rendy maulana b 1 ) prof dr. ketut buda artana, st., m.sc

13
1 RISK BASED DESIGN RECEIVING TERMINAL LNG DI TELUK BENOA BALI Rendy Maulana B 1 ) Prof Dr. Ketut Buda Artana, ST., M.Sc. 2 ) AAB Dinariyana D.P, ST., M.ES., PhD. 2 ) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK – ITS 2 ) Dosen Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK – ITS ABSTRAK Tugas akhir ini menyajikan tentang analisa resiko bahaya pada desain terminal penerima LNG dengan tempat di teluk benoa Bali. Metode yang dilakukan untuk menganalisa resiko pada desain Terminal LNG menggunakan, dimana Risk Based Design adalah desain yang menggunakan metodologi yang mengintegrasikan analisa resiko secara matematis dalam proses pencegahan/pengurangan resiko (kehidupan, harta benda, lingkungan) yang digunakan sebagai tujuan desain .Penelitian yang dilakukan yaitu menganalisa bahaya pada setiap tiga desain terminal dengan simulasi perangkat lunak Shell Fred 4.0, jenis kriteria bahaya yang di analisa yaitu Bleve, Gas jet flame, Gas dispersion. Pembuatan desain terminal LNG mengacu pada standart NFPA 59A yaitu tentang Standard for the Production, Storage, and Handling of Liquefied Natural Gas (LNG). Dilakukan penentuan kriteria resiko untuk melakukan tahap perbaikan desain terminal dengan cara perbandingan berpasangan antar kriteria resiko dengan metode Analitycal Hierarchi Process (AHP). Tahapan pertama yang dilakukan pada AHP yaitu mendapatkan data dari kuisioner kriteria resiko, lalu data ini akan diolah data untuk mendapatkan skala prioritas kriteria resiko yang utama melakukan pembuatan desain ulang. Tahap akhir penelitian ini yaitu melakukan Re-desain terminal untuk membuat desain terminal baru yang memilki resiko bahaya seminimal mungkin. Kata kunci : Risk Based design, Terminal LNG, NFPA 59A, Shell Fred 4.0, Analitycal Hierarchi Process (AHP), Re-desain Terminal. ABSTRAK This final project report on analysis of safety hazards on the design of LNG receiving terminals in the bay where Benoa Bali. The method used to analyze the risks in LNG terminal design use, which Risk-Based Design is a design methodology that integrates a mathematical analysis of risk in the process of prevention / reduction of risk (life, property, environment) that is used as a design goal. Research conducted which analyzes the dangers of every three terminal design with simulation software 4.0 Fred Shell, type of hazard criteria in the analysis that Bleve, Gas jet flame, gas dispersion. LNG terminal design standards refer to NFPA 59A is about the Standard for the Production, Storage, and Handling of Liquefied Natural Gas (LNG). Determination of risk criteria for the terminal phase of design improvements by paired comparison between the methods of risk criteria Analitycal Hierarchy Process (AHP). The first stage is carried out in AHP is to get data from the questionnaire risk criteria, then this data will be processed the data to get the scale of risk criteria that the main priority to making the redesign. The final stage of this research is to do the re-design of the terminal to create a new terminal design that has a minimal risk of danger. Keyword : Risk Based esign, Terminal LNG, NFPA 59A, Shell Fred 4.0, Analitycal Hierarchi Process (AHP), Re-design Terminal. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan sebuah terminal penerimaan untuk ditempatkan di indonesia sangat dibutuhkan,disebabkan karena kebutuhan domestik gas untuk dalam negeri harus terpenuhi sebagai energi pembangkit tenaga listrik. Dimana terminal penerimaan adalah bagian yang penting dalam suatu rantai nilai LNG. Lokasi terminal penerimaan harus memenuhi berbagai kriteria termasuk di dalamnya dari segi keselamatan, keamanan, adanya akses terhadap laut, kedekatan dengan jaringan distribusi gas, serta luas area yang memadai untuk menjamin jarak yang aman dari aktivitas manusia di sekitarnya. Terminal penerimaan juga harus memenuhi persyaratan lingkungan. Dengan berbagai kriteria di atas, dibutuhkan area lahan yang cukup luas untuk membangun terminal penerimaan LNG. Di seluruh dunia gas alam cair (LNG) dari sisi perdagangan meningkat secara cepat (lebih dari 15% per tahun) sejak industri ini dimulai. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut dimana gas alam akan menjadi bahan bakar pilihan untuk penyedia listrik dan juga sebagai peningkatan kebutuhan energy untuk negara-negara berkembang. Terminal penerimaan merupakan salah satu komponen rantai LNG antara ladang gas dan industri komsumen. Ini

Upload: others

Post on 18-Oct-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Rendy Maulana B 1 ) Prof Dr. Ketut Buda Artana, ST., M.Sc

1

RISK BASED DESIGN RECEIVING TERMINAL LNG DI TELUK BENOA BALI

Rendy Maulana B 1 ) Prof Dr. Ketut Buda Artana, ST., M.Sc. 2 ) AAB Dinariyana D.P, ST., M.ES., PhD. 2 ) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK – ITS

2 ) Dosen Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK – ITS

ABSTRAK Tugas akhir ini menyajikan tentang analisa resiko bahaya pada desain terminal penerima LNG dengan

tempat di teluk benoa Bali. Metode yang dilakukan untuk menganalisa resiko pada desain Terminal LNG menggunakan, dimana Risk Based Design adalah desain yang menggunakan metodologi yang mengintegrasikan analisa resiko secara matematis dalam proses pencegahan/pengurangan resiko (kehidupan, harta benda, lingkungan) yang digunakan sebagai tujuan desain

.Penelitian yang dilakukan yaitu menganalisa bahaya pada setiap tiga desain terminal dengan simulasi perangkat lunak Shell Fred 4.0, jenis kriteria bahaya yang di analisa yaitu Bleve, Gas jet flame, Gas dispersion. Pembuatan desain terminal LNG mengacu pada standart NFPA 59A yaitu tentang Standard for the Production, Storage, and Handling of Liquefied Natural Gas (LNG). Dilakukan penentuan kriteria resiko untuk melakukan tahap perbaikan desain terminal dengan cara perbandingan berpasangan antar kriteria resiko dengan metode Analitycal Hierarchi Process (AHP). Tahapan pertama yang dilakukan pada AHP yaitu mendapatkan data dari kuisioner kriteria resiko, lalu data ini akan diolah data untuk mendapatkan skala prioritas kriteria resiko yang utama melakukan pembuatan desain ulang. Tahap akhir penelitian ini yaitu melakukan Re-desain terminal untuk membuat desain terminal baru yang memilki resiko bahaya seminimal mungkin.

