akulturasi dan asimilasi ornamen gorga batak toba …

16
AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238 AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN Polin Marsahala Simanjuntak 1 , Yusuf Affendi 2 , Sangayu Ketut Laksemi 3 Abstract Humans as dynamic creatures who have the creativity, taste and intention in their lives. Therefore, humans always try to interact by using the natural environment as a source to meet certain needs. From this interaction the emergence of culture in society can be seen from the production of cultural artifacts such as cutlery, homes and decoration or ornaments. North Sumatra is an area in Indonesia which has many ethnic groups in the region, one of them is Batak. The Toba Batak ethnic is known for his diversity of skills as a medium for expressing people's ideas in a visual form. This visual form plays a role in the development of culture and communicates the values of the beliefs and customs of the people. Ornaments or ornaments on the Toba Batak traditional house are often referred to as Gorga. Gorga is a message of desire and advice that comes from knowledge, hope, thoughts, behavioral attitudes, and beauty to be communicated. The entry of Christianity became one of the new cultural elements of the Toba Batak customs. The Toba Batak experienced a social process characterized by efforts to reduce these differences. This process of assimilation and acculturation allows cultures and ethnic groups to adapt to other cultures. This change can refer to attitudes, values, and identity, even the Gorga ornament itself in the Toba Batak architecture. Gorga ornaments undergo a process of acculturation and assimilation so that it starts to be widely applied to modern public buildings. The church as a symbol of the relationship with the creator needs ornaments to carry implied meanings. The meaning of ornament that was understood before, from the understanding of Toba Batak cultural traditions experienced a constructive shift in meaning towards the understanding of church tradition. This gives enthusiasm, as well as an opportunity to preserve and develop local wisdom and values of the Toba Batak community in the life of modern society. Keywords: Acculturation, Assimilation, Gorga Ornaments, Batak Toba Church Abstrak Manusia sebagai mahluk yang dinamis yang memiliki cipta, rasa dan karsa dalam kehidupannya. Oleh karena itu, manusia senantiasa berupaya berinteraksi dengan menggunakan alam lingkungan sebagai salah satu sumber untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Dari interaksi inilah munculnya kebudayaan dalam masyarakat yang dapat dilihat dari dihasilkannya artefak artefak budaya seperti peralatan makan, rumah tinggal dan ragam hias atau ornamen. Sumatera Utara merupakan daerah di Indonesia yang memiliki banyak etnis suku di wilayahnya salah satunya suku Batak. Etnis Batak Toba dikenal dengan keaneka ragaman keterampilan sebagai suatu media ungkapan ide masyarakat dalam bentuk visual. Bentuk visual inilah yang berperan dalam pengembangan kebudayaan serta mengkomunikasikan nilai-nilai kepercayaan dan adat istiadat masyarakatnya. Ornamen atau ragam hias pada rumah adat Batak Toba sering 1 Mahasiswa Magister Desain Produk FSRD Universitas Trisakti, e-mail: [email protected] 2 Staf Pengajar Magister ITB – Magister Usakti 3 Staf Pengajar Magister Usakti, e-mail: [email protected] 223

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA …

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN

Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL,

PANGURURAN

Polin Marsahala Simanjuntak1, Yusuf Affendi 2, Sangayu Ketut Laksemi3

Abstract Humans as dynamic creatures who have the creativity, taste and intention in their lives. Therefore, humans always try to interact by using the natural environment as a source to meet certain needs. From this interaction the emergence of culture in society can be seen from the production of cultural artifacts such as cutlery, homes and decoration or ornaments. North Sumatra is an area in Indonesia which has many ethnic groups in the region, one of them is Batak. The Toba Batak ethnic is known for his diversity of skills as a medium for expressing people's ideas in a visual form. This visual form plays a role in the development of culture and communicates the values of the beliefs and customs of the people. Ornaments or ornaments on the Toba Batak traditional house are often referred to as Gorga. Gorga is a message of desire and advice that comes from knowledge, hope, thoughts, behavioral attitudes, and beauty to be communicated. The entry of Christianity became one of the new cultural elements of the Toba Batak customs. The Toba Batak experienced a social process characterized by efforts to reduce these differences. This process of assimilation and acculturation allows cultures and ethnic groups to adapt to other cultures. This change can refer to attitudes, values, and identity, even the Gorga ornament itself in the Toba Batak architecture. Gorga ornaments undergo a process of acculturation and assimilation so that it starts to be widely applied to modern public buildings. The church as a symbol of the relationship with the creator needs ornaments to carry implied meanings. The meaning of ornament that was understood before, from the understanding of Toba Batak cultural traditions experienced a constructive shift in meaning towards the understanding of church tradition. This gives enthusiasm, as well as an opportunity to preserve and develop local wisdom and values of the Toba Batak community in the life of modern society. Keywords: Acculturation, Assimilation, Gorga Ornaments, Batak Toba Church Abstrak Manusia sebagai mahluk yang dinamis yang memiliki cipta, rasa dan karsa dalam kehidupannya. Oleh karena itu, manusia senantiasa berupaya berinteraksi dengan menggunakan alam lingkungan sebagai salah satu sumber untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Dari interaksi inilah munculnya kebudayaan dalam masyarakat yang dapat dilihat dari dihasilkannya artefak artefak budaya seperti peralatan makan, rumah tinggal dan ragam hias atau ornamen. Sumatera Utara merupakan daerah di Indonesia yang memiliki banyak etnis suku di wilayahnya salah satunya suku Batak. Etnis Batak Toba dikenal dengan keaneka ragaman keterampilan sebagai suatu media ungkapan ide masyarakat dalam bentuk visual. Bentuk visual inilah yang berperan dalam pengembangan kebudayaan serta mengkomunikasikan nilai-nilai kepercayaan dan adat istiadat masyarakatnya. Ornamen atau ragam hias pada rumah adat Batak Toba sering

