refisi ii industri batik lasem - usd repository

126
i Industri Batik Lasem Di Lasem, Rembang, Jawa Tengah Tahun 1970 – 1990 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah Oleh RENI AGUSTIN NIM :034314011 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

Upload: others

Post on 27-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

i

Industri Batik Lasem

Di Lasem, Rembang, Jawa Tengah

Tahun 1970 – 1990

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

Oleh

RENI AGUSTIN

NIM :034314011

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

JURUSAN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009

Page 2: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

ii

Page 3: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository
Page 4: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

iv

SKRIPSI

Industri Batik Lasem

Di Lasem, Rembang, Jawa Tengah

Tahun 1970 – 1990

OLEH

Reni Agustin

NIM : 034314011

Telah dipertahankan didepan penguji

Pada tanggal

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Page 5: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

v

MOTTO

“ KETIKA ORANG TERTAWA MENGEJEKU, AKU HANYA

BERKATA SEMOGA TAWA MEREKA ITU SEMAKIN

MENYEMPURNAKAN DIRIKU ”

Page 6: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tiada Kebahagiaan yang lebih hebat selain dapat mempersembahkan skripsi ini

kepada :

• Allah SWT, atas kebesaranNya yang telah mengijinkan aku untuk

menyelesaikan tugas yang tidak ringan ini ALLAHU AKBAR…

• Ibuku SOEKATMI yang tak pernah menuntut tetapi selalu membiarkan aku

dengan nasihatnya yang selalu menjadi nafasku…doa yang selalu menjadi

nyawaku dan kesabaran yang selalu menjadi jiwaku….”mum aku bisa…”maaf

belum bisa buat kalian bangga….

• Bapakku A. DARYONO yang manjadi PAHLAWAN HIDUPKU dan

Manusia terbaik dalam hidupku…”bis ini reni kerja cari duit buat naikin haji

bapak ibu” maturnuwun….

• Adeku FAJAR DIAN MARTANTI ( ANJA ) yang menjadi malaikat kecilku

dan spirit buat aku…

• Keluarga besarku atas semua doa dan bantuanya

• Mas Nanto n Keluarga, yang selalu mengajarkan tentang pentingnya harga

diri sehingga aku menjadi orang yang kuat dan selalu lebih kuat, selalu

mengajarkan aku tentang apa itu hidup…terimakasih karena selalu mengkritik

aku.

• Wahyu Pramestiadi dan keluarga dengan doa yang tak pernah putus…

• Teman-teman seperjuangan di Ilmu Sejarah ’03,selamanya kita adalah sodara.

Page 7: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

vii

• Anak-anak kos 156 keluarga baruku di jogja,mb.sri,mb melda, valent, Nyit2,

intan, as3, sella, nawang, mb ella, teteh enoy,…yang selalu tertawa dengan

onarku.

• Keluargaku anak-anak kontrakan, Henythehood,Mas Dani, Pakde, Gundul,

Diaz, Billy, doto, Edwin,Gatot, Kodok…cuy…gw lulus !!!!!!

• Dan semua pihak yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu…berkat doa

kalian aku berhasil menyelesaikan skripsi ini.

Page 8: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

viii

Halaman Pernyataan Keaslian karya

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta

Penulis

Reni Agustin

Page 9: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

ix

ABSTRAK

Industri Batik Lasem

Di Lasem, Rembang, Jawa Tengah

1970 – 1990

Reni Agustin

034314011

Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan serta menganalisis

perkembangan Industri Batik Lasem yang ada di kecamatan Lasem Kabupaten

Rembang, pada tahun 1970 – 1990. Untuk membantu terselesaikannya penulisan

ini tidak hanya melakukan pendekatan sejarah saja akan tetapi juga menggunakan

ilmu Bantu lain seperti antropologi dan sosiologi sebagai ilmu pendukung guna

mendapatkan hasil penulisan yang baik.

Dalam penulisan skripsi ini juga menggunakan teori fungsional dari

Brownislow Malinowski, antropolog, yang menyatakan bahwa tugas akhir dari

semua kebudayaan adalah untuk memenuhi kebutuhan psikologis manusia..

Penggunaan teori ini lebih disebabkan oleh kedekatan dengan topik penulisan ini

yang membahas batik sebagai bentuk dan fungsi kebudayaan bagi masyarakat

Lasem. Selain menggunakan teori fungsional dari Malinowski, penelitian ini juga

menggunakan teori fungsional dari seorang sosiolog bernama Talcott Parsons

yang dinilai lebih ilmiah dan empiris, di mana hipotesisnya di uji melalui

penelitian-penelitian yang sistematik, seperti pengamatan

Penelitian ini menunjukan bahwa batik Lasem merupakan batik yang

dihasilkan dari sebuah proses akulturasi antara budaya Jawa dan

Tionghoa.Akulturasi yang terbentuk dengan selaras dan seimbang menghasilkan

sebuah karya yang begitu indah yang dituangkan dalam sebuah kain yang

selanjutnya menghasilkan batik yang indah. Akulturasi budaya yang terjadi di

Lasem tidak hanya dituangkan pada sebuah lembar kain, akan tetapi mencakup

semua aspek kehidupan masyarakat Lasem.

Keindahan karya akulturasi itu sempat membuat Batik Lasem mengalami

masa kejayaannya pada tahun 1970-an, keindahan warna dan motif yang penuh

makna sebagai hasil dari akulturasi itu membuat Batik Lasem memiliki nilai

tersendiri di kalangan pengguna batik. Akan tetapi pada tahun 1980-1990-an

industrui Batik Lasem mengalami kemunduran sebagai akibat dari kemajuan

teknologi pertekstilan yakni dengan munculnya teknologi cap dan printing.

Kecuali itu kurangnya minat generasi muda terhadap batik, semakin kurangnya

pembatik di Lasem, serta faktor harga bahan baku yang semakin tidak terjangkau

oleh para pengusaha batik Lasem..

Page 10: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

x

ABSTRACT

Industrial of Batik of Lasem

In Lasem Central Java 1970 - 1990

Reni Agustin

034314011

The aimed of this theses are to description and analyse growth of Industry

Batik of Lasem which in district of Lasem, Rembang Regency, in the year 1970 -

1990. For assist this writing not only use historical approach, but sociological and

anthropological approach use to get result of good writing.

Functional theory of Brownislow Malinowski, as anthropologist, expressing

that that duty of is end of all cultures is to ful fill requirement of biology and

psychological of human being. Usage of this is theory more because of contiguity

with this writing topic which study batik as culture function and form for society of

Lasem. Besides using functional theory of Malinowski, this research also use

functional theory of more empirical and erudite assessed an sociologist named Talcott

Parsons, where the hypothesis of in test pass through systematic research,

This Research of indicate that batik of Lasem is yielded batik from a

acculturation process among Java culture and of Tionghoa. Acculturation formed with

harmony and well balanced yield a masterpiece which so respect which poured in a

cloth later on yields beautiful batik. Cultural acculturation that happened in Lasem

not only poured at a cloth sheet, however including all aspects life of society of

Lasem.

Beauty of that acculturation masterpiece have time to make Batik of Lasem

natural a period to the feather in one's cap of in the year 1970s, beauty of motif and

colour which is the full of meaning as result of that acculturation make Batik of

Lasem have separate value among consumer of batik. However in the years of 1980-

1990s Batik industries of Lasem lost ground as impact of the progress of textile

technology namely with technological appearance of and stamp and printing. Except

that the lack of the rising generation enthusiasm to batik, progressively the lack of the

artist of batik in Lasem, and also raw material price factor which is out of reach

progressively by all entrepreneurs of batik of Lasem.

Page 11: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

xi

Page 12: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

xii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Kebesaran-Nya yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi dengan judul “Industri Batik Lasem, Di Lasem, Rembang, Jawa

Tengah Tahun 1970 – 1990.” Penulisan Skripsi ini dapat terselesaikan berkat

dukungan , bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Sanata Dharma, Romo Dr. P. Wiryono Priyotamtomo, S.J.

2. Bapak Drs. Hb. Hery Santosa, M.Hum selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma yang banyak membantu dalam

penulisan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Silverio R.L.Aji Sampurna, M.Hum. Selaku dosen pembimbing

yang telah sabar dan banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan

mengkoreksi skripsi ini hingga selesai.

4. Bapak Drs. Purwanta, M.A, bapak Prof. Dr P.J Suwarno SH, bapak Drs.

Sandiwan Suharso, Romo Dr. F.X Baskara T. Wardaya, dan semua Dosen

jurusan Ilmu Sejarah yang telah meberikan bekal ilmunya kepada penulis.

5. Pimpinan UPT. Perpustakaan dan seluruh staf Universitas Sanata Dharma

yang telah memberikan kemudahan dalam pencarian data dan sumber pustaka

yang penulis butuhkan untuk penulisan skripsi ini.

