abses parapharingeal edit
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
PEMBIMBING :
Dr.Herry yudha,SpB
DISUSUN OLEH
1. RIDWAN AHMAD ALBANA 110.2006.224
2. RIKA PUSPA 110.2005.
3. NOVIANA WULANDARI 110.2005.
KEPANITERAAN KLINIK BEDAH
RSUD ARJAWINANGUN
0
PRESENTASI KASUS BEDAH
Abses Submandibula
I. Identitas
Nama : Ny. S
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Ds.Bayalangu
Tanggal masuk RS : 17 Desember 2010
Tanggal pemeriksaan : 21 Desember 2010
II. Anamnesis (Autoanamnesis tanggal 21 Desember 2010)
Keluhan utama : Luka di leher
Keluhan tambahan : Nyeri, panas, dan kemerahan pada leher bagian atas nyeri saat
menelan.serta badan sedikit demam
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan bengkak pada leher
sejak 1 bulan SMRS. Pembengkaan ini jika di sentuh terasa nyeri dan panas. Awalnya
bengkak ini berukuran kecil yang semakin hari semakin besar dan semakin nyeri.
Bengkak pada leher ini membuat pasien merasa sakit saat menelan sehingga membuat
pasien semakin lemas.
Munculnya benjolan sampai ke leher bagian bawah dan dibelakang telinga disangkal.
Keluhan telinga berair juga di sangkal oleh pasien .Keluhan batuk pilek, mual, muntah,
perut kembung disangkal. Pasien mengaku tidak memiliki penyakit batuk lama, tidak
ada kesulitan BAK maupun BAB.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat keluhan yang sama sebelumya disangkal.
1
III. Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Vital sign : TD : 130/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/ menit
S : 37,4 °C
Kepala : normocephal
Mata : conjunctiva tak anemis, sclera tidak ikterik, pupi bulat isokor, refleks cahaya +/+
Thoraks
Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur -, gallop –
Pulmo Inspeksi : pergerakan hemitoraks kanan dan kiri simetris
Palpasi : fremitus vocal dan taktil hemitoraks kanan dan kiri simetris
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : tampak datar
Palpasi : supel , NT/NL/NK : -/-/-
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus +
Ekstremitas atas : edema -/-, sianosis -/-
Ekstremitas bawah : edema -/-, sianosis -/-
Status lokalis :
Inspeksi : terlihat benjolan di daerah leher yang berwarna kemerahan
Palpasi: teraba benjolan dengan konsistensi lunak sedikit panas dan terdapat fluktuasi
dan nyeri saat di sentuh.
2
IV. Pemeriksaan Penunjang
Lab darah rutin
- Hb : 12,1 g/dl
- Ht : 37,1 vol%
- Leukosit : 13.400/µl
- Trombosit : 273.000/ µl
- Lymphosit : 3,1
- Monosit : 0.6
- Granulosit : 3,7
- RBC : 4,63
- MCV : 88,8
- MCH : 28,1
- MCHC : 31,6
- RDW : 12,4
- MPV : 7,1
- PCT : 0,173
- PDW : 12,3
GDS : 96 g/dl
V. Diagnosis banding
1. Abses SubMandibula
2. Kista Branchial
3. Abses Leher Dalam
VI. Diagnosis kerja
Parapharingeal Abses
3
VII. Penatalaksanaan
- Konservatif : Analgetik
Antibiotik
- Intervensi : Incisi dan drainase abses
VIII. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
4
ABSES SUBMANDIBULA
Anatomi
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual
dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot milohiod. Ruang submaksila selanjutnya dibagi
lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior.
Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang sublingual ke dalam ruang
submandibula, dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila
saja. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai
kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.
Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau kelenjar limfa
submandibula. Mungkin juga sebagian kelanjutan infeksi leher dalam lain. Kuman penyebab
biasanya campuran kuman aerob dan anaerob.
Gejala dan tanda
Terdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau di
bawah lidah, mungkin fluktuasi. Trismus sering ditemukan..
Abses perimandibular adalah abses yang berlokasi pada margo mandibula sampai
“submandibular space”, merupakan kelanjutan serous periostitis.
Patofisiologi : Proses supurasi yang mencari jalan keluar ekstraoral dan terlokalisir di antara
margo inferior mandibula sampai submandibular space.
5
Pada pemeriksaan didapatkan:
Keadaan umum:
- Lemah, lesu, malaise
- Demam
Pemeriksaan Ekstra oral :
- Asimetri wajah
- Tanda radang jelas
- Trismus
- Fluktuasi +/-
- Tepi rahang tidak teraba
Pemeriksaan intra oral:
- Periodontitis akut
- Muccobuccal fold normal
- Fluktuasi (-)
Abses submandibular adalah abses yang berlokasi pada submandibular space.
