modul tutorial - lms.umm.ac.id

53
1 Modul Tutorial Blok Pembelajaran “Pencernaan & Endokrin 2 - 2021” Semester 5 Fase III Proses Sehat - Sakit Editor dr. Isbandiyah, Sp.PD Kontributor Materi: Dr. dr. Meddy Setiawan, Sp.PD., FINASIM Dr. dr. Febri Endra Budi Setyawan, M.Kes., FISPH., FISCM dr. Hawin Nurdiana SpA Diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang All right reserved @ Faculty of Medicine Press This publication is protected by Copyright law and permission should be obtained from publisher prior to any prohibited reproduction, storage in a retrieval system, or transmission in any form by any means, electronic, mechanical, photocopying, recording or likewise

Upload: others

Post on 21-Feb-2022

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

1

Modul Tutorial

Blok Pembelajaran “Pencernaan & Endokrin 2 - 2021”

Semester 5 Fase III Proses Sehat - Sakit

Editor dr. Isbandiyah, Sp.PD

Kontributor Materi: Dr. dr. Meddy Setiawan, Sp.PD., FINASIM

Dr. dr. Febri Endra Budi Setyawan, M.Kes., FISPH., FISCM dr. Hawin Nurdiana SpA

Diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang All right reserved

@ Faculty of Medicine Press This publication is protected by Copyright law and permission should be obtained from publisher prior to any prohibited reproduction, storage in a retrieval system, or transmission in any form by any means, electronic,

mechanical, photocopying, recording or likewise

Page 2: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan anugerah sehingga penulis dapat

menyelesaikan Modul Tutorial Blok Pencernaan dan Endokrin 2. Kegiatan akademik dari blok ini akan

selesai dalam waktu 5 minggu yang meliputi 3 unit pembelajaran (gastrointestinal, hepatobilier, dan

endokrin) yang terbagi menjadi 3 skenario. Blok ini akan memberikan para mahasiswa pengetahuan

dan ketrampilan tentang kelainan atau penyakit dalam ilmu kedokteran terutama yang menyangkut

sistem pencernaan, dan endokrin termasuk dasar etika (bioetika Islam). Blok ini akan

mengintegrasikan berbagai aspek ilmu antara lain: penyakit dalam, ilmu kesehatan anak, ilmu bedah,

mikrobiologi, parasitologi, IKM, PK, PA ,Gizi dan farmakologi yang berkaitan dengan sistem

pencernaan dan endokrin. Berbagai strategi pembelajaran akan dilaksanakan dalam beberapa

kegiatan seperti kuliah, tutorial dan praktik laboratorium serta belajar mandiri untuk membantu

mahasiswa secara aktif dan efektif mempelajari isi blok. Mahasiswa juga harus mempelajari berbagai

keterampilan klinis seperti pemeriksaan fisik abdomen, pemasangan NGT, pemakaian insulin,

Pembuatan formula gizi buruk pada anak dan pemeriksaan feses cacing dan protozoa usus,

pemeriksaan mikrobiologi. Ujian akhir blok digunakan untuk menilai pengetahuan, pemahaman dan

kemampuan analisa mahasiswa sedangkan OSCE (objective structured clinical examination)

digunakan untuk menilai ketrampilan klinik. Ketrampilan critical appraisal, clinical

reasoning,keterampilan komunikasi dan perilaku profesional juga akan dinilai melalui proses tutorial.

Penulis menyadari bahwa modul ini meskipun telah diupayakan dengan maksimal akan tetapi masih

terdapat kekurangan baik dari isi, tata bahasa, tata urutan maupun referensi yang menjadi rujukan,.

Untuk itu penulis sangat berharap adanya masukan dan kritik untuk menyempurnakan modul ini.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangan pikiran, waktu dan telah

mendukung terhadap kehadiran modul ini. Mudah-mudahan modul ini memberikan manfaat bagi

seluruh umat, Amien.

Malang, November 2021

penulis

Page 3: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

3

SEBARAN KURIKULUM BLOK 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Tahun SEMESTER GANJIL SEMESTER GENAP

I TEMA

Blok 1.1 Belajar, Humaniora dan Etika

Blok 1.2 Muskuloskeletal I

Blok 1.3 Respirasi & Cardiovaskular I

Blok 1.4 Pencernaan I

Blok 1.5 Uropoetika & Reproduksi I

Blok 1. 6 Cerebro & Pancaindera I

FASE I GENERAL EDUCATION

FASE II SISTEM NORMAL

II TEMA

Blok 2.1 Hematologi Sistem Limfatik & Endokrin

Blok 2.2 Tumbuh Kembang

Blok 2.3 Infeksi & Imunologi

Blok 2.4 Neoplasma dan Degeneratif

Blok 2.5 IKM

Blok 2.6 Metodologi Penelitian

FASE III PROSES SEHAT-SAKIT

FASE IV RISET

III TEMA

Blok 3.1 Neuromuskuloskeletal II

Blok 3.2 Pencernaan & Endokrin II

Blok 3.3 Respirasi, Cardiovaskular & Hematologi II

Blok 3.4 Cerebro & Pancaindera II

Blok 3.5 Uropoetika & Reproduksi II

Blok 3.6 Perilaku & Kesehatan

FASE V GANGGUAN KESEHATAN DAN LINGKUNGAN (KELUHAN DAN PENYAKIT)

IV TEMA

Blok 4.1 Trauma dan Kegawatan

Blok 4.2 Kesehatan Industri & Lingkungan

Blok 4.3 Elektif dan Proses Klinik KEPANITERAAN KLINIK

FASE V GANGGUAN KESEHATAN DAN LINGKUNGAN (KELUHAN DAN PENYAKIT)

V KEPANITERAAN KLINIK

VI

KEPANITERAAN KLINIK

Page 4: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

4

DAFTAR ISI

Kata pengantar

Sebaran Blok Kurikulum 2013

Daftar isi

BAB 1 Pendahuluan

1.1. Tujuan Belajar

1.2. Ilmu Terkait

1.3. Hubungan dengan Blok Lainnya

1.4. Persyaratan

BAB 2 Pohon topik (topic tree)

BAB 3 Kegiatan pembelajaran

BAB 4 SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

BAB 5 Blueprint penilaian dan Kisi-kisi Soal Ujian

BAB 6 UNIT BELAJAR

Unit Belajar 1. GASTROINTESTINAL

Unit Belajar 2. HEPATOBILIER

Unit Belajar 3. ENDOKRIN

BAB 7 MATERI KULIAH PAKAR

BAB 8 JADWAL PEMBELAJARAN

BAB 9 KISI-KISI SOAL UJIAN

Page 5: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

5

BAB 1

PENDAHULUAN

Blok Pencernaan dan Endokrin adalah blok kedua pada tahun III fase III tentang proses

sehat- sakit. Dalam blok 3.2 ini mahasiswa belajar tentang ilmu penyakit dalam, ilmu penyakit

anak, ilmu penyakit bedah, yang berkaitan dengan kelainan pada sistem pencernaan serta

gangguan endokrin. Selanjutnya, mahasiswa juga akan mempelajari ilmu farmakologi, bioetika

Islam, serta gizi dan kedokteran keluarga dalam kaitannya dengan penanganan penyakit atau

kelainan pada sistem tersebut.

Blok ini terdiri dari tiga 3 unit pembelajaran (gastrointestinal, hepatobilier, endokrin)

yang terbagi menjadi 3 skenario.

1.1 TUJUAN BELAJAR

TUJUAN UMUM

Mahasiswa dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dasar dan beberapa penyakit dari

sistem pencernaan dan endokrin dalam tubuh manusia, sehingga selanjutnya mampu

menerapkan pengetahuan ini sebagai bekal ilmu di klinik nantinya. Pada akhir blok ini,

mahasiswa diharapkan mampu :

1. Menguasai beberapa kelainan atau penyakit pada sistem penecernaan dan endokrin

2. Memahami beberapa obat yang digunakan pada kelainan atau penyakit pada sistem

pencernaan dan endokrin

3. Memahami tinjauan islam mengenai makanan haram dan alkohol terhadap sistem

pencernaan

4. Mempraktekkan pemeriksaan fisik abdomen, injeksi insulin pada orang diabetes serta

pemasangan Nasogastric tube

5. Mempraktekkan pembuatan makanan gizi buruk pada anak

Page 6: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

6

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TARGET KOMPETENSI AREA

KOMPETENSI

SKDI 2012

A KETERAMPILAN Mahasiswa memperoleh keterampilan dan

pengetahuan untuk:

1. Pemeriksaan status gizi

2. Pemeriksaan abdomen normal

Area 6 :

Ketrampilan

Klinis

B. PENGETAHUAN Mahasiswa mampu memahami:

Anatomi traktus Gastrointestinal dan hepatobilier

Fisiologi traktus Gastrointestinalis dan hepatobilier

Histologi traktus Gastrointestinalis dan

hepatobilier

Enzim pencernaan

Metabolisme karbohidrat, lipid, asam amino

Vitamin dan mineral

Mekanisme kerja Obat-obat dalam

traktus Gastrointestinal dan hepatobilier

Tes fungsi Hati

Gizi dasar dan pemeriksaan status gizi

Puasa dan kesehatan

Adab makan dan minum

Makanan yang halal dan toyyib

Faktor risiko timbulnya penyakit

Pencegahan penyakit

Area 4 :

Pengelolaan

informasi

Area 5 :

Landasan Ilmiah

Ilmu Kedokteran

C. ASPEK KLINIS Mahasiswa dapat mengamati (paparan awal)

pasien atau kasus simulasi dengan masalah

sistem pencernaan / gastroenterohepatologi

melalui seluruh skenario pembelajaran.

Area 6 :

Ketrampilan

Klinis

D. ASPEK ILMIAH Mahasiswa dapat menganalisis informasi

bagaimana cara mengatasi masalah sistem

pencernaan / gastroenterohepatologi pada

individu dan masyarakat.

Area 4 :

Pengelolaan

informasi

Area 7 :

Pengelolaan

masalah

kesehatan

E. ASPEK ETIKA DAN

PROFESIONALITAS

PERILAKU

1. Mahasiswa mampu menjelaskan cara

pengumpulan data yang valid

2. Mahasiswa dapat belajar bekerja dan

berkomunikasi dalam tim selama proses

tutorial

Area 4 :

Pengelolaan

informasi

Area 1:

Profesionalitas

yang luhur

Page 7: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

7

Area 3 : Komunikasi

efektiff

F. ASPEK SOSIAL Mahasiswa dapat menggali informasi

bagaimana cara masyarakat mengatasi

masalah sistem pencernaan /

gastroenterohepatologi

Page 8: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

8

ILMU TERKAIT :

NO BIDANG ILMU

KULIAH PAKAR PRAKTIKUM SKILL TUTORIAL

IPD GEA, Colitis,

Thypoid

Hepatitis, Cirrhosis

hepatis, amoebiasis

hepar

Perdarahan saluran

cerna atas

Kolesistitis akut ,

Pancreatitis akut

Gastritis, Ulkus

peptikum

Penyakit Metabolik dan manajemen

o Diabetes Melitus

(Komplikasi akut

dan kronis)

o Cushing

Syndrome

o Hyperthyroid,

Hypothyroid

o Metabolik

Sindrom

(Dislipidemia,

Obesitas)

Pemeriksaan

abdome

n.

NGT

Insulin

IKA Malabsorsi, Intoleransi Laktosa

Diare dan dehidrasi

GER dan GERD,

Worms

Konstipasi

Keracunan makanan

Ikterus pada anak, Cholestasis

Perdarahan saluran

cerna

Pembuatan formula gizi

buruk pada

anak

10 tata laksana

Gizi

buruk

BEDAH Hernia

Appendicitis

Hemoroid

Hirschprung

disease

Page 9: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

9

Manajemen

pembedahan pada

gangguan

endokrin (struma

dan diabetic foot)

PARASITOL

OGI

Parasitologi : cacing usus

dan protozoa usus

Pemeriksaan

tinja (protozoa

usus dan

cacing usus)

Mikrobiologi Enterobacteriaceae

(bakteri batang gram

negatif)

Enterobacteria

ceae (bakteri

batang gram

negatif)

Farmakologi Obat Hipo dan Hipertiroid

OAD dan Insulin

Obat hiperlipid dan anti

obesitas

Obat sistem bilier dan farmakoterapi pada

pasien gangguan fungsi

hepar

Farmakoterapi obat GIT

dan

endokrine

Farmakoterapi obat

sistem bilier

dan fungsi

hepar

RADIOLOGI Radiodiagnostik pada

kelainan Pencernaan

(colon inlop, polos

abdomen, abdomen 3

posisi, USG

abdomen)

PATOLOGI

KLINIK Seromarker Hepatitis

Pemeriksaan

laboratorium

diagnosis DM dan

dislipidemia

Pemeriksaan fungsi tyroid

IKM Terapi dietetik pada

penyakit pencernaan

dan endokrin : jenis2

diet, diare, DM,

obesitas.