1 Mahasiswa Magister Desain Produk FSRD Universitas Trisakti, e-mail: [email protected] 2 Staf Pengajar Magister ITB – Magister Usakti 3 Staf Pengajar Magister Usakti, e-mail: [email protected]

223

Page 2: AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA …

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238

disebut dengan istilah Gorga. Gorga merupakan suatu pesan hasrat dan nasehat yang bersumber dari pengetahuan, harapan, buah pikiran, sikap perilaku, dan keindahan yang hendak dikomunikasikan. Masuknya agama Kristen menjadi salah satu unsur kebudayaan baru pada adat istiadat Batak Toba. Batak Toba mengalami suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan tersebut. Proses asimilasi dan akulturasi ini memungkinkan budaya dan kelompok etnis menyesuaikan diri dengan budaya yang lain. Perubahan ini dapat merujuk kepada sikap,nilai, dan jati diri, bahkan ornamen Gorga itu sendiri pada arsitektur Batak Toba. Ornamen Gorga mengalami proses akulturasi dan asimilasi sehingga mulai banyak diterapkan pada bangunan publik modern. Gereja sebagai simbol hubungan dengan pencipta membutuhkan ornamen untuk membawa makna-makna yang tersirat. Makna ornamen yang dipahami sebelumnya, dari pemahaman tradisi budaya Batak Toba mengalami pergeseran makna yang konstruktif terhadap pemahaman tradisi gereja. Hal tersebut memberikan semangat, serta kesempatan untuk melestarikan serta mengembangkan kearifan lokal dan nilai-nilai masyarakat Batak Toba ke dalam kehidupan masyarakat modern. Kata kunci: Akulturasi, Asimilasi, Ornamen Gorga, Batak Toba, Gereja Pendahuluan Di Indonesia banyak arsitektur bangunan yang memiliki bentuk yang khas seperti Rumah Gadang di Minangkabau, rumah Joglo di Jawa Tengah dan Rumah Bolon di Samosir yang sering juga disebut dengan rumah adat Nusantara. Hampir semua rumah adat Nusantara ini memiliki ragam hias atau simbol ornamen yang menghiasi sebagian fasade bangunan, seluruh permukaan dinding dan tiang bangunan. Keindahan aneka jenis motif tersebut mengandung nilai-nilai kepercayaan, adat istiadat dan nilai estetika yang mampu mencerminkan pandangan hidup masyarakatnya. Masyarakat yang memiliki nilai-nilai tersebut menunjukan keberadaan manusia pada dasarnya adalah mahluk yang dinamis yang memiliki cipta, rasa dan karsa, mereka memerlukan komunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Sehubungan dengan itu, upaya interaksi menciptakan ungkapan sebagai salah satu karya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Akumulasi interaksi inilah dihasilkan benda atau artefak budaya yang mana tampak adanya penyampaian maksud atau pesan yang diwakilinya lewat bentuk dan simbol-simbol. Suku Batak merupakan salah satu etnis terbesar di Nusantara. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Pantai Barat dan Pantai Timur did Sumatera Utara. Etnis Batak adalah Toba, Karo, Pakpak, Simalungun, Angkola, dan Mandailing. Batak adalah rumpun suku-suku yang mendiami sebagian besar wilayah Sumatera Utara. Namun sering sekali orang menganggap penyebutan Batak hanya pada suku Toba

224

Page 3: AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA …

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN

Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238

padahal Batak tidak diwakili oleh suku Toba. Sehingga tidak ada budaya dan bahasa Batak tetapi budaya dan bahasa Toba, Karo, Simalungun dan suku-suku lain yang serumpun.