Submandibular space memiliki batas inferior fascia profunda dari hyoid sampai mandibula,
batas lateral corpus mandibula, dan batas superior mukosa dasar mulut.
Keadaan umum:
- Lemah, lesu, malaise
- Demam
6
Pemeriksaan Ekstra oral :
- Asimetri wajah
- Tanda radang jelas
- Fluktuasi +
- Tepi rahang teraba
Pemeriksaan intra oral:
- Periodontitis akut
- Muccobuccal fold
- Fluktuasi (-)
Abses pterygomandibular adalah abses yang terjadi pada “petrygomandibular space”. Abses
dibatasi di bagian medial oleh M. pterygoideus dan lateral oleh ramus mandibula.
Klinis: nyeri telan, trismus +/-, bengkak EO tidak nyata
Intraoral: Fluktuasi (+)
7
Terapi
Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara parenteral.
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau
eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Incisi dibuat pada tempat yang paling
berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2
hari gejala dan tanda infeksi reda.
Contoh ilustrasi abses yang menembus ke daerah mukosa - Abses submukosa
Contoh ilustrasi abses yang menembus ke daerah bawah dari tulang rahang bawah - Abses
submandibular
Contoh ilustrasi gambaran klinis dari Abses Submandibular (sumber :
http://www.medco-athletics.com/lectureseries/mrsa.html ]
8
Contoh ilustrasi penangan pada kasus abses submandibular - Insisi Drainase (membuat jalan keluar
dari isi abses - nanah)
Bila kondisi tadi bisa diatasi, tentunya pasien harus dievaluasi dan dimonitoring selama perawatan,
karena infeksi diharapkan dapat dikendalikan dan diatasi
RUANG VESTIBULAR
Infeksi ruang vestibular terjadi karena keluarnya abses dentoalveolar melalui alveolus,
superior dari otot bucinator di mandibulla dan inferior dari otot bucinator di maksilla bagian
posterior. Di mandibulla bagian anterior, abses terkurung di ruang vestibular dengan otot
mentalis dan otot labial. Di maksilla bagian anterior, otot labial tipis dan tidak memiliki
tulang sehingga mempunyai pengaruh kecil membatasi penyebaran infeksi. Infeksi vestibular
di maksilla anterior sering berhubungan dengan sellulitis di bibir atas dan midface.
Periosteum merupakan barier kuat dari penyebaran infeksi; meskipun infeksi sering melewati
bidang supperiosteal.
9
Tanda dan gejala infeksi ruang vestibular adalah pembengkakan berbatas tegas atau
pembengkakan difuse di vestibula bukal dekat dengan gigi yang abses.
RUANG BADAN MANDIBULLA
Ruang ini merupakan ruang potensial antara mandibulla dan perioseteum yang
membungkusnya. Tanda dan gejala infeksi ruang badan mandibulla adalah pembengkakan
berbatas tegas atau pembengkakan difuse di vestibula bukal dekat dengan gigi yang abses
(sama dengan ruang vestibular). Perbedaannya adalah abses dapat meyebabkan perforasi
periosteum dan masuk ruang antara periosteum dengan mukosa vestibular.
RUANG PALATAL
Infeksi ruang palatal berasal dari akar palatal molar dan premolar maksilla, menyebabkan
kista periapikal yang berhubungan dengan tulang palatal yang hancur.
Tanda dan gejala infeksi ruang palatal adalah pembengkakan dengan batas jelas karena
komposisi dense dari mukosa palatal yang berkeratin.
INFEKSI RUANG FASIAL
Ketika infeksi dental menyebar melewati barier anatomi dari ruang vestibular (otot
buccinator, mylohoid dan labial) dan melewati pertahanan terakhir yaitu jaringan ikat bidang
fasial , infeksi akan melewati jaringan ikat dari ruang fasial. Pengetahuan mengenai bidang
fasial dan anatomi kepala dan leher penting untuk memahami penyebaran infeksi
odontogenik. Umumnya, visera kepala dan leher dari klavikula hingga vertex tengkorak
diliputi oleh fasia. Fasia terbagi menjadi dua yaitu lapisan superfisial dan lapisan dalam.
Fasia superfisialis meliputi platysma di servikal, otot yang mengekspresikan wajah dan otot
epikranial ditulang kepala.