6. Mas Tri Sekretaris Sastra yang dengan segenap hati selalu memberi

kemudahan kepada penulis.

7. Teman baiku Ndari, Domi, Bertha, Henithehood ,yang telah bersamaku dan

selalu mebantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Page 13: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

xiii

8. Teman- teman angkatan 03 jurusan Ilmu Sejarah : Qeqe, Atik, Ndari, Domi,

Anggi, Dedi, Yoga, Iren, Hafda, Ruperno.

9. Teman-teman di Ilmu Sejarah : Daniel’02, Villa’02,Agus’04, Eka Rama’02,

Nana ’02, eno ’01, Eka’01 dan semua teman teman yang tidak bisa aku

sebutkan satu persatu, makasih buat spiritnya.

10. masyarakat Lasem, Bp. Sigit wicaksono, staf kecamtan Lasem, Disperindakop

kabupaten Rembang, Dinas Pariwisata Kabupaten Rembang.

11. Semua pihak yang terlibat dalam penulisan ini, penulis ucapkan banyak sekali

terimakasih.

Penulis menyadari betul atas kekurangan dan kelemahan yang ada pada skripsi ini.

Maka penulis sangat menerima adanya kritik dan saran yang bersifat membangun

agar lebih sempurna. Akhirnya terlepas dari semua kekurangan dan kelemahan

tersebut, dengan segala kerendahan hati penulis sangat berharap skripsi ini dapat

memberikan manfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta,

Penulis

Page 14: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………..... ii

HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………..…. iii

HALAMAN MOTTO……………………………………………….……... iv

HALAMAN PERSEMBANHAN…………………………………………. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………..… vii

ABSTRAK……………………………………………………………,…..... viii

ABSTRACK………………………………………………………….…...... x

KATA PENGANTAR…………………………………………………..… x

DAFTAR ISI………………………………………………………………. xi

DAFTAR TABEL…………………………………………….………..….. xiii

BAB PERTAMA : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………...….... 1

B. Identifikasi Masalah………….…………………………………...….. 9

C. Batasan Masalah…..…………….……………………………………. 10

D. Rumusan Masalah…………………………………………………..... 10

E. Tujuan Penelitian…………………………………………..……….... 11

F. Manfaat Penelitian………..…………………………………..…….... 11

G. Kajian Pustaka…………..……………………………………..…….. 13

H. Metode Penelian…………………..………………………………..... 14

I. Landasan Teori…….…………………………………………..…...... 15

J. Sistematika Penulisan………..………………………………..……... 18

BAB KEDUA : LASEM KOTA TUA SEBAGAI BUKTI

KEHARMONISAN ANTARA JAWA DAN

TIONGHOA…………………………………………………………….. 20

A. Sekilas Tentang Sejarah Lasem…………………………………….. 20

B. Kondisi Fisik Lasem………………..………………………………. 26

1. Latek Geografis…………..………………………………..... 26

2. Iklim……………..………………………………………….. 27

3. Kondisi Perairan di Pantai Lasem…..…………………….… 27

4. Lasem Sebagai Kota Tua Dengan Berbagai Aset Wisata...… 28

C. Sosial Ekonomi Masyarakat Lasem……………………………….... 30

D. Religi Masyarakat Lasem………………………………………….... 32

1. Lasem Sebagai Kota Tua Yang Kental Dengan Nuansa

Islam……………………………………………………….... 33

2. Lasem Kota Tua dengan Etnis Tionghoa Yang Masih Sangat

Kental Dengan Religinya…………………………...………………

35

E. Etnis Jawa Dan Tionghoa Di Lasem………………………..……… 36

BAB KETIGA : MOTIF, WARNA, SERTA PROSE PEMBUATAN

BATIK

LASEM………………………………………………………………….. 40

A. Budaya Jawa Pada Batik Lasem……………………………..…..…… 42

B. Budaya Tionghoa Pada Motif Batik Lasem……………..…….….…... 45

Page 15: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

xv

C. Pola Warna Dan Proses Pembatikan Di Lasem………..….…….….... 47

1. Pola Warna………………………………………………….... 47

2. Pembatikan Di Lasem……………………………………….. 51

BAB EMPAT : MASA KEEMASAN BATIK LASEM (1970)..… 53 A. Perkembangan Batik Lasem tahun 1970…………………………….. 53

1. Industri Batik Lasem Pernah menjadi Satu dari Enam Besar Sentra

Industri batik di Indonesia…………………………………... 57

2. Aspek Sumber Daya Manusia……..………………………… 58

3. Aspek Permodalan………....………..……………………… 60

4. Aspek Produktivitas………………………...………………. 62

B. Daerah Pemasaran Batik Lasem…………………………………….. 63

a. Aspek Pemasaran……………………………………………. 63

b. Daerah Pemasaran………...………………………….…..…. 64

c. Pemasaran Lokal dan Luar Negeri…………………….……. 64

d. Segmen Pasar……………………………………………….. 65

e. Volume Pasar……………………….………………………. 65

f. Saluran Distribusi…………………………………………… 65

g. Sistem Promosi Batik Lasem……………………………….. 66

C. Peran Pemerintah Dalam Perkembangan Industri Batik di Lasem.... 66

1. Peran Dinas Perindustrian………………………………….. 67

2. Peran Dinas Pariwisata…………………………………….. 68

D. Pengaruh Perkembangan Industri Batik Lasem Untuk Masyarakat Lasem

……………………………………………………………………… 69

1. Penyerapan Tenaga Kerja…....…………………………….. 70

2. Peningkatan Perekonomian………………………………… 71

BAB LIMA : INDUSTRI KERAJINAN BATIK DI LASEM TAHUN

1980 – 1990………………………………………………………………… 72

A. INDUSTRI………………………………………………………… 72

1. Munculnya Industri Batik Modern………………………... 74

a. Batik Cap……………………………………………… 75

b. Batik Printing………………………………………….. 78

2. Dampak Munculnya Batik Cap Dan Printing……………… 79

1. Dampak Positif…………………………………………. 80

2. Dampak Negatif………………………………………... 80

3. Beredarnya Batik Tiruan…………………………………… 82

B. Faktor Kemunduran Industri Batik………………………………… 83

1. Penurunan Daya Beli terhadap hasil Kerajinan………………… 85

a. Inovasi dan Ide Kreatif……………...……………………… 85

b. Permintaan Pasar yang Tidak Menentu…………..….……. 86

c. Kurangnya Promosi.………………………………..……… 86

2. Kurangnya Perhatian Pemerintah Terhadap Pengrajin…….. 87

C. Kemunduran Industri Batik di Lasem………………………….. 88

1. Semakin Maraknya Batik Cap dan Batik Printing…………….... 88

2. Semakin kurangnya Generasi Pembatik di Lasem…………….... 90

3. Kurangnya Minat Untuk Memahami Batik Tradisional……....... 91

D. Peran Pemerintah…………………………………………………..... 92

E. Upaya yang Dilakukan Pemerintah dalam Melestarikan Batik…… 97

Page 16: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

xvi

BAB VI PENUTUP………..…………………………………............ 99

DAFTAR PUSTAKA…………………...……………………............. 103

DAFTAR INFORMAN.......................................................................... 106

LAMPIRAN……………………………………………………........... 107

Page 17: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

xvii

DAFTAR TABEL

1. Tempat Bersejarah Di Lasem Hal.28.

2. Penduduk, Luas Desa, Serta Kepadatan Penduduk Perdesa Tahun 1980

Hal.30.

3. Kecamatan, Desa, Banyaknya Industri Batik di Lasem pada Tahun

1970. Hal.54.

4. Modal Awal, Jumlah Pengusaha,Prosentase. Hal. 60.

5. Pendapatan rata-rata Pengusaha dan Pekerja Batik Di Lasem pada

Tahun 1980. Hal. 68.

DAFTAR BAGAN

1. Bagan Distribusi Penyalutran Batik. Hal.64.

Page 18: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari berbagai suku

bangsa dan adat istiadat. Wujud dari kegiatan peradaban dari tiap-tiap suku di

Indonesia menghasilkan sebuah karya seni yang menjadi identitas bagi setiap

kelompok masyarakat di Indonesia. Kegiatan yang dilakukan pada setiap

kelompok didasarkan pada kepercayaan masing-masing kelompok. Dilihat dari

keanekaragaman kelompok yang terdapat di Indonesia, maka berpengaruh pula

terhadap kebudayaanya. Kebuadayaan yang dihasilkan pada setiap suku bangsa

yang ada di Indonesia menjadi sebuah budaya yang majemuk sesuai dengan

sejarahnya sendiri.

Berbagai bentuk dan wujud kebudayaan telah tumbuh dan berkembang

menjadi sebuah norma, etika, dan adat hasil sebuah kesenian. Seni merupakan

ungkapan cita rasa dan karsa dari manusia yang dituangkan alam berbagai bentuk.