Gambar 1. Peta penyebaran Etnis

(Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak)

Masyarakat Batak Toba dikenal mempunyai keaneka ragaman keterampilan dalam mengungkapkan makna dalam bentuk visual. Bentuk visual inilah yang berperan dalam pengembangan kebudayaan serta mengkomunikasikan nilai-nilai budaya. Salah satu ungkapan makna yang berkembang di Nusantara adalah ornamen pada desain interior dan arsitektur rumah adat mereka. Ragam hias atau ornamen pada rumah adat Batak Toba sering disebut dengan istilah Gorga. Gorga ini juga merupakan suatu ungkapan makna berupa pesan hasrat dan nasehat yang bersumber dari pengetahuan, harapan, buah pikiran, sikap perilaku, dan keindahan yang hendak dikomunikasikan. Ornamen ini masih banyak dijumpai pada bangunan rumah adat yang tersebar di daerah Tapanuli. Hal ini terbukti masih tardapatnya rumah adat dan bangunan lain seperti: bangunan rumah penduduk, tempat penginapan atau perhotelan, bangunan pemerintahan serta bangunan Gereja. Masuknya agama Kristen ke Tanah Batak ikut menjadi andil dalam perkembangan ornamen Gorga. Ornamen Gorga mulai mengalami pergeseran makna pada bangunan-bangunan Gereja di Tanah batak. Ornamen-ornamen pada rumah adat dibuat oleh seniman atau ahli-ahli bangunan yang mengerti maksud dan tujuan bangunan tersebut dibuat. Seniman-seniman Indonesia pada masa lampau tidak pernah tergoda untuk melukiskan bentuk-bentuk di alam ini seperti apa yang bisa di tangkap oleh mata kita. Mereka ternyata lebih tertarik untuk melukiskan sesuatu yang lebih dalam sifatnya,

225

Page 4: AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA …

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238

apakah itu tangkapan kehalusan jiwanya ataupun pandangan religiusnya, dan bentuk-bentuk yang dilahirkannya selalu merupakan simbol-simbol yang kasat mata dari apa-apa yang tidak terlihat itu. (Soedarso, Sp. 1988: 25). Fungsi rumah adat Batak Toba, yang penuh simbol-simbol pada ornamennya, disamping sebagai hunian, tempat memelihara hewan peliharaan dan beribadah atau menghormati roh-roh leluhur juga merupakan sebagai wadah komunikasi pemiliknya kepada orang lain atau generasi yang akan dadangkan dengan perkembangan kehidupan masa kini, fungsi bangunan tradisional tidaklah lagi hanya diperuntukan untuk hunian. Agama Kristen dan Katolik menjadi salah satu cikal bakal perubahan fungsi bangunan tradisional Batak Toba. Bentuk bangunan dan ornamen-ornamen yang melekat padanya tidaklah sekedar menampilkan nilai estetisnya saja, tetapi juga mengandung nilai-nilai fungsi dan religius kepada generasi berikutnya. Pada hakekatnya dengan adanya akulturasi dan asimilasi akan memberikan makna baru pada ornamen Gorga sehingga dapat terus hadir secara berkelanjutan. Peran pemuka agama untuk memperkenalkan nilai religius dalam muatan lokal mampu membentuk pandangan hidup masyarakat Batak modern sehingga terjadi pengaplikasian ornamen Gorga dalam makna baru, sehingga pengaplikasian dapat menjadi tindakan pelestarian orrnamen Gorga Batak Toba agar tidak punah. Manfaat serta tujuan penelitian ini untuk mendapatkan manfaat ganda, disatu pihak kita berusaha melestarikan khasanah berharga dari kebudayaan kita, khususnya ornamen Gorga Batak Toba dan di lain sisi kita mencoba mengungkapkan iman dan kepercayaan kita dalam budaya lokal. Metode Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan kebudayaan. Menurut Stuart Hall, kajian budaya adalah sebuah formasi diskursif (kewacanaan), yaitu sebuah kelompok, ide, imaji dan praktik-praktik yang memberikan cara-cara untuk membicarakan sebuah topik khusus, aktivitas sosial atau situs sosial di masyarakat dan memberikan bentuk-bentuk pengetahuan dan perilaku yang diasosiaikan dengan topik khusus, aktivitas sosial atau situs sosial di masyarakat tersebut. (Sumartono, 2017) serta menggunakan design thinking methods dari Ray Forbes, John Arnold dan Fred Nickols 1992. Seperti yang dikatakan oleh Fred Nickols: “The Golas grid also provides a structure for analyzing patterns in goals and objectives and for detecting potential conflict with the goals and objectives of others“ (Curedale, 2013) Selain itu metode penelitian melakukan studi pustaka dan studi lapangan. Bahan referensi studi Pustaka dibagi atas tiga kelompok yaitu pustaka

