible seperti minyak biji jarak

(jatropa), minyak biji kepoh (sterculia), minyak biji karet, dan masih banyak lagi.

Selain untuk kebutuhan pangan, saat ini aplikasi terbesar dari minyak nabati adalah sebagai

bahan baku di dalam pembuatan biodiesel. Biodiesel disintesa dengan reaksi transsterifikasi

minyak nabati dengan alkohol (metanol atau etanol) menghasilkan metil ester (sebagai

biodiesel) dan gliserol sebagai produk samping.

Karena kebutuhan akan minyak nabati yang semakin bertambah selain untuk pembuatan

biodiesel sebagai substitusi bahan bakar fosil (partial), dan juga untuk kebutuhan pangan

yang semakin meningkat, maka terjadi peningkatan jumlah produksi minyak nabati global

dalam 10 tahun terakhir dari 332 juta ton menjadi 529 juta ton [34].

Selain bahan baku di dalam pembuatan biodiesel, minyak nabati dan produk turunannya

memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku untuk banyak aplikasi lainnya

salah satunya adalah di dalam pembuatan biodegradable bioplastik [34].

Beberapa hasil penelitian tentang pemanfaatan minyak nabati dan turunannya sebagai bahan

baku pembuatan bioplastik akan dijelaskan berikut ini.

a. Sintesis poligliserol karbonat (PGC) dari gliserol

Jumlah gliserol sebagai produk samping dari pembuatan biodiesel semakin meningkat akibat

bertambahnya kebutuhan akan biodiesel tersebut di dalam satu sampai dua dekade terakhir.

Hal ini telah memicu kalangan akademisi dan industri untuk melakukan riset mengenai

pemanfaatan gliserol tersebut termasuk di dalam sintesa bioplastik. Salah satu produk yang

dapat diperoleh dari pemanfaatan ini adalah pembuatan PGC yang biodegradable [34,46].

Sintesa dari polikarbonat ini melibatkan beberapa proses reaksi seri (lihat gambar 14) yakni

derivatisasi gliserol (1) menjadi gliserol karbonat (2) kemudian dilanjutkan dengan konversi

gliserol karbonat menjadi glisidol (3). Setelah konversi glisidol (3) menjadi glisidil eter (4),

maka tahap terakhir adalah tahap polimerisasi glisidil eter melalui „ring opening”

polimerisasi dengan CO2 menjadi PGC menggunakan katalis logam - salen (5) [34,46,47].

Page 28: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

27

Gambar 14. Skema reaksi konversi gliserol menjadi poli gliserol karbonat (PGC) [34].

Saat ini produk PGC banyak diminati oleh industi komestika, farmasi, dan biomedik karena

dapat sifatnya yang tidak beracun, dapat dengan mudah ditambahkan fungsi lain seperti anti

bakterial dan anti inflamasi, dan tentunya biodegradable [46,47]. Produk PGC memiliki

karaketristik produk yang hampir sama dengan PLA, hanya PGC memiliki keunggulan lebih

mudah untuk dimodifikasi (lebih reaktif) dibanding PLA dan tidak bersifat asam ketika

mengalami penguraian [47].

Penelitian-penelitian berikutnya harus diarahkan untuk mempersingkat jalur reaksi

(mengurangi harga produksi) misalnya saja melalui polimerisasi “ring opening” dari glicidil

karbonat (2) menjadi PGC (1), dan juga penelitian mengenai jenis katalis heterogen yang

tepat agar reaksi dapat berlangsung [47].

b. Sintesis biodegradable poliuretan dari minyak nabati

Poliuretan merupakan salah satu polimer termoset yang tidak biodegradable dan produksinya

saat ini mencapai 6.63% (dari 348 juta total produksi plastik) (lihat tabel 1). Poliuretan pada

umumnya disintesa dengan mereaksikan senyawa isosianat dan senyawa poliol yan berasal

dari bahan bakar fosil. Oleh karena itu pengembangan produk biobased poliuretan dan

sekaligus juga biodegradable akan memberikan insentif yang besar untuk mengurangi limbah

plastik dan ketergantungan akan bahan bakar fosil.