Bentuk karya seni antara lain seni rupa, seni musik, seni lukis. Seni lukis sendiri

mempunyai beberapa macam, diantaranya adalah seni rupa. Seni rupa yang

merupakan bagian dari seni lukis memiliki berbagai ragam, diantaranya adalah

ukir, dan pahat. Melukis sendiri tidak hanya dapat dilakukan diatas kanvas,

melukis juga dapat dilakukan di atas kain, melukis diatas madia kain dengan

menggunakan lilin malam adalah kegiatan yang biasa disebut dengan membatik.

Page 19: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

2

Membatik bagi masyarakat Indonesia khususnya Jawa bukan sesuatu yang

asing. Kata “batik” sendiri pada awalnya adalah berasal dari kata “tik” yang

mempunyai arti titik.1 “ Batik” sendiri mempunyai arti bertitik, karena proses

membatik diawali dengan memberikan titik-titik serta garis pada sebuah kain,

untuk selanjutnya titik dan garis tersebut dikembangkan menjadi pola yang indah.

Membatik juga dikategorikan dalam kegiatan melukis, ini dikarenakan metode

membatik atau melukis di atas kain mempunyai kesamaan dengan metode melukis

di atas kanvas. Perbedaannya terdapat pada bahan yang digunakan untuk melukis,

melukis yang dilakukan di atas kanvas dengan menggunakan kuas dan cat air,

sedangkan membatik menggunakan canting dan lilin.

Dari zaman ke zaman kesenian membatik terus tumbuh dan berkembang.

Perkembangan batik disesuaikan dengan tuntutan zaman serta situasi dan kondisi

masyarakat. Perkembangan yang terjadi dalam kasenian membatik ini bukan saja

dalam fungsi tetapi juga meliputi motif, bahan, serta proses pembuatanya. Batik

mempunyai sifat yang universal, batik merupakan seni tekstil yang fleksibel

sehingga dapat diterapkan pada karya seni yang lain, baik itu seni pahat maupun

seni yang berbentuk hiasan.2

Asal mula batik sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti.

Beberapa sumber termasuk perajin batik dan para sejarawan berpendapat batik

1 Chandra Irawan Soekamto, 1984. Batik dan Membatik, Jakarta,

Akodama, hal. 9

2 Ardiyanto. 1998. Batik perkembanganya pada era industri awal sampai

dengan batik lukis masa kini. Suntingan Soedarso SP. Seni Lukis Batik Indonesai.

Yogyakarta, Taman Budaya Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Page 20: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

3

muncul pada sekitar abad ke-VI-VII yang dibawa oleh para pedagang dan

penyebar agama Hindu-Budha.3 Selain para pedagang dan penyebar agama Hindu

Budha, masuknya batik juga di bawa oleh para pedagang asal Tionghoa pada

tahun 1479 di pesisir pantai utara Jawa, banyaknya pendatang yang membawa

batik semakin menambah keragaman corak serta bentuk batik di Jawa. Dalam

perkembangannya kesenian batik dari India dan Tionghoa dapat diterima,

khususnya oleh masyarakat Jawa. Semenjak zaman Majapahit kemudian terus

berkembang pada kerajaan-kerajaan berikutnya hingga abad XIX.4 Akulturasi

tersebut menghasilkan ragam motif batik yang berbeda-beda dalam setiap daerah

penghasil batik.

Selanjutnya kesenian batik, dapat berkembang menjadi sebuah tradisi yang

masih dilakukan oleh sebagian masyarakat di Jawa sampai saat ini, pada awalnya

batik merupakan pakaian yang dipakai para bangsawan keraton, akan tetapi pada

kelanjutanya batik menjadi pakaian adat masyarakat jawa, bahkan pakaian batik

dijadikan sebagai pakaian nasional oleh pemerintah. Seiring perkembangan batik

yang semakin diminati oleh sebagian besar masyarakat, beberapa daerah

mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan para pegawai negeri sipilnya untuk

menggunakan batik pada hari jumat. Batik pun sekarang berkembang bukan hanya

sebagai pakaian adat dan tren akan tetapi sudah menjadi identitas nasional.

3Ueoka, Takamasa. 2001. “Batik: Sejarah dan Daya Tarik.” Skripsi:

Jurusan: Bahasa Indonesia dan Kebudayaan Asia Tenggara. Osaka Jepang,

Universitas Setsunan.hal. 9

4Batik Indo Admin, 2003, “Batik”. Posted in Batik Indonesia, 9 Januari,

2003.,hal. 12

Page 21: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

4

Batik disamping memiliki keindahan, juga mengandung filosofi yang

cukup mendalam pada setiap motifnya. Setiap daerah yang menjadi pusat

penghasil batik memiliki keunikan dan ciri khas masing-masing, ciri khas yang

sekaligus menjadi identitas pada masing-masing daerah ini dapat dilihat baik dari

motif maupun penggunaan warna. Meskipun demikian, sering perkembangannya

terdapat perbedaan serta persamaan antara daerah penghasil batik satu dengan

lainnya.

Perbedaan tersebut disebabkan karena beberapa faktor antara lain latar

belakang budaya, lingkungan serta letak geografis masing masing daerah

penghasil batik. Sedangkan persamaannya disebabkan adanya hubungan dagang,

pemerintahan, adat, budaya maupun agama.5

Batik merupakan suatu kerajinan daerah yang sudah tidak asing lagi bagi

masyarakat Jawa Tengah. Khusus bagi daerah-daerah penghasil batik tulis kain

tradisional seperti Pekalongan, Solo, dan Yogyakarta. Tiap-tiap daerah penghasil

batik memiliki perbedaan yang mendasar sebagai ciri khas, misal dalam hal warna

serta motif. Sebagi contohnya batik Sidomukti khas Solo dan batik Sidomukti

khas Yogyakarta. Batik Sidomukti khas Solo memakai warna coklat sebagai

warna yamg mendominasi, sedangkan batik Sidomukti khas Yogyakarta lebih di

dominasi oleh warna putih. Batik yang berasal dari Yogyakarta dan Solo lebih

menonjolkan simbol filosofi serta makna-makna dari sudut pandang magis.

5 Ibid, hal 12

Page 22: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

5

Selain batik Solo dan Yogyakarta yang khas dengan warna warna natural

dan masih kental dengan filosofi jawa, hadir juga batik Pekalongan yang muncul

dengan warna-warna yang lebih berani, seperti merah, biru, hijau, kuning serta

warna yang lain. Keragaman warna yang menjadi ciri khas batik Pekalongan lebih

disebabkan oleh faktor geografis, ini dikarenakan melihat letak Pekalongan

sebagai kota pantai di pesisir utara Jawa. Pekalongan sebagai kota pesisir pantai

merupakan tempat berkumpulnya para pedagang dari berbagai daerah, ini tentu

saja membuat batik Pekalongan lebih mempunyai warna yang beragam karena

merupakan hasil dari percampuran budaya yang dibawa para pedagang dari

berbagai wilayah.

Selain batik Pekalongan, Solo, serta Yogyakarta, ada satu tempat lagi di

wilayah pesisir pantai Jawa yang menjadi tempat penghasil batik. Daerah itu

adalah Lasem. Lasem adalah salah satu kecamatan dari Kabupaten Rembang

yangterletak di bagian timur. Menurut sejarah yang ditulis dalam Kitab Badrasanti

batik Lasem dibawa oleh pedagang Tionghoa, adalah Putri Na Li Ni yang

merupakan istri dari Bi Nang Un pedagang dari Negeri Campa yang mengenalkan

batik pada masyarakat Lasem. Batik Lasem yang dibawa oleh pedagang dari

Tionghoa misalnya memiliki khas kaya akan warna, bermotif bebas, naturalis

serta realistis. Dalam hal motif misalnya cenderung menonjolkan motif binatang

seperti terlihat pada motif burung hong, corak lain khas Tionghoa adalah bunga

seruni, motif pagi sore,tiga negeri, lokcan, kupu-kupu. Walaupun batik Lasem

identik dengan budaya Tionghoa, batik Lasem tidak meninggalkan atau masih

memasukan unsur motif batik Jawa asli, ini terlihat pada corak geometris yang

Page 23: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

6

merupakan corak Jawa Vorstenlanden (Surakarta dan Yogyakarta), seperti parang,

kawung, dan udan liris.

Batik Lasem merupakan salah satu bukti terjadinya akulturasi budaya yang

dinamis pada masyarakat Lasem, ini terlihat dari percampuran corak yang menjadi

symbol akuturasi budaya. Selain kental dengan motif khas budaya Tionghoa, batik

Lasem juga memasukan corak yang dihasilkan oleh masyarakat asli Lasem. Corak

asli Lasem sendiri adalah merupakan corak batik asli dari hasil karya masyarakat

Lasem. sebagai masyarakat pribumi sebelum masuknya orang-orang Tionghoa ke

Lasem, masyarakat di Lasem memang sudah banyak yang menggantungkan

hidupnya dengan membatik. Corak asli dari masyarakat Lasem ini dapat terlihat

dari motif latohan, gunung ringgit serta kricak.