Konselin

g Gizi :

DM+obe

sitas

dewasa

Page 10: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

10

Makanan sebagai media interaksi

lingkungan dan

kesehatan

Penyakit2 Gizi Masyarakat

Hubungan perilaku dengan gangguan

kesehatan (Gastritis,

Gastric/duodenal

ulcer, Gastrointestinal

bleeding, obesitas)

Kedokteran

Keislaman Hikmah pengharaman

makanan (babi,bangkai,

darah)

Efek alkohol pada tubuh

Kedokteran

keluarga Behaviour

modification change

family conference and

conseling DM,

hepatitis and diarrhoe

Patologi

Anatomi Patologi Anatomi

Gastrointestinal

Patologi Anatomi Hepatik dan Sistem

Bilier

Patologi Anatomi Sistem Endokrine

Praktikum

Gastroenter

ohepatikum

dan

Praktikum

Endokrine

Page 11: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

11

BAB 2

POHON TOPIK

Blok Topik

gangguan pencernaan

pada anak-anak Ikterus pada anak,

Cholestasis

hepatobilier

Endokrin

Praktikum

Praktikum Gastroenterohepatikum Praktikum Endkrine Pemeriksaan tinja (protozoa

usus dan cacing usus)

Gizi

Pemeriksaan penunjang Radiodiagnostik pada

kelainan Pencernaan

Seromarker Hepatitis

Pemeriksaan lab.diagnosis DM dan dislipidemia

Pemeriksaan fungsi tyroid

Kelainan pada gaster dan

intestin (Gastritis,Ulkus

peptikum, kolitis, typhoid, GEA,

Gastrointestinal

Penyakit Metabolik dan

manajemen (DM, hypertyroid ,

hypothyroid)

Hernia, Appendicitis,

Hemoroid, Hirschprung

disease, Manajemen pembedahan pada gangguan

endokrin (struma dan

diabetic foot)

Pengobatan

Obat –obat pada gangguan endokrin (DM , Hipo dan hipertiroid)

Obat gangguan metabolisme

Obat sistem bilier dan

farmakoterapi pada pasien gangguan fungsi hepar

Terapi dietetik pada

penyakit pencernaan dan endokrin : jenis2 diet, diare,

DM, obesitas.

Makanan sebagai

media interaksi

lingkungan dan

kesehatan

Penyakit2 Gizi

Masyarakat

Hubungan perilaku

dengan gangguan

kesehatan (Gastritis,

Gastric/duodenal

ulcer,

Gastrointestinal

bleeding, obesitas)

Behaviour modification

change family conference

and conseling DM, hepatitis and diarrhoe

Hikmah pengharaman makanan (babi,bangkai, darah) Efek alkohol pada tubuh

PENC ERNAAN

&

E N D O K R I N

Page 12: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

12

BAB 3

KEGIATAN PEMBELAJARAN

Blok 3 ini dibagi menjadi tiga UNIT BELAJAR (gastrointestinal, hepatobilier, endokrin) dan

tiga skenario. Tujuan pembelajaran berikut siap untuk membimbing mahasiswa untuk

memperoleh tujuan pembelajaran blok ini.

a. Tutorial (Diskusi kelompok dengan tutor)

Tutorial dijadwalkan dua kali seminggu. Selama diskusi, kelompok perlu memastikan

bahwa mereka MEMBAWA sumber referensi yang relevan untuk belajar. Dalam rangka

mencapai tujuan pembelajaran, diskusi kelompok dilakukan metode seven jump. Diskusi

pada pertemuan pertama mencakup langkah 1 s.d 5, sedangkan langkah 6 dan 7 dilakukan

dalam diskusi pada pertemuan kedua.

Metode Seven jump meliputi :

Langkah 1: mengklarifikasi istilah dan konsep

Langkah 2: mendefinisikan masalah

Langkah 3: menganalisis masalah

Langkah 4: membuat kerangka sistematis berbagai penjelasan yang ditemukan di step3

Langkah 5: merumuskan tujuan pembelajaran

Langkah 6: mengumpulkan informasi tambahan di luar diskusi kelompok

Langkah 7: mensintesis dan menguji informasi yang diperoleh

Pada akhir pertemuan kedua, mahasiswa diharapkan dapat membuat suatu refleksi diri

yang akan dikoreksi oleh tutor dan selanjutnya diserahkan kepada PJMK dan Koordinator

Keislaman. Adapun refleksi diri yang dibuat mencakup :

Pendahuluan

Manfaat Ilmu yang dipelajari bagi diri sendiri dan masyarakat

Keterkaitan ilmu yang dipelajari dengan nilai-nilai keislaman (dikaitkan dengan Al

Quran dan Al Hadits)

Rencana implementasi dari ilmu yang sudah dipelajari tersebut

b. Belajar mandiri (belajar mandiri)

Page 13: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

13

Sebagai pelajar dewasa, mahasiswa diharapkan melakukan belajar mandiri,

keterampilan yang sangat penting bagi pengembangan karir dan masa depan. Keterampilan

ini meliputi menemukan apa yang dianggap penting bagi mereka, mencari informasi lebih

lanjut dari sumber belajar yang tersedia, memahami informasi dengan strategi belajar yang

berbeda dan menggunakan berbagai kegiatan pembelajaran, menilai pembelajaran mereka

sendiri, dan mengidentifikasi kebutuhan belajar lebih lanjut. Mereka tidak akan pernah puas

untuk belajar hanya dari catatan kuliah atau buku teks. Belajar mandiri adalah fitur penting

dari pendekatan PBL dan pada tahap tertentu pembelajaran akan menjadi perjalanan yang

tak pernah berakhir tanpa batas.Mahasiswa belajar mandiri berdasarkan tujuan blok dan

tujuan skenario, namun dapat dikembangkan sesuai dengan referensi yang sudah

direkomendasikan.

c. Kuliah Pakar

Kuliah pakar ditujukan untuk memberikan konsep dasar penyakit pada sistem

pencernaan dan kemudian mengkaitkannya dengan aspek klinis untuk mempermudah dan

memperkaya pemahaman mahasiswa. Selama blok 3 ini akan ada beberapa kuliah yang

terkait dengan topik modul pada minggu berjalan. Para mahasiswa didorong untuk

mengajukan pertanyaan dan meminta penjelasan dari masalah yang belum terpecahkan

dalam tutorial.

d. Praktikum

Selama blok 3 akan ada beberapa sesi praktikum yang diselenggarakan oleh beberapa

bagian/ departemen untuk mengembangkan dan memperkaya pemahaman mahasiswa yang

terkait dengan topik modul pada minggu berjalan.

e. Skill’s Lab (ketrampilan klinik)

Pada blok 3 ini akan ada latihan skill’s lab untuk mempelajari ketrampilan klinik yang harus

dikuasai sesuai dengan tujuan modul. Metode yang digunakan adalah demonstrasi, praktek

mandiri dan bimbingan oleh instruktur serta asisten saat skill mandiri.

Page 14: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

14

BAB 4

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

Skenario/ Topik

Area Kompetensi

Tujuan Instruksional Khusus

Topik dan Sub Topik Bahasan

Alokasi Waktu

Metode Evaluasi

Referensi

Gastro-intestinal

4,5

Mahasiswa mampu menjelaskan tentang:

1. Patofisiologi penyakit pada penyakit gastrointestinal

2. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis penyakit gastrointestinal

3. Gejala dan keluhan yang timbul pada penyakit gastrointestinal

4. Pemeriksaan fisik penyakit gastrointestinal

5. Penegakkan diagnosis penyakit gastrointestinal

6. Tata laksana farmakologi dan non farmakologi serta terapi diet pada penyakit gastrointestinal

7. Konseling gizi pada kelainan gastrointestinal

1 Kelainan gaster:

gastritis, ulkus

gaster,

perdarahan

saluran cerna 2 Kelainan intestin

(GEA, Colitis,

thypoid) 3 gangguan

pencernaan pada

anak; diare dan

dehidrasi 4 malabsorbsi,

intoleransi

laktosa 5 WORM,GER,

GERD

6 Obstipasi,

konstipasi,

soiling,

incopresis

fungsional

7 Perdarahan

saluran cerna

pada anak dan

food poisoning

8 hernia,

appendisitis dan

penyakit

Hirschprung

9 Pemeriksaan tinja (protozoa usus dan cacing usus)

10 Radiodiagnostik pada kelainan Pencernaan (colon inlop, polos abdomen, abdomen 3 posisi, USG abdomen

11 Patologi Anatomi Gastrointestinal

@2X50menit

Penilaian keaktifan diskusi tutorial

Page 15: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

15

12 Terapi dietetik pada penyakit pencernaan dan endokrin : jenis2 diet, diare, DM, obesitas.

13 Hubungan perilaku dengan gangguan kesehatan (Gastritis, Gastric/duodenal ulcer, Gastrointestinal bleeding,

14 Hikmah pengharaman makanan (babi,bangkai, darah)

Hepatobilier 4,5 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang: 1. Patofisiologi

penyakit pada sistem hepatobilier

2. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis penyakit pada sistem hepatobilier

3. Gejala dan keluhan yang timbul pada penyakit hepatobilier

4. Pemeriksaan fisik pada penyakit hepatobilier

5. Penegakkan diagnosis penyakit hepatobilier

6. Tata laksana awal pada

1. Hepatitis, sirosis hepatis, amoebiasis hepar

2. Kolesistitis akut,

pankreatitis akut

3. Kolelithiasis dan kolesistitis

4. Ikterus pada anak, Cholestasis

5. Pemeriksaan Seromarker Hepatitis

6. Patologi Anatomi

Hepatik dan Sistem Bilier

7. Obat sistem bilier dan farmakoterapi pada pasien gangguan fungsi hepar

@2X50menit

Penilaian keaktifan diskusi tutorial

Page 16: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

16

penyakit hepatobilier

7. Dasar pengobatan farmakologis dan non farmakologi penyakit hepatobilier

Page 17: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

17

BAB 5

BLUEPRINT PENILAIAN DAN KISI-KISI SOAL UJIAN

Prasyarat ikut ujian Blok :

- Kehadiran tutorial dan pleno minimal 80%

- Kehadiran skill laboratorium dan praktikum 100%

Instrumen Ujian :

PROPORSI PENILAIAN UJIAN BLOK

Jenis Ujian Prosentase Penilaian

5SKS 6SKS 7SKS

MCQ 40 50 42,86

Tutorial 20 16,67 14,29

Skill Laboratorium 20 16,67 28,57

Praktikum 20 16,67 14,29

MCQ :

1. UTB (Ujian Tengah Blok )

2. UAB (Ujian Akhir Blok)

:

Nilai MCQ Blok 5 minggu = (1 x UTB ) + (2 x UAB) / 3

Page 18: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

18

BAB 6

UNIT PEMBELAJARAN

Unit belajar 1: Gastrointestinal

Tujuan Pembelajaran unit 1

Skenario 1.

.............

Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang ke FKTP dengan mengeluh epigastric pain. Keluhan

dirasakan semakin sering terjadi disejak 3 bulan yang lalu, yaitu sejak dimana penderita setiap

pagi mengkonsumsi roti yang diproduksi perusahaan tempat bekerjanya. Penderita ini adalah

seorang karyawan bagian quality control staff pabrik roti, dan mendapatkan tugas dari

pimpinan untuk mendaftarkan hasil proses produksi roti pada lembaga terkait tentang logo

halal. Staf ini mengetahui bahwa salah satu proses produksinya menggunakan bahan yang

Pada akhir unit pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan

dapat :

Metode

Kuliah Praktikum Tutorial

1. Mengetahui dan memahami penyakit gaster

(gastritis, ulkus gaster), intestin (GEA, Colitis,

Thypoid), perdarahan saluran cerna

2. Mengetahui dan memahami gangguan pencernaan

pada anak (malabsorbsi, diare, konstipasi), GER,

GERD

3. Mengetahui dan memahami penyakit hernia,

appendik dan penyakit Hirschprung

4. Mengetahui dan memahami cacing dan protozoa

penyebab kelainan pada usus

5. Mengetahui dan memahami Hubungan perilaku

dengan gangguan kesehatan, Terapi dietetik pada

penyakit pencernaan

6. Mengetahui dan memahami bakteri batang gram

negatif sebagai penyebab penyakit saluran

pencernaan

7. Memahami hikmah Hikmah pengharaman

makanan (babi,bangkai, darah)

8. Mengetahui dan memahami Radiodiagnostik pada

kelainan Pencernaan (colon inlop, polos abdomen,

abdomen 3 posisi, USG abdomen)

Page 19: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

19

disebut ragi instan yang akan mengalami proses fermentasi. Pada proses ini diketahui bahwa

dapat terbentuk alkohol yang dapat menjadi salah satu risiko occupational disease dan menjadi

salah satu titik kritis halal yang harus di ketahui. Staf ini berkoordinasi dengan tim SMK3 untuk

melakukan upaya hierarchy of risk control terhadap risiko occupational disease dan sekaligus

dapat mendapatkan sertifikat halal dari lembaga terkait.

Klarifikasi Istilah:

quality control staff , ragi instan, titik kritis halal, occupational disease, SMK3, hierarchy of

risk control

Topik

1. occupational disease

2. Hikmah pengharaman makanan

Tujuan Pembelajaran:

1. Memahami tentang konsep occupational disease

2. Menganalisis faktor kimia pada occupational disease

3. Memahami konsep hierarchy of risk control

4. Titik kritis halal

Rumusan Masalah:

1. Bagaimana konsep occupational disease?

Jawaban:

Occupational disease adalah penyakit akibat kerja. Suatu diagnosis penyakit yang

disebabkan oleh pekerjaan atau suatu aktifitas. Penyakit akibat kerja adalah penyakit

yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan,

yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.