Fasia servikal dalam dibagi lagi menjadi lapisan anterior, medial, dan posterior yang meliputi
otot, pembuluh darah, saraf, dan visera sekitar leher dari dasar tengkorak hingga akar leher.
10
Fasia servikal dalam dari leher berdampingan dengan struktur mediastinal toraks melalui
thoracic inlet.
Lapisan anterior dari fasia servikal dalam (fasia parotideomessentericca) meliputi mandibula,
otot mastikasi dan kelenjar parotis. Lapisan tengah dari fasia servikal dalam (fasia viseral)
meliputi otot infrahyoid dan yang lebih penting adalah meliputi secara lengkap trakea, laring,
esofagus, kelenjar tiroid, nasofaring, orofaring dan hipofaring. Hal ini berdampingan dengan
bagian torakss dari trakhea dan esofagus dan menyatu dengan mediastinum superior
sepanjang thoracic inlet. Lapisan posterior dari fasia servikal dalam meliputi arteri karotis,
vena jugular interna, dan nervus vagus yang membentuk carotid sheath. Lapisan tersebut
menyambung di posterior sebagai fasia prevertebra dan fasia alar. Fasia prevertebra meliputi
otot leher posterior (kecuali trapezius) dan kolumna spinal servikal. Fasia alar membentuk
partisi sinkomplit antara fasia buccopharingeal di area retroviseral leher anterior dan fasia
prevertebra leher posterior. Fasia prevertebra meluas dari dasar tulang tengkorak hingga
diafragma, dimana berhubungan dengan mediastinum posterior. Fasia alar melebar dari dasar
tulang tengkorak hingga spina C6-T4, dimana ini menyatu dengan fasia viseral
(bukofaringeal). Celah di fasia alar menyebabkan penyebaran infeksi dari ruang faring lateral
dan ruang retrofaring, anterior ruang prevertebra di leher posterior. Ruang potensial antara
fasia alar dan fasia prevertebra merupakan ruang berbahaya, atau ruang 4 Grodinsky dan
Halyoke. Ini mewakili bidang dimana infeksi kepala dan leher dapat secara cepat mengakses
kavitas toraks.
RUANG BUKAL
Infeksi dapat menyebar dari premolar atas, molar bawah atau premolar bawah. Infeksi ruang
bukal harus dibedakan dari sellulitis Haemophillus influenza (blue dome infection).
Tanda dan gejala infeksi ruang bukal adalah pembengkakan unilateral di kulit dalam dan
jaringan subkutanes otot buccinator. Beberapa menyebar ke ruang infraorbital dan
submandibulla.
11
RUANG INFRAORBITAL/RUANG CANINUS
Infeksi odontogenik masuk melalui ruang caninus dari abses periapikal caninus maksilaris
yang mengikis melalui lempeng bukal superior dari otot levator anguli oris. Selain itu, dapat
langsung menyebar dari infeksi ruang bukal yang masuk secara bebas kedalam ruang
caninus.
Tanda dan gejala infeksi ruang infraorbital adalah pembengkakan dari dasar nasal lateral
hingga batas anterior ruang bukal dan dari bibir atas hingga area preseptal kelopak bawah.
RUANG SUBMANDIBULAR
Infeksi menyebar dari molar bawah. Ini harus dibedakan dengan patologi kelenjar
submandibula dan nodus limfe cervikal superior, branchial cleft cyst, dan plunging ranula.
Tanda dan gejala infeksi ruang submandibular adalah pembengkakan daerah segitiga
submandibula di leher. Trismus jarang terjadi karena kurangnya inflamasi dari otot mastikasi.
Trismus dengan gejala dan tanda klinik dari ruang submandibular mengindikasikan
penyebaran infeksi secara posterior ke dalam ruang mastikator atau ruang faringeal lateral.
Infeksi dapat menyebar secara anterior sekitar otot digastrik anterior ke ruang faring lateral.
Limfadenopati servikal sering terlihat namun sulit melakukan palpasi karena sakit dan nyeri
tekan di daerah tersebut.
RUANG SUBLINGUAL
Infeksi menyebar dari molar bawah dan premolar bawah atau terjadi dari trauma bedah,
inflamasi kelenjar sublingual dan sistem duktusnya, dan sialodochitis duktus Wharton’s
kelenjar submandibula.
12
Tanda dan gejala infeksi ruang sublingual adalah pembengkakan unilateral atau bilateral
dasar mulut. Karena tidak adanya barier anatomi yang memisahkan ruang sublingual dari
yang ruang lainnya, infeksi dapat memotong secara bilateral dengan pertahanan yang kecil.
