toksisitas oral subakut filtrat buah luwingan (ficus

12
Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus hispida L.f.) pada Tikus Riul [Rattus norvegicus (Berkenhout, 1769)] Wistar Jantan {Subacute Oral Toxicity Study of Hairy Fig Fruits (Ficus hispida L.f.) Filtrate in Male Wistar Rats [Rattus norvegicus (Berkenhout, 1769)]} Laksmindra Fitria 1* , Lina Noor Nailah 2 , & Lisa Handayani 2 1 Laboratorium Fisiologi Hewan, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada 2 Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Jalan Teknika Selatan, Sekip Utara, Sleman, D.I. Yogyakarta 55281 *E-mail korespondensi: [email protected] Memasukkan: Januari 2021, Diterima; Maret 2021 ABSTRACT Hairy Fig trees flourish in tropic regions, bearing abundant fruits all year round. Ethnobiological studies state that the fruits have been used as food or traditional medicine. However, some references reported that consuming the fruits cause dizziness, nausea, and vomiting. Therefore, we conducted this experiment to provide information regarding the toxicity and safety of consuming the fruits. Procedure following OECD Oral toxicity study of rodent was performed following the guide line of testing chemical No. 407. Repeated oral toxicity study was conducted for 28 days with some modification whithout changing the guideline. Nine male rats were selected as model to complement the toxicity study on male rats that had been done previously. Pure filtrate of young or ripe fruits were administered orally 1 mL/individual/day for consecutive 28 days. Feeding behavior and fecal conditions were recorded for qualitative data. Quantitative data consisted of body weight, core temperature, hematology profile, and evaluation of liver, heart, and renal functions were collected on day 0, 7, 14 and 28. Results showed that oral administration of young or ripe hairy fig fruits filtrate on male Wistar rats did not cause death or sublethal conditions as manifestation of clinical signs of toxicity. Both filtrates did not reduce appetite and affected the digestive system, as well as did not harm the general health indicated by all parameters values were maintained within normal range. It can be concluded that no-observed-adverse-effect- level (NOAEL) of hairy fig fruits filtrate was found in a concentration of 100%. Keywords: clinical biochemistry, Ficus hispida, hairy fig, hematology, subacute oral toxicity ABSTRAK Pohon luwingan tumbuh subur di kawasan tropis dan berbuah lebat sepanjang tahun. Studi etnobiologi menyatakan bahwa buah ini telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan atau obat tradisional. Namun demikian, beberapa pustaka menyatakan bahwa mengkonsumsi buah luwingan dapat menyebabkan pusing, mual, dan muntah. Oleh karena itu kami melakukan percobaan ini untuk menyediakan informasi mengenai toksisitas dan keamanan mengkonsumsi buah luwingan. Prosedur mengikuti Panduan Uji Bahan Kimia untuk Studi Toksisitas Oral oleh OECD No. 407: Studi toksisitas oral dosis berulang selama 28 hari pada rodensia. Beberapa modifikasi dilakukan untuk penyesuaian tanpa mengubah prinsip. Sembilan ekor tikus Wistar jantan dipilih sebagai model untuk melengkapi data toksisitas pada tikus riul galur Wistar jantan yang telah dilakukan sebelumnya. Filtrat murni buah luwingan muda atau matang dicekok sebanyak 1 mL/ekor/hari selama 28 hari berturut-turut. Parameter yang diamati berupa perilaku makan dan kondisi feses (data kualitatif). Parameter kuantitatif meliputi berat badan, suhu badan, profil hematologis, serta evaluasi fungsi hati, jantung, dan ginjal diamati pada hari ke-0, 7, 14, dan 28. Hasil menunjukkan bahwa pencekokan filtrat buah luwingan muda atau matang pada tikus Wistar jantan tidak menyebabkan kematian atau menimbulkan kondisi subletal yang mengarah pada tanda-tanda klinis adanya ketoksikan. Kedua macam filtrat buah luwingan juga tidak mengurangi nafsu makan dan mempengaruhi sistem pencernaan. Demikian juga tidak berbahaya bagi kesehatan secara umum, diindikasikan dari nilai untuk semua parameter yang tetap dipertahankan dalam kisaran normal. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada efek samping yang teramati ( no observed adverse effect level, NOAEL) pada filtrat buah luwingan konsentrasi 100%. Kata Kunci: biokimia klinis, Ficus hispida, hematologi, luwingan, toksisitas oral subakut DOI: 10.47349/jbi/17012021/81 Jurnal Biologi Indonesia 17(1): 81-91 (2021) 81

Upload: others

Post on 29-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus

Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus hispida L.f.) pada Tikus Riul

[Rattus norvegicus (Berkenhout, 1769)] Wistar Jantan

{Subacute Oral Toxicity Study of Hairy Fig Fruits (Ficus hispida L.f.) Filtrate in Male

Wistar Rats [Rattus norvegicus (Berkenhout, 1769)]}

Laksmindra Fitria1*, Lina Noor Na’ilah2, & Lisa Handayani2

1Laboratorium Fisiologi Hewan, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada

2Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Jalan Teknika Selatan, Sekip Utara, Sleman, D.I. Yogyakarta 55281

*E-mail korespondensi: [email protected]

Memasukkan: Januari 2021, Diterima; Maret 2021

ABSTRACT Hairy Fig trees flourish in tropic regions, bearing abundant fruits all year round. Ethnobiological studies state

that the fruits have been used as food or traditional medicine. However, some references reported that

consuming the fruits cause dizziness, nausea, and vomiting. Therefore, we conducted this experiment to

provide information regarding the toxicity and safety of consuming the fruits. Procedure following OECD Oral

toxicity study of rodent was performed following the guide line of testing chemical No. 407. Repeated oral

toxicity study was conducted for 28 days with some modification whithout changing the guideline. Nine male

rats were selected as model to complement the toxicity study on male rats that had been done previously. Pure

filtrate of young or ripe fruits were administered orally 1 mL/individual/day for consecutive 28 days. Feeding

behavior and fecal conditions were recorded for qualitative data. Quantitative data consisted of body weight,

core temperature, hematology profile, and evaluation of liver, heart, and renal functions were collected on day

0, 7, 14 and 28. Results showed that oral administration of young or ripe hairy fig fruits filtrate on male Wistar

rats did not cause death or sublethal conditions as manifestation of clinical signs of toxicity. Both filtrates did

not reduce appetite and affected the digestive system, as well as did not harm the general health indicated by all

parameter’s values were maintained within normal range. It can be concluded that no-observed-adverse-effect-

level (NOAEL) of hairy fig fruits filtrate was found in a concentration of 100%.