Kata kunci : Risk Based design, Terminal LNG, NFPA 59A, Shell Fred 4.0, Analitycal Hierarchi Process (AHP), Re-desain Terminal. ABSTRAK

This final project report on analysis of safety hazards on the design of LNG receiving terminals in the bay where Benoa Bali. The method used to analyze the risks in LNG terminal design use, which Risk-Based Design is a design methodology that integrates a mathematical analysis of risk in the process of prevention / reduction of risk (life, property, environment) that is used as a design goal. Research conducted which analyzes the dangers of every three terminal design with simulation software 4.0 Fred Shell, type of hazard criteria in the analysis that Bleve, Gas jet flame, gas dispersion. LNG terminal design standards refer to NFPA 59A is about the Standard for the Production, Storage, and Handling of Liquefied Natural Gas (LNG). Determination of risk criteria for the terminal phase of design improvements by paired comparison between the methods of risk criteria Analitycal Hierarchy Process (AHP). The first stage is carried out in AHP is to get data from the questionnaire risk criteria, then this data will be processed the data to get the scale of risk criteria that the main priority to making the redesign. The final stage of this research is to do the re-design of the terminal to create a new terminal design that has a minimal risk of danger. Keyword : Risk Based esign, Terminal LNG, NFPA 59A, Shell Fred 4.0, Analitycal Hierarchi Process (AHP), Re-design Terminal.

1. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan sebuah terminal penerimaan

untuk ditempatkan di indonesia sangat dibutuhkan,disebabkan karena kebutuhan domestik gas untuk dalam negeri harus terpenuhi sebagai energi pembangkit tenaga listrik. Dimana terminal penerimaan adalah bagian yang penting dalam suatu rantai nilai LNG. Lokasi terminal penerimaan harus memenuhi berbagai kriteria termasuk di dalamnya dari segi keselamatan, keamanan, adanya akses terhadap laut, kedekatan dengan jaringan distribusi gas, serta luas area yang memadai untuk menjamin jarak yang aman dari aktivitas manusia di

sekitarnya. Terminal penerimaan juga harus memenuhi persyaratan lingkungan. Dengan berbagai kriteria di atas, dibutuhkan area lahan yang cukup luas untuk membangun terminal penerimaan LNG.

Di seluruh dunia gas alam cair (LNG) dari sisi perdagangan meningkat secara cepat (lebih dari 15% per tahun) sejak industri ini dimulai. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut dimana gas alam akan menjadi bahan bakar pilihan untuk penyedia listrik dan juga sebagai peningkatan kebutuhan energy untuk negara-negara berkembang. Terminal penerimaan merupakan salah satu komponen rantai LNG antara ladang gas dan industri komsumen. Ini

Page 2: Rendy Maulana B 1 ) Prof Dr. Ketut Buda Artana, ST., M.Sc

2

juga meninjau proses terminal penerimaan LNG dan peralatan umum yang digunakan pada saat ini disejumlah fasilitas rancangan terminal, serta menjelaskan beberapa fitur yang lebih baik untuk menjadi pertimbangan.

Ini disebabkan juga makin sangat dibutuhkan gas bumi sebagai alternatif bahan bakar untuk sektor domestik sebagai pengganti dari pemakain minyak bumi pada saat sekarang ini, maka direncanakan suatu pembuatan terminal penerimaan LNG di dalam negeri untuk mengolah gas bumi yang terdapat di bumi Indonesia ini. Ini juga ditunjang oleh peraturan pemerintah RI no:36 tahun 2004 tentang kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi yang menyatakan bahwa sektor dalam negeri harus memiliki cadangan strategis bahan bakar minimal untuk memenuhi cadangan bahan bakar untuk pengolahan dalam negeri.

1.2 Perumusan Masalah dan Batasan Masalah 1.2.1 Perumusan Masalah 1. Bagaimana memilih desain terminal LNG yang

terbaik berdasarkan kriteria risiko bahaya yang terjadi pada terminal?

2. Bagaimana melakukan re-desain pada terminal berdasarkan pembobotan resiko bahaya?

1.2.2 Batasan Masalah Untuk menegaskan dan lebih memfokuskan permasalahan yang akan dianalisa dalam penelitian Skripsi ini, maka akan dibatasi permasalahan-permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut : 1. Perbandingan 3 desain terminal LNG yang

memiliki integrasi resiko terkecil untuk aplikasi Teluk benoa Bali.

2. Analisa resiko bahaya (Shell Fred) yang dilakukan hanya pada kondisi : Bleve, Gas dispersion, Gas jet flame

1.2.3 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari skripsi ini antara lain 1. Untuk memilih 1 desain terminal yang memiliki

resiko terkecil dari perbandingan 3 tipe desain terminal.

2. Mendapatkan sebuah hasil re-desain terminal dari analisa pembobotan resiko bahaya.

1.2.4 Manfaat Penulisan Dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Adapun manfaat yang dapat diperoleh antara lain : 1. Mendapatkan desain terminal yang terbaik

berdasarkan kriteria resiko bahaya untuk penempatan di Teluk Benoa Bali.

2. Memberikan rekomendasi dari pembobotan resikountuk sebuah desain terminal LNG yang aman

2. Tinjauan Pustaka 2.1.Umum

Terminal penerimaan LNG merupakan salah satu dari rangkaian Suply Chain LNG. Proses kerja pada terminal penerima LNG yaitu menerima gas alam cair dari kapal khusus LNG carrier, menyimpan cairan dalam tangki penyimpanan khusus, dilakukan proses vaporizer LNG, dan kemudian menyalurkan gas alam ke dalam pipa distribusi. Terminal penerima dirancang untuk memberikan tingkat gas tertentu kedalam distribusi pipa dan untuk menjaga kapasitas cadangan LNG. Jumlah kapasitas cadangan diharapkan tergantung pada penundaan pengiriman, variasi musiman terhadap penawaran dan konsumsi, dan juga persyaratan cadangan strategis (cadangan strategis dibutuhkan ketika terminal dapat dipanggil untuk menggantikan sumber besar lain gas baik dari pipa atau terminal penerimaan lain dalam waktu singkat).