Biobased poliuretan dapat disintesa melalui minyak kedelai (1) dengan kandungan asam

lemak tak jenuh yang cukup tinggi dimana asam lemak tak jenuh tersebut akan mengalami

reaksi epoksidasi dan dilanjutkan dengan tahap hidroksilasi menjadi poliol (3). Pada tahap

hidroksilasi, minyak kedelai epoksida (2) ini akan direaksikan dengan senyawa polihidroksi

(gliserol dengan stiren oksida) menjadi biodegradable PUR (Gambar 15) [48].

(1) (2) (3) (4) (5)

Page 29: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

28

Gambar 15 Skema reaksi pembuatan biobased poluretan dari minyak nabati [48].

Produk biodegradable foam yang dihasilkan telah memiliki beberapa karakteristik seperti

kekuatan kompresi (compression strength), stabilitas termal dan kestabilan foam (dimensi)

yang baik walaupun masih perlu ditingkatkan agar bisa menyamai performa dari PUR foam

konvensional [48].

3.2 Pengembangan polimer daur ulang (circular based polymer)

Circular based polymer merupakan suatu konsep yang mengutamakan penggunaan kembali

polimer-polimer yang telah diproduksi termasuk daur ulang semua plastik yang ada. Seperti

yang diutarakan sebelumnya hanya polimer yang bersifat termoplastik yang dapat didaur

ulang (walaupun tidak seluruhnya) dan sebagain polimer lain yang bersifat termoset tidak

dapat diaur ulang, misalnya PUR, ban dan sebagainya. Oleh karena itu, pengembangan

produk polimer termoset yang dapat didaur ulang (recycle) menjadi fokus penelitian dari para

peneliti produk polimer dan kalangan industri saat ini.

Polimer termoset tidak dapat didaur ulang akibat keberadaan ikatan silang pada strukturnya

(crosslinking) yang bersifat permanen sejak tahap pembentukan polimer tersebut. Pemutusan

struktur ikatan silang tersebut tidak dimungkinkan tanpa merusak struktur polimer

keseluruhan. Penggunaan ikatan silang yang reversibel secara termal menjadi salah satu

solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Dengan membuka kemungkinan ikatan silang pada

suatu polimer untuk diuraikan, maka secara prinsip polimer termoset dapat didaur ulang [17].

Tentunya polimer termoset reversibel tersebut harus memiliki karakteristik produk (mekanik

dan termal) yang minimal sama atau lebih baik dari polimer termoset konvensional.

(1) (2) (3)

R

(R)

Page 30: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

29

Secara umum, ikatan silang reversibel secara termal dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu

secara fisika dan secara kimia. Beberapa interaksi fisika yang dapat terjadi antar molekul

dalam polimer antara lain secara elektrostatik, melalui ikatan hidrogen dan ikatan van der

Waals. Hanya saja dibandingkan dengan interaksi secara kimiawi, interaksi secara fisika

belum dapat dimanfaatkan lebih jauh di dalam pembuatan material termoreversibel karena

ikatan yang terjadi lemah dan membuat ikatan silang yang terbentuk kurang stabil. Hal ini

tentunya akan berpengaruh terhadap karakteristik produk yang dihasilkan [17].

Ikatan silang reversibel secara kimia merupakan ikatan kovalen yang dapat diputus dan

dihubungkan kembali dengan merubah kondisi operasi seperti temperatur. Beberapa tipe

ikatan kimia (kovalen) yang dapat digunakan adalah ionen, ester amida, radical coupling dan

Diels Alder (DA) [17]. Ikatan silang menggunakan prinsip Diels Alder (DA) telah berhasil

diterapkan pada berbagai sistem polimer dan saat ini menjadi dasar di dalam pengembangan

produk polimer ikatan silang reversibel. DA merupakan ikatan kovalen yang terbentuk secara

sikloadisi antara senyawa diena (kaya elektron) dan dienofil (suka elektron) (Gambar 16).

Beberapa pasangan senyawa kimia diena-dienofil yang dapat digunakan dalam reaksi DA

adalah furan-maleimid, antracene-maleimid, siklopentadien, fulven-fulven, fuleren-dien dan

siklopentadien-ditioester. Dari pasangan pasangan tersebut, penggunaan furan-maleimid pada

berbagai sistem polimer masih lebih dominan dibandingkan yang lain karena ketersediaan

bahan baku yang cukup mudah dan menghasilkan produk daur ulang dengan kekuatan

mekanik yang baik (sama dengan polimer awalnya) [17]. Reaksi DA (3) antara furan (1) dan

bismaleimid (2) dan ilustrasi sederhana mengenai ikatan silang yang termoreversibel dapat

dilihat pada Gambar 16.