Keywords: clinical biochemistry, Ficus hispida, hairy fig, hematology, subacute oral toxicity

ABSTRAK

Pohon luwingan tumbuh subur di kawasan tropis dan berbuah lebat sepanjang tahun. Studi etnobiologi

menyatakan bahwa buah ini telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan atau obat tradisional. Namun

demikian, beberapa pustaka menyatakan bahwa mengkonsumsi buah luwingan dapat menyebabkan pusing,

mual, dan muntah. Oleh karena itu kami melakukan percobaan ini untuk menyediakan informasi mengenai

toksisitas dan keamanan mengkonsumsi buah luwingan. Prosedur mengikuti Panduan Uji Bahan Kimia untuk

Studi Toksisitas Oral oleh OECD No. 407: Studi toksisitas oral dosis berulang selama 28 hari pada rodensia.

Beberapa modifikasi dilakukan untuk penyesuaian tanpa mengubah prinsip. Sembilan ekor tikus Wistar jantan

dipilih sebagai model untuk melengkapi data toksisitas pada tikus riul galur Wistar jantan yang telah dilakukan

sebelumnya. Filtrat murni buah luwingan muda atau matang dicekok sebanyak 1 mL/ekor/hari selama 28 hari

berturut-turut. Parameter yang diamati berupa perilaku makan dan kondisi feses (data kualitatif). Parameter

kuantitatif meliputi berat badan, suhu badan, profil hematologis, serta evaluasi fungsi hati, jantung, dan ginjal

diamati pada hari ke-0, 7, 14, dan 28. Hasil menunjukkan bahwa pencekokan filtrat buah luwingan muda atau

matang pada tikus Wistar jantan tidak menyebabkan kematian atau menimbulkan kondisi subletal yang

mengarah pada tanda-tanda klinis adanya ketoksikan. Kedua macam filtrat buah luwingan juga tidak

mengurangi nafsu makan dan mempengaruhi sistem pencernaan. Demikian juga tidak berbahaya bagi

kesehatan secara umum, diindikasikan dari nilai untuk semua parameter yang tetap dipertahankan dalam

kisaran normal. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada efek samping yang teramati (no observed adverse effect

level, NOAEL) pada filtrat buah luwingan konsentrasi 100%.

Kata Kunci: biokimia klinis, Ficus hispida, hematologi, luwingan, toksisitas oral subakut

DOI: 10.47349/jbi/17012021/81 Jurnal Biologi Indonesia 17(1): 81-91 (2021)

81

Page 2: Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus

82

Fitria dkk

PENDAHULUAN

Tumbuhan luwingan (Ficus hispida) saat

muda berupa semak yang setelah dewasa

kemudian berkembang menjadi pohon

berukuran kecil hingga sedang, tergantung pada

kondisi habitatnya. Spesies ini tumbuh subur di

kawasan tropis dan berbuah lebat sepanjang

tahun (Ali & Chaudhary 2011; Lee et al. 2013).

Buah luwingan yang masih muda (berwarna

hijau) maupun yang sudah matang (berwarna

kuning) dapat dikonsumsi sebagai makanan

sehari-hari maupun dijadikan bahan obat herbal

tradisional, terutama di kawasan Asia Barat dan

Tenggara (Ali & Chaudhary 2011; Shahreen et

al. 2012). Namun demikian di Indonesia buah

luwingan belum dimanfaatkan sama sekali.

Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

menanam pohon luwingan untuk menambah

keanekaragaman hayati tumbuhan lokal dan

difungsikan sebagai tanaman perindang saja

(Kehati 2009). Morfologi pohon dan buah

luwingan disajikan pada Gambar 1.

Studi toksisitas tumbuhan obat sudah banyak

dilakukan seperti tumbuhan suku Annonaceae

terhadap Spodoptera litura (Simanjuntak 2001)

jamblang untuk menghambat bakteri Staphylococcus

epidermidis (Rachmawati dkk 2021), namun

untuk buah luwingan yang menghasilkan berbagai

metabolit sekunder belum dilakukan pengkajian.

Menurut Ali & Chaudhary (2011) dan Lansky &

Paavileinen (2011), di dalam buah luwingan

menghasilkan berbagai metabolit sekunder seperti

alkaloid, sterol, fenol, flavonoid, pektin, gum,

mucilage (semacam getah), glikosida, saponin,

dan terpen. Zat-zat yang terkandung di dalam buah

luwingan tersebut merupakan senyawa bioaktif

yang berkhasiat untuk kesehatan, antara lain

sebagai obat pencahar, antihemoragi, panas dalam,

disentri, diare, ulkus, psoriasis, vitiligo, berbagai

gangguan pencernaan, anemia, penyakit kuning,

afrodisiak, tonik penyegar tubuh, serta mengatasi

mual pada ibu hamil dan melancarkan produksi air

susu.