Sampai dengan saat ini pengaruh budaya Tionghoa masih begitu kental

tertuang dalam setiap kain batik yang dihasilkan oleh para pengarajin batik

Lasem. Selanjutnya sebagai salah satu bukti eksistensi batik Lasem yang

mempunyai nilai tinggi, adalah batik Lasem berkembang menjadi pemasok batik

yang cukup besar. Direktur IPI William Kwan HL menyebutkan, pemasaran batik

Lasem tidak hanya di Jawa, tetapi juga merambah Sumatera, Bali, Sulawesi,

Semenanjung Malaka (Pulau Penang, Johor, dan Singapura), wilayah Asia Timur

(terutama Jepang), bahkan Suriname. ”Suriname termasuk yang terbanyak. Dulu,

hampir tiap bulan ayah saya mengirim batik hingga 500 lembar kain.”6

6 Wawancara dengan Njo Tjoen Hian atau yang juga dikenal dengan Sigit

Witjaksono. Pengusaha batik di lasem.tanggal 25 oktober 2008,di kediaman sigit

wicaksono,desa babagan lasem,jawa tengah.

Page 24: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

7

Kreasi batik mulai berkembang pada tahun 1970-an. Banyaknya

permintaan memunculkan metode baru dalam membatik untuk mempersingkat

proses produksi, yakni dengan menggunakan metode cap serta printing sebagai

alternatifnya. Proses pembuatan batik dengan cap sangat sederhana, karena

tinggal mencap dengan stempel yang telah di beri motif ke sebuah kain, sedang

printing adalah metode dengan menggunakan teknik sablon. Dengan metode cap

serta printing para pembatik dapat membuat sebuah batik dengan waktu kurang

dari satu hari.

Selain menggunakan metode cap dan printing, perkembangan proses

pembuatan batik juga terjadi dalam hal pewarnaan. Hal ini terjadi dengan adanya

penggunaan zat warna sintetis seperti naptol. Penggunan zat warna sintetis jauh

lebih cepat dibanding proses tradisional dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan.

Kelebihan lain dari zat warna sintetis adalah lebih tahan lama terhadap sinar

matahari maupun gosokan jika dibandingkan dengan zat warna alam.7 Munculnya

batik cap dan printing membuat kreasi berkembang. Batik tidak hanya digunakan

untuk membuat busana saja, tetapi juga berupa kain seprei, gorden, taplak serta

penutup kepala bagi wanita dan masih banyak kreasi lainya yang dapat dihasilkan

dari kain batik.

Bersamaan dengan semakin banyaknya minat terhadap batik yang awalnya

hanya menjadi konsumsi golongan tertentu dan hanya menjadi pakaian adat saja,

perhatian mulai muncul dari para pelukis di Indonesia. Para pelukis Indonesia

7 Ibid hal. 24

Page 25: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

8

mulai menaruh perhatiannya terhadap perkembangan batik.8 Ini dapat dilihat dari

para pelukis yang mulai membuat kreasi motif-motif batik baru yang mendobrak

kehalusan dan keanggunan batik dalam sebuah kanvas. Sejak saat itu batik mulai

berkembang dengan motif dan kreasi baru, yang lebih beragam tanpa

meninggalkan khasanah batik yang kental dengan budaya Jawa.

Dampak dari munculnya batik cap dan printing membuat perusahaan batik

tradisional mengalami kemunduran karena kalah bersaing. Hasil batik cap dan

printing sangat berbeda dengan batik tulis tangan, baik dari segi kualitas maupun

harga. Dari batik kain yang dihasilkan dari metode tradisional memiliki tingkat

kehalusan yang lebih tinggi. Jika dilihat dari harga, memiliki selisih yang cukup

banyak, batik cap dan printing dijual dengan harga yang lebih murah, selisihnya

bisa mencapai 50% daripada harga batik tulis tradisional. Hal itu membuat

masyarakat dan wisatawan beralih dari batik tulis tradisional ke batik cap dan

printing.

Keadaan itu membuat para pengusaha batik tradisional mengalami

keterpurukan, bahkan mengalami kebangkrutan. Hal ini disebabkan semakin

menurunnya daya jual batik tradisional, karena kalah bersaing dengan batik cap

serta batik printing yang mulai menjadi trend di awal tahun 1980 an.9 Selain itu,

dicabutnya ijin importir tunggal GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) oleh

pemerintah pada tahun 1966 menjadi faktor naiknya harga bahan baku batik.

8 Chandra Irawan Soekanto, op. cit, hal. 16.

9 ibid, hal 45

Page 26: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

9

Keadaan ini membuat batik Lasem banyak sekali mengalami kemerosotan

dalam produksi batik, dikarenakan banyaknya pasar batik yang mulai beralih pada

batik cap yang lebih murah, juga karena mulai kurang berminatnya para keturunan

dari pembatik di Lasem.

B. Identifikasi Masalah

Pemilihan topik batik Lasem di sini karena batik Lasem mempunyai ciri

khas tersendiri dibandingkan dengan batik dari daerah lain. Ini dikarenakan di

dalam batik Lasem terdapat unsur percampuran budaya yang dapat dilihat pada

motifnya. Pengambilan topic batik Lasem juga dikarenakan nilai histories batik

Lasem,di mana batik Lasem merupakan bentuk dari akulturasi budaya antara Jawa

dan Tionghoa. Maka dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan beberapa

pendekatan, diantaranya adalah pendekatan social, pendekatan psikologi serta

pendekatan budaya. Pendekatan psikologi dipakai untuk melihat masyarakat

lasem secara psikologis. Pendekatan sosial dipakai untuk melihat masyarakat

Lasem sebagai kelompok masyarakat yang masih tetap mempertahankan

peninggalan nenek moyang. Pendekatan budaya adalah untuk melihat masyarakat

Lasem terutama pada budayanya, ini dikarenakan batik merupakan salah satu

bentuk keharmonisan kehidupan dua etnis yang berbeda, serta batik merupakan

salah satu identitas budaya masyarakat Lasem.

Page 27: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

10

C. Batasan Masalah

Kreasi batik mulai berkembang pada tahun 1970-an. Banyaknya

permintaan memunculkan metode baru dalam membatik untuk mempersingkat

proses produksi, yakni dengan menggunakan metode cap serta printing sebagai

alternatifnya. Proses pembuatan batik dengan cap sangat sederhana, karena

tinggal mengecap,dengan alat cap yang telah diberi motif ke sebuah kain.sedang

printing menggunakan teknik sablon. Dengan metode cap serta printing para

pembatik dapat membuat sebuah batik dengan waktu kurang dari satu hari.

Hal itu juga menyebabkan kemunduran batik Lasem. Selama tahun 1970-

an, akan dilihat kemunduran batik Lasem sebagai akibat dari munculnya batik cap

dan printing. Pengambilan tahun 1970 - 1980 karena pada tahun ini kondisi batik

Lasem berada pada keadaan yang kritis, karena krisis ekonomi, kurang nya minat

para generasi muda di Lasem,serta kemunduran industri batik secara nasional.

D. Rumusan Masalah

Untuk mengetahui secara detail dan jelas tentang BATIK LASEM

TAHUN 1970 - 1990, maka akan dikaji empat permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang kemunculan Batik Lasem ?

2. Bagaimana bentuk batik Lasem setelah mendapat pengaruh dari Tionghoa?

3. Batik Lasem berada pada masa kejayaan pada tahun 1970an ?

4. Mengapa Batik Lasem mengalami kemunduran pada tahun 1980 – 1990 ?

Page 28: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

11

E. Tujuan Penelitian

Secara Akademis : Berdasarkan pokok permasalahan di atas yaitu untuk :

1. Melihat batik lasem sebagai salah satu bentuk akulturasi 2 budaya yang

berbeda etnis, yaitu budaya Jawa dan Tionghoa yang berjalan harmonis

sampai

2. Mendeskripsikan bagaimana kehidupan masyarakat Lasem sebaagai cerminan

kahidupan 2 etnis yang terjalin dengan harmonis sampai saat ini dari sudut

pandang historis.

3. Mendeskripsikan batik Lasem, mulai dari sejarah, motif, serta keadaan

industri batik lasem pada tahun 1970 – 1990.

.

Secara Praktis :

Untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar strata satu ( S1 ).

F. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan di sini akan di bagi menjadi 2 yaitu :

Secara Akademis :

1. Diharapakan penulisan ini dapat menjadi sumber informasi berupa referensi

tentang batik Lasem baik dari sejarah, bentuk, industri, serta perkembangnya.

Page 29: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

12

Dan diharapkan dapat memberikan informasi pada rekan–rekan mahasiswa /

mahasiswi yang mengambil jurusan yang sama, selanjutnya dapat dijadikan studi

perbandingan.

