abses parapharingeal edit

33
PRESENTASI KASUS PEMBIMBING : Dr.Herry yudha,SpB DISUSUN OLEH 1. RIDWAN AHMAD ALBANA 110.2006.224 2.RIKA PUSPA 110.2005. 3. NOVIANA WULANDARI 110.2005. KEPANITERAAN KLINIK BEDAH RSUD ARJAWINANGUN 0

Upload: chezdi

Post on 05-Aug-2015

77 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Abses Parapharingeal Edit

PRESENTASI KASUS

PEMBIMBING :

Dr.Herry yudha,SpB

DISUSUN OLEH

1. RIDWAN AHMAD ALBANA 110.2006.224

2. RIKA PUSPA 110.2005.

3. NOVIANA WULANDARI 110.2005.

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

RSUD ARJAWINANGUN

0

Page 2: Abses Parapharingeal Edit

PRESENTASI KASUS BEDAH

Abses Submandibula

I. Identitas

Nama : Ny. S

Umur : 43 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Ds.Bayalangu

Tanggal masuk RS : 17 Desember 2010

Tanggal pemeriksaan : 21 Desember 2010

II. Anamnesis (Autoanamnesis tanggal 21 Desember 2010)

Keluhan utama : Luka di leher

Keluhan tambahan : Nyeri, panas, dan kemerahan pada leher bagian atas nyeri saat

menelan.serta badan sedikit demam

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan bengkak pada leher

sejak 1 bulan SMRS. Pembengkaan ini jika di sentuh terasa nyeri dan panas. Awalnya

bengkak ini berukuran kecil yang semakin hari semakin besar dan semakin nyeri.

Bengkak pada leher ini membuat pasien merasa sakit saat menelan sehingga membuat

pasien semakin lemas.

Munculnya benjolan sampai ke leher bagian bawah dan dibelakang telinga disangkal.

Keluhan telinga berair juga di sangkal oleh pasien .Keluhan batuk pilek, mual, muntah,

perut kembung disangkal. Pasien mengaku tidak memiliki penyakit batuk lama, tidak

ada kesulitan BAK maupun BAB.

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat keluhan yang sama sebelumya disangkal.

1

Page 3: Abses Parapharingeal Edit

III. Pemeriksaan Fisik

Status generalis

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Vital sign : TD : 130/90 mmHg

Nadi : 84 x/menit

RR : 20 x/ menit

S : 37,4 °C

Kepala : normocephal

Mata : conjunctiva tak anemis, sclera tidak ikterik, pupi bulat isokor, refleks cahaya +/+

Thoraks

Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur -, gallop –

Pulmo Inspeksi : pergerakan hemitoraks kanan dan kiri simetris

Palpasi : fremitus vocal dan taktil hemitoraks kanan dan kiri simetris

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : tampak datar

Palpasi : supel , NT/NL/NK : -/-/-

Perkusi : tympani

Auskultasi : bising usus +

Ekstremitas atas : edema -/-, sianosis -/-

Ekstremitas bawah : edema -/-, sianosis -/-

Status lokalis :

Inspeksi : terlihat benjolan di daerah leher yang berwarna kemerahan

Palpasi: teraba benjolan dengan konsistensi lunak sedikit panas dan terdapat fluktuasi

dan nyeri saat di sentuh.

2

Page 4: Abses Parapharingeal Edit

IV. Pemeriksaan Penunjang

Lab darah rutin

- Hb : 12,1 g/dl

- Ht : 37,1 vol%

- Leukosit : 13.400/µl

- Trombosit : 273.000/ µl

- Lymphosit : 3,1

- Monosit : 0.6

- Granulosit : 3,7

- RBC : 4,63

- MCV : 88,8

- MCH : 28,1

- MCHC : 31,6

- RDW : 12,4

- MPV : 7,1

- PCT : 0,173

- PDW : 12,3

GDS : 96 g/dl

V. Diagnosis banding

1. Abses SubMandibula

2. Kista Branchial

3. Abses Leher Dalam

VI. Diagnosis kerja

Parapharingeal Abses

3

Page 5: Abses Parapharingeal Edit

VII. Penatalaksanaan

- Konservatif : Analgetik

Antibiotik

- Intervensi : Incisi dan drainase abses

VIII. Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

4

Page 6: Abses Parapharingeal Edit

ABSES SUBMANDIBULA

Anatomi

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual

dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot milohiod. Ruang submaksila selanjutnya dibagi

lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior.

Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang sublingual ke dalam ruang

submandibula, dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila

saja. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai

kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.

Etiologi

Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau kelenjar limfa

submandibula. Mungkin juga sebagian kelanjutan infeksi leher dalam lain. Kuman penyebab

biasanya campuran kuman aerob dan anaerob.