Di sisi lain, beberapa pustaka menyebutkan

bahwa mengkonsumsi buah luwingan dapat

menyebabkan mabuk, pusing, mual, dan muntah,

yang merupakan sebagian tanda-tanda ketoksikan

(Berg et al. 2005; Slik 2009). Hingga saat ini

masih sedikit publikasi ilmiah tentang kajian

ketoksikan dan efek fisiologis setelah mengkonsumsi

buah luwingan. Oleh karena itu, kami melakukan

serangkaian studi toksisitas oral. Studi toksisitas

oral akut filtrat buah luwingan menggunakan

model tikus Wistar menunjukkan bahwa nilai

semua parameter yang diamati berada di dalam

kisaran normal kecuali jumlah limfosit yang terus

meningkat hingga akhir percobaan (Fitria dkk.

2019b). Studi toksisitas oral subakut filtrat buah

luwingan pada tikus Wistar betina menunjukkan

bahwa jumlah limfosit kembali ke dalam kisaran

normal, akan tetapi menunjukkan potensi

menyebabkan anemia serta gangguan fungsi

ginjal (Fitria dkk. 2020). Studi toksisitas oral

subakut pada tikus Wistar jantan belum dilakukan.

Menurut Clayton (2016) & Miller et al.

(2017), metabolisme zat pada individu jantan dan

betina dapat berbeda. Oleh karena itu, dalam

percobaan biomedis-praklinis yang terkait sistem

fisiologis secara umum hendaknya diterapkan

pada kedua jenis kelamin, termasuk studi toksisitas

dan kajian potensi bahan alam sebagai obat

maupun pangan fungsional. Hal ini karena hasil

yang diperoleh nantinya akan ditranslasikan dan

diformulasikan pada manusia, baik pria maupun

wanita saat percobaan fase klinis. Berdasarkan

latar belakang tersebut, maka tujuan penelitian

ini adalah untuk melengkapi data toksisitas oral

subakut filtrat buah luwingan menggunakan

tikus Wistar jantan.

Gambar 1. A. Pohon luwingan yang sedang berbuah, B. Buah luwingan tersusun dalam tandan, bercampur antara buah muda dan buah matang, C. Morfologi buah luwingan: 1. Buah muda, 2. Buah matang (Dokumentasi pribadi)

Page 3: Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus

83

Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus hispida L.f.) pada Tikus

BAHAN DAN CARA KERJA

Buah luwingan dipetik langsung dari

pohon yang tumbuh di area Fakultas Biologi

UGM. Buah yang digunakan berupa buah muda

(berwarna hijau, tekstur keras) dan buah matang

(berwarna kuning, tekstur lunak), dengan

diameter sekitar 3 cm dan berat minimal 20 gram.

Segera setelah proses sortasi, buah dibelah untuk

dibersihkan bagian dalamnya, selanjutnya dicuci,

diparut, diperas, dan disaring cairannya sehingga

diperoleh filtrat murni dengan konsentrasi 100 %.

Preparasi buah luwingan dalam bentuk filtrat

murni ini dipilih dengan pertimbangan kemudahan

mengkonsumsi untuk kehidupan sehari-hari

(Fitria dkk, 2020). Percobaan ini paralel dengan

kajian fitokimia dalam rangka mengetahui jenis-

jenis dan mengkuantifikasi kandungan metabolit

sekunder per satu buah luwingan (belum

dipublikasikan).

Sembilan ekor tikus riul jantan galur

Wistar (Rattus norvegicus) berumur 8 minggu

diperoleh dari Fakultas Farmasi UGM dengan

kisaran berat badan awal 143-159 gram. Tikus

dipelihara dalam kandang standar yang

dimodifikasi dari bak persegi empat polipropilen

BPA-free dengan penutup anyaman kawat tahan

karat. Alas tidur berupa serutan kayu yang telah

disterilisasi. Kandang ditempatkan di animal

room Laboratorium Fisiologi Hewan Fakultas

Biologi UGM dengan parameter lingkungan

sebagai berikut: suhu ruangan 25-27 °C,

kelembapan relatif 60-70 %, fotoperiode 12 jam

gelap dan 12 jam terang menggunakan pencahayaan

artifisial dengan intensitas iluminasi 40 lux,

ventilasi udara searah, dilengkapi dengan AC

dan exhaust fan. Prosedur pemeliharaan telah

diupayakan mengikuti panduan standar hewan

laboratorium oleh National Research Council

(NRC 2011). Pakan berupa pelet rodensia merk

Ratbio (PT Citra Ina Feedmill, Jakarta) dan air

minum dalam kemasan (PT Aqua Golden

Mississippi, Bekasi). Pakan dan air minum

diberikan ad libitum. Sebelum percobaan

dimulai, hewan diaklimasi selama satu minggu

untuk pemulihan pasca transportasi dan

habituasi lingkungan baru. Penelitian ini

dilengkapi dengan sertifikat Ethical Clearance

yang diterbitkan oleh Komisi Kelaikan Etik

Hewan Coba Laboratorium Penelitian dan

Pengujian Terpadu (LPPT) UGM.

Tikus dikelompokkan menjadi tiga: Kelompok

yang dicekok filtrat buah muda (FMU), kelompok

yang dicekok filtrat buah matang (FMA), dan

kelompok yang dicekok air suling sebagai kontrol/

plasebo (K). Volume cekok filtrat buah luwingan

dan air suling adalah 1 mL/ekor/hari. Proses

pencekokan dilakukan selama 28 hari berturut-

turut (Gambar 2).

Prosedur uji toksisitas mengikuti Fitria

dkk. (2020) yang mengacu pada Panduan Uji

Bahan Kimia untuk Studi Toksisitas Oral oleh

OECD No. 407: Repeated dose 28-day oral

toxicity study in rodents di bagian Limit Test

(OECD 2008) dengan beberapa modifikasi

yaitu: dosis/konsentrasi bahan uji, jumlah

hewan coba, dan jenis kelamin hewan.