Dalam pemilihan letak terminal penerima LNG, diasumsikan bahwa letak terminal penerima LNG yang paling cocok diterapkan di wilayah Bali adalah pada Teluk Benoa dengan alasan bahwa lokasi tersebut sangat dekat dengan PLTG Pesanggaran. Dimana kelistrikan merupakan infrastruktur penting bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di bali. Terciptanya industri ketenagalistrikan yang mendiri, transparan, kompetitif, efisien, aman serta andal, dan ramah lingkungan untuk mendukung pertumbuhan perekonomian dan meningkatnya kesejahteraan rakyat bali. Untuk memenuhi kebutuhan pasokan gas yang akan digunakan pada PLTG dengan daya keseluruhan sebesar 160 Mw, maka di rancang suatu terminal penerima LNG dengan tangki penampung sebesar 32 MMSCFD atau sebesar kebutuhan yang dibutuhkan PLTG Pesanggaran tersebut.

Terminal penerima LNG diharapkan mampu beroperasi untuk jangka waktu 365 hari per tahun dan dapat membagi kinerja akan ketersediaan alat di terminal.

Page 3: Rendy Maulana B 1 ) Prof Dr. Ketut Buda Artana, ST., M.Sc

3

Dibawah ini merupakan skema proses pengolahan LNG pada terminal penerimaan :

Gambar 2.3 : Skema proses Terminal

penerimaan LNG Dengan menampilkan macam berbagai

macam tipe gambar layout desain terminal yang berbeda maka dengan itu dapat dibandingkan desain manakah yang terbaik dan memiliki tingkat resiko terkecil untuk diterapkan di tempat yang akan digunakan sebagai terminal penerimaan LNG.

Berikut ini merupakan data pembanding dengan menampilkan tiga jenis gambar layout yang direncanakan akan ditempatkan di Indonesia :

1. Kagoshima LNG terminal 2. Okayama LNG terminal 3. Hatsukaichi LNG terminal

3.2 Liquified Natural Gas

Liquefied Natural Gas (LNG) adalah bentuk cair dari gas alam dengan komponen utama yaitu metana. Dalam bentuk cair pada tekanan atmosfer, LNG hanya menempati 1 / 600 dari gas volume pada temperatur di bawah normal dan atmosfer. Oleh karena itu akan lebih ekonomis untuk menyimpan gas dengan transportasi jarak jauh, dimana terdapat jalur pipa (pipeline) gas.

LNG adalah gas yang dihasilkan oleh pendinginan gas alam untuk suhu -162 0 C (-260 0

Ada sejumlah manfaat untuk memanfaatkan gas alam sebagai bahan bakar pembangkit listrik, termasuk:

F) melalui proses pencairan. Sebelum pendinginan dan kondensasi gas alam ke LNG, zat-zat kotor seperti karbon dioksida, air dan belerang akan dihilangkan. Hasil akhir dari proses ini adalah jenis gas yang tidak berbau, tidak berwarna yang terdiri sebagian besar bahan bakar metana (perkiraan kisaran 85% - 99%) dengan jumlah kecil etana, propana, butana dan pentana.

Terbukti Penggunaan di Pembangkitan Listrik: gas alam telah digunakan dalam siklus

gabungan turbin gas (CCGT) di dunia yang telah memungkinkan fasilitas ini memiliki efisiensi termal lebih tinggi daripada pemakaian batubara atau minyak pembangkit listrik dengan kapasitas pembangkit yang sama.

Cadangan memadai Tersedia: Dunia cadangan gas besar dan teknologi LNG membuat mereka tersedia bagi konsumen di lokasi yang jauh dari sumber-sumber yang ada. Hal ini, bersama dengan batubara dan kemampuan nuklir, terus menyediakan pasokan bahan bakar yang beragam

Manfaat Lingkungan: gas alam merupakan salah satu paling bersih dan bentuk yang paling efisien energi yang tersedia, hampir tidak menghasilkan partikulat dan kurang nitrogen oksida (NO x) dan karbon dioksida (CO 2) dari bahan bakar fosil lainnya. Sejak belerang hampir seluruhnya dihilangkan dalam dalam proses pencairan, pembakaran diabaikan regasified memancarkan LNG jumlah sulfur dioksida (SO 2).

Komponen – komponen proses pada Terminal LNG :

1.) LNG Ship Unloading Setelah kapal berlabuh akan dilakukan

pembongkaran dengan lengan bongkar (Unloading Arm), LNG ditransfer ke tangki LNG terminal di darat menggunakan pompa di kapal. Fasilitas bongkar muat sering dirancang untuk mengakomodasi berbagai ukuran kapal tanker. Dari kapal LNG akan mengalir melalui Unloading arm ke tangki penyimpanan. Sistem pemuatan saluran dapat menggunakan dua paralel pipa atau satu pipa yang lebih besar. Selama bongkar muat kapal sebagian uap yang dihasilkan dalam tangki penyimpanan dikembalikan ke tank kargo kapal uap melalui satu jalur pengembalian dengan lengan pembongkar, ini berfungsi untuk mempertahankan tekanan positif di kapal.

2.) LNG Storage / tangki penyimpanan

Merupakan tempat penampungan dan penyimpanan LNG saat dilakukannya unloading dari kapal-kapal tanker LNG yang terdapat pada terminal LNG. Kapasitas tangki penyimpanan LNG biasanya berkisar antara 40.000 m3 hingga 80.000 m3

Terdapat beberapa jenis tangki penyimpanan LNG pada terminal LNG yaitu :

.Dalam pendesainan tangki LNG diupayakan untuk meminimalkan jumlah dari tangki LNG dan lebih memaksimalkan kapasitas dari tangki LNG tersebut, hal tersebut dilakukan supaya mempermudah dari proses suplai LNG dari kapal LNG ke tangki penyimpanan tersebut.

Page 4: Rendy Maulana B 1 ) Prof Dr. Ketut Buda Artana, ST., M.Sc

4

- Single containment - Double containment - Full containment

3.) Boil-off gas handling system BOG Compressor merupakan alat yang

berfungsi sebagai alat untuk memanaskan LNG menjadi gas kembali. Dalam tangki penyimpanan LNG, suhu rendah ultra -162 ℃ mendidih gas (Bog) secara terus-menerus dihasilkan dari tingkat LNG cair karena panas eksternal menerapkan dan fluktuasi yang tinggi. Dengan demikian, tangki penyimpanan tekanan internal meningkat terus-menerus mendidih gas yang dihasilkan. Untuk menjaga tekanan tangki nilai yang telah ditentukan, mendidih gas harus dipompa keluar dari tangki penyimpanan. Pemanasan LNG dari Gas (Bog) kompresor dioperasikan untuk mencapai fungsi tujuan ini, tekanan suctions langsung pada suhu rendah dan pressurizes membutuhkan kondisi mendekati atmosfer. Tahap mendidih sistem bertekanan dari pelepasan gas kompresor untuk kembali berkondensasi untuk dikembalikan ke tangki penyimpanan, dan juga untuk boiler atau turbin gas sebagai bahan bakar untuk menghasilkan tenaga listrik, untuk pipa untuk mengirim gas alam dan beberapa penggunaan lainnya.