2. Bagi penulis peneltian ini sangat bermanfaat, karena penulis dapat berlatih kerja

ilmiah, dimulai dengan mengumpulkan sumber hingga merumuskan

permasalahan-permasalahan dan kemudian menuliskannya secara historis.

Secara praktis :

1. Bagi masyarakat secara umum, diharapkan dapat memberikan informasi

tentang batik Lasem sebagai salah satu batik yang mempunyai keunikan,

ini dikarenakan dalam batik Lasem tersimpan banyak sekali makna

kebersamaan dalam perbedaan budaya.

2. Bagi masyarakat Rembang diharapkan penulisan ini dapat memicu

semangat untuk terus menjaga kelestarian batik Lasem, sebagai warisan

nenek moyang. Dan diharapakan selanjutnya dapat menjadi semangat

untuk bersama memajukan indutri batik Lasem sebagai salah satu identitas

dari kota Rembang dan Lasem pada khususnya.

3. Mengetahui Lasem secara historis sehingga dapat menarik wisatawan

untuk melihat lasem lebih dalam, serta melihat lasem dari sudut pandang

historis.

Page 30: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

13

G. Kajian Pustaka

Kajian tentang batik telah banyak dilakukan, tetapi penelitian tentang batik

Lasem sebagai akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa masih sedikit. Salah satunya

adalah skripsi karya Siska Narulia; Koperasi Batik PPBI Yogyakarta Tahun 1950-

1980, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Dalam penelitian ini

membahas mengenai peran serta Koperasi Pengusaha Batik Indonesia pada tahun

1950 sampai dengan kesulitan bahan baku yang dihadapi para pembatik tahun

1980. Skripsi ini masih memiliki kelemahan, yakni hanya membahas kesulitan

para pembatik dalam bahan baku tanpa memaparkan bagaimana cara pembatik

untuk terus dapat melanjutkan usaha pembatikan.

Sumber kedua yakni buku Departemen Perindustrian, 1977. Batik Dengan

Proses dan Corak Baru, Jakarta, Departemen Perindustrian. Dalam buku ini

memaparkan tentang proses pembuatan batik dengan metode baru yakni cap serta

printing. Selain itu juga mengulas mengenai corak-corak baru dalam batik dengan

tema dan corak bebas. Buku tersebut masih memiliki kelemahan, yakni tidak

membahas perubahan yang mendasar dalam proses pembuatan batik, seperti misal

dalam media yang digunakan. Seperti yang telah diuraikan pada bagian lain

sebelum ini bahwa kajian yang mengangkat tentang perkembangan batik Lasem

masih sangat langka. Kebanyakan hanya mengkaji tentang batik kain tradisional

serta perubahan metode baru dalam membatik.

Penulisan tentang batik L:asem memang sudah banyak ditulis, akan tetapi

dalam kebanyakan pembahasan hanya seputar perkembanganya serta keadaanya

Page 31: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

14

sekarang ini. Disini penulis mencoba mengkaji batik Lasem secara historis. Mulai

dari pembahasan tentang sejarah sampai motif yang terkandung dalam batik

Lasem, karena motif batik Lasem adalah sebuah hasil dari persilangan budaya,

dalam skripsi ini juga akan ditulis tentang kemunduran yang terjadi dalam indutri

batik Lasem, dan perkembanganya. Penulisan skripsi ini mengambil periode 1970

– 1990, pengambilan periode ini dikarenakan pada periode tahun ini terdapat

kemunduran dalam industri batik Nasional, yang tentu saja akan sangat

berdampak pada industri natik di Lasem.

H. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi berjudul “Batik Lasem Periode 1970-1990”

penulis menggunakan metode penelitian sejarah. Metode sejarah adalah proses

menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu secara

imaginatif dari fakta-fakta yang diperoleh melalui proses historiografi.10

Adapun

langkah-langkah dalam metode penelitian yakni heuristik, kritik sumber,

interpretasi dan historiografi. Heuristik merupakan suatu proses pengumpulan data

yang diperoleh dari literatur dan wawancara. Langkah selanjutnya ialah kritik

sumber (verifikasi data), bertujuan untuk mengetahui otentitas (keaslian) dan

kredibilitas sumber.11

Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran

10

Lois Gottschalk, 1969. Mengerti Sejarah, Universitas Indonesia, Jakarta,

hal berapa

11 Sartono Kartodirjo, 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi

Sejarah, Garmedia, Jakarta, hal. 146.

Page 32: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

15

yang diperoleh dari literatur-literatur tersebut. Langkah berikutnya adalah

interpretasi data, yakni tahap penguraian informasi, fakta dan relasi satu dengan

lainnya tanpa meninggalkan ketentuan dalam penelitian sejarah. Dalam penelitian

ini dituntut untuk mencermati dan mengungkapkan data secara akurat, maka untuk

mengurangi unsur subyektifitas, diperlukan pengolahan data dan analisis secara

cermat.12

Historiografi merupakan langkah terakhir dalam metode penelitian

sejarah. Langkah tersebut merupakan suatu proses rekonstruksi dari rentetan

peristiwa-peristiwa masa lampau berdasarkan data-data yang sudah diperoleh dan

diuji kebenarannya. Proses ini dikatakan berhasil apabila mampu menghasilkan

sintesis dari tesis dan analisis yang telah diolah.

I. Landasan Teori

Akulturasi merupakan proses social yang timbul pada suatu kelompok

masyarakat dengan kebudayaan yang sudah mereka miliki sebagai kebudayaan

asli, dihadapkan pada kebudayaan asing yang baru masuk. Sehingga terjadi proses

penyebaran budaya asing sebagai budaya baru pada suatu kelompok masyrakat

tertentu, kebudayaan asing yang baru datang tersebut pada prosesnya ternyata

dapat diterima oleh masyarakat asli sehingga terjadi percampuran yang dinamis

tanpa meninggalkan kebudayaan asli dari kelompok masyarakat tertentu.

12 Sartono Kartodirjo, op. cit, hal. 62

Page 33: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

16

Selain menggunakan teori akulturasi diatas dalam penulisan skripsi ini

juga menggunakan teori Brownislow Malinowski, menyatakan bahwa di mana-

mana manusia mempunyai kebutuhan bersama yang bersifat biologis dan

psikologis, dan bahwa tugas akhir dari semua kebudayaan adalah untuk memenuhi

kebutuhan tersebut. Malinowski memberi tiga tingkat kebutuhan yang

fundamental, yang katanya harus dipecahkan oleh setiap kebudayaan :

• Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhan akan

pangan dan prokreasi.

• kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, seperti kebutuhan akan

hukum dan pendidikan.

• Kebudayaan harus memnuhi kebutuhan integratif, seperti agama dan

pendidikan.

Selain menggunakan teori dari Malinowski, penulisan ini juga mencoba

menggunakan pandangan dari Talcott Parsons “ Teori fungsional”. Penggunaan

teori ini karena “Teori Fungsional” dekat dengan topic tulisan.”Teori Fungsional”

adalah teori yang menjelaskan tentang fungsi. Teori ini dinilai lebih ilmiah dan

empiris, dimana hipotesisnya diuji melalui penelitian-penelitian yang sistematik,

seperti pengamatan (observation )13

13

Juditira K. Gana, Ilmu-ilmu social : Dasar Konsep Pasisi, Program Pasca

Sarjana Universitas Padjajaran,Bandung, hal 53 – 54 diambil dari

http://www.reni.co.id

Page 34: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

17

Batik Lasem yang muncul dengan keindahanya, menyajikan motif yang

berbeda dengan batik dari daerah lain ini menjadikan batik Lasem mempunyai

nilai tersendiri. Diawali dari kedatangan Na Li Ni di Lasem yang membawa motif

khas dari Negeri Campa dan kemudian dimasukan ke dalam batik Lasem yang

memang sudah ada sejak zaman dulu. Selanjutnya terjadilah akulturasi Budaya

yang sinergi dan menjadikan batik Lasem menjadi batik yang mempunyai motif

perpaduan antara Jawa dan Tionghoa.

Batik Lasem adalah bentuk dari sebuah proses akulturasi antara dua etnis

yang berbeda. Tidak hanya batik saja yang menjadi bentuk akulturasi budaya di

Lasem, akan tetapi masyarakatnya yang hidup secara harmonis juga menjadi bukti

akulturasi yang bisa dilihat sampai sekarang, ini terlihat dari banyaknya warga

keturunan tionghoa yang menikah dengan pribumi.

Selain itu fungsi batik Lasem juga menjadi pemersatu antara dua etnis, ini

terlihat dari industri Batik Lasem yang banyak mempekerjakan para penduduk

lokal sebagai tenaga pemabatik, sedangkan orang–orang dari etnis Tionghoa

sebagai pemilik perusahaan. Tentu saja keselarasan hidup yang terus berjalan

sampai saat ini menjadi symbol bahwa walaupun berbeda etnis akan tetapi mereka

dapat hidup secara harmonis.

J. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh mengenai penulisan ini,

maka penulis akan mengemukakan sistematika penulisan sebagai berikut.

Page 35: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

18

Bab I, memuat pendahuluan, latarbelakang permasalahan dan rumusan masalah.

Selain itu juga mengemukakan mengenai tujuan penulisan dan manfaat penulisan,

kajian pustaka, metode penelitian, landasan teori, hipotesis serta sistematika

penulisan.

Bab II,menguraikan tentang gambaran kota Lasem secara garis besar.

BAB III, menguraikan tentang bagaimana bentuk dari batik batik Tionghoa dan

batik Lasem sebelum dan sesudah terjadinya akulturasi .

BAB IV Menguraikan bagaimana keadaan batik Lasem pada tahun 1970an

pengambilan periode tahun 1970an ini diambil karena pada tahun 1970an batik

Lasem mengalami kejayaan.

BAN V Menguraikan bagaimana keadaan batik Lasem pada tahun 1980-

1990.Mulai dari munculnya batik cap dan print,dampak negative dan positif,

faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan industri batik Lasem, serta

bagaimana industri batik Lasem bertahan dalam situasi yang sulit.

Bab VI berisi simpulan dari apa yang telah telah di uraikan diatas. Simpulan

yang dimaksud adalah menjawab permasalahan yang di ajukan dalam penulisan

skripsi ini.

Page 36: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

19

BAB II

LASEM KOTA TUA SEBAGAI BUKTI KEHARMONISAN

ANTARA JAWA – TIONGHOA

A. Sekilas tentang Sejarah Lasem

Lasem merupakan Kota kecil yang merupakan bagian dari wilayah

Kabupaten Rembang. Lasem terletak 12 km di sebelah timur Kota Rembang

merupakan salah satu kota di pesisir pantai utara. Lasem adalah Kota tua dengan

keunikan yang berbeda dengan wilayah lainya, keunikan ini terletak pada

masyarakatnya yang dapat hidup secara harmonis dengan pebedaan etnik yaitu

Jawa dan Tionghoa. Bahkan sampai saat ini keharmonisan yang terjalin

menjadikan saling ketergantungan antar dua etnik ini.14

Sejarah Lasem yang cukup panjang dan tua tidak terlepas dari letak

geografis Lasem yang berada di Pesisir Pantai utara Jawa. Lasem di yakini

menjadi pintu masuk awal migrasi orang Tionghoa di pulau Jawa. Sebagai Kota

pecinan di Jawa yang sudah berumur ratusan tahun, tentu saja warga Lasem juga

mempunyai peranan penting dalam Sejarah Perjuangan mengusir Penjajah dari

Nusantara. Sebagai Kota tua dengan masyarakat Tionghoanya yang relatif banyak,

Lasem masih sangat kental dengan adat serta budaya Tionghoa. Inilah yang

menjadi keunikan tersendiri dari Lasem, karna dari Lasem sebuah kota kecil di

ujung timur Jawa tengah kita dapat belajar toleransi antar dua etnik yang berbeda.

14

Ketergantungan ini terutama pada bidang ekonomi di mana banyak

warga Tionghoa yang membuka usaha, sedangkan orang orang lasem banyak

yang bekerja di bidang usaha yang didirikan oleh orang Tionghoa.

Page 37: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

20

Menulis Sejarah Lasem tentu saja tidak terlepas dari sejarah Kota

Rembang. Ini dikarenakan Lasem merupakan bagian wilayah dari Kota Rembang.

Rembang baik sebagai Kota Kecamatan, Karesidenan, maupun Kabupaten sudah

dikenal sejak zaman dahulu. Pada zaman klasik sejarah Rembang tidak dapat

dipisahkan dari sejarah kota Lasem, sehingga dari sisi histories dua wilayah ini

tidak dapat dipisahkan. Rembang pada masa Klasik merupakan wilayah dari

Lasem, akan tetapi pada masa pemerintahan colonial terjadi pergerseran

kekuasaan, sehingga Rembang dirubah menjadi sebuah Kabupaten dan Lasem

menjadi wilayah dari Kabupaten Rembang.

Pada Masa kekuasaan Majapahit, Rembang memang tidak terdapat

aktivitas yang dapat diceritakan, ini dikarenakan keterbatasan sumber yang

menceritakan aktifitas historis dari Rembang. Akan tetapi penulisan tentang

Rembang dengan kegiatan baharinya sudah mulai banyak ditulis pada Masa

kekuasaan Pra Kolonial dan Mataram.

Pada masa kekuasaan Majapahit, Rembang merupakan bagian dari

wilayah kekuasaan Lasem.15

Tome Pires juga menyebutkan di Rembang juga

terdapat pembuatan kapal-kapal dagang Demak.16

Akan tetapi karena keterbatasan

sumber aktifitas pelabuhan Rembang tidak banyak dijelaskan. Pada masa

15

Lasem Merupakan salah satu daerah kekuasaan Majapahit yang terletak

di bagian utara wilayah Kerajaan Majapahit dan sebelah barat Matahun,yaitu

daerah kasem sekarang. Lihat : Titi surti Nastiti dan Nurhadi Rangkuti,Laporan

Penelitian Ekskavasi Caruban,Lasem, Jawa Tengah ( Jakarta Depatemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 ), hlm.8.

16 Tome Pires pada kunjunganya ke Rembang pada tahun 1531.

Page 38: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

21

pemerintahan Daendeles ( 1808 – 1811 ) di temukan sumber yang mengatakan

bahwa perfectur ( semacam karesidenan ) Rembang dibagi atas empat Kabupaten

yaitu Juana, Rembang, Lasem, Tuban.17

Akan tetapi pada masa kultur stetsel,

berbagai sumber Kolonial khususnya Culturverslagen menyebutkan bahwa

Lasem hanya merupakan daerah yang merupakan bagian dan termasuk dalam

wilayah kabupaten Rembang.18

Pada masa itu Lasem dikepalai oleh seorang

Demang. Dengan melihat Demang sebagai kepala wilayah Lasem, maka menurut

system pemerintahan Pribumi pada saat itu, maka wilayah Lasem hanya menjadi

onder district atau bisa disejajarkan dengan Kecamatan pada saat ini.

Walaupun wilayah Lasem hanya sebagai onder district atau setingkat

dengan kecamatan, Lasem mempunyai peranan penting bagi perekonomian di

Rembang. Pentingnya keberadaan Lasem ini sudah dimulai sejak dulu. Ini terbukti

pada masa pemerintahan Mataram Islam, Lasem sudah mempunyai fungsi penting

bagi perdagangan dan hubungan Luar Negeri.19

Melihat peranan Lasem yang sudah menjadi titik penting Kabupaten

Rembang, sudah barang tentu sejarah Lasem menarik untuk disimak. Lasem

sering di sebut “ Tiongkok kecil ” ini dikarenakan di Lasem terdapat banyak

17

Laporan Daendeles Tahun 1814, Staat der Nederlandsch Oost-Indische

Bezittingen ( 1908 – 1811 ), Ordonantie No.1169, 1 September 1808, Koleksi

ARNAS.

18 “Van Rembang Naar Toeban” dalam Tijdscrift Voor Nederlandsch Indie

( TNI ). 1850,1,hlm.46.

19 Soemarsaid Moertono, State and Stratecraft in Old Java.( New York:

Ithaca,1968 ), hlm. 120.

Page 39: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

22

sekali Warga Tionghoa yang menetap di Lasem, dan kebanyakan dari warga

tionghoa yang sudah menetap lama mereka selanjutnya menikah dengan warga

asli sehingga terbentuklah keluarga dari hasil perkawinan campur, anak yang di

hasilkan dari perkwinan dua etnik yang berbeda ini disebut Tionghoa Peranakan.

Keunikan yang ada di Lasem ini memang tidak banyak ditemukan di wialayah

lain. Lasem dengan keharmonisan masyarakatnya yang hidup berdampingan

antara dua etnik sampai saat ini masih sangat terjaga, ini membuat Lasem sebagai

wilayah yang dapat dijadikan symbol keharmonisan didalam sebuah perbedaan.