Gejala dan tanda

Terdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau di

bawah lidah, mungkin fluktuasi. Trismus sering ditemukan..

Abses perimandibular adalah abses yang berlokasi pada margo mandibula sampai

“submandibular space”, merupakan kelanjutan serous periostitis.

Patofisiologi : Proses supurasi yang mencari jalan keluar ekstraoral dan terlokalisir di  antara

margo inferior mandibula sampai submandibular space.

5

Page 7: Abses Parapharingeal Edit

Pada pemeriksaan didapatkan:

Keadaan umum:

-          Lemah, lesu, malaise

-          Demam

Pemeriksaan Ekstra oral :

-          Asimetri wajah

-          Tanda radang jelas

-          Trismus

-          Fluktuasi +/-

-          Tepi rahang tidak teraba

Pemeriksaan intra oral:

-          Periodontitis akut

-          Muccobuccal fold normal

-          Fluktuasi (-)

Abses submandibular adalah abses yang berlokasi pada submandibular space.

Submandibular space memiliki batas inferior fascia profunda dari hyoid sampai mandibula,

batas lateral corpus mandibula, dan batas superior mukosa dasar mulut.

Keadaan umum:

-          Lemah, lesu, malaise

-          Demam

6

Page 8: Abses Parapharingeal Edit

Pemeriksaan Ekstra oral :

-          Asimetri wajah

-          Tanda radang jelas

-          Fluktuasi +

-          Tepi rahang teraba

Pemeriksaan intra oral:

-          Periodontitis akut

-          Muccobuccal fold

-          Fluktuasi (-)

Abses pterygomandibular adalah abses yang terjadi pada “petrygomandibular space”. Abses

dibatasi di bagian medial oleh M. pterygoideus dan lateral oleh ramus mandibula.

Klinis: nyeri telan, trismus +/-, bengkak EO tidak nyata

Intraoral: Fluktuasi (+)

7

Page 9: Abses Parapharingeal Edit

Terapi

Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara parenteral.

Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau

eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Incisi dibuat pada tempat yang paling

berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2

hari gejala dan tanda infeksi reda.

Contoh ilustrasi abses yang menembus ke daerah mukosa - Abses submukosa

Contoh ilustrasi abses yang menembus ke daerah bawah dari tulang rahang bawah - Abses

submandibular

Contoh ilustrasi gambaran klinis dari Abses Submandibular (sumber :

http://www.medco-athletics.com/lectureseries/mrsa.html ]

8

Page 10: Abses Parapharingeal Edit

Contoh ilustrasi penangan pada kasus abses submandibular - Insisi Drainase (membuat jalan keluar

dari isi abses - nanah)

Bila kondisi tadi bisa diatasi, tentunya pasien harus dievaluasi dan dimonitoring selama perawatan,

karena infeksi diharapkan dapat dikendalikan dan diatasi

RUANG VESTIBULAR

Infeksi ruang vestibular terjadi karena keluarnya abses dentoalveolar melalui alveolus,

superior dari otot bucinator di mandibulla dan inferior dari otot bucinator di maksilla bagian

posterior. Di mandibulla bagian anterior, abses terkurung di ruang vestibular dengan otot

mentalis dan otot labial. Di maksilla bagian anterior, otot labial tipis dan tidak memiliki

tulang sehingga mempunyai pengaruh kecil membatasi penyebaran infeksi. Infeksi vestibular

di maksilla anterior sering berhubungan dengan sellulitis di bibir atas dan midface.

Periosteum merupakan barier kuat dari penyebaran infeksi; meskipun infeksi sering melewati

bidang supperiosteal.

9

Page 11: Abses Parapharingeal Edit

Tanda dan gejala infeksi ruang vestibular adalah pembengkakan berbatas tegas atau

pembengkakan difuse di vestibula bukal dekat dengan gigi yang abses.

RUANG BADAN MANDIBULLA

Ruang ini merupakan ruang potensial antara mandibulla dan perioseteum yang

membungkusnya. Tanda dan gejala infeksi ruang badan mandibulla adalah pembengkakan

berbatas tegas atau pembengkakan difuse di vestibula bukal dekat dengan gigi yang abses

(sama dengan ruang vestibular). Perbedaannya adalah abses dapat meyebabkan perforasi

periosteum dan masuk ruang antara periosteum dengan mukosa vestibular.

RUANG PALATAL

Infeksi ruang palatal berasal dari akar palatal molar dan premolar maksilla, menyebabkan

kista periapikal yang berhubungan dengan tulang palatal yang hancur.

Tanda dan gejala infeksi ruang palatal adalah pembengkakan dengan batas jelas karena

komposisi dense dari mukosa palatal yang berkeratin.