226

Page 5: AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA …

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN

Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238

primer yanitu tentang ornamen-ornamen Batak. Pustaka sekunder adalah ilmu estetika dan keilmuan desain interior. Pustaka tersier adalah buku-buku yang mengulas tentang teori akulturasi dan asimilasi seperti pembahasan Dr Ahadiat Joedawinata pada Diagram 1. dan teori-teori pendukungnya. Studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer berupa ornamen Batak yang melekat pada bagunan adat Batak maupun ornamen yang melekat pada bangunan Gereja sebagai studi kasus.

Diagram 1. Memperlihatkan unsur-unsur yang mempengaruhi akulturasi dan

Asimilasi Ornamen Gorga pada Gereja St Mikael (Sumber: Dr Ahadiat Joedawinata, 2009)

Hasil dan Pembahasan Fenomena keindahan ragam hias tradsional yang memiliki nilai seni ini tercermin dari motif-motif ukir berupa: motif geometris, tumbuhan, binatang, alam/kosmos, manusia serta motif hayal yang dihadirkan melalui proses intelektual dan instingtif yang indah dan penuh pesona. Ungkapan “Nature artis magistra” (alam adalah guru seniman) merupakan perwujudan keindahan ciptaan Tuhan.Oleh karena itu keindahan alam sering menjadi thema dalam mewujudkan kesenian. Menurut Koentjaraningrat (2005), akulturasi merupakan proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur asing itu lamban laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu. Seperti telah diuraikan diatas, suatu unsur kebudayaan tidak pernah diifusikan secara terpisah,

227

Page 6: AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA …

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238

melainkan senantiasa dalam suatu gabungan atau kompleks yang terpadu. (Rangga Firmansyah S, 2016) Dalam pandangan ini terdapat perbedaan antara bagian kebudayaan yang sukar berubah dan terpengaruh oleh unsur unsur kebudayaan asing, dengan bagian kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur unsur kebudayaan asing. Sistem kebudayaan, seperti: nilai nilai budaya, keyakinan keyakinan keagamaan yang dianggap keramat dan beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat serta beberapa adat yang mempunyai fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat. Sistem lainnya yang masuk dalam kebudayaan fisik, seperti: alat-alat dan benda-benda yang berguna, ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan rekreasi yang berguna dan memberi kenyamanan merupakan sistem yang diterapkan dalam masyarakat. Sejak dahulu kala dalam sejarah kebudayaan manusia ada gerak migrasi, gerak perpindahan dari suku-suku bangsa di muka bumi yang menyebabkan pertemuan antara kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda-beda dan sebagai akibatnya individu-individu dalam kebudayaan itu dihadapkan dengan kebudayaan asing. (Koentjaraningrat,1990). Menurut Salura (2010), percampuran budaya tentu mempunyai akibat pada bidang arsitektur yang sering digunakan adalah istilah akulturasi arsitektur. Kata akulturasi pertama kali muncul dalam percakapan Plato sekitar abad 4BC. Kata ini dihubungkan dengan kecenderungan manusia untuk meniru orang lain yang ditemui dalam perjalanan, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing ini lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Melihat dari beberapa definisi dapat diperoleh kesimpulan bahwa akulturasi merupakan sebuah proses sosial dimana dua atau lebih kebudayaan bertemu dan saling memengaruhi satu sama lain tanpa menghilangkan identitas satu sama lain. Dalam pandangan arsitektur, akulturasi merupakan sebuah wujud percampuran kebudayaan yang tercermin dan dapat terilihat dari wujud bangunan sebagai bentuk dari kebudayaan yang terdapat pada suatu daerah, dengan tidak menghilangkan kepribadian dari budaya lokal maupun budaya pendatangnya. Jenis-Jenis Bangunan Pada bangunan Batak Toba ada dua istilah masa bangunan, yaitu: Ruma dan Sopo. Ruma terbagi dua jenis yaitu: Ruma Batak Sitolumbea dan Ruma Batak Sisampuran atau Sibaba ni amporik. Perbedaan yang sangat mencolok dan jelas dari kedua bentuk rumah ini adalah tangga dan pintunya. Pada Ruma Batak Sitolumbea tangga dan pintunya berada di dalam. Tangga terletak antara tiang