Berikut ini akan diuraikan hasil riset mengenai penggunaan sistem reaksi DA furan

bismaleimid di dalam sintesa termoreversibel karet sintetis berjenis Etilen Propilen Diena

(EPDM). EPDM merupakan karet dengan ikatan silang yang biasa digunakan sebagai bagian

kendaraan/otomotif sebagai sistem rem hidraulik, karet seal, pelapis atap atau pinggiran

jendela kendaraan.Seperti halnya dengan ban, karet EPDM memiliki sifat mekanik,

ketahanan termal, dan ketahanan kimia yang sangat baik, akan tetapi EPDM pun tidak dapat

didaur ulang akibat kuatnya ikatan silang di dalam stukturnya [50].

Page 31: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

30

Gambar 16. Ilustrasi sederhana polimer termoset yang reversibel dengan ikatan

silang Diels Alder [49].

Produk EPDM ikatan silang yang termoreversibel diperoleh dengan reaksi tiga tahap yaitu

tahap fungsionalisasi karet EPM dengan maleic anhidrida, dilanjutkan dengan reaksi grafting

gugus fungsi furan dan terakhir reaksi DA dengan bismaleimid. Reaksi ikatan silang antara

furan dan bismaleimid akan mengikuti skema pada gambar 16 di atas. Dari penelitian

tersebut telah ditunjukkan bukti bukti (proof of principle) bahwa reaksi DA telah dapat

menghasilkan EPM dengan ikatan silang termoreversibel [50].

Kemampuan daur ulang dari produk yang dihasilkan telah diuji dan dibandingkan dengan

karet EPDM dengan ikatan silang biasa (Gambar 17) . Pada gambar tersebut dapat dilihat

bahwa setelah dipotong, sampel EPDM dengan ikatan silang tidak dapat didaur ulang

sementara EPM dengan ikatan silang DA dapat didaur ulang yang ditandai bahwa sampel

dapat dicetak ulang seperti kondisi sebelum dipotong. Selain kemampuannya untuk didaur

ulang, dalam penelitian ini juga ditunjukkan bahwa tidak ada perubahan kekuatan mekanik

dari EPM setelah di daur ulang, bahkan tetap tidak ada perubahan kekuatan mekanik setelah

+

(1) (2) DA Furan Bismaleimid

DA

Page 32: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

31

delapan kali proses daur ulang [50].

Gambar 17 Percobaan daur ulang untuk EPM dengan ikatan silang DA dan EPDM ikatan

silang [50].

Hal ini menunjukkan bahwa ikatan silang dengan DA antara furan dan bismaleimid sangat

stabil dan produk daur ulang yang dihasilkan memiliki karakteristik produk yang sama

baiknya dengan produk awalnya. Keberhasilan penggunaan reaksi DA pada produk EPM ini

juga membuka peluang untuk mengembangkan reaksi ikatan silang DA pada pembuatan ban

misalnya, tentunya dengan pengembangan terhadap proses yang ada saat ini [50].

Selain mendaur ulang karet, hasil penelitian yang menarik lainnya adalah peluang dan potensi

penggunaan DA pada produk foam/busa poliuretan yang memungkinkan proses daur ulang

pada produk termoset tersebut [51].

4. Penutup

Kehidupan manusia modern memiliki kebergantungan yang tinggi terhadap berbagai produk

polimer seperti plastik dan elastomer (karet dan produknya seperti ban). Hal ini tercermin

dari peningkatan jumlah produksi polimer setiap tahunnya.

Tingginya penggunaan produk polimer menimbulkan dua permasalahan besar yaitu

penggunaan bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam, batu bara) yang semakin banyak

padahal jumlahnya terbatas dan permasalahan limbah/sampah polimer yang semakin tinggi

dengan tata kelola limbah yang kurang baik. Permasalahan limbah ini sangat mencemaskan

kita karena sudah mencapai level yang berbahaya ditandai dengan pencemaran plastik yang

sangat masif terjadi di laut.