INFEKSI RUANG FASIAL

Ketika infeksi dental menyebar melewati barier anatomi dari ruang vestibular (otot

buccinator, mylohoid dan labial) dan melewati pertahanan terakhir yaitu jaringan ikat bidang

fasial , infeksi akan melewati jaringan ikat dari ruang fasial. Pengetahuan mengenai bidang

fasial dan anatomi kepala dan leher penting untuk memahami penyebaran infeksi

odontogenik. Umumnya, visera kepala dan leher dari klavikula hingga vertex tengkorak

diliputi oleh fasia. Fasia terbagi menjadi dua yaitu lapisan superfisial dan lapisan dalam.

Fasia superfisialis meliputi platysma di servikal, otot yang mengekspresikan wajah dan otot

epikranial ditulang kepala.

Fasia servikal dalam dibagi lagi menjadi lapisan anterior, medial, dan posterior yang meliputi

otot, pembuluh darah, saraf, dan visera sekitar leher dari dasar tengkorak hingga akar leher.

10

Page 12: Abses Parapharingeal Edit

Fasia servikal dalam dari leher berdampingan dengan struktur mediastinal toraks melalui

thoracic inlet.

Lapisan anterior dari fasia servikal dalam (fasia parotideomessentericca) meliputi mandibula,

otot mastikasi dan kelenjar parotis. Lapisan tengah dari fasia servikal dalam (fasia viseral)

meliputi otot infrahyoid dan yang lebih penting adalah meliputi secara lengkap trakea, laring,

esofagus, kelenjar tiroid, nasofaring, orofaring dan hipofaring. Hal ini berdampingan dengan

bagian torakss dari trakhea dan esofagus dan menyatu dengan mediastinum superior

sepanjang thoracic inlet. Lapisan posterior dari fasia servikal dalam meliputi arteri karotis,

vena jugular interna, dan nervus vagus yang membentuk carotid sheath. Lapisan tersebut

menyambung di posterior sebagai fasia prevertebra dan fasia alar. Fasia prevertebra meliputi

otot leher posterior (kecuali trapezius) dan kolumna spinal servikal. Fasia alar membentuk

partisi sinkomplit antara fasia buccopharingeal di area retroviseral leher anterior dan fasia

prevertebra leher posterior. Fasia prevertebra meluas dari dasar tulang tengkorak hingga

diafragma, dimana berhubungan dengan mediastinum posterior. Fasia alar melebar dari dasar

tulang tengkorak hingga spina C6-T4, dimana ini menyatu dengan fasia viseral

(bukofaringeal). Celah di fasia alar menyebabkan penyebaran infeksi dari ruang faring lateral

dan ruang retrofaring, anterior ruang prevertebra di leher posterior. Ruang potensial antara

fasia alar dan fasia prevertebra merupakan ruang berbahaya, atau ruang 4 Grodinsky dan

Halyoke. Ini mewakili bidang dimana infeksi kepala dan leher dapat secara cepat mengakses

kavitas toraks.

RUANG BUKAL

Infeksi dapat menyebar dari premolar atas, molar bawah atau premolar bawah. Infeksi ruang

bukal harus dibedakan dari sellulitis Haemophillus influenza (blue dome infection).

Tanda dan gejala infeksi ruang bukal adalah pembengkakan unilateral di kulit dalam dan

jaringan subkutanes otot buccinator. Beberapa menyebar ke ruang infraorbital dan

submandibulla.

11

Page 13: Abses Parapharingeal Edit

RUANG INFRAORBITAL/RUANG CANINUS

Infeksi odontogenik masuk melalui ruang caninus dari abses periapikal caninus maksilaris

yang mengikis melalui lempeng bukal superior dari otot levator anguli oris. Selain itu, dapat

langsung menyebar dari infeksi ruang bukal yang masuk secara bebas kedalam ruang

caninus.

Tanda dan gejala infeksi ruang infraorbital adalah pembengkakan dari dasar nasal lateral

hingga batas anterior ruang bukal dan dari bibir atas hingga area preseptal kelopak bawah.

RUANG SUBMANDIBULAR

Infeksi menyebar dari molar bawah. Ini harus dibedakan dengan patologi kelenjar

submandibula dan nodus limfe cervikal superior, branchial cleft cyst, dan plunging ranula.

Tanda dan gejala infeksi ruang submandibular adalah pembengkakan daerah segitiga

submandibula di leher. Trismus jarang terjadi karena kurangnya inflamasi dari otot mastikasi.

Trismus dengan gejala dan tanda klinik dari ruang submandibular mengindikasikan

penyebaran infeksi secara posterior ke dalam ruang mastikator atau ruang faringeal lateral.

Infeksi dapat menyebar secara anterior sekitar otot digastrik anterior ke ruang faring lateral.

Limfadenopati servikal sering terlihat namun sulit melakukan palpasi karena sakit dan nyeri

tekan di daerah tersebut.