4.) LNG pump Terdapat beberapa pompa LNG yang dipakai

di terminal penerima, pompa pengiriman LNG dengan head yang rendah biasanya terpasang pada masing-masing tangki penyimpanan LNG. Pompa-pompa ini beroperasi terendam dalam LNG dan terletak dalam kolom pompa, yang memudahkan baik memasang dan melepasnya. Kolom-kolom pompa juga berfungsi sebagai pipa pengeluaran dari pompa, dan terhubung dengan bagian atas perpipaan. Pompa-pompa LNG ini akan mengalirkan LNG dan mensirkulasikan LNG pada pipa bongkar muat kapal untuk menjaga pipa tersebut tetap dingin di antara waktu bongkar muat kapal. Pompa ini umumnya memiliki tekanan keluar sekitar 11 bar. Oleh karena tekanan jenuh adalah sekitar 1 bar, LNG secara efektif dapat disub-dinginkan dengan 10 bar.

5.) Recondenser LNG dari pompa dalam tangki disalurkan

langsung ke recondenser kapal. Uap yang mendidih tersebut dihasilkan selama operasi normal dialihkan ke kapal ini dan dicampur dengan pendingin cadangan LNG yang akan terkondensasi. Ini akan menghindari melebar atau ventilasi untuk sebagian

besar kondisi operasi. Kondisi ruangan recondenser yang penuh sesak akan menciptakan sebuah permukaan area uap air pada kontak.

6.) Vaporizer Fasilitas terminal LNG memiliki beberapa

vaporisers operasi paralel dengan cadangan. Open Rack Vaporisers (ORV) adalah umum di seluruh dunia dan menggunakan air laut untuk panas dan vaporise LNG. Submerged Combustion Vaporizer (SCV) menggunakan pengiriman gas keluar sebagai bahan bakar untuk pembakaran dengan vaporising menyediakan panas. Karena biaya tinggi dari sistem air laut cenderung instalasi ORV untuk pemasangan cukup mempunyai biaya yang tinggi, sementara biaya instalasi SCV memiliki biaya operasi yang lebih tinggi karena biaya bahan bakar. Di banyak fasilitas desain ekonomi dapat dicapai dengan menggunakan ORVs untuk kisaran normal dan SCVs sebagai pengriman cadangan keluar. Situs lainnya juga faktor dampak keputusan apakah akan menggunakan ORVs atau SCVs. Jika air laut suhu di bawah sekitar 5 ° C, ORVs biasanya tidak praktis karena kondisi air laut beku. Pada beberapa situs itu tidak praktis untuk memisahkan kotoran dari air laut inlet air laut, dan SCVs harus diinstal untuk menghindari masalah sirkulasi ulang.

7.) Vent and flare system / sistem ventilasi dan pembakaran

Pada terminal LNG beberapa proses yang terjadi recondenser dan komponen gas lainnya yang dapat menghasilkan gas yang berlebih, maka gas tersebut harus dikeluarkan atau dibuang. Ini disebabkan gas sisa tersebut tidak berdampak ekonomis maka sebaiknya dikeluakan memalui Vent Satck dan lalu dilakukan proses pembakaran di Flare.

3.3 Resiko Bahaya LNG

Berbagai macam jenis bahaya-bahaya yang disebabkan oleh LNG dan dapat mempengaruhi lingkungan:

Jet Fire: Jet Fire merupakan kejadian kebocoran

kompresi gas cair pada suatu komponen alat terminal maupun pada pipa .Tipe bahaya ini seperti jenis api yang nyembur terus menerus karena ada tekanan gas/hidrokarbon yang bocor pada pipa dan bersifat kontinue. Kejadian ini terjadi biasanya selama pada saat mentranfer gas cair ,dimana tekanan akan meningkat dan apabila di salah satu komponen terminal terjadi ekbocoran maka gas tersebut akan merambat keluar dan jika bertemu sumber api maka akan terjadi sebuah letupan api

Page 5: Rendy Maulana B 1 ) Prof Dr. Ketut Buda Artana, ST., M.Sc

5

yang besar terkandung kadar gas yang telah keluar. Dimana jet fire terjadi sebagai akibat kontak langsung dari cairan yang mudah terbakar dari suatu proses bertekanan atau pipa yang bocor akibat terjadinya lubang.

Gambar : Bahaya Jet Fire

Gas Dispersion Gas dispersion merupakan penyebaran

bahaya gas yang terjadi pada LNG karena kebocoran pada tangki penyimpanan dan dapat menyebabkan kontaminasi gas di udara sekitar. Terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran gas pada terminal yaitu antara lain kecepatan angin, suhu udara, arah angin, dan kelembapan. Dampak yang terajadi pada gas dispersion ini yaitu apabila kontaminasi gas tersebut telah melampui batas. Hal tersebut dapat mempengaruhi kerusakan udara disekitar terminal dan lingkungan di sekitar terminal. Kebocoran gas dapat merusak sistem pernafasan manusia, dimana kadar oksigen akan berkurang disebabkan bayankny gas yang telah menyebar dan telah terkontaminasi. Maka dibutuhkan sebuah dampak pencegahan untuk meminimalisir kejadian penyebaran gas ini di terminal LNG

Gambar : Gas Dispersion di terminal LNG BLEVE Ini adalah jenis ledakan yang dapat terjadi

ketika kapal yang berisi cairan bertekanan pecah, ledakan tersebut bisa sangat berbahaya. Sebuah BLEVE hasil dari pecahnya sebuah kapal berisi cairan atmosfer jauh di atas titik didih. Zat tersebut disimpan sebagian dalam bentuk cair, dengan uap gas di atas cairan mengisi wadah sisa.

Jika kapal tersebut pecah - misalnya, karena korosi, atau kegagalan di bawah tekanan - bagian

uap cepat dapat bocor, menurunkan tekanan di dalam wadah. Ini tiba-tiba drop tekanan di dalam wadah penyebab kekerasan mendidih cairan, yang dengan cepat membebaskan sejumlah besar uap. Tekanan uap ini dapat sangat tinggi, menyebabkan gelombang besar overpressure (ledakan) yang benar-benar dapat menghancurkan kapal penyimpanan dan fragmen proyek di daerah sekitarnya.