Pada kasus yang berat, lidah tertukar antara superior dengan posterior, menyebabkan derajat
yang bervariasi dari penutupan jalan nafas dan disfasia.
Salivasi/sialorrhea sering terjadi karena pasien tidak mampu membersihkan sekresinya.
Pasien dapat duduk condong ke depan dengan fleksi kepala dan ekstensi leher untuk
memperbaiki jalan nafas. Infeksi dapat menyebar secara posterior ke ruang submandibula dan
ruang faring lateral dengan cara tepi posterior otot mylohoid.
RUANG SUBMENTAL
Infeksi dapat meyebar melalui insisif bawah atau ruang submandibular. Ini harus dibedakan
dengan patologi midline seperti kista epidermoid, kista dermoid, atau kista duktus
thyroglossal.
Tanda dan gejala infeksi ruang submental adalah pembengkakan dagu dan triangle submental
sepanjang midline leher. Adenopati cervikal superior bilateral dan unilateral dapat terjadi.
LUDWIG’S ANGINA
Abses molar mandibula dapat menyebabkan ludwig’s angina pada pasien
immunokompromise.
Tanda dan gejalanya adalah ”Boardlike”sellulitis yang meliputi ruang mental, ruang
sublingual bilateral, dan ruang submandibula bilateral. Pembengkakannya cepat, sering dalam
24 jam. Terdapat edema di leher, dasar mulut dan epiglotis; disfasia; odynophagia; dan
dispnea. Infeksi dapat menyebar mengenai ruang mastikator dan ruang parafaringeal bila
penanganannya terlambat.
13
Diusulkan oleh Chow bahwa infeksi disebabkan oleh interaksi sinergis dari bermacam
spesies. Permulaan infeksi disebabkan jenis virulen dari streptococcus yang secara cepat
menembus fascial planes yang terlibat tanpa pembentukan pus. Lingkungan anaerob
menciptakan media yang cocok untuk organisme anaerob yang memproduksi pus untuk
berkembang ke tingkat selanjutnya dari infeksi. Resolusi dari infeksi dan dihubungkan gejala
klinis biasanya cepat dan tanpa kecacatan.
RUANG PARAFARINGEAL
1. RUANG PARAFARINGEAL LATERAL
Penyebab infeksi ini adalah penyebaran dari molar ketiga rahang bawah, faringotonsilitis,
adenoid, otitis media, kelenjar getah bening yang nekrotik, keganasan dengan infeksi
sekunder, dan penyebaran dari infeksi parotis intrakapsular. Abses pterygomandibular space
juga dapat muncul dalam bentuk yang sama.
Gejala dan tanda infeksi ruang parafaringeal lateral adalah pada bagian anterior terdapat
pembengkakan dari dinding lateral faring ke arah medial, menyebabkan deviasi dari uvula ke
sisi kontralateral. Sedikit bengkak pada angulus mandibula mewakili perpanjangan inferior
dari bagian anterior. Trismus berat dapat muncul kemudian setelah iritasi dari otot medial
pterygoid.
Gejala konstitusional termasuk demam dan menggigil dapat terjadi. Disfasia dan odinofagia
merupakan hasil dari iritasi dari otot deglutition. Dispneu merupakan manifestasi klinis pada
kasus berat karena dapat menyebabkan penyempitan jalan nafas dan trakea.
Keterlibatan bagian posterior adalah bukti adanya edema dinding posterolateral faring dan
pilar posterior tonsil. Keterlibatan neurologi dari nervus kranial IX sampai XII harus
diperhatikan. Minimal trismus muncul disebabkan oleh hilangnya otot mastikasi pada bagian
posterior. Sindrom Horner (ptosis, miosis, dan anhidrosis) dapat muncul oleh karena disrupsi
ganglion servikal superior (ganglion stelata) atau serat saraf simpatik post-sinaps yang
berjalan sepanjang pembuluh darah kepala dan leher.
14
2. RUANG RETROFARINGEAL
Perluasan langsung dari infeksi odontogenik dan trauma intubasi dapat menyebabkan infeksi
ruang retrofaringeal. Pada bayi dan anak kurang dari 4 tahun, infeksi ini dapat berkembang
sampai terdapat abses kelenjar getah bening retrofaring. Kelenjar getah bening ini atrofi
setelah usia 4 tahun.