228

Page 7: AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA …

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN

Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238

depan dan tiang dalam, sedangkan pintunya terdapat pada lantai. Sementara Ruma Batak Sisampuran tangga dan pintunya berada pada bagian luar. Tangganya terdapat di muka tiang depan dan melekat pada ambang pintu. Sedangkan pintunya berada pada dinding muka. Rumah Batak Sitolumbea disebut rumah yang berjenis kelamin betina. Dan menurut beberapa informan Ruma Batak Sitolumbealah yang paling lengkap. Walau ada perbedaan tetapi perbedaan tidak terlalu signifikan, sehingga acuan Ruma Batak mengacu pada Ruma Batak Sitolumbea. Sedangkan jenis ruma Batak Sitolumbea dapat terdiri dari dua type yaitu Jabu Batara Siang yaitu rumah tempat tinggal yang tidak berukiran namun dinding terbuat dari papan yang diketam halus dan dikerjakan dengan rapih, sedangkan Jabu Batara Guru, yaitu rumah adat yang mempunyai ornamen Gorga. Sering diberi nam lain Jabu Sibaganding Tua. Sedangkan istilah Sopo, terbagi menjadi dua jenis, yaitu sopo godang yang merupakan bagian dari jabu (rumah adat) sebagai tempat kediaman dan sopo eme yang berfungsi sebagai lumbung padi. Kedua sopo ini ada yang berGorga atau tidak berGorga. (Napitupulu, 1997). Masa bangunan secara fisik dibagi menjadi tiga bagian yaitu disebut bara, yaitu kolong rumah biasanya tempat hewan ternak seperti kerbau, lembu, kuda dan babi. Bagian tengah sebagai tempat tinggal serta bagian atas sebagai tempat menyimpan barang-barang. Tempat tinggal masyarakat tradisional Batak Toba didirikan secara gotong royong, termasuk rumah-rumah adatnya dengan prinsip-prinsip adat. Tiang atau kolom utama pada umunya terbuat dari kayu yang kokoh, sedangkan dinding bangunan serta lantai bangunan terbuat dari material papan kayu. Atap pada awalnya terbuat dari ijuk tetapi dalam perkembangannya seringkali ditemukan terbuat dari seng. Bentuk atap rumah adat Batak Toba adalah berbentuk melengkung dan pada ujung atap bagian depan kadang-kadang dibuat tanduk kerbau, sehingga rumah adat itu jika dilihat seperti kerbau. Atap bangunan yang melengkung ibarat pungung kerbau, dan tiang kolom bangunan seperti kaki-kaki kerbau. (Sibeth, 1991).

229

Page 8: AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA …

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238

Gambar 2. Bentuk Atap seperti Badan Kerbau Dengan tiang-tiang seperti kaki kerbau

Arsitektur tradisonal daerah Sumatera Utara, (1997)

Karena masyarakat tradisonal belum mengenal ukuran dalam meter, tetapi mengenal ukuran dalam depa (Dopa), jengkal (jongkal), asta, langkah (langka) sehingga setiap orang berbeda ukurannya. Sehingga ukuran rumah adat Toba ada yang 4x8 atau 5x10 meter dan lain-lainnya. Pada umumnya fasade bangunan merupakan fokal point dari bangunan arsitektur Batak Toba, karena terdapat ukiran-ukiran bewarna tradisional merah, putih dan hitam.

Gambar 3. Rumah Tradisional Batak Toba dengan fasade penuh simbolornamen Gorga (Polin M Simanjuntak, 2018)

Kedudukan ornamen dilihat dari fungsinya dapat dibagi ata tiga jenis, antar lain: 1. Ornamen aktif (konstruktif). Ornamen ini merupakan bentuk hiasan yang tidak

dapat dipisahkan dari bentuk/bangunan utama dari suatu konstruksi. Karena

230

Page 9: AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA …

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN

Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238

apabila dihilangkan akan merusak konstruksi. Karena apabila dihilangkan akan merusak konstruksi bentuk atau bangunan tersebut.

2. Hiasan pasif (non-konstruksional). Bentuk lepas dari bentuk/bangunan utama yang dihiasi, apabila dibuang begitu saja tidak akan mempengaruhi bentuk/bangunan tersebut.

3. Hiasan teknis. Bentuk hiasan disesuaikan dengan fungsinya, seperti penunjuk arah mata angin, tutup wadah dan sebagainya.

Menurut gaya penggambarannya, simbol ornamen terdiri dari 4 gaya, yaitu: 1. Stilasi, distorsi, ubahan atau perubahan bentuk. Maksudnya bentuk-bentuk

dasar yang akan dijadikan motif mengalami penggayaan atau perubahan bentuk dari bentuk aslinya.

2. Realis dan naturalis. Maksudnya menggambarkan bentuk-bentuk dasar yang dijadikan motif, digambarkan dengan semestinya atau sesuai dengan bentuk aslinya.