Peranan dari para stakeholders produk polimer antara lain masyarakat pengguna, pemerintah,

EPDM ikatan silang EPM ikatan silang DA

Kondisi awal

Daur ulang

Sampel dipotong

Page 33: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

32

industri dan akademisi/peneliti menjadi sangat krusial di dalam penyelesaian permasalahan

tadi. Kebijakan pemerintah sangat penting untuk mengatur tata kelola limbah dengan baik.

Masyarakat pengguna plastik perlu diberikan pemahaman (edukasi) tentang tata kelola

limbah dan diberikan kesadaran untuk mau menjalankan 3 R (Reduce, Reuse, Recycle) secara

baik.

Di dalam pengembangan produk polimer, kalangan industi maupun kalangan peneliti perlu

menjalankan dua strategi yaitu strategi pengembangan polimer biodegradable berbasis

biomassa (biobased polimer) dan strategi pengembangan polimer daur ulang (circular based

polymer).

Uraian-uraian yang disampaikan di dalam pengembangan biodegradable bioplastik tersebut

menunjukkan potensi dan peluang yang besar untuk bisa mengurangi kebergantungan

terhadap minyak bumi sebagai bahan baku pembuatan polimer, dengan insentif tambahan

sifat produk polimer yang dapat didaur ulang secara alami. Indonesia sebagai negara tropis

memiliki peluang yang besar di dalam pengembangan produk polimer ini karena memiliki

ketersediaan bahan baku biomassa, misalnya saja berbagai jenis polisakarida yang melimpah

(pati, selulosa, kitin, dan sebagainya)

Pada strategi kedua, yaitu pengembangan polimer daur ulang, diuraikan proses sintesa

polimer dengan ikatan silang yang reversibel dan tidak permanen seperti ikatan silang

konvensional dengan memanipulasi parameter proses seperti temperatur. Hal ini

memungkinkan bagi polimer dengan ikatan silang untuk dapat didaur ulang kembali.

Keberhasilan penggunaan proses ini pada beberapa contoh seperti karet sintetis EPDM dan

poliuretan memberikan peluang untuk menerapkan teknologi ini pada skala yang lebih besar.

Ada beberapa kekurangan yang muncul dan dapat menjadi hambatan bagi penerapan kedua

strategi ini pada skala yang lebih besar, misalnya saja permasalahan harga produk yang lebih

tinggi dari produk plastik konvensional dan sifat mekanik produk yang belum menyamai

plastik konvensional. Oleh karena itu pengembangan teknologi di dalam kedua strategi

tersebut tentunya masih harus terus dilakukan. Fokus pengembangan adalah pada tahap

optimasi, peningkatan efisiensi proses maupun pengembangan produk dengan berbagai rute

sintesis lainnya, misalnya saja pengembangan produk polimer dengan ikatan silang revesibel

berbasis biomassa (biodegradable, biobased and termoreversibel).

Page 34: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

33

5. Daftar Pustaka

(1) Saldivar-Guerra, E., Vivaldo-Lima, E., Editors. Handbook of Polymer Synthesis,

Characterization, and Processing. New Jersey : Wiley; 2013.

(2) Billmeyer, F.W., Textbook of Polymer Science. 3rd

Edition. New York : Wiley; 1984.

(3) Association of Plastic Manufacturer 2017. An analysis of European Plastics,

Production Demand and Waste Data Report (Plastic

Europe).http://www.plasticseurope.org (accessed April 15, 2019).

(4) Association of Plastic Manufacturer 2018. An analysis of European Plastics,

Production Demand and Waste Data Report (Plastic

Europe).http://www.plasticseurope.org (accessed April 15, 2019).

(5) Geyer, R.; Jambeck, J. R; Law, K.L Production, Use, and Fate of All Plastics Ever

Made. Science Advances. 2017, 3, 1-5.

(6) The future of plastic (Editorial). Nature Communications. 2018, 2157, 1-3.

(7) Association of Plastic Manufacturer 2016 An analysis of European Plastics,

Production Demand and Waste Data Report (Plastic

Europe).http://www.plasticseurope.org (accessed April 15, 2019).

(8) Oil Consumption. https://www.bpf.co.uk/press/oil_consumption.aspx (accessed April

15, 2019).

(9) Abas, N.; Kalair, A.; Khan., N. Review of Fossil Fuels and Future Energy

Technologies. Futures.2015, 69, 31 - 49.