Gejala yang paling umum adalah demam dan menggigil, odinofagia, disfasia, sakit leher,
kekakuan leher , mual dan muntah. Pemeriksaan fisik termasuk leher bengkak,
pembengkakan faring, dan gangguan pernapasan. Pemeriksaan harus meliputi evaluasi dada,
karena penyebaran infeksi ke mediastinum sering sebagai sekuel dari abses ruang
retropharingeal. Akhir inferior dari ruang retrofaringeal adalah dimana fasia viseral menyatu
dengan fasia alar setinggi bifurkasio trakea, dengan akses langsung ke mediastinum superior.
RUANG PREVERTEBRAL
Ruang prevertebral merupakan ruang potensial diantara fasia alar dan fasia prevertebral.
Ruang memanjang dari dasar tengkorak ke setinggi sakrum. Maka dari itu infeksi pada ruang
prevertebral dapat memanjang sepanjang kolum vertebra dari servikal hingga sakral vertebra.
Infeksi pada ruang ini disebabkan osteomielitis vertebra atau perpanjangan posterior infeksi
pada ruang prevertebral ke fasia alar ke dalam ruang prevertebral.
Gejala klinis
Perubahan jaringan dapat disebabkan karena aktivitas bakteri dalam fokus infeksi, pertahanan
lokal dari hospes dan mekanisme serupa yang bekerja secara sistemik. Terjadinya perubahan
jaringan tersebut dapat menimbulkan gambaran klinis seperti rasa sakit tekan, kemerahan
(eritema) dan pembengkakan (edema). Bakteri yang memproduksi gas dapat memicu dan
mendukung terjadinya proses pembengkakan. Timbulnya pus adalah akibat langung dari
mekanisme lokal pertahanan virulensi bakteri atau hospes.
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses submukosa, abses
gingival, trombosis sinus kavernosus, abses labial, dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada
15
rahang bawah dapat membentuk abses sublingual, abses submental, abses submandibula,
abses submaseter, dan angina Ludwig.
Selain gejala di atas, terdapat juga menifestasi sistemik dari fokus infeksi yaitu demam.
Keadaan tersebut mungkin disebabkan oleh endotoksin bakteri. Bakterimia dapat
mengakibatkan demam, malaise, takikardi. Sistem hematopoetik merespon dengan terjadinya
leukositosis dan meningkatnya neutrofil polimorfonuklear serta meningkatnya laju endap
darah (LED).
Patogenesis dan patofisiologi
Patogenesis
Terdapat 3 mekanisme patogenesis yang dapat bekerja antara lain:
Toksin bakteri
Bakteri dapat memproduksi toksin, baik itu eksotoksin maupun endotoksin. Eksotoksin dapat
menyebabkan keadaan patologik seperti leukopenia, peningkatan permeabilitas kapiler,
perdarahan dan syok. Toksisitas endotoksin didapat ketika membran sel host mengalami
kerusakan, respon imunologik seperti inflamasi dan aktivasi sistem komplemen.
Enzim bakteri
Bakteri patogenik dapat memproduksi enzim yang mampu merusak sel-sel tubuh host atau
konstituen jaringan lainnya.
Imunopatologi infeksi bakteri
Produk-produk mikroba dapat menyebabkan tubuh tersensitisasi. Proses ini menyebabkan
aktivasi respon imun seperti reaksi antigen-antibodi, sistem komplemen, reaksi sitotoksik,
dan hipersensitivitas.
Patofisiologi
Nekrosis pulpa dapat disebabkan oleh karies dalam yang tidak terawat dan pocket
periodontal. Hal tersebut merupakan port d’entre bakteri untuk mencapai jaringan periapikal.
16
Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang
spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini semakin menipis, maka infeksi akan
menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan
tubuh. Fokus infeksi yang biasanya berawal dari infeksi odontogen dapat menyebar melalui
jaringan ikat (perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe
(limfogen). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena
adanya celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan x-ray secara periapikal dan panoramik perlu dilakukan sebagai skrining awal
untuk menentukan etiologi dan letak fokal infeksi.
Tes Serologi
Tes Serologi yang paling sering digunakan adalah tes fiksasi komplemen dan tes aglutinasi.
Kedua tes ini digunakan untuk mengetahui etiologi.
Tatalaksana
Infeksi odontogenik dapat disebabkan oleh perikoronitis, gigi dengan pulpa yang terekspose,
periodontitis atau komplikasi dari prosedur pada gigi. Molar 2 dan 3 adalah predileksi
tersering dari infeksi odontogenik. Setelah diagnosis ditegakkan, dapat ditatalaksana untuk
eradikasi kuman penyebab dengan antibiotik. Etiologi tersering disebabkan oleh
streptokokkus aerob yang sensitif penisilin. Antibiotik pilihan adalah amoksisilin yang
merupakan golongan penisilin spektrum luas. Pada infeksi yang telah berlangsung lebih dari
3 hari, umumnya disebabkan oleh peptostreptokokkus, fusobakterium atau bakteroides, yang
semuanya resisten terhadap penisilin. Klindamisin merupakan obat lini pertama untuk infeksi
tersebut. Kombinasi klindamisin dan metronidazol akan memberikan hasil yang lebih baik.