2. Bagaimana pemahaman tentang hierarchy of risk control?

Jawaban:

5 tahap hirarki pengendalian risiko nadalah:

a. Eliminasi

b. Subtitusi

c. Rekayasa Teknik

d. Administrasi

e. Alat Pelindung Diri

3. Apasajakah faktor kimia pada occupational disease?

Jawaban:

Berdasarkan Peraturan Presiden No 7 tahun 2019, yang termasuk faktor kimia pada

Occupational disease adalah:

1) Berillium

2) Cadmium

3) Fosfor

4) Krom

5) Mangan

6) Arsen

Page 20: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

20

7) Raksa

8) Timbal

9) Fluor

10) Karbon disulfida;

11) Derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau aromatic;

12) Benzene atau homolognya;

13) Derivat nitro dan amina dari benzene atau homolognya;

14) Nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya;

15) Alcohol, glikol, atau keton;

16) Gas penyebab asfiksia seperti karbon monoksida, hydrogen sulfida, hydrogen

sianida atau derivatnya;

17) Acrylonitrile;

18) Nitrogen oksida;

19) Vanadium

20) Antimon

21) Hexane;

22) Asam mineral;

23) Bahan obat;

24) Nikel

25) Thalium

26) Osmium

27) Selenium

28) Tembaga

29) Platinum

30) Timah

31) Zinc

32) Phosgene;

33) Benzoquinon

34) Isosianat;

35) Pestisida;

36) Sulfur oksida;

37) Pelarut organik;

38) Lateks atau

39) Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lain di tempat

4. Apa yg dimaksud titik kritis halal ?

Titik Kritis Kehalalan Produk adalah suatu fase dalam tahapan proses produksi Halal

seperti dalam memproduksi Makanan,Minuman,Obat-obatan Kosmetika serta barang

kegunaan lain nya yang akan dipakai atau dikonsumsi oleh konsumen. Di titik kritis

ini sangat Vital dimana kemungkinan suatu produk bisa menjadi haram jika tidak di

awasi dengan ketat.

5. Dimana titik ktitis halal ragi instan?

Ragi banyak dipakai pada produk-produk bakery sebagai bahan pengembang (bread

improver) terkadang ada juga ragi yang dibuat dari hasil samping industri beer.

Semua bentuk ragi isinya tak hanya yeast tapi juga sejumlah kecil bahan aditif. Inilah

yang perlu dicermati kehalalannya. Pada pembuatan compressed yeast sering

ditambahkan pengemulsi (emulsifier) yang syubhat. Anti menggumpal E542 (edible

bone phosphate) yang berasal dari tulang hewan. Bahan aditif lain yang mungkin ada

pada ragi instan bisa juga berupa E570 (asam stearart) dan E572 (magnesium stearat).

Asam stearat dapat berasal dari tanaman atau dari hewan, magnesium stearat dibuat

Page 21: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

21

dengan menggunakan bahan asam stearat. Disamping gum dan desktrin, gelatin

kadang digunakan sebagai bahan pengisi pada ragi instan.

Tinjauan Pustaka

Occupational Disease

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau

lingkungan kerja. Penyakit Akibat Kerja sebagaimana dimaksud meliputi jenis penyakit:

a. Yang disebabkan pajanan faktor yang timbul dari aktivitas pekerjaan;

Penyakit Akibat Kerja pada klasifikasi jenis ini sebagai berikut:

1) penyakit yang disebabkan oleh faktor kimia

2) penyakit yang disebabkan oleh faktor fisika

3) penyakit yang disebabkan oleh faktor biologi dan penyakit infeksi atau parasit

b. Berdasarkan sistem target organ;

Penyakit Akibat Kerja pada klasifikasi jenis ini sebagai berikut:

1) penyakit saluran pernafasan

2) penyakit kulit,

3) gangguan otot dan kerangka

4) gangguan mental dan perilaku.

c. Kanker akibat kerja; dan

d. Spesifik lainnya.

Penyakit spesifik lainnya merupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau

proses kerja, dimana penyakit tersebut ada hubungan langsung antara paparan dengan

penyakit yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan

metode yang tepat.

Terdapat beberapa faktor utama sebagai penyebab PAK ditempat kerja, secara garis besar dapat

dikelompokan kedalam 5 bagian, yaitu:

1. Faktor Fisik, seperti:

o Suara atau kebisingan yang dapat merusak pendengaran.

o Radiasi sinar radioaktif yang dapat merusak sel-sel tubuh dan kelainan kulit.

o Suhu yang terlalu tinggi yang dapat meyebabkan heat stress seperti heat stroke, heat

cramp, dst.

o Tekanan yang terlalu tinggi yang dapat menyebabkan “caisson disease”.

o Penerangan yang kurang baik yang dapat merusak mata.

2. Faktor Kimia, seperti:

o Debu yang dapat menyebabkan pneumoconioses, diantaranya> silicosis, asbestosis

dan lain-lain.

o Fume dari metal yang dapat menyebabkan metal fume fever.

o Uap beracun yang dapat menyebabkan keracunan.

o Gas, misalnya keracunan H2S, CO dan lain-lain.

o Larutan bahan kimia, misalnya menyebabkan dermatitis.

o Dll.

3. Faktor Biologis/Infeksi, seperti virus atau bakteri. Misalnya Avian Flu, HIV, dst.

4. Faktor Ergonomi, yang disebabkan oleh kesalahan konstruksi mesin, sikap badan yang

kurang baik, salah cara melakukan pekerjaan, dll.

5. Faktor Mental –Psikologis, seperti stress akibat kerja, hubungan yang kurang baik, tekanan

dari atasan, dst.

Page 22: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

22

Diagnosis menderita Penyakit Akibat Kerja berdasarkan surat keterangan dokter

sebagaimana dimaksud merupakan diagnosis jenis Penyakit Akibat Kerja yang dilakukan oleh:

a. dokter; atau

b. dokter spesialis,

yang berkompeten di bidang kesehatan kerja

Penyakit yang telah didiagnosis sebagai Penyakit Akibat Kerja dilakukan pencatatan dan

pelaporan.

Beberapa permasalahan yang terkait PAK di Indonesia diantaranya:

1. Minimnya pemahaman tenaga kerja dan Pengurus Serikat Pekerja tentang PAK dan

hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh pekerja atas Jaminan Penyakit Akibat Kerja

yang saat ini dimasukan dalam kategori Kecelakaan Kerja sehingga:

a. Ada kecenderungan hak-hak tenaga kerja tidak dibayar apabila terkena PAK

b. Pemberian hak jaminan kecelakaan kerja dan PAK yang lebih kecil dari ketentuan

perundangan yang berlaku (sub standar)

c. Tenaga kerja dan serikat pekerja masih sangat jarang mengajukan tuntutan atas

kasus tidak dipenuhinya hak atas perlindungan K3 termasuk dalam hal PAK dan

kompensasi BPJS Katenagakerjaan

2. Ada kecenderungan PAK yang terdiagnosa tidak dilaporkan, dokter di perusahaan

sering berstatus sebagai tenaga paruh waktu sehingga kurang leluasa dalam

melaksanakan program kesehatan kerja secara komprehensif;

3. PAK dalam peraturan perundangan termasuk kategori Kecelakaan Kerja sehingga

perusahaan cenderung tidak melaporkan kasus PAK, terkait penghargaan Nihil

Kecelakaan (Zero Accident).

4. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja belum banyak dilakukan, sebagian besar belum

dilakukan secara benar sehingga penyakit yang dilaporkan sebagai PAK masih sangat

jarang. Hal ini juga disebabkan karena belum banyaknya dokter yang memahami

mengenai PAK. Meskipun di bawah kementrian kesehatan sudah banyak upaya yang

dilakukan untuk dapat melatih para dokter untuk dapat mendiagnosa PAK, termasuk

dokter-dokter di Puskesmas.

Hierarchy Of Risk Control

Hierarchy Of Risk Control adalah pada dasarnya berarti prioritas dalam pemilihan dan

pelaksanaan pengendalian yang berhubungan dengan bahaya K3. Ada beberapa kelompok

kontrol yang dapat dibentuk untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya K3. Tujuan hirarki

pengendalian risiko adalah untuk menyediakan pendekatan sistematik guna peningkatan

keselamatan dan kesehatan, mengeliminasi bahaya dan mengurangi atau mengendalikan risiko

keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam hirarki pengendalian bahaya, pengendalian yang lebih

atas disepakati lebih efektif daripada pengendalian yang lebih bawah. Kita bisa

mengkombinasikan beberapa pengendalian risiko dengan tujuan agar berhasil dalam

mengurangi risiko terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja kepada level yang serendah

mungkin yang dapat dikerjakan dengan pertimbangan (as low as reasonably practicable). Lima

(5) tahap hirarki pengendalian risiko adalah:

1. Eliminasi

Eliminasi berarti menghilangkan bahaya. Contoh tindakan eliminasi adalah berhenti

menggunakan zat kimia beracun, menerapkan pendekatan ergonomic ketika

merencanakan tempat kerja baru, mengeliminasi pekerjaan yang monoton yang bisa

menghilangkan stress negatif, dan menghilangkan aktifitas forklift dari sebuah area.

Page 23: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

23

2. Substitusi

Substitusi berarti mengganti sesuatu yang berbahaya dengan sesuatu yang memiliki

bahaya lebih sedikit. Contoh tindakan substitusi adalah mengganti aduan konsumen

dari telepon ke on line, mengganti cat dari berbasis solven ke berbasis air, mengganti

lantai yang berbahan licin ke yang tidak licin, dan menurunkan voltase dari sebuah

peralatan.

3. Rekayasa Teknik, Reorganisasi dari Pekerjaan, atau Keduanya

Tahapan rekayasa teknik dan reorganisasi dari pekerjaan merupakan tahapan untuk

memberikan perlindungan pekerja secara kolektif. Contoh perlindungan dalam

rekayasa teknik dan reorganisasi pekerjaan adalah pemberian pelindung mesin, system

ventilasi, mengurangi bising, perlindungan melawan ketinggian, mengorganisasi

pekerjaan untuk melindungi pekerja dari bahaya bekerja sendiri, jam kerja dan beban

kerja yang tidak sehat

4. Pengendalian Administrasi

Pengendalian administrasi merupakan pengendalian risiko dan bahaya dengan

peraturan-peraturan terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja yang dibuat.

Contoh pengendalian administrasi adalah melaksanakan inspeksi keselamatan terhadap

peralatan secara periodik, melaksanakan pelatihan, mengatur keselamatan dan

kesehatan kerja pada aktivitas kontraktor, melaksanakan safety induction, memastikan

operator forklift sudah mendapatkan lisensi yang diwajibkan, menyediakan instruksi

kerja untuk melaporkan kecalakaan, mengganti shift kerja, menempatkan pekerja sesuai

dengan kemampuan dan risiko pekerjaan (missal terkait dengan pendengaran, gangguan

pernafasan, gangguan kulit), serta memberikan instruksi terkait dengan akses kontrol

pada sebuah area kerja.

5. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 8 Tahun 2010

adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang

fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja

..

Gambar 1. Hirarki Pengendalian Risiko

Page 24: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

24

Gambar 2. Studi Kasus Hirarki Pengendalian Risiko

Tanpa implementasi dari hirarki pengendalian risiko, tingkat risiko pastinya akan

sangat tinggi. Sebagai ilustrasi, risiko tertabrak kereta dapat dieliminasi dengan membangun

jalan layang di atas perlintasan kereta. Dengan cara ini, risiko yang tersisa akan sangat kecil

karena tidak ada jalan lagi yang sebidang dengan perlintasan kereta. Pengendalian jenis ini

sangat efektif, namun memang memerlukan biaya yang lebih besar.

Pengendalian risiko dengan cara rakayasa tekniki dapat diterapkan dengan memasang

palang pintu yang akan menutup jika ada kereta lewat. Cara jenis ini memang lebih murah

untuk diterapkan namun pengendara kadang masih bisa menerobos palang pintu dan juga akan

berdampak pada peningkatan kemacetan lalu lintas di sekitar perlintasan kereta. Risiko

tertabrak kereta dapat dikurangi dengan pengendalian administratif melalui pemasangan

rambu-rambu peringatan tentang risiko tertabrak kereta. Pengendalian ini sangat murah namun

risiko yang ada masih sangat besar karena pengendara bisa saja tidak menghiraukan rambu dan

langsung melintas meski kereta sudah dekat.

Referensi

British Standard Institution. 2018. Occupational Health and Safety Management Systems.

Geneva, Swiss. ISO 45001: 2018

Republik Indonesia. 2019. Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2019 Tentang Penyakit Akibat

Kerja, Jakarta.

Jaswir I, Rahayu EA, Dewim NY, Priangani A R, 2020 DAFTAR REFERENSI BAHAN-

BAHAN YANG MEMILIKI TITIK KRITIS HALAL DAN SUBSTITUSI BAHAN

NON-HALAL, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah. Diunduh dari

https://knks.go.id/storage/upload/1611664891-Buku%20Referensi%

20Titik%20Kritis%20Halal%20dan%20Substitusi%20Non%20Halal-min.pdf

Page 25: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

25

Tujuan pembelajaran unit 2: Hepatobilier

Skenario 2.

Kenapa anakku susah BAB?