RUANG SUBLINGUAL

Infeksi menyebar dari molar bawah dan premolar bawah atau terjadi dari trauma bedah,

inflamasi kelenjar sublingual dan sistem duktusnya, dan sialodochitis duktus Wharton’s

kelenjar submandibula.

12

Page 14: Abses Parapharingeal Edit

Tanda dan gejala infeksi ruang sublingual adalah pembengkakan unilateral atau bilateral

dasar mulut. Karena tidak adanya barier anatomi yang memisahkan ruang sublingual dari

yang ruang lainnya, infeksi dapat memotong secara bilateral dengan pertahanan yang kecil.

Pada kasus yang berat, lidah tertukar antara superior dengan posterior, menyebabkan derajat

yang bervariasi dari penutupan jalan nafas dan disfasia.

Salivasi/sialorrhea sering terjadi karena pasien tidak mampu membersihkan sekresinya.

Pasien dapat duduk condong ke depan dengan fleksi kepala dan ekstensi leher untuk

memperbaiki jalan nafas. Infeksi dapat menyebar secara posterior ke ruang submandibula dan

ruang faring lateral dengan cara tepi posterior otot mylohoid.

RUANG SUBMENTAL

Infeksi dapat meyebar melalui insisif bawah atau ruang submandibular. Ini harus dibedakan

dengan patologi midline seperti kista epidermoid, kista dermoid, atau kista duktus

thyroglossal.

Tanda dan gejala infeksi ruang submental adalah pembengkakan dagu dan triangle submental

sepanjang midline leher. Adenopati cervikal superior bilateral dan unilateral dapat terjadi.

LUDWIG’S ANGINA

Abses molar mandibula dapat menyebabkan ludwig’s angina pada pasien

immunokompromise.

Tanda dan gejalanya adalah ”Boardlike”sellulitis yang meliputi ruang mental, ruang

sublingual bilateral, dan ruang submandibula bilateral. Pembengkakannya cepat, sering dalam

24 jam. Terdapat edema di leher, dasar mulut dan epiglotis; disfasia; odynophagia; dan

dispnea. Infeksi dapat menyebar mengenai ruang mastikator dan ruang parafaringeal bila

penanganannya terlambat.

13

Page 15: Abses Parapharingeal Edit

Diusulkan oleh Chow bahwa infeksi disebabkan oleh interaksi sinergis dari bermacam

spesies. Permulaan infeksi disebabkan jenis virulen dari streptococcus yang secara cepat

menembus fascial planes yang terlibat tanpa pembentukan pus. Lingkungan anaerob

menciptakan media yang cocok untuk organisme anaerob yang memproduksi pus untuk

berkembang ke tingkat selanjutnya dari infeksi. Resolusi dari infeksi dan dihubungkan gejala

klinis biasanya cepat dan tanpa kecacatan.

RUANG PARAFARINGEAL

1. RUANG PARAFARINGEAL LATERAL

Penyebab infeksi ini adalah penyebaran dari molar ketiga rahang bawah, faringotonsilitis,

adenoid, otitis media, kelenjar getah bening yang nekrotik, keganasan dengan infeksi

sekunder, dan penyebaran dari infeksi parotis intrakapsular. Abses pterygomandibular space

juga dapat muncul dalam bentuk yang sama.

Gejala dan tanda infeksi ruang parafaringeal lateral adalah pada bagian anterior terdapat

pembengkakan dari dinding lateral faring ke arah medial, menyebabkan deviasi dari uvula ke

sisi kontralateral. Sedikit bengkak pada angulus mandibula mewakili perpanjangan inferior

dari bagian anterior. Trismus berat dapat muncul kemudian setelah iritasi dari otot medial

pterygoid.

Gejala konstitusional termasuk demam dan menggigil dapat terjadi. Disfasia dan odinofagia

merupakan hasil dari iritasi dari otot deglutition. Dispneu merupakan manifestasi klinis pada

kasus berat karena dapat menyebabkan penyempitan jalan nafas dan trakea.

Keterlibatan bagian posterior adalah bukti adanya edema dinding posterolateral faring dan

pilar posterior tonsil. Keterlibatan neurologi dari nervus kranial IX sampai XII harus

diperhatikan. Minimal trismus muncul disebabkan oleh hilangnya otot mastikasi pada bagian

posterior. Sindrom Horner (ptosis, miosis, dan anhidrosis) dapat muncul oleh karena disrupsi

ganglion servikal superior (ganglion stelata) atau serat saraf simpatik post-sinaps yang

berjalan sepanjang pembuluh darah kepala dan leher.

14

Page 16: Abses Parapharingeal Edit

2. RUANG RETROFARINGEAL

Perluasan langsung dari infeksi odontogenik dan trauma intubasi dapat menyebabkan infeksi

ruang retrofaringeal. Pada bayi dan anak kurang dari 4 tahun, infeksi ini dapat berkembang

sampai terdapat abses kelenjar getah bening retrofaring. Kelenjar getah bening ini atrofi

setelah usia 4 tahun.