Data yang diambil mengikuti parameter

pada studi toksisitas oral akut dan subakut buah

luwingan oleh Fitria dkk. (2019b) dan Fitria

dkk. (2020). Data kualitatif berupa pengamatan

kondisi fisik secara umum, perilaku/aktivitas,

nafsu makan, dan struktur feses. Pengamatan

dilakukan setiap hari secara langsung selama

dua jam setelah pencekokan, selanjutnya

menggunakan perangkat CCTV. Data kuantitatif

meliputi berat badan, suhu badan, profil hematologis

(eritrosit, leukosit, trombosit), biokimia klinis

untuk evaluasi fungsi hati: ALT, jantung: AST,

dan ginjal: kreatinin (Fitria dkk. 2019a).

Pengukuran berat badan dan suhu badan dilakukan

seminggu sekali bersamaan waktunya dengan

sanitasi kandang dan ruangan pemeliharaan.

Pengambilan data hematologis dan biokimia klinis

Gambar 2. Proses pencekokan filtrat buah luwingan pada tikus

Page 4: Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus

84

Fitria dkk

dilakukan pada hari ke-0 (sebagai baseline), 7, 14,

21, dan 28.

Sampel darah untuk analisis hematologis

dan biokimia klinis dikoleksi dari sinus orbitalis

setelah hewan dianestesi dengan cocktail

Ketamine-Xylazine (K=50 mg/kgbb, X=5 mg/

kgbb). Hitung darah lengkap menggunakan

hematology analyzer Sysmex®XP-100, evaluasi

fungsi organ menggunakan clinical chemistry

analyzer Microlab®300. Pada hari terakhir

percobaan, hewan dikorbankan dengan cara

anestesi dilanjutkan dengan eksanguinasi. Hati,

jantung, dan ginjal diawetkan dalam fiksatif

neutral buffered formalin (NBF 10 %) untuk

diproses lebih lanjut guna pengamatan histopatologis

jika hasil analisis darah menunjukkan adanya efek

ketoksikan yang signifikan.

Data kualitatif dipaparkan secara deskriptif.

Data kuantitatif dianalisis sebagai descriptive

statistic (mean±SEM) dilanjutkan uji two-way

ANOVA (ɑ=0,05). Hasilnya kemudian

divisualisasikan dalam bentuk grafik garis untuk

melihat kecenderungan (trend) dan dinamika

fisiologis. Ada tidaknya efek toksik diamati

dengan cara membandingkan data pada perlakuan

dan kontrol serta kisaran normal (baseline). Nilai

baseline berasal dari angka terendah hingga

tertinggi dari populasi hewan dalam penelitian ini

yang diukur pada hari ke-0 (Weiss & Wardrop

2010), ditampilkan dalam grafik sebagai blok

berwarna hijau muda.

HASIL

Kondisi fisik, perilaku/aktivitas, nafsu makan,

dan struktur feses

Selama percobaan tidak ada tikus yang

mati atau sakit akibat pencekokan filtrat buah

luwingan. Demikian juga tidak mengganggu

nafsu makan yang dapat diketahui dari berat sisa

pakan harian dan berat badan yang ditimbang

setiap minggu secara reguler (Gambar 3).

Berat badan tikus pada kelompok perlakuan

yang terus meningkat sebagaimana kontrol

membuktikan bahwa filtrat buah luwingan muda

maupun matang tidak mengurangi nafsu makan.

Filtrat buah luwingan juga tidak mengganggu

fungsi pencernaan, diamati dari struktur feses

yang normal, baik bentuk, warna, maupun

konsistensinya (tidak mengalami diarea).

Hasil pengukuran suhu badan selama

percobaan menunjukkan bahwa semua tikus

berada dalam kondisi sehat, dibuktikan dengan

nilai yang tetap dipertahankan di dalam kisaran

normal (Gambar 4). Data ini mengindikasikan

bahwa filtrat buah luwingan tidak mengandung

zat yang menginduksi demam (pirogen) atau

memicu keradangan/inflamasi (antigen).

Profil hematologis

Profil hematologis yang terdiri dari

eritrosit, leukosit, dan trombosit pada tikus

selama percobaan disajikan berturut-turut pada

Gambar 5-7.

Terlihat bahwa filtrat buah luwingan

matang menurunkan hematokrit, jumlah

eritrosit, dan hemoglobin (tidak signifikan dan

masih berada di dalam kisaran normal). Kontrol

mengalami penurunan hematokrit dan jumlah

eritrosit, namun kemudian berangsur kembali ke

dalam kisaran normal. Perhitungan indeks

eritrosit berupa MCV, MCH, dan MCHC pada

Gambar 3. Berat badan tikus Wistar jantan pada studi toksisitas oral subakut filtrat buah luwingan.

Gambar 4. Suhu badan tikus Wistar jantan pada studi toksisitas oral subakut filtrat buah luwingan

Page 5: Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus

85

Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus hispida L.f.) pada Tikus

Gambar 6. Profil leukosit tikus Wistar jantan pada studi toksisitas oral subakut filtrat buah luwingan. A= jumlah leukosit, B= jumlah neutrofil, C= jumlah limfosit, D= persentase neutrofil, E= persentase lim-fosit, F= N/L

Gambar 5. Profil eritrosit tikus Wistar jantan pada studi toksisitas oral subakut filtrat buah luwingan. A= hematokrit, B= jumlah eritrosit, C= kadar hemoglobin, D= MCV, E= MCH, F= MCHC

Page 6: Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus

86

Fitria dkk

semua kelompok menunjukkan bahwa semua

nilai masih berada di dalam kisaran normal.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

tidak ada indikasi anemia yang signifikan.