BLEVE juga dapat disebabkan oleh api eksternal dekat kapal atau tangki penyimpanan menyebabkan pemanasan isi dan tekanan membangun-up. Meskipun tank sering dirancang untuk menahan tekanan besar, pemanasan konstan dapat menyebabkan logam melemah dan akhirnya gagal. Jika tangki sedang dipanaskan di wilayah di mana tidak ada cairan, itu bisa pecah lebih cepat tanpa cairan untuk menyerap panas. Gas kontainer biasanya dilengkapi dengan katup pelepas yang melampiaskan tekanan dari kelebihan, tapi tangki masih dapat gagal jika tekanan tidak dirilis cukup cepat.

Gambar : Kondisi bahaya Bleve

Tingkat Radiasi termal Kependudukan dan Struktur :

Sejauh mana orang yang terluka oleh paparan radiasi termal bergantung pada insiden fluks panas dan waktu pemaparan pada bahaya. Berbagai data yang tersedia untuk memperkirakan dampak pada orang, termasuk data dari percobaan-percobaan dengan manusia dan hewan dan peninjauan data historis. Seperti efek radiasi termal pada orang-orang, efek pada struktur juga tergantung pada panas insiden fluks dan waktu bukaan. Dengan struktur, efek juga sangat bergantung pada bahan konstruksi (misalnya, kayu, baja, beton).

3.4 Risk Based Design

Desain berbasis resiko adalah desain yang menggunakan metodologi yang mengintegrasikan analisa resiko secara matematis dalam proses pencegahan/pengurangan resiko (kehidupan, harta benda, lingkungan) yang digunakan sebagai tujuan desain.Disamping tujuan standart desain tersebut

Page 6: Rendy Maulana B 1 ) Prof Dr. Ketut Buda Artana, ST., M.Sc

6

seperti : desain komponen pada terminal LNG, kemungkinan bahaya-bahaya yang akan terjadi, ini mengisyaratkan akan penggunaan pendekatan secara menyeluruh yang menghubungkan risiko pencegahan/langkah-langkah pengurangan kinerja untuk suatu terminal LNG. Desain berbasis risiko menawarkan kebebasan pada desainer untuk memilih /mengidentifikasi solusi optimal untuk memenuhi target dari keselamatan.Untuk desain berbasis resiko ini sangat diupayakan untuk direalisasikan,disebabkan keamanan harus sebagai masalah siklus hidup, dan menjadi titik focus pada operasi berbasis risiko ini. Sebuah desain metodologi berbasis risiko memungkinkan pengguna untuk menggabungkan ketidakpastian ke dalam desain analisis dengan menggunakan distribusi probabilitas bukan faktor keselamatan. Ketidakpastian dapat dibagi menjadi dua jenis utama: ketidakpastian tidak sengaja dan epistemis. tidak sengaja adalah ketidakpastian tereduksi dan terkait dengan keacakan yang melekat pada alam. Metodologi ini ditingkatkan untuk desain berbasis risiko akan dikembangkan di sepanjang dua jalur utama: * Definisi dari rancangan berbasis risiko kerangka metodologi yang memungkinkan untuk menggunakan model driver untuk fokus pada masuknya bahaya manusia untuk identifikasi risiko yang terkait dengan pelaksanaan sistem drivertersebut * Pengembangan perangkat lunak untuk membimbing para desainer dalam pelaksanaan pendekatan berbasis risiko untuk merancang.

3.5 NFPA 59A

Dengan mengacu pada standard NFPA 59A tentang Standard for the Production, Storage, and Handling of Liquefied Natural Gas (LNG), terdapat peraturan-peraturan tentang peletakan posisi pada desain terminal yang dapat diterapkan pada desain.

Standart yang dijelaskan pada requirement NFPA 59A :

• Desain • Lokasi • Konstruksi • Operasi • Perawatan fasilitas LNG

Pada tahap Desain terdapat beberapa peraturan tentang syarat-syarat posisi komponen pada Terminal penerima LNG.

Vaporizer Spacing

Terdapat requirement tentang jarak antara vaporizer dengan komnponen-komponen pada terminal LNG. Yaitu diatur bahwa jarak yang diperbolehkan yaitu sebesar 50 meter, ini berguna untuk menjauhi vaporizer dari komponen sumber api lainnya.

Unloading Facility Spacing Terdapat beberapa peraturan yang mengatur

jarak antara penghunbung komponen bongkar muat LNG yang mudah terbakar dengan posisi tangki penyimpanan. Dimana disini diatur bahwa jarak yang diperbolehkan yaitu sebesar 15 meter dari sumber api yang tidak terkontrol area proses, tangki penyimpanan, bangunan pusat kontrol, kantor, dan posisi struktur penting pada LNG terminal

Process Equipment Spacing Beberapa peraturan yang mengatur tentang

proses alat-alat pengisian LNG dimama terletak antara bahan cair yang mudah terbakar dan gas yang mudah terbakar, yaitu mempunyai posisi jarak minimum 15 meter dari sumber-sumber api, bangunan yang dibangun pada terminal LNG seperti, ruangan kontrol, kantor, dan struktur bangunan lainnya. 3.6. SHELL FRED 4.0

Shell FRED (Fire, Release, Explosion, Dispersion) adalah software dengan suatu sistem yang mempunyai model konsekuensi dari bahaya industri minyak dan gas, baik bahaya yang disengaja dan bahaya tidak disengaja. Pemodelan bahaya dilakukan untuk menilai konsukuensi yang terjadi dengan cara memasukkan nilai input data yang telah ada. Tujuannya adalah untuk membantu desainer untuk memproduksi modifikasi yang aman dan efektifitas biaya untuk tata letak situs yang ada atau sebuah desain baru. Atau, mungkin membantu dalam pengembangan prosedur operasional situs atau memberikan alat skrining untuk perhitungan efek dalam kajian Penilaian Resiko Kuantitatif.

Software Shell FRED ini dapat menunjukan mapping dari flux panas, konsekuensi penyebaran bahaya minyak&gas dan bahaya lainnya. Biasanya digunakan untuk mendesain keselamatan sebuah terminal ataupun desain keselamatan sebuah pabrik, penyelidikan kecelakaan atau laporan keselamatan suatu kasus bahaya. Paket Shell FRED adalah dapat memungkinkan dimunculkan grafis yang dapat ditampilkan hasil dalam bentuk situs. Berikut skenario-skenario yang dapat dilakukan pada Shell FRED. :

Page 7: Rendy Maulana B 1 ) Prof Dr. Ketut Buda Artana, ST., M.Sc

7

3.7 Analitic Hierarchy Process (AHP)

AHP merupakan suatu metode untuk membantu menyusun suatu prioritas dari berbagai pilihan dengan menggunakan beberapa kriteria (multi kriteria). Karena sifatnya yang multi kriteria, AHP banyak digunakan dalam penyusunan prioritas.

Hierarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan yang memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa melihat masalah tersebut sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu.

Suatu hierarki dalam AHP merupakan kumpulan elemen-elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dimana tiap tingkat mencakup beberapa elemen yang homogen. Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan pembentukan elemen-elemen yang berada dibawahnya Gambar 2.1 menunjukan sebuah hierarki keputusan.

Disamping bersifat multi kriteria, AHP juga mempunyai sifat yang didasarkan pada suatu proses yang struktur dan logis.

Secara garis besar ada 3 tahapan AHP dalam penyusunan sebuah prioritas,

1. Dekomposisi masalah 2. Penilaian untuk membandingkan elemen-

elemen dari dekomposisi 3. Sintesis dari prioritas 3.7.1 Penyusunan Struktur Hierarki Hierarki masalah disusun untuk membantu

proses pengambilan keputusan yang memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa melihat masalah tersebut sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu.

Suatu hierarki dalam AHP merupakan kumpulan elemen-elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dimana tiap tingkat mencakup

Gambar 2.9 Hierarki Keputusan (saaty, 1993)

3.7.2 Penyusunan Prioritas Setiap elemen dalam hierarki harus diketahui

bobot relatifnya satu sama lain. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan/preferensi pihak-pihak yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap kriteria dan struktur hierarki/sistem secara keseluruhan.

Langkah pertama yang diperlukan adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan seluruh elemen untuk tiap sub sistem hierarki. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk matriks untuk digunakan dalam analisis numerik. Bentuk kerangka hierarki tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3 matrik berikut ini

Tabel 2.3 Matrik Berpasangan Dari Tiap Kriteria

Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty

mulai dari nilai bobot 1 sampai dengan 9.. Nilai bobot 1 menggambarkan “sama penting”, ini berarti bahwa nilai atribut yang sama skalanya, nilai bobotnya 1, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan kasus atribut yang “penting absolut” dibandingkan dengan yang lainnya. Skala Saaty dapat dilihat pada Tabel 2.4.

intensitas kepentingan

definisi verbal

1 Kedua elemen sama pentingnya

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada yang lain.

5

Elemen yang mempunyai tingkat kepentingan yang kuat terhadap yang lain, jelas lebih penting dari elemen yang lain

7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lainnya.

9 Satu elemen mutlak lebih dari elemen lainnya

2,4,6,8 Nilai-nilai tengah diantara dua pertimbangan yang berdampingan

Page 8: Rendy Maulana B 1 ) Prof Dr. Ketut Buda Artana, ST., M.Sc

8

Nilai akhirnya diperoleh dari rata-rata geometrik penilaian (geometric mean). Untuk menghitung rata-rata geometrik, nilai harus dikalikan, dan dari hasil ini ditarik akar pangkat bilangan yang sama dengan jumlah orang yang memberi penilaian itu.

𝐺𝐺 = �𝑋𝑋1𝑋𝑋2𝑋𝑋3 … …𝑋𝑋𝑛𝑛𝑛𝑛 .......................(4.1) Dimana : G = rata – rata geomatrik

X1X2….Xn

N = banyaknya penilaian

= penilaian ke 1,2,….,n

2.5 Metodologi Penilitian

Start

Perumusan Masalah

Deskripsi Sistem

Studi Literatur

- Risk Assessment- Risk Based Design- Pairwise Comparison- Analitical Hierarchy Process (AHP)

Survey Lapangan dan Pengumpulan Data :- Data Layout desain-desain Terminal LNG- Data keadaan perairan Teluk Benoa- Data sifat dan properti LNG- Data Risk Criteria

Desain Layout Terminal I

Desain Layout Terminal II

Desain Layout Terminal III

Risk Assessment & Analisa berdasarkan Shell Fred 4.0

Risk Matrik&Evaluasi

Desain I

Risk Matrik&Evaluasi

Desain II

Risk Matrik&Evaluasi

Desain III

Dilakukan pembanding antar komponen dengan Pairwise Comparison

Proses Compromising hasil analisa data dengan metode AHP menggunakan Expert

Choice

Kesimpulan Dan Saran

Finish

Dipilih Desain Terminal yang memiliki resiko terkecil Kriteria resiko : - Explosive Level

- Distance - Piping Difficulty - Fire - Emission - Construction - Topological

Effect

Desain Terminal LNG Baru

Frekuensi kejadian

Konsukuensi kejadian

Frekuensi kejadian

Frekuensi kejadian

Konsukuensi kejadian

Konsukuensi kejadian

4. ANALISA DATA 4.1 Analisa bahaya desain terminal LNG

Tahapan yang dilakukan pada Shell Fred 4.0 pada desain yaitu dengan mensimulasikan bahaya-

bahaya yang terjadi pada terminal LNG. Data input parameter yang digunakan harus sebisa mungkin disesuaikan dengan kondisi asli atau berupa asumsi yang mendekati kondisi yang terjadi pada terminal tersebut. Jenis bahaya yang berpotensi terjadi pada terminal dan disimulasikan pada software Shell Fred 4.0 yaitu Bleve, Gas Dispersion, Gas Jet Flame (jet fire). Komponen terminal yang berpotensi terjadi bahaya-bahaya tersebut adalah Storage Tank, BOG compressor,vaporizer, unloading arm, pressure reduction, recondensor, dan gas holder. Analisa Desain I

Analisa Desain II

Analisa Desain III

Tipe yang bahaya yang terjadi pada komponen LNG terminal (Shell Fred 4.0)

Page 9: Rendy Maulana B 1 ) Prof Dr. Ketut Buda Artana, ST., M.Sc

9

Terminal LNG penerima yang berguna sebagai tempat proses Regasification unit yaitu untuk mengembalikan kembali fase LNG menjadi fase gas yang siap pakai. Terdapat bahaya yang dapat membahayakan pada semua komponen LNG terminal dan setiap komponen mempunyai resiko bahaya tersendiri.