Gejala yang paling umum adalah demam dan menggigil, odinofagia, disfasia, sakit leher,

kekakuan leher , mual dan muntah. Pemeriksaan fisik termasuk leher bengkak,

pembengkakan faring, dan gangguan pernapasan. Pemeriksaan harus meliputi evaluasi dada,

karena penyebaran infeksi ke mediastinum sering sebagai sekuel dari abses ruang

retropharingeal. Akhir inferior dari ruang retrofaringeal adalah dimana fasia viseral menyatu

dengan fasia alar setinggi bifurkasio trakea, dengan akses langsung ke mediastinum superior.

RUANG PREVERTEBRAL

Ruang prevertebral merupakan ruang potensial diantara fasia alar dan fasia prevertebral.

Ruang memanjang dari dasar tengkorak ke setinggi sakrum. Maka dari itu infeksi pada ruang

prevertebral dapat memanjang sepanjang kolum vertebra dari servikal hingga sakral vertebra.

Infeksi pada ruang ini disebabkan osteomielitis vertebra atau perpanjangan posterior infeksi

pada ruang prevertebral ke fasia alar ke dalam ruang prevertebral.

Gejala klinis

Perubahan jaringan dapat disebabkan karena aktivitas bakteri dalam fokus infeksi, pertahanan

lokal dari hospes dan mekanisme serupa yang bekerja secara sistemik. Terjadinya perubahan

jaringan tersebut dapat menimbulkan gambaran klinis seperti rasa sakit tekan, kemerahan

(eritema) dan pembengkakan (edema). Bakteri yang memproduksi gas dapat memicu dan

mendukung terjadinya proses pembengkakan. Timbulnya pus adalah akibat langung dari

mekanisme lokal pertahanan virulensi bakteri atau hospes.

Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses submukosa, abses

gingival, trombosis sinus kavernosus, abses labial, dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada

15

Page 17: Abses Parapharingeal Edit

rahang bawah dapat membentuk abses sublingual, abses submental, abses submandibula,

abses submaseter, dan angina Ludwig.

Selain gejala di atas, terdapat juga menifestasi sistemik dari fokus infeksi yaitu demam.

Keadaan tersebut mungkin disebabkan oleh endotoksin bakteri. Bakterimia dapat

mengakibatkan demam, malaise, takikardi. Sistem hematopoetik merespon dengan terjadinya

leukositosis dan meningkatnya neutrofil polimorfonuklear serta meningkatnya laju endap

darah (LED).

Patogenesis dan patofisiologi

Patogenesis

Terdapat 3 mekanisme patogenesis yang dapat bekerja antara lain:

Toksin bakteri

Bakteri dapat memproduksi toksin, baik itu eksotoksin maupun endotoksin. Eksotoksin dapat

menyebabkan keadaan patologik seperti leukopenia, peningkatan permeabilitas kapiler,

perdarahan dan syok. Toksisitas endotoksin didapat ketika membran sel host mengalami

kerusakan, respon imunologik seperti inflamasi dan aktivasi sistem komplemen.

Enzim bakteri

Bakteri patogenik dapat memproduksi enzim yang mampu merusak sel-sel tubuh host atau

konstituen jaringan lainnya.

Imunopatologi infeksi bakteri

Produk-produk mikroba dapat menyebabkan tubuh tersensitisasi. Proses ini menyebabkan

aktivasi respon imun seperti reaksi antigen-antibodi, sistem komplemen, reaksi sitotoksik,

dan hipersensitivitas.

Patofisiologi

Nekrosis pulpa dapat disebabkan oleh karies dalam yang tidak terawat dan pocket

periodontal. Hal tersebut merupakan port d’entre bakteri untuk mencapai jaringan periapikal.

16

Page 18: Abses Parapharingeal Edit

Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang terjadi akan menyebar  ke tulang

spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini semakin menipis, maka infeksi akan

menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan

tubuh. Fokus infeksi  yang biasanya berawal dari infeksi odontogen dapat menyebar melalui

jaringan ikat (perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh  limfe

(limfogen). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena

adanya celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan x-ray secara periapikal dan panoramik perlu dilakukan sebagai skrining awal

untuk menentukan etiologi dan letak fokal infeksi.

Tes Serologi

Tes Serologi yang paling sering digunakan adalah tes fiksasi komplemen dan tes aglutinasi.

Kedua tes ini digunakan untuk mengetahui etiologi.