Parameter hematologis profil leukosit dapat

dilihat pada Gambar 6, dan terlihat bahwa

jumlah leukosit mengalami peningkatan pada

semua kelompok. Pada kelompok yang dicekok

filtrat buah luwingan muda dan kontrol,

peningkatan hingga melebihi kisaran normal

(tidak signifikan). Peningkatan jumlah leukosit

pada kontrol terjadi akibat peningkatan jumlah

neutrofil, sementara peningkatan jumlah leukosit

pada kelompok yang dicekok filtrat buah luwingan

karena peningkatan jumlah limfosit. Perubahan

jumlah neutrofil dan limfosit dapat mengubah

proporsi atau persentase keduanya yang dikenal

dengan istilah rasio neutrofil terhadap limfosit

(N/L). Dalam percobaan ini nilai N/L masih

berada di dalam kisaran normal meskipun

fluktuatif. Dapat disimpulkan bahwa filtrat buah

luwingan muda maupun matang tidak mengandung

zat yang memicu respons imun tubuh.

Parameter hematologis selanjutnya adalah

jumlah trombosit (Gambar 7). Terlihat bahwa

jumlah trombosit pada kelompok yang dicekok

filtrat buah luwingan muda maupun matang

tetap dipertahankan di dalam kisaran normal.

Hal

ini menunjukkan bahwa buah luwingan tidak

menimbulkan efek buruk terhadap fungsi

hemostasis.

Uji fungsi Organ

Hasil analisis biokimia klinis plasma untuk

evaluasi fungsi hati (aktivitas ALT), jantung

(aktivitas AST), dan ginjal (kadar kreatinin)

disajikan pada Gambar 8.

Terlihat bahwa aktivitas enzim alanine

amino-transferase (ALT) dalam percobaan ini

mengalami penurunan namun masih berada di

dalam kisaran normal, kecuali pada kelompok

yang dicekok filtrat buah luwingan matang

Gambar 7. Jumlah trombosit tikus Wistar jantan pada studi toksisitas oral subakut filtrat buah luwingan

Gambar 8. Hasil analisis biokima klinis plasma untuk evaluasi fungsi organ tikus Wistar jantan pada studi toksisitas oral subakut filtrat buah luwingan. . A= fungsi hati berdasarkan aktivitas ALT, B= fungsi jantung berdasarkan fungsi AST, C= AST/ALT untuk prediksi kerusakan hati, D= kadar kreatinin un-tuk fungsi ginjal

Page 7: Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus

87

Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus hispida L.f.) pada Tikus

(tidak signifikan). Aktivitas enzim aspartate

amino-transferase (AST) selain merupakan

indikator kesehatan fungsi hati juga dapat

digunakan untuk mengevaluasi fungsi jantung.

Hasil menunjukkan bahwa nilai AST pada

semua kelompok berada di dalam kisaran

normal. Fluktuasi nilai merupakan perwujudan

dinamika fisiologis normal.

Perhitungan rasio AST terhadap ALT

(AST/ALT) atau De Ritis ratio dapat digunakan

untuk diagnosis penyebab kerusakan hati atau

hepatotoksisitas. Hasil menunjukkan bahwa

nilai AST/ALT pada kelompok yang dicekok

filtrat buah luwingan matang terus meningkat

hingga melebihi kisaran normal. Namun demikian

peningkatan ini tidak signifikan dan kontrol juga

mengalami peningkatan yang serupa.

Hasil pengukuran kadar kreatinin menunjukkan

bahwa semua kelompok mengalami fluktuasi

namun nilainya masih berada di dalam kisaran

normal. Dapat disimpulkan bahwa filtrat buah

luwingan tidak mengganggu fungsi ginjal

sebagai organ filtrasi.

PEMBAHASAN

Sebagaimana hasil studi toksisitas

sebelumnya oleh Fitria dkk. (2019b) dan Fitria

dkk. (2020), pencekokan filtrat buah luwingan

tidak menyebabkan kematian atau menimbulkan

kondisi subletal (sakit). Tikus yang sakit dapat

diamati dari kondisi fisik dan perilaku/aktivitasnya,

yaitu: rambut tubuh berdiri (piloereksi), wajah

muram, terdapat kotoran kemerahan di sekitar

mata dan hidung akibat sekresi porfirin, jari-jari

tungkai depan dan belakang serta ekor tampak

kotor karena individu tidak aktif melakukan

grooming, hewan tampak lesu, tidak banyak

bergerak, dan pasif saat didekati, serta nafsu

makan berkurang (RatCentral 2017).

Selain berat badan, suhu badan juga

merupakan parameter fisiologis dasar yang penting

karena dapat menunjukkan status kesehatan

hewan. Suhu badan hewan yang sakit akan lebih

rendah atau lebih tinggi daripada hewan sehat.

Suhu badan tikus yang dipertahankan dalam

kisaran normal menunjukkan bahwa filtrat buah

luwingan muda maupun matang tidak merusak

sistem termoregulasi yang dapat mengakibatkan

hipotermia atau hipertermia. Menurut Hankeson

et al. (2018), gangguan termoregulasi pada

tikus laboratorium terjadi akibat stres atau sakit

(demam). Masuknya zat-zat asing yang berbahaya

bagi tubuh (antigen) akan direspons dengan kenaikan

suhu badan melalui mekanisme inflamasi.

Sebaliknya, penurunan suhu badan akibat stres

terjadi karena pada kondisi stres hewan menolak

makan yang berdampak pada penurunan kadar

glukosa darah. Hal tersebut, ditambah aktivitas

hormon-hormon stres yaitu adrenalin dan kortisol,

memicu glukoneogenesis dan termogenesis yang

diimbangi dengan penurunan suhu badan

(Nirupama et al. 2018).