Seorang anak laki-laki umur 5 tahun, dibawa ibunya berobat ke RS dengan keluhan konstipasi

sejak 4 bulan yang lalu. Menurut orang tuanya, anak selalu terlihat kesakitan setiap BAB. Feses

keluarnya sedikit sekali dengan konsistensi keras. Feses berwarna kuning kecoklatan, .......tidak

ada lendir maupun darah. Anak BAB sekitar 4 hari sekali, demikian beulang-ulang. Sampai

sejak 2 minggu yang lalu anak selalu menahan kalau mau BAB dan selalu berdiri setiap terasa

mulas dan tidak mau ke toilet. Sering terjadi soiling atau encopresis. Pada pemeriksaan fisik

oleh dokter teraba skibala pada regio iliaca sinistra abdomen

Klarifikasi istilah

Konstipasi, soiling, encopresis, skibala, region iliaca sinistra

Tujuan Pembelajaran

Pada akhir unit pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan

dapat :

Metode

Kuliah Praktikum Tutorial

1. Mengetahui dan memahami penyakit hati: Hepatitis,

Cirrhosis hepatis, amoebiasis hepar. penyakit pada

saluran empedu: kolelitiasis, pankreatitis

2. Mengetahui dan memahami Ikterus pada anak,

Cholestasis

3. Mengetahui dan memahami Patologi Anatomi

Hepatik dan Sistem Bilier

4. Mengetahui dan memahami obat-obat yang dipakai

sebagai terapi pada kelainan hati dan sistem bilier

5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan seromarker

hepatitis

6. Mengetahui dan memahami Patologi Anatomi

Hepatik dan Sistem Bilier

Page 26: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

26

1. Mahasiswa mengetahui mekanisme defekasi

2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis konstipasi dan komplikasi yang terjadi

3. Mahasiswa mampu melakukan tatalaksana konstipasi dan komplikasinya

4. Mahasiswa mampu memberikan edukasi upaya antisipasi dampak komplikasi

5. Mahasiswa mengetahui pemantauan setelah dilakukan tatalaksana

Topik

1. Obstipasi, Konstipasi, Soiling, Encopresis Fungsional pada Anak

Rumusan Masalah

1. Mengapa anak terlihat kesakitan setiap BAB?

Nyeri saat BAB disebabkan oleh adanya tinja yang besar dan keras menjadi lebih sulit

dikeluarkan melalui kanal anus menimbulkan rasa sakit, biasanya disertai fisura ani

2. Mengapa feses konsistensi keras?

Kebiasaan menahan tinja(retensi tinja) yang berulang menyebabkan tinja yang berada

di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit sehingga tinja menjadi keras

3. Bagaimana mekanisme terjadinya soiling atau ancopresis?

Distensi tinja kronis sebagai akibat retensi tinja menyebabkan menurunnya kemampuan

sensor terhadap volume tinja, yang sebetulnya merupakan panggilan atau rangsangan

untuk BAB. Temuan terbanyak pada pemeriksaan manometri anak denagn konstipasi

kronis adalah meningkatnya ambang rangsang sensasi rektum

4. Mengapa teraba skibala pada abdomen sebelah kiri?

Kebiasaan menahan tinja(retensi tinja) yang berulang akan meregangkan rectum dan

kemudian kolon sigmoid yang menampung bolus tinja berikutnya. Tinja yang berada

di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit dan membentuk skibala.

KONSTIPASI

Gambaran umum

Secara umum definisi konstipasi menurut the North American Society for Pediatric

Gastroenterology and Nutrition (NASPHGAN) adalah kesulitan atau keterlambatan melakukan

defekasi selama dua minggu atau lebih, dan mampu menyebabkan stres pada pasien. Sedangkan

Page 27: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

27

konstipasi fungsional pada bayi dan anak menurut kriteria Roma III adalah paling sedikit selama dua

minggu mengalami feses keras, seperti kerikil pada sebagian besar defekasi, atau defekasi dengan feses

yang normal kurang dari tiga kali seminggu; tanpa ada kelainan struktural, endokrin, atau metabolik.

Batasan konstipasi menyangkut 2 aspek, yaitu frekuensi defekasi dan konsistensi tinja. Pada

konstipasi, frekuensi defekasi berkurang dari biasanya, umumnya kurang dari 3 kali defekasi per

minggu. Sedangkan konsistensinya lebih keras dari biasanya, yaitu tinja berbentuk bulat-bulat seperti

pelet atau kotoran kambing. Temuan penting lainnya yang menunjukkan adanya konstipasi adalah

terabanya masa tinja yang keras (skibala) pada palpasi abdomen. Aspek lain adalah rasa nyeri yang

timbul saat defekasi.

Mekanisme defekasi

Tahap 1. Rektum merenggang karena adanya tekanan dari feses yang sudah mengumpul di

rektum

Tahap 2. Adanya regangan pada rektum akan memacu reseptor regangan pada dinding rektum.

Adanya pacuan pada reseptor ii akan menyebabkan refleks pendek dan refleks panjang

Tahap 3 a. Refleks pendek ini akan memacu pleksus mesenterikus di sigmoid, kolon dan rektum

sendiri

Tahap 3 b. Refleks panjang akan memacu neuron motor parasimpatik di medula spinalis sakrum

Tahap 3 c. Refleks panjang juga akan memacu motor neuron somatik

Tahap 4a. Rangsangan pada tahap 3a akan dilanjutkan dengan peningkatan peristaltik direktum,

kemudian berlanjut dengan lingkaran umpan balik 1, dimana memperkuat tahap 1

Tahap 4 b. Rangsangan pada tahap 3b berlanjut dengan peningkatan peristaltik seluruh usus

besar, kemudian diteruskan dengan lingkaran umpan balik 2, dimana akan memperkuat tahap

1. Selain itu 3b akan memacu relaksasi sfingter ani internus yang menyebabkan feces terdorong

ke kanalis anorektal

Tahap 3c akan berlanjut dengan kontraksi sfingter ani externus

Jika ada relaksasi sengaja dari sfingter ani externus maka akan terjadi defekasi

Konstipasi fungsional terjadi jika ada gangguan pada tahap tahap defekasi tersebut diatas (lihat

gambar dibawah ini)

Page 28: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

28

Gambar 1. Mekanisme Defekasi

Perasaan untuk defekasi dipacu oleh kontraksi sfingter anal eksternal dan meningkatnya

tegangan anal dalam waktu yang singkat dan diteruskan tegangan di kanalis analis.

Defekasi adalah adanya material fecal di rektum karena pacuan peristaltik. Akibatnya stimuli

sensor di kanalis anal terpacu untuk menurunkan tegangan di sfingter anal internal

Sensasi pada pada squemus epitel dari anus menimbulkan rasa adanya feses atau flatus dan

dengan pengendalian sengaja maka ada rasa untuk mulai defekasi dengan relaksasi muskulus

puborektal yang berakibat menegangnya angulasi anorektal dan membukanya saluran anal

dengan relaksasi muskulus levator

Adanya distensi di rektum memacu gelombang kontraksi dari rektum dan defekasi

dapat sempurna dengan meningkatnya tekanan intraabdominal menutupnya glottis,

fiksasi diafragma dan kontraksi abdomen dimana semuanya membantu mendorong

tinja melewati saluran anal yang dilanjutkan dengan keluarnya gas, cairan atau feces.

Batasan

Konstipasi pada anak memerlukan perhatian khusus karena dapat merupakan manifestasi

berbagai kelainan. Definisi konstipasi pada orang dewasa dan pada anak-anak berbeda, hal ini

disebabkan oleh karena perbedaan persepsi konstipasi pada dokter dan pada pasien. Laporan penelitian

di Belanda menyatakan bahwa konstipasi mencapai 3% dari kunjungan RS Pendidikan , sekitar 10%

sampai 25% untuk pasien-pasien yang ditujukan ke gastroenterologi anak dan hanya 1% untuk anak

berusia 0-4 tahun yang berobat ke dokter umum

Page 29: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

29

Pada orang dewasa (kriteria dari Roma) :

1) meningkatnya gerakan usus lebih dari 25%

2) Perasaan tidak puas pengeluaran feses sampai 25% jumlah feses

3) feses yang keras dan lengket lebih dari 25% feses

4) buang air besar kurang dari 3 kali / minggu

Pada anak > 4 tahun:

1) 2-3 kali gerakan usus dalam 1 minggu tanpa laksansia

2) 2-3 kali soiling atau encopresis per minggu

3) pengeluaran feses dalam ukuran besar dan banyak sekali dalam periode 7-30 hari 4) teraba

masa abdomen atau rectal

Pada anak < 4 tahun

1) frekuensi buang air besar < 3 kali dalam seminggu 2) gerakan usus yang terasa sakit serta retensi

feses

Soiling:

Bab yang tidak disengaja sehingga memberikan bercak tinja di celana

Enkopresis:

Bab tanpa disadari

Perbedaan dua keadaan tersebut diatas adalah dalam kuantitas feses.

Etiologi

Meskipun sebagian besar konstipasi pada anak adalah fungsional kita perlu mempertimbangkan suatu

kelainan organik bila kita menemukan tanda tanda seperti yang tercantum dalam Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Tanda kelainan organik pada konstipasi

Tanda yang perlu diwaspadai Kemungkinan diagnosis

Mekonium keluar lebih dari 48 jam,

kesulitan defekasi sejak lahir, gagal

tumbuh, distensi abdomen, spingter anus

sempit, rektum tidak terisi feses pada

colok dubur, feses menyemprot setelah

colok dubur

Penyakit Hirschprung

Page 30: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

30

Distensi abdomen, muntah hijau, ileus

Pseudo-obstruksi

Penurunan reflek anus, ekstremitas inferior, dan tonus otot.

Terdapat dimple atau hair tuft

Anomali tulang belakang

Tampak lemah, perkembangan terhambat,

kulit kering, hernia umbilikalis, makroglosi

Hipotiroidism

Posisi anus tampak abnormal pada

pemeriksaan fisis

Malformasi anorektal kongenital

Patofisiologi

Sangat komplex

Yang berperan multiple faktor :

- kolon

- rectum, rectal capasity, rectal compliance - anorectal sensation

- Fungsi sphincter ani interna/ externa

- M. pelvic floor

- perianal nerves

- kematangan dan komponent psychologic

Kelainan diluar kolon:

endokrin: hipothyroid, hiperparathyroid, hiperkalsemia, diabetes insipidus, asidosis renal

infantil, hipokalemia, hiponatremia, uremia, porfiria, feokhromositoma, CF

Neuromuskular:

kerusakan sakrum, kelainan syaraf pusat, infeksi polineuritis, miopaties, sclerosis sistemis,

DM, Down sindrom

Manifestasi klinis

Page 31: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

31

Anamnesis : terpenting untuk diagnosis, riwayat bab ( frekuensi, ukuran, konsistensi feses,

kesulitan saat bab, bab berdarah, nyeri saat bab), riwayat makanan, masalah psikologi, dan

gejala lain seperti nyeri abdomen. Pada konstipasi kronis dapat terjadi gejala kecepirit

(enkopresis), perut kembung dan nafsu makan yang menurun. Upaya menahan defekasi tampak

dari tingkah laku anak dengan menyilangkan kedua kakinya dan posisi tubuh tertentu.

Pemeriksaan fisik : dapat teraba massa feses pada abdomen kiri, pada pemeriksaan anorektal ditentukan

lokasi anus, adanya prolaps, peradangan perianal, fissura, dan tonus dari saluran anus

Kriteria Diagnosis

1. Frekuensi defekasi < 3 kali seminggu, tinja yang keras, rasa sakit pada defekasi,

kecepirit dan terabanya skibala pada palpasi abdomen merupakan petunjuk adanya

konstipasi.

2. Bila ada keterlambatan pengeluaran mekonium (>24 jam), pikirkanlah kemungkinan

Morbus Hirschsprung (MH)

3. Bila riwayat konstipasi terjadi sejak lahir, pikirkanlah kemungkinan MH.

4. Bila konstipasi disertai gangguan tumbuh kembang, pikirkan penyebab organik.

5. Konstipasi yangt terjadi pada usia > 3 tahun umumnya fungsional.

Pemeriksaan Penunjang

1. Bila tidak tidak ada kecurigaan kelainan organik sebagai penyebab konstipasi

(konstipasi fungsional), maka tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.

2. Pemeriksaan enema barium untuk mencari penyebab organik seperti Morbus

Hirschsprung dan obstruksi usus.

3. Biopsi hisap rektum untuk melihat ada tidaknya ganglion pada mukosa rektum secara

histopatologis.

Tatalaksana

Prinsip penanganan konstipasi fungsional adalah menentukan adanya akumulasi feses (fecal

impaction), evakuasi feses (disimpaction), pencegahan berulangnya akumulasi feses

dan menjaga pola defekasi menjadi teratur dengan terapi rumatan oral, edukasi kepada orang tua dan

evaluasi hasil terapi.

Page 32: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

32

Penjelasan kepada orang tua tentang lamanya tatalaksana konstipasi fungsional dan meyakinkan orang

tua dan pasien bahwa tidak ada solusi cepat pada kondisi seperti ini. Evakuasi feses dapat dilakukan

dengan menggunakan terapi per rektal atau oral. NASPGHAN lebih menganjurkan evakuasi per oral

dibandingkan per rektal karena lebih bersifat invasif dan traumatik bagi pasien. Tabel 2 dibawah ini

memberikan informasi tentang obat yang dapat digunakan untuk evakuasi baik rektal maupun oral.

Tabel 2. Obat yang digunakan untuk evakuasi feses

Terapi rumatan dilakukan dalam jangka waktu lebih lama yaitu beberapa bulan bahkan tahun, untuk

mencegah berulangnya konstipasi. Aspek penting dari terapi rumatan jangka panjang adalah

membentuk kebiasaan defekasi yang teratur. Beberapa cara untuk metode ini antara lain modifikasi

perilaku, pemberian diet serat, laksatif dan pendekatan psikologis.