Bleve : Storage Tank

Gas Dispersion : Storage Tank Gas Holder

Gas Jet Flame : BOG Compresor Unloading Arm Vaporizer (ORV & SMV) Recondensor

4.2 Perhitungan kapasitas storage tank LNG terminal Dibutuhkan perhitungan untuk menentukan kapasitas tangki penyimpanan (Storage tank) untuk sebuah konsep desain terminal berdasarkan kebutuhan yang digunakan untuk sebuah pembangkit listrik di daerah Bali. Kebutuhan pasokan listrik untuk sebuah PLTG Pesanggaran sebesar 160 MW atau bisa dikonversikan ke satuan gas pembangki menjadit 32 MMSCFD. Dan oleh sebab itu dibutuhkan sebuah perhitungan akan pasokan LNG atau dalam saat ini kebutuhan storage tank pada terminal. Berikut hasil pehitungan storage tank :

Data LNG Plant :

Kebutuhan PLTG Pesanggaran = 160 MW atau = 32 MMSCFD Konversi gas : 1 MMSCFD = 15700 m3

32 MMSCFD = 502400 mgas

3

32 MMSCFD = 838 m gas

3

• Storage Tank = 5900 mLNG

Safety Stock = 1600 m3

3

Storage tank (all) = 7500 m

3 (kapasitas keseluruhan untuk pemakaian 1 minggu)

Data Transport : Jarak pengiriman = 1100 miles

Kapasitas kapal (MT CORAL METHANE) = 7500 m Vs = 14 knot

3

Waktu pengiriman = 7 hari (bolak-balik) Bongkar muat = 6 jam

4.3 Desain LNG terminal (SHELL FRED 4.0) Tahapan yang dilakukan pada Shell Fred 4.0

pada desain yaitu dengan mensimulasikan bahaya-bahaya yang terjadi pada terminal LNG. Data input parameter yang digunakan harus sebisa mungkin disesuaikan dengan kondisi asli atau berupa asumsi yang mendekati kondisi yang terjadi pada terminal tersebut. Jenis bahaya yang berpotensi terjadi pada

terminal dan disimulasikan pada software Shell Fred 4.0 yaitu Bleve, Gas Dispersion, Gas Jet Flame (jet fire). Komponen terminal yang berpotensi terjadi bahaya-bahaya tersebut adalah Storage Tank, BOG compressor,vaporizer, unloading arm, pressure reduction, recondensor, dan gas holder. 4.3.1. Data input terminal

Terdapat parameter data-data inputan unutk dilakukan analisa pada perangkat lunak simulasi bahaya pada terminal LNG ini, berikut penjelasan dibawah ini : Data Kondisi Proses • Suhu : sesuai dengan suhu kerja masing-

masing peralatan • Tekanan : sesuai dengan tekanan kerja masing-

masing peralatan • Tekanan downstream release : 1.013 bara

(tekanan atmosfer standar) Data Geometri Lubang dan Keluaran • Diameter lubang = ¼ inch, ½ inch, 1 inch, 16

inch • Koefisien discharge = 0.8 • Tinggi keluaran = sesuai dengan letak lubang

pada komponen • Sudut keluaran dari arah vertical = 90• Sudut keluaran, searah jarum jam dari utara =

bervariasi

0

Data Cuaca • Suhu = 30°C • Kelembaban relatif = 60 % • Kecepatan angin : sesuai dengan bulan dan

musim • Arah angin : sesuai dengan bulan dan musim

Radiasi termal • Kontur radiasi yang akan diplot pada software

Shell Fred = 1.5, 2.5, 6.3, 16, 32 kW/m² • Ketinggian kontur yang akan diplot pada

software Shell Fred = 0 m • Jarak cross pada kontur pandangan samping

yang akan diplot pada software Shell Fred = 0 m

Data Input Dense Gas Dispersion Sumber data terminal • Downwind length = 5 m • Crosswind width = 5 m • Gas emission flux = 30 kg/s • Gas temperature = -60 °C • Specific heat of gas = 35.15 J/mol/°C • Molecular weight = 19 kg/kmol • Heat group for natural convection = 24 • Mol fraction of water pickup = 0

Sifat Permukaan • Suhu permukaan = 30 °C • Kode permukaan = 3 melalui darat

Cuaca • Suhu = 30 °C • Kelembaban relatif = 60 %

Page 10: Rendy Maulana B 1 ) Prof Dr. Ketut Buda Artana, ST., M.Sc

10

• Kecepatan angin = sesuai dengan bulan dan musim

• Arah angin = sesuai dengan bulan dan musim • Waktu pada hari = pagi atau siang hari • Kondisi awan = berawan

Dispersi Gas • Surface roughness = 0.001 m

Sampling time = Instantaneous Analisa Bahaya Bleve

Analisa bahaya Gas Dispersion

Analisa bahaya Gas Jet Flame

Hasil output analisa resiko dengan software Shell Fred : BLEVE

Gas Dispersion

Gas jet flame

4.4 Analisa prioritas resiko dengan software Expert Choice

Tahapan berikutnya dari proses Analtycal

Hierarchy Process yaitu nilai dari kuisioner pembanding kriteria resiko tersebut akan dijadikan sebagai input data untuk mendapatkan sebuah keputusan kriteria mana yang harus lebih di prioritaskan. Nilai perbandingan berpasangan tersebut akan diolah dengan menggunakan software Expert Choice. Dimana software expert Choice ini

Page 11: Rendy Maulana B 1 ) Prof Dr. Ketut Buda Artana, ST., M.Sc

11

sangat membantu dalam memecahkan masalah untuk menetukan sebuah penentuan kriteria atau suatu elemen yang harus mendapatkan faktor prioritas. Macam-macam kriteria resiko :

- Explosion - Piping difficulty - Distance - Fire - Construction - Emission (effect of air quality) - Topological effect - Environment

Berikut dibawah ini pembangian Hierarchy kriteria resiko yang terjadi pada terminal LNG. Pembuatan hirarki digunakan untuk menguraikan permasalahan menjadi bagian yang lebih kecil

Risk Criteria

Risk in Terminal

Risk in Environment

Explosive Level

Fire

Distance

Piping Difficulty

Emisiion

Construction

Topological Effect

Hierarchi Kriteria

Tabel: perbandingan subkriteria pada risk criteria ini terminal

Kode Criteria A1 A2 A3 A4

A1 Explosive

level 1 3 7 7 A2 Fire 0,33 1 6 6

A3 Distance 0,14 0,16 1 0,33

A4 Piping

difficulty 0,14 0,16 3 1 Tabel : perbandingan subkriteria pada risk criteria in environment

Kode Criteria A1 A2 A3 A1 Emission 1 0.2 3 A2 Construction 5 1 2

A3 Topological

Effect 0.33 0.5 1 Hasil dari perbandingan dengan software

ini yaitu didapatkan kriteria dengan skala prioritas yang lebih diutamakan dan nilai incostensy ratio

yang menunjukkan bahwa apakah nilai pembobotan resiko ini masih cukup kosisten untuk dipakai. Berikut analisa prioritas kriteria resiko menggunakan expert choice Analisa kriteria resiko pada terminal

Analisa kriteria resiko pada lingkungan

4.5 Re-Desain Terminal LNG

Setelah dilakukan analisa pada tiga buah tipe desain terminal LNG yang telah dibuat, maka didapatkan kelebihan dan kekurangan tiap masing-masing desain terminal. Ini merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam melakukan tahap Re-Desain terminal. Terdapat juga bahan pertimbangan lain berupa analisa kriteria resiko yang dilakukan dengan Analitycal Hierarchy Process (AHP) seperti yang dijelaskan pada SubBab sebelumnya.