Insisi dan drainase pada fokus infeksi secara agresif dan pengangkatan fokus infeksi dengan
pembedahan dapat dilakukan dengan tujuan menghilangkan gejala dan menurunkan
rekurensi. Kultur dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri penyebab.
17
Rekonstruksi mulut dapat dilakukan agar fungsi mastifikasi dapat kembali seperti semula.
Pencarian fokus infeksi di organ lain seperti tonsil, sinus, prostat, kandung kemih perlu
dilakukan pada tatalaksana selanjutnya.
Penyakit Sistemik Akibat Infeksi Odontogenik
Manifestasi pada jantung
Infektif endokarditis merupakan penyakit jantung yang paling sering ditemukan akibat
penyebaran mikroorganisme dari rongga mulut. Malformasi jantung dan katup jantung
protese merupakan faktor risiko terjadinya infektif endokarditis karena hal tersebut
memungkinkan kolonisasi bakteri. Sebanyak 50% kasus infektif endokarditis diakibatkan
oleh Streptococcus viridans, S.sanguis dan S.mutans. Bakteri tersebut memproduksi
polysaccharide glucane sehingga terjadi perlekatan pada katup jantung. Analisis dengan
pemeriksaan laboratorium telah mengkonfirmasi hal tersebut melalui identifikasi
Streptococcus yang ditemukan pada rongga mulut dan darah penderita endokarditis.
Apabila pada pasien tersebut akan dilakukan tindakan pada gigi yang akan mengakibatkan
perdarahan, maka perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis. Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa periodontitis merupakan faktor risiko terjadinya aterosklerosis, emboli,
dan serangan jantung, dengan berperan sebagai fokus infeksi. Streptococcus sanguis
merupakan mikroorganisme yang memiliki efek trombogenik dalam aliran darah.
Manifestasi pada kepala dan leher
Infeksi pada daerah kepala dan leher seperti abses otak, ensefalitis, meningitis kronik,
sinusitis kronik, uveitis, dan konjungtivitis kronik dapat terjadi akibat bakteremia transient.
Bakteremia transient bersumber dari mikroorganisme rongga mulut ketika dilakukan
perawatan gigi terhadap infeksi gigi dan mulut. Bakteri dari rongga mulut umumnya
menyebar pada daerah lobus frontal dan temporal. Maka, periodontitis dan karies memegang
peranan penting dalam infeksi di kepala dan leher.
Manifestasi pada saluran pernafasan
Infeksi pada saluran pernafasan yang diakibatkan oleh penyebaran fokus infeksi di gigi antara
lain sinusitis, tonsillitis, pneumonia, asma bronchial, dan abses paru. Perkembangan penyakit
18
dapat akibat mikroorganisme pada gigi berlubang, akibat menelan mikroorganisme pada
ludah dan plak gigi, atau akibat transmisi melalui aliran darah. Selain itu, dapat juga terjadi
infeksi pada paru akibat aspirasi mikroorganisme dari rongga mulut.
Manifestasi pada saluran gastrointestinal
Gastritis, colitis, enteritis, dan apendisitis merupakan penyakit saluran gastrointestinal yang
dapat berkembang akibat penjalaran fokus infeksi pada rongga mulut. Salah satu contoh
mikroorganisme penyebab adalah Helicobacter pylori, bakteri penyebab gastritis kronik dan
ulkus peptikum, yang dapat diisolasi pada saliva dan plak gigi penderita gastritis. Selain itu,
Helicobacter pylori dapat diisolasi dari plak gigi pasien dispepsia yang telah menjalani terapi
antibiotik sehingga gigi berlubang dapat pula menyebabkan reinfeksi.
Manifestasi pada kulit dan jaringan lunak
Penyakit kulit yang umum ditemukan sebagai akibat transmisi mikroorganisme dari gigi
adalah penyakit kulit dengan dasar reaksi alergi (urtikaria, ekzema), liken planus, alopesia
areata, akne vulgaris, eritema multiforme eksudatif, dan dermatitis herpetiformis.
Mikroorganisme rongga mulut dapat menyebabkan infeksi pada kulit melalui inokulasi
langsung (gigitan) dan melalui pelepasan histamin dari mastosit serta pembentukan kompleks
imun pasca ekstraksi gigi.