Profil hematologis atau hitung darah lengkap

dapat menggambarkan kondisi kesehatan hewan

(Fitria & Mulyati 2014). Masuknya zat-zat asing

ke dalam tubuh dapat mengubah nilai profil

hematologis, bahkan bersifat toksik terhadap sel-

sel darah (hematotoksik). Potensi hematotoksisitas

harus dikaji terkait administrasi obat-obatan dan

zat-zat kimia. Efeknya dimulai dari gangguan

transportasi oksigen (fungsi eritrosit), imunitas

(fungsi leukosit), clotting (fungsi trombosit),

bahkan dapat memicu pertumbuhan berbagai

macam kanker (Budinsky 2000). Alih-alih

bersifat hemotoksik dan karsinogenik, buah

luwingan merupakan agen kemopreventif dan

antikanker yang potensial karena mengandung

senyawa isoflavon, coumarins, caffeoylquinic acids,

fenolik, dan glukosida steroid (Zhang et al. 2018).

Menurut Hossain et al. (2016), buah luwingan

juga mengandung sejumlah senyawa antioksidan

yang penting untuk melindungi sel-sel tubuh dari

stres oksidatif. Kerusakan sel akibat stres oksidatif

memicu berbagai penyakit kronik, antara lain:

kardiovaskular, paru obstruktif, gagal ginjal,

neurodegeneratif, dan kanker (Liguori et al. 2018).

Profil eritrosit pada percobaan ini

menunjukkan hasil yang sama dengan studi

toksisitas menggunakan tikus betina oleh Fitria

dkk. (2020), akan tetapi penurunan tidak

signifikan sebagaimana pada tikus betina.

Perbedaan profil eritrosit pada tikus jantan dan

betina bersifat umum, tidak hanya pada studi

toksisitas ini saja. Individu jantan memiliki

lebih banyak testosteron, di mana hormon ini

mampu meningkatkan sintesis eritropoietin

untuk produksi eritrosit (Barcello et al. 1999).

Oleh karena itu, secara alami individu jantan

cenderung memiliki jumlah eritrosit yang lebih

Page 8: Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus

88

Fitria dkk

banyak dan kadar hemoglobin yang lebih tinggi

sehingga dapat mengantisipasi kondisi anemia

secara lebih baik daripada individu betina.

Profil leukosit pada percobaan ini menunjukkan

hasil yang berkebalikan dengan pada tikus betina

(Fitria dkk. 2020). Peningkatan jumlah leukosit yang

disebabkan oleh peningkatan jumlah neutrofil

atau limfosit mengindikasikan adanya respons

imun jika bersifat signifikan atau berada di luar

kisaran normal (lebih tinggi atau lebih rendah),

serta mengubah nilai N/L (Weiss & Wardrop

2010). Dalam percobaan ini nilai N/L pada

semua kelompok masih berada di dalam kisaran

normal meskipun nilainya fluktuatif. Dapat

disimpulkan bahwa filtrat buah luwingan tidak

dianggap sebagai zat asing (antigen) yang

membahayakan tubuh sehingga harus dilawan.

Namun demikian konsumsi buah luwingan

matang perlu diwaspadai karena menunjukkan

nilai yang berada di ambang batas.

Jumlah trombosit tikus yang dicekok filtrat

buah luwingan muda maupun matang tetap

dipertahankan di dalam kisaran normal. Hal ini

berarti filtrat buah luwingan tidak mengganggu

produksi maupun fungsi trombosit. Dengan kata

lain, tidak ada efek samping terhadap mekanisme

hemostasis normal seperti adanya perdarahan,

hemoragi, lamanya waktu koagulasi darah, dan

gangguan proses penutupan luka (clotting). Hasil

ini serupa dengan studi toksisitas pada tikus

betina oleh Fitria dkk. (2020).

Menurut Bhutta et al. (2013), ALT merupakan

enzim intrasel hepatosit, sehingga keberadaannya

di dalam plasma mengindikasikan sejumlah

hepatosit yang lisis dan mengakibatkan enzim

ini bocor ke dalam sirkulasi darah. Oleh karena

itu, peningkatan aktivitas ALT berkorelasi positif

dengan gangguan fungsi hati akibat kerusakan

hepatosit. Sebaliknya, penurunan aktivitas ALT dapat

berarti terjadi perbaikan fungsi hati (Fitria dkk.

2019a).

Seperti halnya ALT, nilai AST berkorelasi

positif dengan gangguan fungsi hati dan

jantung. Perhitungan rasio AST terhadap ALT

atau AST/ALT (De Ritis ratio) dapat digunakan

untuk diagnosis penyebab kerusakan hati atau

hepatotoksisitas. Formula ini diperkenalkan oleh

Fernando De Ritis, seorang dokter dari Italia yang

mempelajari aktivitas enzim transaminase pada

tahun 1956. Nilai AST/SLT yang rendah

menunjukkan kerusakan ekstrahepatik, sedangkan

nilai AST/ALT yang tinggi menunjukkan

kerusakan intrahepatik (Botros & Sikaris, 2013).

Tinggi rendahnya nilai rasio AST/ALT bersifat

relatif, oleh karena itu, untuk memudahkan

pembacaan maka dibandingkan dengan kontrol yang

diasumsikan sebagai individu sehat, serta kisaran

nilai normalnya (baseline). Hasil menunjukkan

bahwa kelompok yang dicekok filtrat buah luwingan

matang memiliki nilai AST/ALT yang terus

meningkat hingga melebihi kisaran normal, demikian

juga pada kontrol. Meskipun tidak signifikan,

namun hal ini perlu diwaspadai. Oleh karena itu

kami melanjutkan studi toksisitas pada tahap

subkronik (90 hari) untuk mengetahui apakah

peningkatan ini terus berlanjut atau kembali ke

dalam kisaran normal.

Kreatinin sebagai hasil metabolisme otot

merupakan limbah yang harus diekskresikan.

Oleh karena itu, tingginya kadar kreatinin dalam

sirkulasi darah berkorelasi positif dengan

kerusakan filtrasi ginjal pada glomerulus (Fitria

dkk. 2019a). Hasil percobaan menunjukkan

bahwa kadar kreatinin pada semua kelompok

memiliki nilai yang berfluktuasi namun tetap

berada di dalam kisaran normal. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada kerusakan fungsi

ginjal akibat konsumsi filtrat buah luwingan.