Parameter data untuk Re-desain terminal : • Kelebihan dan kekurangan tiga desain terminal • Kriteria resiko berdasarkan perbandingan

berpasangan dengan AHP

Page 12: Rendy Maulana B 1 ) Prof Dr. Ketut Buda Artana, ST., M.Sc

12

Analisa Perbandingan 4 desain Terminal (Shell fred)Bleve Gas Dispersion Gas Jet Flame

Desain I Fireball diameter = 574.1 m Mass Flow rate = 30 kg/s Flame length = 9.268 mMass in vessel = 2019232.9 kg distance = 349 m Heat of combustion = 47529.6 kJ/kg

Desain II Fireball diameter = 574.1 m Mass Flow rate = 30 kg/s Flame length = 9.268 mMass in vessel = 2019232.9 kg distance = 349 m Heat of combustion = 47529.6 kJ/kg

Desain III Fireball diameter = 266.8 m x 2 Mass Flow rate = 30 kg/s Flame length = 9.268 mMass in vessel = 233071 kg x 2 distance = 349 m Heat of combustion = 47529.6 kJ/kg

Re-Desain Fireball diameter = 310,5 m Mass Flow rate = 30 kg/s Flame length = 9.268 mMass in vessel = 366698.5 kg distance = 349 m Heat of combustion = 47529.6 kJ/kg

Gambar : Desain terminal baru

Berikut perbandingan desain-desain terminal berdasarkan out analisa bahaya Shell Fred 4.0 :

5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan Setelah dilakukan riset tentang risk based design desain terminal penerima LNG dengan menganalisa bahaya yang terjadi pada terminal LNG dan penentuan skala prioritas kriteria resiko untuk mendapatkan desain terminal penerima LNG yang memiliki resiko bahaya terkecil untuk aplikasi di teluk benoa bali. 1. Dilakukan analisa bahaya pada terminal

dengan menggunakan perangkat lunak Shell Fred untuk melakukan simulasi bahaya pada terminal penerima LNG, jenis-jenis bahaya yang terjadi yaitu ledakan oleh Bleve (Boiling Liquid Expanding Vapour Expolsion) dengan diamater api berkisar antara jarak 310-645 m, sangat tergantung pada kapasitas tangki penyimpanan. Untuk bahaya kebakaran akibat semburan api oleh Gas Jet Flame, jarak jangkaun api dapat mencapai 10 m dari sumber api. Sedangkan untuk bahaya dispersi gas pada terminal oleh Dense gas dispersion radius penyebaran gas pada kisaran jarak 50 m.

2. Bagian terpenting dalam analisa pembuatan desain terminal penerima LNG yaitu penempatan posisi komponen terminal yang berpotensi terjadi bahaya, sedangkan untuk

jenis bahaya ledakan (Bleve) parameter data terpenting yaitu jenis tangki penyimpanan yang digunakan dan terpilih jenis tangki penyimpanan dengan tipe In Ground Storage Tank.

3. Penentuan pembobotan kriteria resiko dengan melakukan perbandingan berpasangan antar kriteria dapat membantu dalam menentukan resiko yang menjadi prioritas unutk membuat sebuah desain terminal dengan meminimalisir bahaya kriteria resiko di terminal LNG tersebut untuk terjadi. Beberapa kriteria yang mendapatkan skala prioritas yang tinggi yaitu Explosive level, Fire, Piping Difficulty, Emission.

4. Untuk mendapatkan desain terminal terbaik maka skala prioritas yang terpilih dari perbandingan antar kriteria dijadikan patokan untuk melakukan sebuah Re-desain atau desain ulang, dan pada tahap desain ulang juga digunakan parameter untuk menerapkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh setiap terminal agar didapatkan sebuah desain terminal penerima LNG yang memiliki resiko sekecil mungkin.

5.2. Saran Setelah dilakukan penelitian riset tentang analisa bahaya pada terminal penerima LNG diTeluk Benoa Bali maka didapatkan beberapa saran sebagai berikut : 1. Dibutuhkan data yang sebenarnya dengan

melakukan sebuah tinjauan langsung ke lapangan tempat terminal itu akan dibuat yaitu tentang kondisi yang terjadi pada teluk benoa bali. Sehingga lebih memudahkan penelitian dan didapatkan hasil analisa bahaya yang maksimal.

2. Terdapat beberapa parameter penting dalam mendesain sebuah terminal yang tidak diikutsertakan yaitu desain bagian perpipaan terminal dan juga economic lost untuk komponen peralatan terminal LNG.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Tarlowski, Januz , LNG Import Terminal – Recent Development, 2002 [2] LNG, (www.wikipedia.org) [3] Bali, (www.wikipedia.org) [4] Hendra Pratama, Raditya, Risk Assessment Tanker LNG dalam Studi Kasus Suplai LNG dari Ladang Tangguh ke Teluk Benoa Bali, 2010

Page 13: Rendy Maulana B 1 ) Prof Dr. Ketut Buda Artana, ST., M.Sc

13

[5] Wulandari, Septi, Risk Assessment LNG Loading Process, 2009 [6] Soegiono, dan, Buda Artana, Ketut, Teknologi LNG, 2001 [7] Aryantha Anthara, I Made, Penetuan Prioritas Proses Komponen Menggunakan Analitic Hierarchy Process, 2008 [8] Maulidiana, Mira, Prospek Pengembangan LNG Lepas Pantai, 2006 [9] A. Pilavachi, Petros, Technological Economic and sustainability evaluation of power palnt using Analitical Hierarchy Process, 2008 [10] Saaty. T.L.. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks, Pustaka Binama Pressindo.1993 [11] Syarifudin, Amin, Kajian Penentuan Danger Score Kapal saat Berlayar Dengan Memanfaatkan Data “Automatic Identification System (AIS) “ , 2009 [12] Van Horn, Andrew J and Wilson, Richard , Potensial Risk Of Liquefied Natural Gas , 1976 [13] National Fire Protection Association , NFPA 59 A, 2001