Keharmonisan ini memang tidak begitu saja tercipta, keharmonisan yang

ada di Lasem merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang. Adalah

Raden Panji Margono Adipati Lasem yang seorang Jawa, masih mempunyai garis

keturunan kerajaan Mataram, membina hubungan baik dengan Tionghoa yaitu

Oey Ing Kiat dan Tan Kee Wie. Hubungan yang terjalin dengan sangat baik ini

dikarenakan antara Panji Margono , Oey Ing Kiat dan Tan Kee Wie mempunyai

misi dan semangat yang sama untuk mengusir penjajah Belanda dari Bumi

Indonesia. Perjuangan yang dilakukan oleh R. Panji Margono dan dua saudara

angkatnya yang orang Tionghoa terjadi karena dipicu oleh pembantaian besar

besaran yang dilakukan belanda terhadap Warga Tionghoa di Batavia pada Tahun

1740. Pemberontakan yang terjadi di Batavia memaksa orang-orang Tionghoa

untuk mengungsi ke wilayah timur,dan Lasem menjadi salah satu daerah tujuan

pengungsian warga Tionghoa, karena di Lasem orang Tionghoa dapat diterima

dan hidup berdampingan dengan masyarakat setempat. Pembantaian besar besaran

terhadap warga Tionghoa di Batavia tentu saja menyulut pemberontakan warga

Page 40: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

23

Tionghoa terhadap Belanda di berbagai wilayah,dan Lasem menjadi salah satu

wilayah yang juga mengobarkan perlawanana terhadap kolonial.pemberontakan

yang dideklarasikan oleh warga Tionghoa mendapat respon yang baik dari para

pemimpin dibeberapa daerah dan Panji Margono adalah salah satunya yang

menerima tawaran untuk membantu pemberontakan itu.

Dalam perjuangan melawan Belanda, Panji Margono, Oey Ing Kiat dan

Tan Kee Wie meninggal dalam perang, kekuatan Belanda bertambah karena

mendapat bantuan dari Madura yang dipimpin oleh Tjakraningrat, sehingga

pemberontakan yang dilakukan oleh Jawa dan Tionghoa dapat dipukul mundur.

Perjuangan yang menjadi lambang bersatunya Jawa dan Tionghoa inilah yang

selanjutnya menjadi pelopor kerukunan hidup antara Jawa – Tionghoa yang dapat

terus terjaga sampai saat ini. Bahkan saat Belanda mengeluarkan politik Devide

At Impera yang bertujuan untuk membedakan strata social pada setiap Negara

jajahanya, tidak brrlaku di lasem. Pembagian Strata sosial yang menempatkan

warga Eropa pada tingkatan pertama, warga Tionghoa, Arab serta para pendatang

pada urutan ke dua, dan warga Pribumi pada urutan paling bawah. Akan tetapi

politik Belanda ini tidak berlaku di Lasem, antara Jawa – Tionghoa tidak terjadi

perbedaan strata serta tidak terjadi eksklusifitas antara dua etnik ini. Jawa –

Tionghoa di Lasem dapat hidup membaur, dan saling menghormati sikap toleransi

ini yang sampai saat ini dapat dijaga oleh masyarakat Lasem.

Warga Lasem yang merupakan orang Jawa asli dapat hidup secara

harmonis dengan Etnik Tionghoa sebagai pendatang sampai saat ini. Bahkan

banyak sekali warga Tionghoa yang menikah dengan orang Jawa. Pernikahan

Page 41: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

24

campur ini yang selanjutnya menghasilkan banyak persilangan kebudayaan,

sebagai contohnya pada perayaan Cap Go Meh yang merupakan Hari Raya orang

Tionghoa banyak juga diikuti oleh orang Jawa, dalam perayaan hari besar orang

Tionghao ini orang Jawa bukan hanya menjadi penonton, akan tetapi mereka

terlibat secara langsung, tidak jarang orang Jawa ikut menggotong patung-patung

Kemsin atau patung Dewa yang diarak pada perayaan tersebut. Contoh yang lain

adalah didirikanya Kelenteng Gie Yong Bio di Desa Babagan Lasem, kelenteng

Gia Yong Bio ini didalamnya terdapat patung Panji Margono, ini sabagai bentuk

penghormatan warga Tionghoa terhadap Panji Margono yang orang Jawa.

Penghormatan yang diberikan warga Tionghoa terhadap Panji Margono yang

seorang jawa tentu saja dapat menimbulkan sikap yang sama pada orang Jawa

untuk bersikap sebaliknya pada masyarkat Tionghoa.

Keharmonisan pola hidup warga Lasem inilah yang menjadikan Lasem

mempunyai keunikan tersendiri bila di bandingkan dengan pecinan yang ada

diwilayah lain. Sikap Eklusif yang dalam beberapa masyarakat Tionghoa tunjukan

dalam hubungan social mereka, tidak berlaku di Lasem. Dengan mudah kita dapat

melihat pergaulan orang Jawa dan Tionghoa dalam berbagai situasi di Lasem,

seperti di warung-warung makan ato ditempat berkumpulnya orang. Ini tentu saja

dapat menjadi contoh bagi kita untuk dapat saling menghargai walaupun terdapat

perbedaan budaya, suku,dan warna kulit.

Page 42: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

25

B. Kondisi Fisik Lasem.

1. Letak Geografis.

Lasem yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Rembang

terletak di 12 km sebelah timur dari pusat Kota Rembang. Lasem berada pada

koordinat 6º 42’ Lintang Selatan dan 111º 25’ Bujur Timur. Lasem terletak 0 –

806 berada diatas permukaan laut, cuaca daerah Lasem relative cukup panas

berkisar antara 25º – 35ºC dengan curah hujan rata rata 1.044 cm/tahun.

Kecamatan Lasem sebelah utara dibatasi oleh Kecamatan Rembang, sebelah timur

berbatasan dengan Kecamatan Gunem, sebelah Selatan berbatasan dengan

kecamatan Bulu, dan disebelah barat dibatasi oleh Kecamatan Sumber.20

Secara Geografis Kecamatan Lasem dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu 1)

daerah yang mempunyai wilayah pantai, daerah pantai ini berpusat di Caruban

dan Bonang Binagun, 2) Dataran rendah, wilayah dataran rendah ini adalah daerah

yang menjadi pusat dari Kota Lasem dan sekitarnya,wilayah dataran rendah juga

meliputi daerah yang terdapat aliran sungai Lasem, 3) Daerah Pegunungan, daerah

pegunungan ini meliputi wilayah yang berada di dataran tinggi,diantaranya adalah

gunung ngeblek, gunung idjo, gunung sertra dan lainya.

Kecamatan Lasem terbagi menjadi 20 desa. Luas wilayah Lasem yang

meluputi 20 kecamatan adalah 4503 Ha atau 4,43 % dari luas Kabupaten

Rembang secara keseluruhan.

20

Kecmatan Lasem dalam angka 19980. Kerja sama BAPPEDA

Kabupaten Rembang , Koordinator statistic kecamatan Lasem.1980.

Page 43: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

26

2. Iklim

Lasem yang merupakan daerah pantai mempunyai cuaca yang cukup

panas. Daerah Lasem yang merupakan daerah pesisir terdiri dari musim kemarau

yang jatuh pada bulan juni sampai bulan oktober. Musim pancaroba pada bulan

November – Desember dan Bulan April – Bulan Mei.21

Sedangkan musim yang

terakhir adalah musim hujan yang terjadi pada bulan januari – bulan Maret. Curah

hujan di kecamatan lasem dapat dikatakan relative sedikit sekali, rata rata kurang

dari 1500 mm/tahun. Jumlah rata-rata hujan 60 hari/tahun.22

3. Kondisi Perairan Pantai di Lasem.

Karakteristik non biofisik disepanjang pantai di daerah Lasem menunjukan

bahwa pasang surut yang terjadi di perairan Lasem cenderung mempunyai pola

campuran dan condong ditentukan oleh hari dan tanggal. Amplituda perairan

Lasem juga relative besar, yaitu berkisar antara 30 – 40 cm dan tertinggi 160 –

180 cm dan ini terjadi sepanjang tahun.

Sedangkan arah dan kecepatan yang ada di perairan Lasem di penggaruhi

oleh pola arus di Laut Jawa. Pola arus yang terjadi di Laut Jawa sangat berfariasi,

Pola arus ini juga dipengaruhi oleh musim yang ada di Indonesia. Wilayah Pantai

biasanya mengenal Musim Barat dan Musim Timur, dua musim ini sangat

21

Pancaroba : musim yang berada pada pergantian musim yaitu musim

kemarau ke musim hujan, ataupun sebaliknya.

22 Titi Surti Nastiti dan Nurhadi Rangkuti, Laporan Penelitian Ekskavasi

Caruban, Lasem, Jawa Tengah. ( Jakarta : Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1988), hlm.8.

Page 44: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

27

menentukan besar gelombang yang ada. Dua musim ini dijadikan patokan para

nelayan untuk pergi melaut. Musim barat terjadi pada bulan Desember – Januari,

arus bergerak dengan cepat dari barat menuju ke timur, dan biasanya pada Musim

Barat ini gelombang yang terjadi di laut besar. Sedangkan Musim Timur yang

berlangsung pada bulan Juni – Agustus, pada Musim Timur ini arus bergerak

lebih lambat.

Lasem yang pada Zaman dahulu mempunyai sungai besar, bahkan pernah

menjadi jalur perdagangan yang penting. Sungai itu sekarang sudah tidak ada lagi

ini di karenakan terjadinya proses pendangkalan dan semakin banyaknya rumah

penduduk. Ini yang menyebabkan Lasem tidak mempunyai sungai besar, dan

tentu saja faktor sungai mempengaruhi pola arus yang terjadi di perairan Lasem,

dengan tidak adanya sungai yang besar di Lasem, arus di lasem relative tenang.