Hasil ini berbeda dari studi toksisitas pada tikus

betina oleh Fitria dkk. (2020). Dengan adanya

perbedaan hasil ini, maka memperkuat alasan

untuk dilakukan studi toksisitas lanjutan

(periode subkronik) guna mempelajari potensi

buah luwingan terhadap kerusakan fungsi ginjal

(nefrotoksisitas) dengan menggunakan tambahan

indikator lain yaitu blood urea nitrogen (BUN).

Menurut Bhutta et al. (2013), urea adalah

variabel utama untuk uji fungsi ginjal selain

kreatinin. Limbah hasil metabolisme protein ini

secara konsisten diekskresikan melalui ginjal

sebagai urin. Oleh karena itu, tingginya kadar

urea di dalam plasma dapat digunakan untuk

indikator gangguan fungsi ginjal.

SIMPULAN DAN SARAN

Pemberian per oral filtrat buah luwingan

muda atau matang pada tikus Wistar jantan

tidak mengganggu nafsu makan dan sistem

pencernaan ditunjukkan dengan pertumbuhan

Page 9: Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus

89

Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus hispida L.f.) pada Tikus

normal berat badan dan struktur feses. Hasil uji

hematologis serta uji biokimia klinis untuk

evaluasi fungsi hati, jantung, dan ginjal

menunjukkan bahwa tidak ditemukan tanda-

tanda ketoksikan yang signifikan karena

meskipun nilainya fluktuatif selama percobaan

namun masih cenderung dipertahankan di dalam

kisaran normal. Dengan demikian dapat dinyatakan

bahwa filtrat buah luwingan muda maupun

matang aman dikonsumsi setiap hari hingga

periode subakut karena tidak ada efek samping

yang teramati secara signifikan (no observed

adverse effect level, NOAEL) pada konsentrasi

100 %.

Berdasarkan hasil penelitian ini dan juga

dibandingkan dengan hasil penelitian sebalumnya

oleh Fitria dkk. (2020), maka perlu dilakukan

uji toksisitas oral tahap selanjutnya (periode

subkronik) guna mempelajari efek mengkonsumsi

filtrat buah luwingan dalam jangka waktu yang

lebih panjang.

KONTRIBUSI PENULIS

FL: Kontributor utama, merancang penelitian,

mengumpulkan, menganalisis data, dan menulis

manuskrip. LNN dan LH: membantu memperoleh

data penelitian, proses analisis dan penulisan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada

para mahasiswi anggota “Tim Ficus I”: Rosita

Dwi Putri Suranto, Indira Diah Utami, Septy

Azizah Puspitasari, dan Paradhita Zulfa Nadia,

serta “Tim Ficus II”: Angevia Merici Purnama

Sica, Theresia Destri Ria Christianty, dan Elsa

Rian Stevani S. atas kerja sama selama ini.

Ucapan terima kasih juga penulis haturkan

kepada Dr. Yekti Asih Purwestri dan “Tim

Ficus Biokimia”: Pundhi Nastiti, Reinatawas

Febri Santika, dan Zulfa Layina, yang tengah

melakukan analisis fitokimia beberapa metabolit

sekunder buah luwingan untuk mendukung

“Proyek Ficus” ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. & N. Chaudhary. 2011. Ficus hispida

Linn: A review of its pharmacognostic

and ethnomedical properties. Pharmacog-

nosy Review. 5(9): 96-102. DOI: 10.4103/

0973-7847.79104.

Barcello, AC., MI. Olivera, C. Bozzini, RM.

Alippi & CE. Bozzini. 1999. Androgens

and erythropoiesis. Induction of

erythropoietin-hypersecretory state and

effect of finasteride on erythropoietin

secretion. Comparative Haematology

International. 9:1-6 DOI: 10.1007/

BF02585514.

Berg, CC., EJH. Corner & HP. Noteboom.

2005. Moraceae (Ficus). Flora

Malesiana. Series 1-Seed Plants.

Volume 17. Part 2. Nationaal Herbarium

Nederland. Leiden, Netherlands.

Bhutta, RA., NA. Syed, A. Ahmad & S. Khan.

2013. Lab Tests for SGPT (ALT, Alanine

amino-transferase, Serum Glutamic-Pyruvic

Transaminase), SGOT (Aspartate amino

-transferase, AST, Glutamic oxaloacetic

Transaminase), Blood Urea Nitrogen (BUN,

Urea Nitrogen), and Creatinine (Serum

Creatinine). http://www.labpedia.net.

Botros, M. & KA. Sikaris. 2013. The De Ritis

ratio: The test of time. The Clinical

Biochemist Reviews.34(3): 117-130.

Budinsky, RA. 2000. Hematotoxcicity: Chemically

induced toxicity of the blood. Dalam:

Williams, PL., RC. James & SM. Roberts.

(eds). 2000. Principles of toxicology:

environmental and industrial aplications.

2nd edition. John Wiley & Sons, Inc.

New York, USA

Clayton, JA. 2016. Studying both sexes: A

guiding principle for biomedicine. The

FASEB Journal. 30(2): 519-524 DOI:

10.1096/fj.15-279554

Fitria, L. & Mulyati. 2014. Profil hematologi

tikus (Rattus norvegicus Berkenhout,

1769) galur Wistar jantan dan betina

umur 4, 6, dan 8 minggu. Biogenesis. 2(2):

94-100. DOI: 10. 24252/bio.v2i2.473.

Fitria, L., F. Lukitowati & D. Kristiawati. 2019a.

Nilai rujukan untuk evaluasi fungsi hati dan

ginjal pada tikus (Rattus norvegicus

Page 10: Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus

90

Fitria dkk

Berkenhout, 1769) galur Wistar. Jurnal

Pendidikan Matematika dan IPA. 10(2):

243-258.