Toilet training akan mengembangkan refleks gastrokolik bila dilakukan secra teratur, dan selanjutnya

akan membangkitkan refleks defekasi. Sebagian besar anak telah siap memulai toilet training pada usia

3 tahun. Selaian toilet training, latihan dan aktifitas fisik secara teratur membantu untuk melatih otot-

otot yang mengatur defekasi. Aktifitas fisik juga berguna untuk memperbaiki gerakan usus yang teratur

sehingga membantu feses melewati anus. Monitor terhadap pola defekasi dan penggunaan obat serta

efek samping dapat didapat dari catatan harian yang dibuat oleh orang tua. Salah satu cara untuk tetap

mejaga kepatuhan terapi adalah menstimulasi anak yang telah berhasil dalam kegiatan ini dengan

pemberian hadiah.

Diet tinggi serat memiliki efek meningkatkan retensi air pada feses dan sebagai substrat bagi

pertumbuhan bakteri komensal sehingga bersifat sebagai prebiotik. Sampai saat ini penggunaan diet

Page 33: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

33

tinggi serat pada kasus konstipasi kronis masih kontroversial. Beberapa studi menyimpulkan manfaat

serat pada pencegahan konstipasi.

Terapi rumatan dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi kekambuhan, berupa pemberian

laksatif jangka panjang, karena itu harus digunakan laksatif yang aman dan nyaman bagi

pasien. Polietilen glikol (PEG) merupakan laksatif osmotik yang sangat aman dan dapat

diberikan jangka panjang. Alternatif lain adalah Laktulosa dan Sorbitol yang juga merupakan

serat atau prebiotik dan dapat diberikan jangka panjang.

Daftar Pustaka

1. Evaluation and Treatment of Constipation in Infants and Children: Recommendations

of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and

Nutrition. JPGN 2006;43:e1-13

2. Baucke VL. Prevalence, symptoms and outcome of constipation in infants and

toddlers. J Pediatr 2005;146:359-63

3. Hyman PE, Milla PJ, Benninga MA, Davidson GP, Fleisher DF, Taminiau J.

Childhood functional gastrointestinal disorder: neonate/toddler. Gastroenterology

2006;130:1519-26

4. Biggs WS, Dery WH. Evaluation and treatment of constipation in infants and

children. Am Fam Physician 2006;73:469-77, 479-80, 481-2.

5. Baucke VL, Miele E, Staiano A. Fiber (Glucomannan) is beneficial in the treatment of

childhood constipation. Pediatrics 2004;113:259-64

Tujuan pembelajaran unit 3: Endokrin

Pada akhir unit pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan

dapat :

Metode

Kuliah Praktikum Tutorial

1. Mengetahui dan memahami penyakit Diabetes

melitus, diagnosis dan penatalaksanaan

2. Mengetahui dan memahami kelainan hyperthyroid ,

hypothyroid, diagnosis dan penatalaksanaan

3. Mengetahui dan memahami Pemeriksaan

laboratorium diagnosis DM dan dislipidemia

Pemeriksaan fungsi tyroid

Page 34: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

34

Skenario 3.

Tidur lelap atau Koma ?

Pria usia 58 tahun diantar keluarganya ke IGD karena tidak bisa dibangunkan dari tidurnya. Penderita

tersebut tidak bisa dibangunkan dari tidur sejak 2 jam yang lalu, penderita tetap mengorok walau anak

dan istrinya berteriak dan mencubit-cubit penderita. Sebelumnya penderita mengeluhkan bila

badannya terasa lemah, berat badan menurun sekitar 10 kg selama 2 bulan terakhir. Penderita sering

haus dan berkali-kali buang air kecil. Pasien pernah didiagnosa DM sejak 2 tahun lalu dan minum OAD,

tetapi tidak pernah kontrol. Di IGD dokter melakukan pemeriksaan fisik pasien didapatkan penurunan

GCS. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 92 x/mnt, frekwensi nafas 24 x/mnt, nafas berbau khas, suhu

axilla 36,4 oC, Mucosa bibir kering dan turgor menurun. Pada pemeriksaan reflek cahaya pupil masih

isokor dan tidak ditemukan lateralisasi. Dokter menginformasikan kepada keluarganya bahwa pasien

dalam kondisi koma dan disarankan untuk MRS untuk evaluasi lebih lanjut.

Kata sulit :

Rumusan masalah

Topik :

1. Koma Hipoglikemia

2. KAD

3. KHONK

4. Farmakoterapi insulin dan OAD

Sasaran Pembelajaran :

1. Mampu menyebutkan macam-macam komplikasi akut Diabetes Melitus

2. Mampu menjelaskan macam-macam koma diabetikum (koma hipoglikemi, KAD, KHONH)

3. Mampu menjelaskan etiologi koma diabetikum

4. Mengetahui dan memahami Obat Hipo dan Hipertiroid,OAD dan Insulin, Obat hiperlipid dan

anti obesitas

5. Mengetahui dan memahami managemen

pembedahan pada gangguan endokrin

6. Mengetahui dan memahami Behaviour modification

change family conference and conseling DM

Page 35: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

35

4. Mampu menjelaskan patofisiologi dari masing-masing koma diabetikum.

5. Mampu menjelaskan gejala dari masing-masing koma diabetikum.

6. Mampu menegakkan diagnosa dan diagnosa banding dari masing-masing koma

diabetikum

7. Mampu mengusulkan pemeriksaan fisik dan penunjang (laboratorium) dari masing-

masing koma diabetikum

8. Mampu menjelaskan dan melakukan penatalaksanaan (terapi) dari masing-masing koma

diabetikum

9. Mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis dari masing-masing koma diabetikum

10. Mampu menjelaskan dan merumuskan pencegahan komplikasi koma diabetikum

Rumusan Masalah :

1. Mengapa penderita tersebut mengalami penurunan kesadaran (koma) ?

2. Mengapa pada penderita tersebut terjadi penurunan berat badan yang signifikan ?

3. Mengapa pada penderita tersebut sering kencing ?

Jawaban :

1. Kesadaran (kesigapan kesadaran) tidak hanya membutuhkan aferen spesifik yg

ditransmisikan ke korteks serebri, tetapi juga membutuhkan pengaktifan yang tidak spesifik

dari ARAS (Ascending Reticular Activating System). Kerusakan yang luas di area korteks dan

atau gangguan ARAS akan menyebabkan gangguan kehilangan kesadaran. Hiperglikemia pada

DM, hiperosmolaritas karena gangguan eklektrolit (hipernatremia) dan gangguan

keseimbangan asam basa akan meyebabkan gangguan eksitabilitas neoron di korteks dan

ARAS sehingga menombulkan gangguan kesadaran sampai koma.

2. Adanya defisiensi insulin yang akut akan menyebabkan lonjakan gula darah yang akan memicu

lipolisis dan proteolisis sehingga menyebabkan terjadinya penurunan berat badan pada

diabetisi.

3. Pada kondisi hiperglikemia, terjadi penimbunan glukosa di ekstrasel yang akan meyebabkan

hiperosmolaritas. Transpor maksimal glukosa akan meningkat di ginjal sehingga gula

diekskresikan kedalam urin, hal ini menyebabkan diuresis osmotik yang disertai kehilangan air

(poliuria), Na+ dan K+ dari ginjal, dehidrasi dan kehausan.

Page 36: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

36

KOMA DIABETIKUM

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau

kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah

Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe II. Peningkatan insidensi

diabetes terutama diabetes melitus tipe II ini tentu akan diikuti oleh meningkatnya kemungkinan

terjadinya komplikasi akut maupun kronik diabetes.

Sebenarnya hanya terdapat dua bentuk komplikasi akut pada DM yaitu hipoglikemia dan

hiperglikemia sedangkan hiperglikemia terdiri dari Diabetes Keto Asidosis (DKA) atau Keto Asidosis

Diabetikum (KAD), Non Ketotik Hiperosmolar (NKH) atau Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHONK).

Komplikasi akut seperti halnya: hipoglikemia dan ketosiadosis merupakan keadaan gawat darurat

yang terjadi pada perjalanan penyakit diabetes mellitus (DM). Komplikasi akut ini masih menjadi

masalah utama karena angka kematiannya masih sangat tinggi. DKA menempati peringkat pertama

angka kematian disusul oleh hipoglikemia.

Komplikasi kronik merupakan komplikasi yang sangat sukar ditangani karena berjalan pelan

tetapi pasti dan karenanya akan memakan biaya sangat tinggi. Berbagai macam komplikasi kronik

pada diabetes melitus adalah dislipidemia, kelainan saraf, penurunan kemampuan seksual, gangguan

muskuloskeletal, katarak, TBC paru, kelainan ginjal, stroke, selulitis-gangren, dan batu kandung

empedu simtomatik.

Koma Hipoglikemi

Definisi

Suatu keadaan dimana kadar glukosa darah dibawah 60 mg%. Kadar glukosa 60 mg%

merupakan batas terendah glukosa darah puasa (true glucose). Sehingga dengan dasar tersebut,

setiap penurunan glukosa darah dibawah 60mg% disebut sebagai hipoglikemia. Gejala-gejala

hipoglikemia pada umumnya baru timbul apabila kadar glukosa darah dibawah 45 mg%.

Hipoglikemia bisa terjadi pada pasien Diabetes Mellitus (DM), individu normal atau pasien

bukan DM. Hipoglikemia pada pasien Diabetes Mellitus dapat terjadi pada mereka yang

mendapatkan terapi insulin atau obat anti diabetes oral (golongan sulfonil urea).

Page 37: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

37

Patogenesis

Untuk memahami patogenesis hipoglikemia perlu ditinjau kembali mengenai homeostasis

glukosa dan energi tubuh. Saat individu makan (absorptive) tersedia cukup sumber energi yang

diabsorbsi dari usus. Energi yang berlebih tersebut akan disimpan sebagai makro molekul, sehingga

fase ini disebut sebagai fase anabolik. Pada fase ini hormon yang berperan adalah insulin. Kurang

lebih 60% dari glukosa yang diabsorbsi usus dengan pengaruh hormon insulin akan disimpan sebagai

glikogen di hati, sedangkan sebagian lagi disimpan di jaringan lemak dan otot sebagai glikogen juga.

Metabolisme anaerob maupun aerob terjadi untuk sebagian glukosa yang lain guna memperoleh

energi yang akan digunakan seluruh jaringan tubuh terutama otak. Hampir sebagian besar

penggunaan glukosa (70%) berlangsung ke otak. Otak tidak dapat menggunakan asam lemak bebas

sebagai sumber energi, hal ini berbeda dengan jaringan tubuh yang lain.

Peningkatan asam amino didalam darah terjadi karena pencernaan dan penyerapan protein,

dengan bantuan insulin akan disimpan di hati dan otot sebagai protein. Melalui saluran limfe lemak

diserap dari usus dalam bentuk kilomikron yang kemudian akan dihidrolisis oleh lipoprotein lipase

menjadi asam lemak. Asam lemak dengan gliserol mengalami esterifikasi dan terbentuk triglisrida

yang akan disimpan di jaringan lemak. Proses-proses tersebut terjadi dengan bantuan insulin.

Kadar glukosa darah mulai turun sewaktu sesudah makan (post absorptive) atau setelah puasa

5-6 jam, hal ini menyebabkan sekresi insulin juga menurun, tetapi hormon kontra regulator yaitu

glukagon, kortisol, epinefrin dan hormon pertumbuhan akan meningkat. Terjadi keadaan yang

berlawanan (katabolik), yaitu sintesis glikogen, protein dan trigliserida akan menurun sedangkan

pemecahan zat-zat tersebut akan meningkat. Pada kondisi dimana terjadi penurunan glukosa darah

yang mendadak, maka glukagon dan epinefrin yang berperan penting. Hormon glukagon dan hormon

epinefrin tersebut akan memacu glikogenolisis, glukoneogenesis dan proteolisis di otot dan lipolisis di

jaringan lemak. Sehingga tersedia bahan untuk glukoneogenesis yaitu asam amino terutama alanin,

piruvat, asam laktat dan gliserol. Hormon kortisol dan hormon pertumbuhan (hormon kontra

regulator) berkerja secara sinergistik terhadap glukagon dan adrenalin tetapi perannya lambat. Dalam

keadaan puasa (post absorptive) terjadi penurunan hormon insulin dan kenaikan hormon kontra

regulatorr. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan pemakaian glukosa di jaringan sensitif insulin,

dengan demikian keterbatasan jumlah glukosa tersebut hanya disediakan untuk jaringan otak.

Hipoglikemia tidak akan terjadi selama homeostasis glukosa tersebut berjalan.

Ketidakmampuan hati memproduksi glukosa yang menyebabkan terjadinya hipoglikemia,

ketidakmampuan hati tersebut bisa karena penurunan bahan pembentuk glukosa, ketidakseimbangan

hormonal atau penyakit hati. Selama hati masih mampu mengimbangi dengan menambah produksi

glukosa, maka peningkatan penggunaan glukosa di jaringan perifer tidak akan menimbulkan

hipoglikemia.