Tatalaksana

Infeksi odontogenik dapat disebabkan oleh perikoronitis, gigi dengan pulpa yang terekspose,

periodontitis atau komplikasi dari prosedur pada gigi.  Molar 2 dan 3 adalah predileksi

tersering dari infeksi odontogenik.  Setelah diagnosis ditegakkan, dapat ditatalaksana untuk

eradikasi kuman penyebab dengan antibiotik.  Etiologi tersering disebabkan oleh

streptokokkus aerob yang sensitif penisilin. Antibiotik pilihan adalah amoksisilin yang

merupakan golongan penisilin spektrum luas. Pada infeksi yang telah berlangsung lebih dari

3 hari, umumnya disebabkan oleh peptostreptokokkus, fusobakterium atau bakteroides, yang

semuanya resisten terhadap penisilin.  Klindamisin merupakan obat lini pertama untuk infeksi

tersebut. Kombinasi klindamisin dan metronidazol akan memberikan hasil yang lebih baik.

Insisi dan drainase pada fokus infeksi secara agresif dan pengangkatan fokus infeksi dengan

pembedahan dapat dilakukan dengan tujuan menghilangkan gejala dan menurunkan

rekurensi. Kultur dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri penyebab.

17

Page 19: Abses Parapharingeal Edit

Rekonstruksi mulut dapat dilakukan agar fungsi mastifikasi dapat kembali seperti semula.

Pencarian fokus infeksi di organ lain seperti tonsil, sinus, prostat, kandung kemih perlu

dilakukan pada tatalaksana selanjutnya.

Penyakit Sistemik Akibat Infeksi Odontogenik

Manifestasi pada jantung

Infektif endokarditis merupakan penyakit jantung yang paling sering ditemukan akibat

penyebaran mikroorganisme dari rongga mulut. Malformasi jantung dan katup jantung

protese merupakan faktor risiko terjadinya infektif endokarditis karena hal tersebut

memungkinkan kolonisasi bakteri. Sebanyak 50% kasus infektif endokarditis diakibatkan

oleh Streptococcus viridans, S.sanguis dan S.mutans. Bakteri tersebut memproduksi

polysaccharide glucane sehingga terjadi perlekatan pada katup jantung. Analisis dengan

pemeriksaan laboratorium telah mengkonfirmasi hal tersebut melalui identifikasi

Streptococcus yang ditemukan pada rongga mulut dan darah penderita endokarditis.

Apabila pada pasien tersebut akan dilakukan tindakan pada gigi yang akan mengakibatkan

perdarahan, maka perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis.  Penelitian terakhir

menunjukkan bahwa periodontitis merupakan faktor risiko terjadinya aterosklerosis, emboli,

dan serangan jantung, dengan berperan sebagai fokus infeksi. Streptococcus sanguis

merupakan mikroorganisme yang memiliki efek trombogenik dalam aliran darah.

Manifestasi pada kepala dan leher

Infeksi pada daerah kepala dan leher seperti abses otak, ensefalitis, meningitis kronik,

sinusitis kronik, uveitis, dan konjungtivitis kronik dapat terjadi akibat bakteremia transient.

Bakteremia transient bersumber dari mikroorganisme rongga mulut ketika dilakukan

perawatan gigi terhadap infeksi gigi dan mulut. Bakteri dari rongga mulut umumnya

menyebar pada daerah lobus frontal dan temporal. Maka, periodontitis dan karies memegang

peranan penting dalam infeksi di kepala dan leher.

Manifestasi pada saluran pernafasan

Infeksi pada saluran pernafasan yang diakibatkan oleh penyebaran fokus infeksi di gigi antara

lain sinusitis, tonsillitis, pneumonia, asma bronchial, dan abses paru. Perkembangan penyakit

18

Page 20: Abses Parapharingeal Edit

dapat akibat mikroorganisme pada gigi berlubang, akibat menelan mikroorganisme pada

ludah dan plak gigi, atau akibat transmisi melalui aliran darah. Selain itu, dapat juga terjadi

infeksi pada paru akibat aspirasi mikroorganisme dari rongga mulut.

Manifestasi pada saluran gastrointestinal

Gastritis, colitis, enteritis, dan apendisitis merupakan penyakit saluran gastrointestinal yang

dapat berkembang akibat penjalaran fokus infeksi pada rongga mulut. Salah satu contoh

mikroorganisme penyebab adalah Helicobacter pylori, bakteri penyebab gastritis kronik dan

ulkus peptikum, yang dapat diisolasi pada saliva dan plak gigi penderita gastritis. Selain itu,

Helicobacter pylori dapat diisolasi dari plak gigi pasien dispepsia yang telah menjalani terapi

antibiotik sehingga gigi berlubang dapat pula menyebabkan reinfeksi.

Manifestasi pada kulit dan jaringan lunak

Penyakit kulit yang umum ditemukan sebagai akibat transmisi mikroorganisme dari gigi

adalah penyakit kulit dengan dasar reaksi alergi (urtikaria, ekzema), liken planus, alopesia

areata, akne vulgaris, eritema multiforme eksudatif, dan dermatitis herpetiformis.