Fitria, L., RDP. Suranto & ID. Utami. 2019b.

Uji toksisitas oral akut single dose filtrat

buah luwingan (Ficus hispida L.f.) pada tikus

(Rattus norvegicus Berkenhout, 1769) Galur

Wistar. Jurnal Mangifera Edu. 4(1):1-18.

DOI: 10.31943/mangiferaedu. v4i1.39.

Fitria, L., RDP. Suranto, ID. Utami & SA.

Puspitasari. 2020. Uji toksisitas oral

repeated dose filtrat buah luwingan (Ficus

hispida L.f.) menggunakan tikus (Rattus

norvegicus Berkenhout, 1769) Galur

Wistar. Berita Biologi. 19(3): 289-300.

DOI: 10.14203/beritabiologi. v19i3.3936.

Hankenson, FC., JO. Marx, CJ. Gordon & JM.

David. 2018. Effects of rodent

thermoregulation on animal models in

the research environment. Comparative

Medicine 68(6): 425-438. DOI: 10.30802/

AALAS-CM-18-000049.

Hossain, M., S. Parvin, S. Dutta, M. Mahbub &

M. Islam. 2016. Studies on in vitro

antioxidant activity of methanolic extract

and fractions of Ficus hispida Lin. fruits.

Journal of Scientific Research 8(3): 371-

380. DOI: 10.3329/jsr. v8i3.26711.

Kehati. 2009. Jenis-jenis tanaman lokal dan

endemik di wilayah Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta. Pembangunan

Taman Keanekaragaman Hayati Provinsi

DIY Tahun Anggaran 2009. Lampiran 1

Lansky, EP. & HM. Paavilainen. 2011. Figs:

The genus Ficus: Traditional herbal

medicines for modern times. CRC Press.

Taylor and Francis Group, LLC. Florida,

USA.

Lee, SH., ABC. Ng, KH. Ong, T. O'Dempsey &

HTW. Tan. 2013. The status and distribution

of Ficus hispida L.f. (Moraceae) in

Singapore. Nature in Singapore. 6: 85-90.

Liguori, I., G. Russo, F. Curcio, G. Bulli, L.

Aran, D. Della-Morte, G. Gargiulo, G.

Testa, F. Cacciatore, D. Bonaduce & P.

Abete. 2018. Oxidative stress, aging, and

diseases. Clinical Interventions in Aging.

13: 757-772. DOI: 10.2147/CIA.S158513.

Miller, LR., C. Marks, JB. Becker, PD. Hurn,

WJ. Chen, T. Woodruff, MM. McCarthy,

F. Sohrabji, L. Schiebinger, CL.

Wetherington, S. Makris, AP. Arnold, G.

Einstein, VM. Miller, K. Sandberg, S.

Maier, TL. Cornelison & JA. Clayton.

2017. Considering sex as a biological

variable in preclinical research. The

FASEB Journal. 31(1): 29-34 DOI:

10.1096/fj. 201600781R.

Nirupama, R., B. Rajaraman & HN. Yajurvedi.

2018. Stress and glucose metabolism: A

review. Imaging Journal of Clinical and

Medical Sciences 5(1): 8-12. DOI:

10.17352/ 2455-8702. 000037.

NRC. 2011. Guide for the care and use of

laboratory animals. 8th edition. National

Research Council. The National Academies

Press. Washington, D.C., USA. DOI: 10.

17226/12910.

OECD. 2008. Test No. 407: Repeated Dose 28-

day Oral Toxicity Study in Rodents.

OECD Guidelines for the Testing of

Chemicals. Section 4. The Organisation for

Economic Co-operation and Development.

OECD Publishing. Paris. DOI: 10.1787/

9789264070684-en.

RatCentral. 2017. 10 Signs Of Illness In Rats

You Should Know. http://ratcentral.com/

signs-illness-rats/.

Rachmawati, N., G. Maulidiyah, & Aminah

2021. Uji daya hambat dan toksisitas

ekstrak daun jamblang [Syzygium

cumini (L.) Skeels] terhadap pertumbuhan

bakteri Staphylococcus epidermidis. Jurnal

Biologi Indonesia. 17(1): 39-46.

Shahreen, S., J. Banik, A. Hafiz, S. Rahman,

AT. Zaman, MA. Shoyeb, MH.

Chowdhury & M. Rahmatullah. 2012.

Antihyperglycemic activities of leaves of

three edible fruit plants (Averrhoa

carambola, Ficus hispida, and Syzygium

samarangense) of Bangladesh. African

Journal Traditional Complement Alternative

Medica. 9(2): 287-291.

Simanjuntak, P., R. Samsoedin, T. Parwati, &

Widayanti 2001. Uji Toksisitas Ekstrak

tumbuhan suku Annonaceae: Alphonsea

teiysmannii, Annona glabra, Polyalthia

lateriflora terhadap larva Spodoptera litura.

Jurnal Biologi Indonesia 2(1): 1-12.

Page 11: Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus

91

Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus hispida L.f.) pada Tikus

Slik, JWF. 2009. Plants of Southeast Asia.

http://www.asianplant.net/Moraceae/

Ficus_hispida.htm.

Weiss, DJ. & KJ. Wardrop, 2010. Schalm's

Veterinary Hematology. 6th edition.

Blackwell Publishing Ltd. Ames, Iowa.

USA.

Zhang, J., WF. Zhu, J. Xu, W. Kitdamrongtham,

A. Manosroi, J. Manosroi, H. Tokuda,

M. Abe, T. Akihisa & F. Feng. 2018.

Potential cancer chemopreventive and

anticancer constituents from the fruits of

Ficus hispida L.f. (Moraceae). Journal

of Ethnopharmacology 214: 37-46. DOI:

10. 1016/j.jep.2017.11.016.

Page 12: Toksisitas Oral Subakut Filtrat Buah Luwingan (Ficus