Page 38: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

38

Gejala Klinis

Ada 2 fase gejala-gejala yang timbul akibat hipoglikemia :

1. Fase I :

Pada fase ini gejala-gejala yang timbul karena pelepasan hormon epinefrin akibat aktivasi pusat

autonom di hipotalamus. Gejala yang timbul berupa palpitasi, tremor, keluar banyak keringat, rasa

lapr, mual, ketakutan. Gejala klinis ini akan tampak bila kadar glukosa darah turun sampai 50 mg%.

Gejala-gejala yang muncul diawal ini merupakan alarm peringatan, karena pasien masih dalam

kondisi sadar sehingga dapat mengantisipasi supaya tidak jatuh kekondisi hipoglikemia yang lebih

berat. Apabila gejala-gejala pada fase I ini tidak dikenali dan tidak diantisipasi oleh pasien atau

keluarganya maka dan glukosa darah akan semakin turun dan akan masuk ke fase II.

2. Fase II :

Pada fase ini timbul gejala neurologi akibat mulai terjadinya gangguan fungsi otak. Gejala-gejala

pada fase II ini yaitu pusing, pandangan kabur, hilangnya ketrampilan motorik yang halus,

ketajaman mental menurun, penurunan kesadaran, kejang-kejang dan koma. Gejala-gejala

neurologi ini biasanya muncul bila kadar glukosa darah turun mendekati 20 mg%.

Riset pada individu normal yang bukan diabetes memperlihatkan adanya gangguan fungsi

otak lebih awal dari fase I, kondisi ini dinamakan sebagai gangguan fungsi otak subliminal. Gangguan

fungsi otak awal ini dapat diketahui dengan pengukuran auditory evoked potensial yang terjadi pada

penurunan kadar glukosa darah ± 75 mg%. Untuk mencegah hipoglikemia pada kadar glukosa darah

tersebut sekresi insulin menurun dan mulai terjadi sekresi glukagon dan epinefrin. Pada saat ini belum

ada gejala-gejala klinik hipoglikemia.

Terkadang hipoglikemia menunjukkan gejala-gejala yang tidak khas (atypical) disamping gejala

peringatan (gejala adrenergik) dan gejala neurologis. Gejala tidak khas tersebut bisa berupa :

perubahan tingkah laku, syncope yang mendadak, pusing dan vertigo yang membaik pada pagi hari

dengan makan pagi, banyak keringat pada malam hari, hemiplegia atau afasia transien, angina dan

sebagainya (tabel 2).

Gejala-gejala yang tidak khas pada hipoglikemia

- Adanya perubahan perilaku (tingkah laku)

- Sinkop yang terjadi secara mendadak

- Pusing dipagi hari dan menghilang dengan makan pagi

- Keringat malam yang berlebihan sewaktu tidur

Page 39: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

39

- Kelaparan tengah malam dan bangun untuk makan

- Hemiplegia atau terjadi afasia sepintas

- Timbul Angina Pektoris tanpa adanya kelainan arteri kononaria

Ada kalanya gejala peringatan (gejala fase adrenergik) tidak muncul dan pasien langsung masuk

kefase dua, pada fase gangguan fungsi otak. Hilangnya kewaspadaan terhadap hipoglikemia ini ada

dua macam yaitu terjadi secara akut dan kronik. Yang akut terjadi misalnya pada pasien DM tipe I yang

glukosa darahnya terkontrol sangat ketat mendekati normal. Pasien yang glukosa darahnya terkontrol

ketat nilai ambang glukosa darah untuk penglepasan epinefrin terjadi pada kadar glukosa darah yang

sangat rendah. Penurunan nilai ambang glukosa darah ini juga terjadi pada ibu hamil yang menderita

DM tipe I. Keadaan tersebut diatas masih reversibel dan hilang bila kontrol glukosa darah dikendorkan.

Hilangnya kewaspadaan terhadap hipoglikemi yang kronik terjadi pada pasien yang sudah lama

menderita DM, dimana sudah terjadi neuropati autonom. Pasien sering mengalami serangan

hipoglikemia yang berulang-ulang dan kadang-kadang sampai tidak sadar karena tidak adanya gejala-

gejala peringatan. Kadang-kadang pasien belum mengalami neuropati autonom tetapi reaksi

autonomik terhadap adanya hipoglikemia berlangsung lambat. Hilangnya kewaspadaan hipoglikemia

yang kronik ini bersifat ireversibel sehingga keaadaan ini merupakan komplikasi DM yang serius (tabel

3).

Sebab-sebab hilangnya gejala peringatan hipoglikemia (gejala adrenergik)

- Pengendalian kadar gula darah yang sangat ketat (mendekati nilai normal)

- Terjadinya neuropati autonom pada pasien yang menderita diabet lama

- Penggunaan obat golongan beta bloker yang non selektif

Gejala peringatan hipoglikemia sering juga dapat tertutup (masking) karena pemberian obat

golongan beta bloker yang non selektif. Walaupun gejala berkeringat yang berlebihan biasanya tidak

berkurang atau malahan bertambah (cholinergically mediated), tetapi pada pasien DM yang sudah

mengalami neuropati autonom penggunaan obat tersebut sebaiknya dihindari.

Reaksi tubuh terhadap adanya hipoglikemia adalah dengan mengeluarkan hormon kontra

regulator. Dua hormon kontra regulator yang penting yaitu glukagon dan adrenalin/epinefrin.

Kegagalan sekresi kedua hormon tersebut dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia yang berat

dan berkepanjangan. Beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan hipoglikemia berat dan

Page 40: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

40

berkepanjangan : adanya antibodi terhadap insulin, beta bloker non selektif dan pemberian obat

sulfonilurea.

Pada pasien DM yang telah mengidap lebih lima tahun, mulai terjadi penurunan glukagon.

Penurunan ini mungkin terjadi karena efek parakrin lokal karena adanya defisiensi insulin. Defisiensi

adrenalin juga terjadi pada pasien DM yang sudah berlangsung lama tetapi terjadi lebih akhir daripada

defisiensi glukagon dan berkaitan dengan adanya neuropati autonom. Adanya antibodi insulin yang

berdar dalam darah akan menyebabkan waktu paruh insulin menjadi panjang dan ini dapat

menimbulkan hipoglikemia yang berkepanjangan pada pasien yang mendapat insulin. Obat beta

bloker yang non selektif dapat menyebabkan hipoglikemia yang berkepanjanan terutama pada pasien

DM yang sudah mengalami defisiensi glukagon. Obat anti diabetes oral golongan sulfonilurea yang

berkhasiat lama (klorpropamid) dapat menimbulkan hipoglikemia yang berlangsung lama. (tabel 4)

keadaan ini diperberat oleh adanya kerusakan hati dan ginjal atau usia lanjut. Hipoglikemia akibat

sulfonilurea ini perlu pemberian infus dekstrosa selama beberapa hari.

Diagnosa Hipoglikemia

Diagnosis hipoglikemia pada pasien DM yang mendapat insulin atau sulfonilurea ditegakkan bila

didapatkan gejala-gejala tersebut diatas. Untuk konfirmasi diagnosis dilakukan pemeriksaan glukosa darah. Pada

pasien yang semula tidak sadar kemudian menjadi sadar setelah mendapatkan suntikan dekstrosa, maka dapat

dipastikan diagnosis pasien tersebut adalah koma hipoglikemia. Trias Whipple dapat digunakan sebagai dasar

diagnosis koma hipoglikemia, yaitu : 1) Hipoglikemia dengan gejala saraf pusat, psikiatrik atau vasomotorik; 2)

Kadar glukosa darah kurang dari 50 mg%; 3) Gejala menghilang dengan pemberian gula.

Pengobatan Hipoglikemia

Hipoglikemia merupakan komplikasi DM yang sering terjadi, karena itu edukasi penderita mengenai

gejala-gejala awal hipoglikemia dan cara mengatasinya perlu diberikan. Pengobatan hipoglikemia harus

dilakukan secepatnya bila pasien masih sadar, tindakan tersebut dapat dilakukan oleh pasien sendiri yaitu

dengan minum larutan gula 10-30 gram. Untuk pasien yang tidak sadar diberiankan suntikan dekstrosa 15-25

gram intra vena. Apabila suntikan tersebut belum dapat dilakukan, dapat diberikan madu atau sirup yang

dioleskan di mukosa pipi pasien. Sebelum dekstrosa disuntikkan intra vena, darah harus diambil dahulu untuk

diperiksa kadar glukosa darahnya. Bila dengan suntikan dekstrosa tersebut pasien menjadi sadar, maka

diagnosis pasti adalah hipoglikemia, tetapi bila pasien tetap tidak sadar maka harus dilakukan pemeriksaan

kadar glukosa darah dan pemeriksaan laboratorium lainnya untuk evaluasi lebih lanjut.

Selain penggunaan desktrosa dapat juga digunakan suntikan glukagon 1 mg intramuskular apabila

hipoglikemia tersebut terjadi pada pasien yang mendapat terapi insulin. Hal ini lebih memungkinkan untuk

dilakukan terutama bila suntikan desktrosa intravena sulit dilakukan.

Page 41: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

41

Sebaiknya dilakukan perawatan di rumah sakit bila koma hipoglikemia yang terjadi karena pemakaian

sulfonilurea ataupun insulin. Pemberian dekstrosa harus diteruskan dengan infus dekstrosa 10% selama ±3 hari

meskipun pasien sudah sadar sesudah pemberian bolus dekstrosa. Pasien mempunyai resiko untuk jatuh lagi

ke kondisi koma hipoglikemia bila tidak dilanjutkan dengan infus dekstrosa. Diperlukan monitoring glukosa darah

setiap 3-6 jam sekali dan kadar glukosa darah dipertahankan kisaran 90-180 mg%. Pemberian suntikan

glukagon tidak efektif pada hipoglikemia karena sulfonilurea, kadang justru dapat memacu pengeluaran insulin

dan sulfonilurea sendiri menghambat enzim yang berguna untuk glikogenolisis.

Dengan pengobatan tersebut diatas pada sebagian kecil kasus koma hipoglikemia tidak memberikan

berespon yang baik dan pasien tetap tidak sadar meskipun kadar glukosa darah sudah diatas normal. Biasanya

keadaan ini disebabkan karena adanya edema serebri dan pasien perlu mendapatkan terapi manitol atau

deksametason. Manitol diberikan dengan dosis 1,5-2 gram/kgBB, yang diberikan setiap 6-8 jam. Disamping itu

harus dicari kemungkinan penyebab lain koma (keracunan obat, pendarahan otak dan sebagainya). Infus

dekstrosa 10% tetap diberikan pada pasien dan kadar glukosa darah dipertahankan kisaran 180 mg%. Fluktuasi

kadar glukosa darah yang besar harus dihindari karena akan memperberat edema serebri. Apabila koma

berlangsung lama, perlu pemberian insulin dosis kecil untuk meregulasi glukosa darahnya. Pada beberapa kasus,

pasien masih mampu bertahan dalam keadaan koma yang cukup lama tetapi semakin lama koma maka makin

besar kemungkinan terjadinya kerusakan jaringan otak.

Keto Asidosis Diabetikum (KAD)

Ketoasidosis diabetik tetap merupakan komplikasi gawat pada pasien diabetes yang

mengancam jiwa bila tidak dikenal dan tidak mendapat pengobatan cepat. Sekarang makin jelas

bahwa ketoasidosis diabetik pada DM tipe II juga mengandung unsur hiperosmolaritas. Hal ini tidak

ditemukan pada ketoasidosis murni DM tipe I yang biasanya terjadi tiba-tiba dan disertai hiperglikemia

ringan. Sebaliknya hiperosmolaritas nyata dengan ketoasidosis lebih sering terjadi pada pasien tua

secara perlahan-lahan dan sering disertai koma.

Patofisiologi

Tanda dan gejala ketoasidosis dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu gejala yang timbul akibat

hiperglikemia dan gejala akibat ketosis. Hiperglikemi terjadi akibat defisiensi insulin yang menyebabkan jaringan

perifer kurang menggunakan glukosa dan meningkatnya glukoneogenesis di hati. Sebagai akibat defisiensi

insulin maka akan terjadi peningkatan kadar glukagon. Perubahan rasio ini akan menyebabkan peningkatan

lipolisis di jaringan lemak dan ketogenesis di hati. Defisisensi insulin akan menyebabkan lipolisis dengan

memacu kegiatan lipase di jaringan lemak dan berakibat bertambahnya pasokan asam lemak bebas ke hati.

Enzim karnitil asil transferas I didalam mitokondria hati akan teraktivasi untuk mengubah asam lemak bebas

menjadi benda keton, atau teroksidasi menjadi CO2 atau menimbunnya menjadi trigliserida. Serangkaian proses

Page 42: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

42

ketosis ini akan menghasilkan asam betahidroksibutirat dan asam asetoasetat yang menyebabkan asidosis.

Dalam kejadian ini aseton tidak ikut berperan, walaupun aseton penting untuk diagnosis ketoasidosis. Pada

waktu yang bersamaan juga terjadi penambahan stres hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin,

sehingga defisiensi insulin yang menyebabkan ketoasidosis bnersifat defisiensi insulin yang relatif. Terjadi

kenaikan kadar glukagon, katekolamin, kortisol dan somatotropin yang masing-masing kadarnya naik menjadi

450%, 760% dan 250% dibanding dengan kadar normal 100%.

Gambaran klinis

Gambaran klinis penderita ketoasidosis adalah dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering),

pernapasan cepat dan dalam (kussmaul), kadang-kadang disertai tekanan darah rendah sampai renjatan.