Mikroorganisme rongga mulut dapat menyebabkan infeksi pada kulit melalui inokulasi

langsung (gigitan) dan melalui pelepasan histamin dari mastosit serta pembentukan kompleks

imun pasca ekstraksi gigi.

Manifestasi pada tulang

Osteomielitis merupakan penyakit pada tulang yang telah terbukti dapat disebabkan oleh

mikroorganisme dari rongga mulut.

Manifestasi pada kehamilan

Penyakit jaringan periodontal merupakan faktor risiko terjadinya kelahiran prematur spontan.

Ibu yang menderita periodontitis memiliki risiko 7,5 kali lebih besar untuk mengalami

kelahiran prematur atau bayi dengan berat lahir rendah. Kelahiran prematur pada ibu dengan

gingivitis diakibatkan oleh lipopolisakarida yang dihasilkan bakteri pada fokus infeksi

merangsang sekresi prostaglandin sehingga terjadi kontraksi uterus.

19

Page 21: Abses Parapharingeal Edit

Manifestasi pada mata

Infeksi ruang orbital diakibatkan oleh infeksi dento-alveolar. Komplikasi dari kista

dentigerous menyebabkan ‘superior orbital fissure syndrome’ (edema peri-orbital, proptosis,

ekimosis subkonjungtival, ptosis, ophtalmoplegia, dilatasi pupil, keadaan mata yang sensitif

terhadap cahaya). Inflamasi mata lainnya dapat menyebabkan uveitis dan endophtalmitis.

Manifestasi sepsis

Infeksi pada rongga mulut seperti abses atau selulitis bila tidak ditangani secara adekuat

dapat menjadi suatu induksi untuk terjadinya sepsis, dan bahkan terkadang pasien datang

sudah dalam keadaan sepsis.

Mengingat keadaan sepsis ini akan dengan cepat berubah menjadi keadaan yang lebih

berbahaya, maka pengenalan sepsis dini sangat diperlukan.

Bakteremia adalah adanya bakteri dalam peredaran darah sedangkan sepsis adalah  keadaan

klinis yang disebabkan oleh infeksi dengan tanda-tanda respon sistemik, dengan gejala seperti

takipneu (frekuensi napas > 20 x/menit), takikardi (frekuensi  nadi > 100 x/menit), hipertermi

atau hipotermi (suhu badan rektal > 38,3 OC atau        < 35,6 OC).

Sindroma sepsis adalah suatu keadaan sepsis yang disertai dengan tanda-tanda gangguan

perfusi organ. Gangguan ini berupa  penurunan kesadaran, hipoksia pada penderita tanpa

kelainan paru atau kardiovaskuler, peningkatan asam laktat dan oliguri (jumlah diuresis < 0,5

ml/kg BB).

Syok septik dini adalah keadaan sindroma sepsis ditambah dengan adanya penurunan tekanan

darah sistolik Dengan demikian syok septik adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan

oleh tidak cukupnya perfusi jaringan dan adanya hipoksia jaringan yang disebabkan oleh

sepsis.

Keadaan diatas kadangkala disebut juga Sindroma Respon Inflamasi Sistemik (Systemic

Inflammatory Response Syndrome = SIRS) yaitu suatu respon inflamasi sistemik yang

bervariasi bentuk kliniknya, ditunjukkan oleh dua atau lebih keadaan sebagai berikut :

20

Page 22: Abses Parapharingeal Edit

1. Temperatur > 38 OC2. Frekuensi nadi 100x/menit

2. Respirasi > 20 permenit

3. Jumlah leukosit > 12.000/mm3

Endotoksin merupakan komponen lipopolisakarida (LPS). Kadar LPS yang tinggi

berhubungan dengan peningkatan mortalitas pada penderita syok. LPS tidak bersifat toksik

tetapi LPS merangsang dikeluarkannya mediator-mediator radang yang bertanggung jawab

pada manifestasi sepsis. Mediator endogen yang disekresi oleh sel fagosit (makrofag,

monosit, sel plasma dan neutrofil) adalah Tumor Necrosis Factor dan Interleukin 1 yang akan

mengakibatkan cascade koagulasi dan aktifnya sistem komplemen. TNF ini merupakan salah

satu mediator primer yang berperan dalam proses sepsis, yang mengakibatkan gejala

hipotensi, neutropenia, demam serta meningkatnya permeabilitas kapiler. TNF dan IL 1

merangsang terjadinya demam melalui kemampuannya merangsang sintesis prostlagandin

hipotalamus. Peningkatan suhu tubuh ini akan mengurangi replikasi bakteri dan juga

meningkatkan aktivasi sel T-helper dan sintesis antibodi oleh sel B. Dengan demikian demam

sebagai reaksi sistemik fase akut akan menguntungkan hospes.