3. Idealisasi. Proses penggambaran motif dilakukan secara berlebihan atau dilebih-lebihkan.

4. Bebas atau kombinasi. Maksudnya penggambarannya secara bebas, terdiri dari kombinasi berbagai gaya.

Motif Ornamen Untuk dapat memahami arti suatu motif ornamen tidaklah begitu mudah, bahkan seseorang seniman yang menggunakan suatu ragam hias kadang-kadang tidak memahami makna ragam hias tersebut. Namun agar tidak kehilangan jejak, seorang seniman harus berusaha agar dapat mengerti makna terdalam dari tiap-tiap motif dalam ornamen tersebut, sedapat mungkin berusaha mengungkap “makna” yang masih tersembunyi. Untuk mencapai tujuan ini kadang-kadang juga sering harus menyelami alam pikiran dan filsafat hidup serta adat-istiadat masyarakat pada suatu masa yang mungkin tercermin pada ekspresi keseniannya. Kita telah melihat bahwa rumah bagi orang Batak Toba adalah tempat keluarga berada. Rumah bukan hanya bangunan fisik belaka, melainkan tempat di mana orang berlindung, bersatu, mendapatkan berkat, dan merasa kerasaan (at home). Bila itulah makna yang lebih dalam dari rumah Batak, maka hal tersebut sangat tepat sebagai pendasaran akulturasi. Gereja juga bukanlah hanya bangunan fisik tempat ibadah saja. Gereja adalah kumpulan orang beriman yang pecaya akan Yesus Kristus sebagai penyelamat manusia. Dengan kata lain Gereja adalah umat Allah, keluarga Allah, Qahal Yahweh. Kalau Gereja adalah sebuah keluarga, maka

231

Page 10: AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA …

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238

tempatnya ialah rumah tempat berlindung, bersatu, mendapat berkat. Ditarik dengan garis pemikiran di atas maka kita melihat bahwa sangatlah tepat membuat Rumah tradisonal Batak sebagai “rumah” orang Kristen, karena arti rumah tradisional batak mempunyai kesinambungan dengan bangunan Gereja. Tentulah tidak semua unsur dari kedua pihak. Ornamen Gorga Gajadompak Akukturasi dan asimilasi Ornamen Gajadompak dengan Theologi Kristiani. Dalam Teologi Kristiani, piala atau sering juga disebut sebagai cawan adalah tempat anggur, yang dalam bahasa Latin disebut calix Sedangkan anggur sendiri symbol darah Kristus yang tercurah sebagai penebusan dosa-dosa manusia. Dalam liturgi Sakramen Ekaristi Kristiani, piala digunakan sebagai simbol kesengsaraan Kristus, seperti diucapkan Yesus dalam “Perjamuan Malam Terakhir-Nya”. Anggur melambangkan darah Kristus sebagai perlambang penderitaanNya. Selain itu roti adalah makanan pokok bagi kaum bangsa Yahudi dan sekitarnya pada masanya. Yesus mengatakan bahwa Dia adalah Roti yang turun dari surga (Yoh 6:51). Dengan memakan roti yang Dia berikan, orang tidak akan lapar lagi dan akan mendapatkan kehidupan abadi. Makna makan roti disini adalah bersatu dengan Yesus Kristis sendiri. Maka roti itu menggambarkan tubuh Kristus. Jadi piala dan roti pada fasade ini bermakna tentang penderitaan Kristus yang mengorbankan tubuh dan darah-Nya, sebagai penebusan dosa manusia. Serta Kristus dianggap sebagai jalan kebenaran dan Hidup.

Gambar 4. Akulturasi dan Asimilasi motif Gajadompak

(Polin M Simanjuntak, 2018)

232

Page 11: AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA …

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN

Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238

Akulturasi dan asimilasi yang terjadi dipakailah ornamen Gorga Gajadompak sebenarnya adalah gajah yang terlihat secara frontal Karena tidak terlalu berbentuk gajah maka digolongkan pada binatang mitologi, simbol ini merupakan simbol kebenaran dan keberanian, oleh sebab itu setiap orang menjunjung tingi hukum kebenaran yang diturunkan oleh Debata Mulajadi Nabolon. (Simamora, 1997)