Manifestasi pada tulang
Osteomielitis merupakan penyakit pada tulang yang telah terbukti dapat disebabkan oleh
mikroorganisme dari rongga mulut.
Manifestasi pada kehamilan
Penyakit jaringan periodontal merupakan faktor risiko terjadinya kelahiran prematur spontan.
Ibu yang menderita periodontitis memiliki risiko 7,5 kali lebih besar untuk mengalami
kelahiran prematur atau bayi dengan berat lahir rendah. Kelahiran prematur pada ibu dengan
gingivitis diakibatkan oleh lipopolisakarida yang dihasilkan bakteri pada fokus infeksi
merangsang sekresi prostaglandin sehingga terjadi kontraksi uterus.
19
Manifestasi pada mata
Infeksi ruang orbital diakibatkan oleh infeksi dento-alveolar. Komplikasi dari kista
dentigerous menyebabkan ‘superior orbital fissure syndrome’ (edema peri-orbital, proptosis,
ekimosis subkonjungtival, ptosis, ophtalmoplegia, dilatasi pupil, keadaan mata yang sensitif
terhadap cahaya). Inflamasi mata lainnya dapat menyebabkan uveitis dan endophtalmitis.
Manifestasi sepsis
Infeksi pada rongga mulut seperti abses atau selulitis bila tidak ditangani secara adekuat
dapat menjadi suatu induksi untuk terjadinya sepsis, dan bahkan terkadang pasien datang
sudah dalam keadaan sepsis.
Mengingat keadaan sepsis ini akan dengan cepat berubah menjadi keadaan yang lebih
berbahaya, maka pengenalan sepsis dini sangat diperlukan.
Bakteremia adalah adanya bakteri dalam peredaran darah sedangkan sepsis adalah keadaan
klinis yang disebabkan oleh infeksi dengan tanda-tanda respon sistemik, dengan gejala seperti
takipneu (frekuensi napas > 20 x/menit), takikardi (frekuensi nadi > 100 x/menit), hipertermi
atau hipotermi (suhu badan rektal > 38,3 OC atau < 35,6 OC).
Sindroma sepsis adalah suatu keadaan sepsis yang disertai dengan tanda-tanda gangguan
perfusi organ. Gangguan ini berupa penurunan kesadaran, hipoksia pada penderita tanpa
kelainan paru atau kardiovaskuler, peningkatan asam laktat dan oliguri (jumlah diuresis < 0,5
ml/kg BB).
Syok septik dini adalah keadaan sindroma sepsis ditambah dengan adanya penurunan tekanan
darah sistolik Dengan demikian syok septik adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan
oleh tidak cukupnya perfusi jaringan dan adanya hipoksia jaringan yang disebabkan oleh
sepsis.
Keadaan diatas kadangkala disebut juga Sindroma Respon Inflamasi Sistemik (Systemic
Inflammatory Response Syndrome = SIRS) yaitu suatu respon inflamasi sistemik yang
bervariasi bentuk kliniknya, ditunjukkan oleh dua atau lebih keadaan sebagai berikut :
20
1. Temperatur > 38 OC2. Frekuensi nadi 100x/menit
2. Respirasi > 20 permenit
3. Jumlah leukosit > 12.000/mm3
Endotoksin merupakan komponen lipopolisakarida (LPS). Kadar LPS yang tinggi
berhubungan dengan peningkatan mortalitas pada penderita syok. LPS tidak bersifat toksik
tetapi LPS merangsang dikeluarkannya mediator-mediator radang yang bertanggung jawab
pada manifestasi sepsis. Mediator endogen yang disekresi oleh sel fagosit (makrofag,
monosit, sel plasma dan neutrofil) adalah Tumor Necrosis Factor dan Interleukin 1 yang akan
mengakibatkan cascade koagulasi dan aktifnya sistem komplemen. TNF ini merupakan salah
satu mediator primer yang berperan dalam proses sepsis, yang mengakibatkan gejala
hipotensi, neutropenia, demam serta meningkatnya permeabilitas kapiler. TNF dan IL 1
merangsang terjadinya demam melalui kemampuannya merangsang sintesis prostlagandin
hipotalamus. Peningkatan suhu tubuh ini akan mengurangi replikasi bakteri dan juga
meningkatkan aktivasi sel T-helper dan sintesis antibodi oleh sel B. Dengan demikian demam
sebagai reaksi sistemik fase akut akan menguntungkan hospes.