Akibat dari tingginya LPS dan mediator dalam sirkulasi akan mengaktivasi secara sistemik

endotel vaskuler. Vasodilatasi umum dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah

menyebabkan turunnya volume darah efektif sehingga terjadi syok hipovolemik.

Syok merupakan diagnosa klinis, pada keadaan yang berat pasien ditemukan telah menjadi

pucat, kulit dingin, tekanan darah sudah sangat turun. Pada keadaan ini pengobatan sudah

menjadi sulit. Oleh karena itu untuk keberhasilan suatu pengobatan pengenalan dini terhadap

syok sangat diperlukan.

Pada pemeriksaan fisik, gejala syok yang merupakan manifestasi penurunan perfusi jaringan

adalah sebagai berikut :

1. Suhu permukaan tubuh, dapat diukur dengan cara sederhana dan tidak memerlukan waktu

yang lama.

2. Capillary refill time, metoda ini merupakan indikator yang sensitif. Pada keadaan normal

capillary refill time terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik.

3. Hipoperfusi organ vital dapat dinilai dari ada tidaknya oliguri dan penurunan kesadaaran

4. Takipneu dan hiperventilasi sering ditemukan sebagai tanda awal dari syok.

5. Takikardi yang ditemukan sebelum adanya penurunan tekanan darah.

21

Page 23: Abses Parapharingeal Edit

Berbeda dengan syok oleh sebab lain didapat pengecualian pada syok septik, pemeriksaan

fisik pada stadium awal biasanya ditemukan peningkatan frekuensi nadi, kulit hangat, dan

takikardi. Pada pemeriksaan Analisa Gas Darah ditemukan asidosis, hal ini menyokong pada

diagnosa syok sepsis dini.

Dengan berjalannya waktu ditemukan gangguan kontraktilitas otot jantung, penurunan

volume intravaskuler dan gangguan berbagai organ, maka kulit penderita akan menjadi

dingin, ditemukan penurunan tekanan darah dan hal lain yang biasanya terjadi pada syok,

seperti somnolen, demam, takikardi dan vasodilatasi.

Pengelolaan Sepsis/Syok Septik

Tujuan pengelolaan adalah :

1. Menghilangkan/mereduksi kuman penyebab infeksi dengan cara pemberian antibiotik yang

adekuat, diperlukan walaupun belum ada hasil mikrobiologi mengingat sepsis merupakan

infeksi dengan resiko bahaya kematian bagi penderita yang cukup tinggi.

2. Melakukan drainase eksudat, eksisi jaringan nekrosis, pengeluaran benda asing dan

tindakan bedah lainnya untuk menghilangkan sumber infeksi.

3. Mengembalikan perubahan hemodinamik yang terjadi dan mengembalikan agar perfusi

jaringan berlangsung baik, dengan cara pemberian cairan sebesar 10 – 20 ml/kg BB dalam 20

menit.

4. Mempertahankan dan memulihkan fungsi organ tubuh yang terganggu :

- Memperbaiki jalan nafas : oksigenasi cukup, jalan nafas harus baik (bebas obstruksi).

- Pemberian cairan yang adekuat : guna mempertahankan volume darah , hal ini diperlukan

untuk mengembalikan fungsi homeostasis.

- Perawatan intensif pasca bedah yang baik.

- Evaluasi pasca bedah untuk mengetahui sumber infeksi lain yang tidak terdrainase sehingga

memerlukan pembedahan kedua.

5. Pemberian Kortikosteroid

Pemberian Kortikosteroid masih menjadi suatu hal yang kontroversial, beberapa ahli

beranggapan pemberian kortikosteroid diharapkan dapat memutuskan proses patofisiologi,

yang merupakan respon tubuh terhadap infeksi sistemik. Obat ini memberikan efek antara

lain : stabilisasi membran sel dan lisosom, inhibisi agregasi granulosit, inhibisi proses

cascade yang terjadi, diaktifasinya sistem komplemen, pengeluaran radikal oksigen bebas dan

mengurangi produksi TNF oleh makrofag.

22

Page 24: Abses Parapharingeal Edit

DAFTAR PUSTAKA

1. Grace P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.Jakarta : Erlangga.2006

2. Samsuhidajat R, De Jong W. Buku ajar Ilmu bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.2004.

3. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta :

EGC.2000.

4. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994.

5. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara. 2000.

6. Utama, Hendra. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Edisi 6. Jakarta : Balai penerbit FKUI.

2007.

7. Masjoer A, Kuspuji T, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W, editor. Kapita Selekta. Edisi 3. Jilid 1. Media Aesculapius FKUI. Jakarta: 2005.

8. http://lawalangy.wordpress.com/2007/06/09/mengenal-tanda-sepsis-akibat-infeksi- odontogenik/. 2007.

23