Diagram 2. Proses Goal Grid oleh Ray Forbes, John Arnold,and Fred Nickols

Ornamen empat kepala, yang terdiri dari kepala manusia, kepala singa, kepala lembu, dan kepala burung memiliki makna tentang empat kitab Injil di dalam Alkitab. Kitab Injil adalah kitab yang mengisahkan tentang kehidupan Yesus Kristus dalam rupa manusia, mulai dari kelahiran, kematian, kebangkitan dan kenaikanNya ke surga. Injil yang pertama yaitu Injil Matius. Dalam injil ini kisah Yesus diawali dengan silsilah Anak Manusia, yang dimulai mulai dari Abraham hingga Yesus Kristus. Maka ornamen yang melambangkan Injil Matius dimaknai dengan ornamen kepala manusia. Injil yang kedua yaitu Injil Markus. Dalam injil ini kisah Yesus diawali dengan seruan Yohanes Pembaptis di padang gurun tentang akan datangnya utusan Allah, yaitu Yesus Kristus. Singa adalah simbol kekuatan mahluk hidup di padang gurun. Untuk itu kitab Injil Markus dimaknai dengan kepala singa. Injil yang ketiga yaitu Injil Lukas. Dalam injil ini kisah diawali dengan kegiatan sensus penduduk yang diadakan oleh raja penguasa Yudea, yang mengakibatkan seluruh penduduknya saat itu harus kembali ke daerah asalnya masing-masing untuk disensus. Termasuk diantaranya yang harus kembali ke daerah asalnya yaitu Maria, bunda Yesus, dan Yusuf tunangannya. Orang Yudea senantiasa menggunakan lembu sebagai kendaraannya. Karena kitab Injil Markus dimaknai dengan kepala lembu. Injil yang keempat yaitu Injil

233

Page 12: AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA …

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238

Yohanes. Dalam injil ini kisah Yesus diawali dibaptisnya Dia oleh Yohanes Pembaptis, dan saat itu turunlah Roh Kudus dari langit berupa symbol merpati, kepada Yesus. Burung merpati inilah perlambang dari Injil Yohanes

Gambar 5. Akulturasi dan asimilasi pada ormanen gajadompak pada sande-sande

(Polin M Simanjuntak 2018)

Daigram 3. Proses Goal Grid oleh Ray Forbes, John Arnold,and Fred Nickols

Gorga Desa Naualu Ormamen ini bermakna kedelapan mata penjuru mata angin, sama dengan pengertian seluruh dunia . motif ini dianggap sebagai makna perbintangan (rasi) digubakan untuk menentukan saat-saat hari atau musim yang baik bagi manusia untuk turun ke sawah, menagkap ikan dan melaksanakan pesta. Desa naualu

234

Page 13: AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA …

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN

Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238

adalah melambangkan jagad raya, dan di dalamnya terdapat bindu motongu sebagai lambang dunia tengah tempat berdiamnya manusia . Jagad raya dipercaya sebagai ciptaan Debata Mulajadi Nabolon ( Tuhan Yang Maha Pencipta ). (Marbun,1987). Proses akulturasi dan asimilasi lebih kepada berubahnya ormanen mata angin menjadi peristiwa Kristiani.

Gambar 6. Akulturasiu dan asimilasi gorga desa naualu dari

rumah adat Boho dengan Gereja St Mikael, pangururan (Polin M Simanjuntak, 2018)

Diagram 4. Proses Goal Grid oleh Ray Forbes, John Arnold,and Fred Nickols

235

Page 14: AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA …

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238

Gorga Motif Boraspati dan Tarus Boraspati berasala dari bahasa sansekerta (Braspati=planet Jupiter) (Siahaan, 1967), Ada tiga dewa alam tiga sekawan, yaitu cicak sebagai pelindung rumah, kadal sebagai pelindung kesuburan tanah, dan biawak sebagai pelindung kampung. Karena ketiga binatang itu bentuknya hampir sama sudah mengalami distorsi atau stilasi berbentuk payudara atau Tarus, mengandung makna bahwa pemilik rumah mampu sebagai panarusan=Tempat menyusu, artinya tempat orang mengadu dan untuk mendapat pertolongan. Nilai pedagogis yang terkandung pada motif ini untuk mengingatkan manusia supaya bisa sebagai pelindung,pengayom dan tempat mengadu. Proses akulturasi dan asimilasi ornamen Tarus dengan simbol Bunda Maria sebagai Bunda tempat mengadu dalam Theologi Kristiani posisinya tepat di atas tangga pintu masuk utama. Gorga susu dan gorga boras ni pati yang kesemuanya merupakan pelambang kesuburan manusia dan kesuburan tanah garapan, serta pelindung, pengayom dan tempat mengadu sesuai dengan sifat dan karaketr Bunda Maria dalam Theologi Katolik. Bunda Maria juga dideskripsikan sebagai seorang perempuan suci, seorang perawan suci yang melahirkan Yesus Kristus. Dan dalam teologi Katolik Bunda Maria sebagai Bunda perantara dan diagungkan di tempat yang tertinggi setelah peristiwa penyaliban, tinggal di dalam hati semua umat Kristiani, maka Bunda Maria pun disebut juga sebagi ibu dari seluruh umat Kristiani.