Akibat dari tingginya LPS dan mediator dalam sirkulasi akan mengaktivasi secara sistemik
endotel vaskuler. Vasodilatasi umum dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
menyebabkan turunnya volume darah efektif sehingga terjadi syok hipovolemik.
Syok merupakan diagnosa klinis, pada keadaan yang berat pasien ditemukan telah menjadi
pucat, kulit dingin, tekanan darah sudah sangat turun. Pada keadaan ini pengobatan sudah
menjadi sulit. Oleh karena itu untuk keberhasilan suatu pengobatan pengenalan dini terhadap
syok sangat diperlukan.
Pada pemeriksaan fisik, gejala syok yang merupakan manifestasi penurunan perfusi jaringan
adalah sebagai berikut :
1. Suhu permukaan tubuh, dapat diukur dengan cara sederhana dan tidak memerlukan waktu
yang lama.
2. Capillary refill time, metoda ini merupakan indikator yang sensitif. Pada keadaan normal
capillary refill time terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik.
3. Hipoperfusi organ vital dapat dinilai dari ada tidaknya oliguri dan penurunan kesadaaran
4. Takipneu dan hiperventilasi sering ditemukan sebagai tanda awal dari syok.
5. Takikardi yang ditemukan sebelum adanya penurunan tekanan darah.
21
Berbeda dengan syok oleh sebab lain didapat pengecualian pada syok septik, pemeriksaan
fisik pada stadium awal biasanya ditemukan peningkatan frekuensi nadi, kulit hangat, dan
takikardi. Pada pemeriksaan Analisa Gas Darah ditemukan asidosis, hal ini menyokong pada
diagnosa syok sepsis dini.
Dengan berjalannya waktu ditemukan gangguan kontraktilitas otot jantung, penurunan
volume intravaskuler dan gangguan berbagai organ, maka kulit penderita akan menjadi
dingin, ditemukan penurunan tekanan darah dan hal lain yang biasanya terjadi pada syok,
seperti somnolen, demam, takikardi dan vasodilatasi.
Pengelolaan Sepsis/Syok Septik
Tujuan pengelolaan adalah :
1. Menghilangkan/mereduksi kuman penyebab infeksi dengan cara pemberian antibiotik yang
adekuat, diperlukan walaupun belum ada hasil mikrobiologi mengingat sepsis merupakan
infeksi dengan resiko bahaya kematian bagi penderita yang cukup tinggi.
2. Melakukan drainase eksudat, eksisi jaringan nekrosis, pengeluaran benda asing dan
tindakan bedah lainnya untuk menghilangkan sumber infeksi.
3. Mengembalikan perubahan hemodinamik yang terjadi dan mengembalikan agar perfusi
jaringan berlangsung baik, dengan cara pemberian cairan sebesar 10 – 20 ml/kg BB dalam 20
menit.
4. Mempertahankan dan memulihkan fungsi organ tubuh yang terganggu :
- Memperbaiki jalan nafas : oksigenasi cukup, jalan nafas harus baik (bebas obstruksi).
- Pemberian cairan yang adekuat : guna mempertahankan volume darah , hal ini diperlukan
untuk mengembalikan fungsi homeostasis.
- Perawatan intensif pasca bedah yang baik.
- Evaluasi pasca bedah untuk mengetahui sumber infeksi lain yang tidak terdrainase sehingga
memerlukan pembedahan kedua.
5. Pemberian Kortikosteroid
Pemberian Kortikosteroid masih menjadi suatu hal yang kontroversial, beberapa ahli
beranggapan pemberian kortikosteroid diharapkan dapat memutuskan proses patofisiologi,
yang merupakan respon tubuh terhadap infeksi sistemik. Obat ini memberikan efek antara
lain : stabilisasi membran sel dan lisosom, inhibisi agregasi granulosit, inhibisi proses
cascade yang terjadi, diaktifasinya sistem komplemen, pengeluaran radikal oksigen bebas dan
mengurangi produksi TNF oleh makrofag.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Grace P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.Jakarta : Erlangga.2006
2. Samsuhidajat R, De Jong W. Buku ajar Ilmu bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.2004.
3. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta :
EGC.2000.
4. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994.
5. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara. 2000.
6. Utama, Hendra. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Edisi 6. Jakarta : Balai penerbit FKUI.
2007.
7. Masjoer A, Kuspuji T, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W, editor. Kapita Selekta. Edisi 3. Jilid 1. Media Aesculapius FKUI. Jakarta: 2005.
8. http://lawalangy.wordpress.com/2007/06/09/mengenal-tanda-sepsis-akibat-infeksi- odontogenik/. 2007.
23