Kesadaran dapat turun sampai koma. Demam biasanya jelas bila ada infeksi. Kadang tercium bau aseton dari

pernafasan penderita.

Diagnosis Ketoasidosis diabetikum

Selain gambaran klinis diatas, harus dipastikan adanya hiperglikemia, keton plasma, glukosuria dan

astonuria. Bila memungkinkan, penetapan pH darah (Astrup) akan sangat membantu dalam pengobatan.

Glukagon

Insulin

hatiJaringan lemak

liposis ketogenesis

asidosis (ketosis

hati

glukoneogenesis

jaringan tepi

penggunaan glukosa

hiperglikemia

diuresis osmotik

hipovolemia

dehidrasi

Insulin turun

Page 43: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

43

Gambar 1. Patofisiologi Ketoasidosis

Perubahan Kadar Elektrolit

Semakin jelas hubungan antara gambaran klinis dan hiperglikemia. Hiperglikemia menyebabkan

diuresis osmotik dan hiperosmolaritas ruang ekstrasel. Hiperglikemia juga menyebabkan pindahnya cairan

dalam sel ke uang ekstrasel yang lebih sempit, sehingga kehilangan cairan intrasel tidak banyak. Pindahnya

cairan intrasel ke ruang vaskuler ekstrasel, dalam batas tertentu dapat mencegah terjadinya hipovolemia.

Bila hiperglikemia berlanjut, glukosuria memperberat diuresis osmotik dengan kehilangan air

dan natrium terus menerus. Akhirnya dapat terjadi dehidrasi intrasel dan ekstrasel, dengan gambaran

koma dan renjatan. Adanya unsur hiperosmolaritas pada ketoasidosis berkaitan dengan kadar

glukosa, natrium dan mungkin kalium.

Kadar kalium plasma seringkali normal, bahkan naik, walaupun sebenarnya jumlah kalium

tubuh berkurang sekali. Hal ini disebabkan oleh keluarnya kalium intrasel pada asidosis, setelah

ditukar dengan hidrogen ekstrasel dan pindahnya kalium dari sel ke plasma karena hiperglikemia.

Pengobatan dengan insulin akan menyebabkan pindahnya kalium ke dalam sel dan dapat

menurunkan kadar kalium plasma. Inilah yang nanti harus diperhatikan.

Fosfat ternyata jarang diperlukan dan hanya dipertimbangkan jika kadarnya kurang dari 1

meq/1. Pemberian fosfat mengandung risiko penurunan kalsium, sehingga kadar kedua elektrolit ini

harus dipantau dengan cermat.

Bila pH kurang dari 7,0 diberikan bikarbonat dan dianggap berguna untuk mengurangi

pernapasan kussmaul. Perlu diingat bahwa 1 ampul bikarbonat mengandung 4-5meq/1 natrium dan

membayakan bila diberikan kepada pasien dengan hiperosmolaritas.

Pengobatan Ketoasidosis Diabetikum

Cairan

Pemberian cairan harus segera dilakukan untuk mengganti cairan yang hilang akibat dehidrasi dan

kadang adanya hiperosmolaritas. Cairan yang dipergunakan biasanya NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung

dari ada tidaknya hipotensi dan tinggi rendahnya kadar natrium. Umumnya diperlukan 1-2 liter dalam jam

pertama (tahap awal). Mungkin diperlukan pemasangan CVP. Evaluasi untuk menilai hidrasi ialah turgor

jaringan, produksi urin, tekanan darah dan pemantauan keseimbangan cairan.

Insulin baru diberikan pada jam kedua

Insulin 10 unit bolus intravena, diikuti dengan infus larutan insulin regular dengan kecepatan tetesan

2-5 U/jam. Sebaiknya larutan 5 U insulin dalam 50 ml NaCl 0,9% bermuara dalam larutan untuk rehidrasi dan

dapat diatur kecepatan tetesannya. Bila kadar glukosa turun sampai 300mg/dl atau kurang, kecepatan tetesan

Page 44: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

44

larutan insulin dikurangi menjadi 1-2 U/jam dan larutan rehidrasi diganti dengan glukosa 5%. Bila pasien sudah

dapat makan lagi, diberikan sejumlah kalori dalam 4 porsi, sesuai dengan kebutuhannya. Insulin regular

diberikan subkutan 4 kali sehari secara bertahap. Sesuai dengan kadar glukosa darah.

Kalium

Pengisian kembali jumlah kalium tubuh (lihat perubahan kadar elektrolit) dan pencegahan hipokalemia

harus dilaksanakan. Kalium diberikan sesuai dengan hasil pemeriksaan kadar plasma sebagai larutan KCl 13-20

meq/jam :

K plasma 3-4 meq --- KCl 26 meq/jam

kurang dari 3 meq --- 39 meq/jam

5-6 meq --- 10 meq/jam

lebih dari 6 meq --- dihentikan

Bikarbonat

Bikarbonat baru diperlukan bila pH kurang dari 7,0. Diberikan dengan dosis 100 meq bikarbonat

+ 20 meq KCl dalam 20-40 menit. Bila pH masih kurang dari 7,0 dosis tersebut bisa diulang setelah 60-90 menit.

Tindakan Umum

Diperlukan pemasangan NGT tube (nasogastric tube) atau sonde hidung-lambung diperlukan

untuk menghindari aspirasi bila pasien muntah dan juga untuk memenuhi kenutuhan nutri pasien. Kateter urin

mungkin perlu digunakan, harus diperhatikan dan diperetimbangkan risiko terjadinya infeksi. CVP diperlukan

bila ada kecurigaan penyakit jantung atau pada pasien usia lanjut. Dilakukan perekaman EKG untuk memantau

kadar K plasma. DIC sangat jarang ditemukan pada pasien ketoasidosis, tetapi perlu diperhatikan. Antibiotik

mulai diberikan sesudah darah, urin, usap tenggorokan dan bahan lain dikirim untuk pembiakan kuman.

Faktor Pencetus

Faktor pencetus ketoasidosis biasanya dicetuskan oleh faktor yang mempengaruhi fungsi insulin.

Mengidentifikasi dan menterapi faktor pencetus ini penting dalam tatalaksana dan pencegahan ketosidosis

selanjutnya. Faktor pencetus tersebut adalah :

1. Adanya infeksi

Kebutuhan insulin tiba-tiba naik pada infeksi, walaupun infeksi tersebut ringan seperti infeksi saluran kecing

atau bisul di jari tangan.

2. Pengobatan insulin dihentikan

Hal ini terjadi pada 3,5% dalam kelompok di atas.

3. Adanya stres

Stres psikis maupun stres fisik dapat menyebabkan ketoasidosis, hal ini sangat mungkin disebabkan karena

peningkatan kadar hormon kortisol dan adrenalin.

4. Kadar kalium yang rendah (hipokalemia).

Hipokalemia meyebabkan sekresi insulin terhambat dan menurunnya kepekaan insulin. Hal ini sering kali

terjadi pada penggunaan diuretik.

5. Obat-obatan

Page 45: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

45

Beberapa obat mempunyai efek mengurangi sekresi insulin atau menambah resistensi insulin. Pada

penderita diabetes obat-obat tersebut harus dipertimbangkan perlu tidaknya dipergunakan, obat tersebut

adalah : hidroklorotiasid, penghambat beta, penghambat kalsium, dilantin, kortisol. Alkohol dapat

menghambat sekresi insulin, dapat menyebabkan pankreastitis sublinis dan mempengaruhi sel beta.

Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHONK)

Definisi koma hiperosmolar hiperglikemik non ketonik adalah suatu kumpulan gejala yang terdiri

dari hiperglikemia yang berat, osmalaritas plasma yang tinggi, kehilangan cairan (dehidrasi) yang berat dan

penurunan kesadaran. Penyakit ini merupakan salah satu jenis koma non-ketoasidosis. Donowski dan Nabarro

membagi koma diabetes non ketoasidosis menjadi :

1. Koma oleh sebab penyakit penyerta : stroke, obat-obatan, gagal ginjal kronik dan koma hepatik.

2. Hipoglikemia

3. Koma asidosis laktat

4. Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketonik

5. Kombinasi

Terdapat dua bentuk komplikasi akut pada Diabetes Mellitus yaitu hipoglikemia dan

hiperglikemia sedangkan hiperglikemia terdiri dari Ketoacidosis Diabetic (KAD) / Diabetes Keto Asidosis (DKA),

Koma Hiperosmoler Non Ketotic (KHONK) / Non Ketotik Hiperosmoler (NKH) dan Lactic Acidosis (LA).

Komplikasi akut Diabetes Mellitus yang merupakan keadaan gawat darurat seperti hipoglikemia,

ketosiadosis dan koma hiperosmoler non ketotik memerlukan perhatian dan penanganan yang serius karena

angka kematiannya yang cukup tinggi. DKA menempati peringkat pertama angka kematian disusul oleh

hipoglikemia.

Patogenesis

Patogenesis terjadinya koma hiperglikemia hiperosmolar non ketotik (KHONK) dan ketoasidosis

diabetik (KAD) hampir sama. Pada fase awal, beberapa faktor pencetus (stresor) menghambat sel beta pankreas

untuk mensekresi insulin sehingga insulin yang disekresi tidak adekuat. Pada kondisi tersebut terjadi

peningkatan sekresi glukagon dan berakibat terjadinya peningkatan pembentukan glukosa serta menurunnya

pemakaian glukosa opleh jaringan perifer, sehingga kadar glukosa plasma semakin tinggi.

Diuresis osmotik akan terjadi dengan akibat berkurangnya elektrolit dan cairan tubuh, perfusi ke

ginjal semakin berkurang dan berakibat semakin meningkatnya sekresi hormon sehingga timbul hiperosmolar

hiperglikemik seperti terlihat pada (gambar 1).

Sampai saat ini para ahli masih belum dapat menetapkan, mengapa pada pasien hiperosmolar

tidak terjadi ketosis atau ketoasidosis.

Page 46: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

46

1. Pada pasien KHONK diduga kadar insulin masih mencukupi untuk mencegah ketosis tetapi tak dapat

mempertahankan homeoistasis glukosa. Hipotesis ini ternyata tidak diterima, karena diketahui bahwa kadar

insulin pada keadaan hiperosmolar dan ketoasidosis diabetik sama. William menduga kadar insulin vena

porta cukup banyak atau sel-sel lemak sangat sensitif terhadap insulin.

2. Peran hiperosmolar dan dehidrasi. Pada binatang percobaan dengan mengurangi cairan, ternyata adanya

intoleransi glukosa akan diikuti pengurangan penglepasan asam lemak bebas sehingga diduga dehidrasi

mempunyai sifat anti ketogenik (mencegah lipolisis).

3. Peran hormon lipolitik berkurang seperti hormon pertumbuhan, kortison, glukagon, katekolamin (stress

hormon). Kadar hormon lipolitik yang berkurang ini memang telah dibuktikan pada koma hiperosmolar,

sehingga kadar asam lemak bebas lebih sedikit atau mempunyai kadar sama dengan pada ketoasidosis

diabetik. Shah mengajukan hipotesis bahwa prostaglandin E2 (PGE2) mempunyai sifat anti lipolisis yang lebih

kuat dibanding insulin sehingga bila PGE2 meninggi tentu dapat mencegah ketosis, tetapi hal ini belum

terbukti kebenarannya.

Gambar : Skema patogenesis KHONK

Gejala Klinis

Proteolisis

DIFISIENSI INSULIN STRESS HORMONES

Produksi glukosa

hepatik

utilisasi glukosa jaringan

Hiperglikemia Pengurangan volum intravaskuler

Hiperosmolalitas

Kehilangan H2O

Kehilangan elektrolitDiuresis osmotik

Kegagalan ekskresi glukosa

DIABETES MELITUS (± Precipitating Acute Illnes)

Page 47: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

47

Secara klinis KHONK dan Ketoasidosis Diabetik sulit dibedakan bila hasil laboratorium (kadar

glukosa darah, keton dan analisa gas darah) belum ada hasilnya, namun beberpa tanda dan gejala berikut bisa

dipakai sebagai petunjuk, yaitu :

a. KHONK lebih sering terjadi pada usia tua (lebih 60 tahun), semakin muda usia semakin berkurang dan

belum pernah ditemukan pada anak-anak.

b. Pada umumnya pasien mempunyai penyakit penyerta lain (penyakit ginjal, kardiovaskuler, akromegali,

tirotoksikosis dan penyakit Cushing).

c. KHONK sering disebabkan karena pemakaian obat-obatan (tiazid, furosemid, klorpromazin, hidralazin,

dilantin, manitol, digitalis, reserpin, streroid, simetidin dan haloperidol (neuroleptik).

d. Adanya faktor pencetus untuk timbulnya KHONK (misalnya infeksi, penyakit kardiovaskuler, gangguan

keseimbangan cairan, pankreatitis, aritmia, pendarahan, koma hepatik dan operasi).

Keluhan utama yang menyebabkan pasien datang ke Rumah Sakit adalah : sering kencing, sering

minum dan terasa haus, kesadaran turun. Pada pemeriksaan fisik pasien Koma Hiperosmoler Non Ketotik

(KHONK) biasanya ditemukan :

- Penurunan kesadaran (apatis sampai koma).

- Turgor turun, bibir kering, hipotensi postural, kelainan neurologis (tanda-tanda dehidrasi).

- Bau aseton tidak tercium dari pernapasan

- Tidak ada nafas Kussmaul.