(10) Urbanek, A.K..; Rymowicz, W.; Mironczuk.,A.M. Degradation of Plastics and

Plastic Degrading Bacteria in Cold Marine Habitats. Applied Microbiology and

Biotechnology.2018, 102(18), 7669-7678.

(11) Indonesia penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia

https://megapolitan.kompas.com/read/2018/08/19/21151811 (accessed April 15,

2019).

(12) Sampah Plastik 5,9 Kg Ditemukan dalam Perut Paus yang Mati di Wakatobi.

https://regional.kompas.com/read/2018/11/20/14571691/ (accessed April 15, 2019).

(13) Ramirez-Canon, A.; Munoz-Camelo, Y.F.; Singh, P. Decomposition of Used Tyre

Rubber by Pyrolisis : Enhancement of the Physical Properties of the Liquid Fraction

Using a Hydrogen Stream. Environments.2018, 5(72), 1-12.

(14) World Biggest Tyres Graveyard. https://www.dailymail.co.uk/news/article-

Page 35: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

34

2337351(accessed April 15, 2019).

(15) Alsaleh, A.; Sattler, M.L. Waste Tire Pyrolysis : Influential Parameters and Product

Properties. Current Sustainable Renewable Energy Report. 2014, 1, 129-135.

(16) What can the World Do with 1.5 Billion Waste Tyres.

https://makewealthhistory.org/2017/06/29/ (accessed April 15, 2019).

(17) Iqbal, M. Synthesis and Properties of Bio-based and Renewable Polymeric Products.

Doctor of Philosophy, 2014. University of Groningen.

(18) Peraturan Presiden No. 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengelolaan Sampah.

(19) Peraturan Presiden No. 83 tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.

(20) Lopez, G.; Artetxe, M.; Amutio, M.; Alvarez, J.; Bilbao, J.; Olazar, M. Recent

Advances in the Gasification of Waste Plastics. A Critical Overview Renewable and

Sustainable Energy Reviews. 2018, 82, 576-596.

(21) Shibamoto, T.; Yasuhara, A.; Katami, T.; Dioxin Formation from Waste

Incineration.Reviews Environment Contamination Toxicology. 2007, 190, 1-41.

(22) Plastics by the Numbers. https://learn.eartheasy.com/articles/ (accessed April 15,

2019).

(23) Chanda,M.; Roy, K.S. Industrial Polymers, Specialty Polymers, and Their

Applications.. London : CRC Press; 2007.

(24) Polyurethane. https://en.wikipedia.org/wiki/(accessed April 15, 2019).

(25) Enhance highloft 3 memory foam topper white future foam.

https://www.target.com/p/ /-/A-13291369/(accessed April 15, 2019).

(26) Material Matters: Vulcanised Rubber Sole Construction.

https://www.sneakerfreaker.com/articles/(accessed April 15, 2019).

(27) What are radial tires. https://www.wisegeek.com/ /(accessed April 15, 2019).

(28) Printed Circuit Board Manufacturing Made Easy. /https://levisonenterprises.com/pcb-

assembly/ (accessed April 15, 2019).

(29) Analisis Tingkat Daur Ulang Sampah 2018: Bagaimana Indonesia Melawan Polusi

Sampah Plastik, http://www.tribunnews.com/metropolitan/2018/04/25/(accessed April

15, 2019).

(30) “Reduce Reuse Recycle” Waste Hierarchy. http://www.all-recycling-

facts.com/(accessed April 15, 2019).

(31) The Reduce, Reuse, Recycle, Hierarchy. https:// www.conserve-energy-

Page 36: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

35

future.com/(accessed April 15, 2019).

(32) Bioplastics. https://www.european-bioplastics.org/bioplastics/(accessed April 15,

2019).

(33) Muljana, H.; Picchioni, F.; Heeres, H.J.; Janssen, L.P.B.M. Green Starch Conversions

: Studies on Starch Acetylation in Densified CO2. Carbohydrate Polymers. 2010, 82,

653-662.

(34) Gandini, A.; Lacerdai, T.M.; Carvalho, A.J.F..; Trovatti, E. Progress of Polymers

from Renewable Resources : Furans, Vegetable Oils, and Polysaccharides. Chemical

Reviews. 2016, 116, 1637-1669.

(35) Janssen,L.P.B.M.,Moscicki, L., Editors. Thermoplastic Starch A Green Material for

Various Industries. Wiley VCH ; 2009.