Gambar 7. Akulturasi patung Bunda Maria dalam Ornamen Gorga

https://parokihkytegal.wordpress.com/2011/12/27/apa-dasar-ajaran-gereja-katolik-bahwa-bunda-maria-diangkat-ke-surga/

(Polin M Simanjuntak, 2018)

236

Page 15: AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA …

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN

Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238

Diagram 5. Proses Goal Grid oleh Ray Forbes, John Arnold,and Fred Nickols Simpulan Usaha akulturasi dan asimilasi jangan sampai menjadi sinkretisme dangkal, sehinga apa yang diakulturasikan menjadi hanya sekedar tempelan yang tidak padu. Ada orang yang agak pesimis dengan mengatakan bahwa tidak mungkin mengakulturasikan ke Kristenan dengan budaya setempat. “Bagaimana budaya Barat dapat dipadukan dengan budaya lokal?”. Orang yang pesimis ini hanya melihat akulturasi dan asimilasi sebagai usaha dekoratif. Ungkapan kritis itu sepertinya ada benarnya, bila pendasaran akulturasi tidak dipertanggung jawabkan. Dengan menggunakan design thinking kita mendapatkan manfaat ganda, disatu pihak akulturasi dan asimilasi ini berusaha melestarikan khasanah berharga dari kebudayaan kita, sejalan dengan itu, kita mencoba mengungkapkan iman dan kepercayaan kita dalam budaya lokal inilah intinya makna dari akulturasi itu sendiri. Rumah adat Batak Toba yang penuh simbol ornamen Gorga disamping sebagai hunian juga merupakan sebagai wadah komunikasi pemiliknya kepada orang lain atau generasi yang akan datang. Ornamen Gorga yang melekat padanya tidaklah sekedar menampilkan nilai estetisnya saja, tetapi juga mengandung nilai-nilai religius kepada generasi berikutnya. Penerapan ornamen Gorga Batak Toba pada bangunan Gereja atau rumah ibadah sebagai ranah publik dapat memberikan sumbangan pada pelestarian bentuk bangunan dan ornamen-ornamen tradisioanl Nusantara. Di sisi lain, di harapkan penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang proses akulturasi dan asimilasi

237

Page 16: AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA …

AKULTURASI DAN ASIMILASI ORNAMEN GORGA BATAK TOBA DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK ST MIKAEL, PANGURURAN Polin Marsahala Simanjuntak, Yusuf Affendi, Sangayu Ketut Laksemi Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 1, No.2, April 2019, pp 223-238

pada kebudayaan kita yang memberikan makna simbol baru tanpa meninggalkan identitas lokal pada bangunan gereja-gereja Batak di Sumatera Utara. Referensi Curedale, Roberts. 2013. Design thinking, process and methods manual Topanga CA,

USA, Design Community College Inc. Firmansyah Rangga. 2016. Konsep akulturasi budaya dalam pembentukan gaya

arsitektur, Universitas Telkom. Ginting, R. B. 2014. Katolik di tanah Karo: Kebon Jahe 1942-1970an. Jurnal Lembaran

Sejarah Vol 11 no 2 , 170-186. Koentjaraningrat, 2009. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta , Reineka Cipta. KBBI. 2016. Kamus Besar Bahasa Indoensia. Edisi ke V, Jakarta: Balai Pustaka . Marbun, M. H. 1987. Kamus Budaya Batak Toba. Jakarta: Balai Pustaka. Napitupulu, D. S. 1997. Arsitektur Tradisional Daerah Sumatera Utara. Jakarta: Cv.

Eka Dharma. Rangga Firmansyah S, S. M. (2016, December 1). Konsep dasar Asimilasi dan

Akulturasi dalam Pembelajaran Budaya. Retrieved June 20, 2018, from Research Gate: https://www.researchgate.net Siahaan, Mangaradia Asal, 1967, Adat Batak, Balige, K. Sianipar Sibeth, A. 1991. the Batak: peoples of the Island of Sumatera. London: Thames and

Hudson Ltd. Simamora, T. 1997. Rumah Batak Toba Usaha Inkulturasi. Pematang Siantar: Gereja

Pangururan. Steenbrink, K. 2007. Catholics in Indonesia 1808-1942. Leiden: KITLV. Sumartono. 2017. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pusat studi Reka Rancang

Visual dan Lingkungan, FSRD, Universitas Trisakti. Peta Penyebaran Etnis Suku Batak: https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak .

diakses pada 30 April 2018.

238