Gambaran Laboratorium

Untuk membedakan dengan Ketoasidosis Diabetik diperlukan pemeriksaan penunjang. Pada

pasien KHONK didapatkan kadar glukosa darah > 600 mg%, osmolalitas serum > 350 mOsm/kg. Pemeriksaan

aseton plasma hasilnya negatif.

Pada pemeriksaan penunjang tambahan didapatkan hasil : hipernatremia, azotemia,

hiperkalemia, kadar Blood Urea Nitrogen (BUN) : kreatinin, rasio 30 : 1 (normal 10 : 1), bikarbonat serum > 17,4

mEq/L.

Formula penghitungan osmolalitas serum apabila osmolalitas serum belum dapat dilakukan :

Serum osmolalitas =

2 (Natrium + Kalium) + 6

**urea +

18

*mg% glukosa

* Glukosa 1 mmol = 18 mg%

* Urea diperhitungkan bila ada kelainan fungsi ginjal.

Pengobatan KHONK

1. Rehidrasi dengan cairan adalah pengobatan utama.

1.1 NaCl, bisa digunakan cairan istotonik atau hipotonik ½ nomal, diguyur 1000 ml/jam sampai volume

cairan intravaskuler dan perfusi jaringan membaik, setelah itu baru diperhitungkan kekurangan cairan

Page 48: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

48

dan diberikan dalam 12-48 jam. Perlu pertimbangan khusus pada pemberian cairan isotonik pada

pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia.

1.2 Glukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa sekitar 200-250mg%

2. Insulin

Insulin sensitif pada pasien hiperosmolar hiperglikemik non ketotik dan juga pada pasien ketoasidosis

diabetik, pengobatan dengan insulin dosis rendah sangat bermanfaat. Sehingga tatalaksana pengobatan

dapat menggunakan protokol yang mirip protokol Ketoasidosis Diabetik.

3. Kalium

Kalium darah harus terpantau dengan baik. Bila fungsi ginjal membaik maka harus segera diberikan koreksi

kekurangan kalium.

4. Infeksi sekunder harus dihindari, waspada dan hati-hati dengan tindakan injeksi, pemasangan kateter,

pemasangan NG tube dan juga pemasangan infus set.

Prognosis

Prognosis KHONK buruk, angka kematian berkisar antara 30-50%. Kematian sering kali disebabkan

karena penyakit yang mendasari atau menyertainya bukan secara langsung karena sindrom hiperosmolarnya.

Angka kematian di negara maju dapat ditekan menjadi sekitar 12%.

BAB 7. MATERI KULIAH PAKAR

Pokok Bahasan Kode Sub Pokok Bahasan Pengajar

PARASITOLOGI PRST 1 Cacing usus, nematoda, platihelmintes + praktikum SBT

PRST 2 Protozoa usus + praktikum SBT

MIKROBIOLOGI MB Mikroba penyebab penyakit pada pencernaan (bakteri,

virus, jamur), daring, praktikum enterobacter 1x

(daring)

IRS

FARMAKO FAR 1 Obat Hipo dan Hipertiroid

OAD dan Insulin (daring)

FSF

FAR 2 Obat hiperlipid dan anti obesitas (daring)

FSF

FAR 3 Obat sistem bilier dan farmakoterapi pada pasien

gangguan fungsi hepar (daring) praktikum diskusi

pengguanaan obat DM, GI 1x

FSF

PATOLOGI

ANATOMI

PAT 1 GIT dan sistem biliar dan hepatologi (daring) DIN

PAT 2 Sistem endokrin. (daring) Praktikum 1x dua topik DIN

RADIOLOGI RAD Radiodiagnostik pada kelainan Pencernaan (colon

inlop, polos abdomen, abdomen 3 posisi, USG

abdomen (daring)

SHT

KEDOKTERAN

KEISLAMAN

KI Hikmah pengharaman makanan (babi,bangkai, darah)

Efek alkohol pada tubuh (daring)

ANA

Page 49: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

49

KEDOKTERAN KELUARGA

KK Modifikasi perilaku dan konseling keluarga pada kasus pencernaan dan endokrin (daring)

FEB

BEDAH IPB 1 Hemoroid, hernia, apendisitis (daring) ALQ

IPB 2 Kolelithiasis (daring) ALQ

IPB 3 Manajemen pembedahan pada gangguan endokrin

(struma dan diabetic foot) (daring)

ALQ

IPD IPD 1 Gastritis, Gastric/duodenal ulcer Gastrointestinal

bleeding

ISB

IPD 2 Hepatitis A,Hepatitis B, Hepatitis C, Cirrhosis hepatic

Liver abses

MDY

IPD 3 Kolesistitis akut, pankreatitis akut, kolelitiasis DJO

IPD 4 Gastroenteritis akut ,colitis, typhoid fever DJO

IPD 5 DM dan komplikasi, Dislipidemia, Obesitas MDY

IPD 6 Cushing Syndrome, Hyperthyroid, Hypothyroid ISB

IKA IKA 1 Ikterus pada anak, Cholestasis DK

IKA 2 Diare dan dehidrasi PFC

IKA 4 Worms, GER / GERD, HUS

IKA 3 Perdarahan saluran cerna , food poisoning, HND

IKA 5 Malabsorsi, intoleransi laktosa PFC

IKA 6 Obstipasi, konstipasi, soiling, incopresis fungsional DK

IKM IKM 1 Terapi dietetik pada penyakit pencernaan atas dan

bawah

GSP

IKM 2 Terapi diet pada DM dan obesitas GSP

IKM 3 Penyakit2 Gizi Masyarakat GSP

IKM 4 Hubungan perilaku dengan gangguan kesehatan ,

Makanan sebagai media interaksi lingkungan dan

kesehatan

GSP

PATOLOGI

KLINIK

PK 1 Pemeriksaan laboratorium diagnosis DM dan

dislipidemia dan fungsi tyroid (daring)

DHY

PK 2 Seromarker Hepatitis virus, tes fungsi hepar (daring) SMA

EHK EHK Konflik kepentingan DSA

BAB 8 JADWAL PEMBELAJARAN

JADWAL PEMBELAJARAN BLOK PENCERNAAN DAN

ENDOKRIN 2

TAHUN AJARAN 2021/2022

No Tanggal

Jam Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu

8 - 13 NOV 07.00 – 07.50 Keislaman Keislaman Keislaman Keislaman Keisla

man

Keislaman

07.50 – 08.40 IPB 1 IKA 2 IKA 5 IPB 2

08.40 – 09.30 IPB 1 IKA 2 IKA 5 IPB 2

09.30 – 10.20

IKM 1 [1]

PK2 [2]

IPD3

10.20 – 11.10

IKM 1 [3]

[4]

IPD 3

Page 50: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

50

I

11.10 – 12.10

12.10 – 13.00 MIk

IPD2

13.00 – 13.50 Mik

IPD2 IPD1

PRAK MIKRO

13.50 – 14.40

IPD1

PRAK MIKRO

14.40 – 15.30

15.30 – 16.20

16.20 – 17.10

II

15 - 20 NOV 07.00 – 07.50 Keislaman Keislaman Keislaman Keislaman Keisla

man

Keislaman

07.50 – 08.40 IPB 3 SKILL

SKILL PLENO

08.40 – 09.30 IPB 3 SKILL

SKILLn PLENO

09.30 – 10.20 TUTORIAL EHK [5] TUTORIAL PAR 1 [6] PAR 2 IPD 4

10.20 – 11.10 TUTORIAL EHK [7] TUTORIAL PAR 1 [8] PAR 2 IPD 4

11.10 – 12.10

12.10 – 13.00 IPD5 IKM 2 RADIOLOGI

13.00 – 13.50 IPD5 IKM 2 RADIOLOGI IPD 6

13.50 – 14.40

IPD 6

14.40 – 15.30

15.30 – 16.20

16.20 – 17.10

III

22 - 27 NOV 07.00 – 07.50 Keislaman Keislaman Keislaman Keislaman Keisla

man

Keislaman

07.50 – 08.40 FAR 1 SKILL

SKILL PLENO FAR 3

08.40 – 09.30 FAR 1 SKILL

SKILL PLENO FAR 3

09.30 – 10.20 TUTORIAL IKM 3 [9] TUTORIAL PR PAR1 [10] PR PAR2 PR PAR 3

10.20 – 11.10 TUTORIAL IKM 3 [11] TUTORIAL PR PAR1 [12] PR PAR2 PR PAR 3

11.10 – 12.10

12.10 – 13.00 FAR 2 PA 1 PA 2

13.00 – 13.50 FAR 2 PA 1 PA 2

7,

13.50 – 14.40

14.40 – 15.30

15.30 – 16.20

16.20 – 17.10

IV

29 NOV - 4 DES 07.00 – 07.50 Keislaman Keislaman Keislaman Keislaman Keisla

man

Keislaman

07.50 – 08.40

SKILL

SKILL PLENO

08.40 – 09.30

SKILL

SKILL PLENO

09.30 – 10.20 TUTORIAL IKM 4 [13] TUTORIAL [14]

10.20 – 11.10 TUTORIAL IKM 4 [15] TUTORIAL [16]

11.10 – 12.10

12.10 – 13.00 UTB

13.00 – 13.50 UTB

13.50 – 14.40 UTB

14.40 – 15.30

15.30 – 16.20

16.20 – 17.10

V

6 - 11 DES 07.00 – 07.50

OSCE

OSCE

07.50 – 08.40

OSCE

OSCE

08.40 – 09.30 UAB OSCE REMEDI CBT OSCE

09.30 – 10.20 UAB OSCE REMEDI CBT OSCE

10.20 – 11.10 UAB OSCE REMEDI CBT OSCE

11.10 – 12.10

12.10 – 13.00

UJIAN PRAKTIKUM

13.00 – 13.50

UJIAN PRAKTIKUM

13.50 – 14.40

UJIAN PRAKTIKUM

14.40 – 15.30

15.30 – 16.20

UJIAN PRAKTIKUM

16.20 – 17.10

UJIAN

Page 51: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

51

PRAKTIKUM

Pleno I : Dr.dr. Febri Endra, M.Kes + Dr. dr. Kusuma Andriana SpOG

Pleno II : dr. Hawin Nurdiana SpA, dr Hana

Pleno III : Dr.dr. Medy Setiawan SpPD + Dr.dr.Fathiyah Safithri, M.Kes

Page 52: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

52

Dosen Materi Ujian UTB UAB Reme

di

dr. Isbandiyah, SpPD Gastritis, Gastric/duodenal ulcer

Gastrointestinal bleeding

Cushing Syndrome, Hyperthyroid, Hypothyroid

5

2

2

Dr. dr. Sulistyo Mulyo

Agustini, SpPK

Seromarker Hepatitis

Tes fungsi hepar 5

2

2

dr. Diah Hermayanti,

Sp.PK/

Pemeriksaan laboratorium diagnosis DM dan

dislipidemia

Pemeriksaan fungsi tyroid 5

2

2

Dr. dr. Fathiyah

Safithri, M.Kes

OAD dan insulin

Obat hiper dan hipothyroid

Obat hiperlipid dan anti obesitas

Obat sistem bilier dan farmakoterapi pada

pasien gangguan fungsi hepar

8

6

4

dr Pertiwi Febriana

SpA

Diare dan dehidrasi

Malabsorsi, intoleransi laktosa 5

2

2

Prof.Dr.

soebektiningsih

Parasitologi : cacing usus dan protozoa usus 3

3

2

dr. Chusnul SpA Worms, GER / GERD 5 2 2

dr Aleq, SpB

Hemoroid, hernia, apendisitis

Manajemen pembedahan pada gangguan

endokrin (struma dan diabetic foot)

Kolelithiasis kolesistitis

8

6

4

dr Dicky SpA Ikterus pada anak, Cholestasis 5 2 2

dr Irma suswati ,

MKES

Enterobacteriaceae (bakteri batang gram

negatif) 5

2

2

dr. Febri Endri M.Kes Behaviour modification change family conference

and conseling DM, hepatitis and diarrhoe

5

2

2

Prof. Dr.dr. Djoni

Djunaidi. SpPD KPTI

Kolesistitis akut, pankreatitis akut

Gastroenteritis akut ,colitis, typhoid fever 5

2

2

Dr.dr. Medy SpPD Hepatitis , sirosis dan liver abses

DM dan komplikasi, Dislipidemia, Obesitas

5

2

2

Dr. desy Konflik kepentingan 5 4

dr. Dian, Mkes SpPA Patologi Anatomi Gastrointestinal, hepar dan

sistem bilier

Patologi Anatomi Sistem Endokrine

8

4

2

dr. Hawin N, SpA Perdarahan saluran cerna , food poisoning,

konstipasi

4

2

2

dr. Kusuma SpOG Hikmah pengharaman makanan (babi,bangkai,

darah)

Efek alkohol pada tubuh

5

4

dr Suharto SpRad Radiodiagnostik pada kelainan Pencernaan

(colon inlop, polos abdomen, abdomen 3 posisi,

USG abdomen

6 4

Page 53: Modul Tutorial - lms.umm.ac.id

53

dr. Gita Sekar.

MPdKed

Terapi dietetik pada penyakit pencernaan dan

endokrin : jenis2 diet, diare, DM, obesitas.

Makanan sebagai media interaksi lingkungan

dan kesehatan

Penyakit2 Gizi Masyarakat

Hubungan perilaku dengan gangguan kesehatan ,

Makanan sebagai media interaksi

lingkungan dan kesehatan

10

6

4

TOTAL