(36) Janssen, L.P.B.M.; Moscicki, L. Thermoplastic Starch as Packaging Material. Acta

Scientiarum Polonorum Technica Agraria. 2006, 5(1), 19-25.

(37) Ojogbo, E.; Blanchard, R.;Mekonnen, T. Hydrophobic and Melt Processable Starch-

Laurate Esters : Synthesis, Structure-Property Correlations. Journal of Polymer

Science Part A. Polymer Chemistry. 2018, 56, 2611-2622.

(38) Muljana, H.; van der Knoop,S.;Keijzer, D.; Picchioni,F.; Janssen, L.P.B.M.; Heeres,

H.J. Synthesis of Fatty Acid Starch Esters in Supercritical Carbon Dioxide.

Carbohydrate Polymers. 2010, 82, 346-354.

(39) Muljana, H.; Irene,C.; Saptaputri, V.; Arbita,E.; Sugih, A.K.; Heeres, H.J. Synthesis

of Sago Starch Laurate in Densified Carbon Dioxide. Polymer Engineering and

Science. 2018, 58(3), 291-299.

(40) Muljana, H.; Sugih, A.K.; Christina, N.; Fangdinata, K.; Renaldo, J.; Rudy; Heeres,

H.J.;Picchioni, F. Transesterification of Sago Starch and Waste Palm Cooking Oil ini

Densified CO2. IOP Conference Series : Materials Science and Engineering. 2017,

223.

(41) Fabra, M.J.; Rubio, A.L..; Cabedo,L.; Lagaron, J.M. Tailoring Barrier Properties of

Thermoplastic Corn Starch-Based Films (TPCS) by Means of a Multilayer Design.

Journal of Colloid and Interface Science. 2016, 84–92.

(42) Winkler, H.; Vorwerg, W.; Rihm, R. Thermal and Mechanical Properties of Fatty

Acid Starch Esters . Carbohydrate Polymers. 2014, 102, 941-949.

(43) Van Wouwe, P.; Dusselier, M.; Vanleeuw, E.; Sels, B. Lactide Synthesis and

Chirality Control for Polylactic Acid Production. ChemSusChem Reviews. 2016, 9,

Page 37: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

36

907 - 921.

(44) Clark, J.;Deswarte, F. Editors. Introduction from Biomass to Chemicals. Chichester :

Wiley ; 2008.

(45) Brigham, C.J.; Riedel, S.L. The Potential of Polyhydroxyalkanoate Production from

Food Wastes . Applied Food Biotechnology. 2019, 6 (1), 7-18.

(46) Geschwind, J.; Frey, H. Poly(1,2-glycerol carbonate): A Fundamental Polymer

Structure Synthesized from CO2 and Glycidyl Ethers.Macromolecules. 2013, 46,

3280–3287.

(47) Zhang, H.; Grinstaff, M.W. Synthesis of Atactic and Isotactic Poly(1,2-glycerol

carbonate)s : Degradable Polymers for Biomedical and Pharmaceutical Applications.

Journal of The American Chemical SOciety. 2013, 135, 6806-6809.

(48) Fang, Z.; Qiu,C.; Ji,D.; Yang,Z.; Zhu, N.; Meng,J. ; Hu, X.; Guo, K. Development of

High Performance Biodegradable Rigid Polyurethane Foams Using Full Modifed

Soy-Based Polyols. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 2019, 67, 2220-

2226.

(49) Picchioni, F. Chemical Product Engineering, 2016, University of Groningen

(50) Polgar, L.M.; van Duin, M.; Broekhuis, A.A.; Picchioni, F. Use Diels Alder

Chemistry for Thermoreversible Rubbers : The Next Step Toward Recycling of

Rubber Products?. Macromolecules. 2015, 48, 7096-7105.

(51) Lakatos, Cs.; Czifrak, K.; Papp, R.; Kocsis, J.K.; Zsuga, M.: Keki, S. Segmented

Linear Shape Memory Polyurethanes with Thermoreversible Diels Alder Coupling :

Effect of Polycaprolactone Molecular Weight and Diisocyanate Type. Express

Polymer Letters. 2016, 10(4), 324-336.

Page 38: Oratio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri

Orasio Dies Natalis XXVI Fakultas Teknologi Industri UNPAR (26 April 2019)

37