4. Lasem Sebagai kota tua dengan berbagai aset wisata.

Lasem yang terletak di wilayah pantai utara, mempunyai garis sejarah

yang panjang. Dari letak geografisnya yang berada pada wilayah pantai utara

jawa, tentu saja dapat kita lihat lasem adalah sebuah kota pantai dengan aktifitas

perdagangan yang ramai pada zaman dulu.

Berikut ini Tabel beberapa peninggalan bersejarah di lasem sebagai bukti

lasem mempunyai banyak tempat brsejarah sebagai bukti sejarah lasem di masa

lampau

Page 45: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

28

Tabel 1. tempat bersejarah di Lasem.

No NAMA TEMPAT BERSEJARAH LETAK SPESIFIKASI

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

Masjid Jami’ Lasem

Makam – Tejokusumo

Makam Nyai Ageng Maloko

Makam Santi Puspo

Kelenteng Cu An Kiong Dasun

Batik Khas Lasem

Kompleks Cina – Jangkar

Gambiran

Dok Kapal Dasun

Makam R.Panji Margono &

Murtado

Klenteng Yong Kong Co

Klenteng Poo An Bio Karangturi

Batu Lingga

Tapak Kaki

Goa Tinatah

Lasem

Lasem

Ds. Caruban

Ds. Caruban

Jl.Dasun 19 Lasem

Lasem

Jl.Dasun No.15

Dasun

Dorokandang

Jl. Babagan No.7

Jl. Karangturi

VII.15

Kajar

Kajar

Kajar

Masjid

Makam

Makam

Makam

Klenteng

Seni Batik

Perkampungan

Pabrik Kapal

Makam

Klenteng

Klenteng

Arkeologi

Arkeologi

Alam

Sumber Tabel 1 : “Warisan Pusaka Budaya Kabupaten Rembang untuk

Pengembangan Obyek Wisata Bersejarah Di Kabupaten Rembang”. Kerjasama

Kantor Pariwisata Kabupaten Rembang dengan Pusat Studi Sejarah dan Budaya

Maritim Universitas Diponegoro Tahun 2003.

Dari Tabel diatas dapat terlihat jelas bahwa Lasem mempunyai banyak

sekali tempat bersejarah yang selanjutnya dapat dijadikan referensi sebagai

kunjungan wisata sejarah.

Page 46: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

29

C. Sosial Ekonomi Masyarakat Lasem.

Wialayah Lasem yang berpenduduk sekitar 36.473 jiwa pada tahun 1980

berada pada keadaan yang relative miskin. Ini selain disebabkan oleh lemahnya

sumberdaya manusia masyarakat Lasem pada saat itu juga disebabkan oleh letak

Lasem yang merupakan kota pantai mempunyai wilayah yang tandus dan gersang.

Adapun gambaran desa-desa, luas desa serta kepadatan penduduk per desa di

tampilkan pada table 2 berikut :

Tabel 2. Penduduk, Luas Desa, serta Kepadatan Penduduk per Desa 1980

No Desa Jumlah

Peduduk

Luas Desa

( Km 2 )

Kepadatan

Penduduk

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

Karasgede

Jolotundo

Sendangcoyo

Ngargomulyo

Kajar

Selopuro

Sumbergirang

Karangturi

Babagan

Dorokandang

Gunungmulyo

Soditan

Ngemplak

Sendangasri

Gowak

Sriombo

Binangun

Bonang

Tasiksono

Dasun

1.245

2.157

2.222

357

1.239

2.046

4.897

2.686

2.273

1.493

2.682

4.484

2.567

1.262

1.219

816

1.025

1.011

389

403

1,57

1,12

4,14

0,79

2,22

3,67

1,82

0,91

0,75

2.03

3,42

1,74

0,61

2,74

7,05

2,14

3,50

1,01

0,95

1,27

793

1,926

537

452

558

557

2.691

2.952

3.031

735

784

2.577

4.208

461

173

381

293

1.001

409

317

Jumlah : 36.473 43,35 839

Sumber tabel 2 : Badan Pusat Statistik Kabupaten Rembang 1970.

Page 47: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

30

Dengan Jumlah penduduk yang telah disebutkan diatas yang terbagi dalam

20 Desa tentu saja Lasem dapat dikatakan mempunyai penduduk yang relative

padat. Wilayah persebaran penduduk Lasem terbagi menjadi 3, yang pertama

adalah panduduk Lasem yang berada pada sepanjang pantai, ke dua penduduk

lasem yang tinggal pada pusat kota Lasem, dan yang ketiga penduduk yang

tinggal pada daerah pedalaman di Lasem.

Penduduk yang tinggal di wilayah pantai rata rata bekerja pada sector

kelautan serta sebagian membuka tambak, baik itu tambak garam maupun tambak

ikan. Sedangkan untuk penduduk yang tinggal diwilayah pusat kota Lasem,

kebanyakan adalah bekerja menjadi pedagang serta sebagian menjadi pengusaha.

Pendudk Lasem yang ada di wilayah pedalaman mereka sebagian besar adalah

menjadi petani. Seperti yang diungkapkan oleh Jammes C Scott, bahwa para

petani di Asia Tenggara mempunyai etika Subsistensi dengan moral ekonomi

yang di sebut dengan “Safeti First”.23

Lasem pada periode 1970 – 1980 merupakan wilayah yang relative

miskin,ini dikarenakan sumber daya manusia yang masih cukup rendah pada masa

itu. Selain faktor masyarakatnya, keadaan wilayah Lasem juga bisa dibilang

tandus. Ini tentu saja berdampak pada sebagian besar masyarakat di Lasem. Selain

di karenakan beberapa faktor diatas, juga disebabkan oleh orang Rembang

23

James C Scott, Moral Ekonomi Petani ( Jakarta : LP3ES,1983 ),hal.1-7

Page 48: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

31

cenderung memiliki gaya hidup rendah, sehingga orang lebih tergantung dari

tanah dan segala dampak yang di timbulkan.24

Kondisi ini tentu saja berdampak dengan adanya sikap ekslusif yang

ditunjukan oleh warga Tionghoa, ini dikarenakan warga Tionghoa yang bermukim

di Lasem kebanyakan adalah dari golongan yang berada diatas level penduduk

pribumi. Ini terlihat dari banyaknya para penduduk asli yang bekerja pada orang

orang tionghoa.Akan tetapi untuk hubungan secara social tidak ada jarak antara

jawa dan Tionghoa. Sikap inilah yang selanjutnya terus dijaga oleh masyarakat

lasem sampai saat ini.

D. Religi Masyarakat Lasem.

Lasem sebagai kota yang mempuyai keunikan dengan keseimbangan

social antara Jawa dan Tionghoa. Bukti dari keselarasan itu adalah dapat dilihat

pula dalam kehidupan beragama. Di Lasem terdapat beberapa Klenteng yang

merupakan tempat peribadatan orang Tionghoa, Lasem juga dikenal sebagai kota

yang masih sangat kental dengan agama islam yang memang merupakan agama

dari sebagian besar masyarakat Lasem, ini dapat dilihat dari beberapa pondok

pesantren yang ada di Lasem. Selain agama yang dianut adalah Islam, Budha dan

Hindu beberapa masyarakat Lasem juga memluk agama Kristen dan Katolik.

24

H.C. Bekking, de Ontwikkeling der Residentie Rembang (Rotterdam

H.Nijgh,1861 ),hal 3-4

Page 49: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

32

1. Lasem sebagai kota yang kental dengan Nuansa Islam.

Lasem selain dikenal dengan akulkturasi budaya antara masyarakat

tionghoa dengan jawa juga sangat dikenal dengan kota dengan nuansa islam yang

sangat kental terbukti dengan banyaknya ulama ulama besar yang lahir dari kota

kecil ini. Perkembangan agama islam di Indonesia terutama di Jawa yang sangat

pesat pada abad ke 15 membawa Lasem pada saat itu hingga saat ini menjadi

salah satu kota sebagai pusat agama yang cukup diperhitungkan di wilayah pesisir

utara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lasem sebagai kota religi yang sudah

diperhitungkan dengan banyaknya pusat pendidikan agama islam berupa pondok

pesantren yang masih eksis sampai saat ini. Kuatnya Islam di Lasem juga tidak

terlepas dari orang orang Tionghoa yang pada awalnya juga menyebarkan agama

Islam di Nusantara.

Ulama ulama besar yang dilahirkan dari daerah Lasem sudah menjadi

tokoh penting sejak Era Revolusi Kemerdekaan, terbukti dengan andil mereka

yang begitu besar dalam memperjuangkan kemerdekaan melalui organisasi-

organisasi politik serta lembaga pendidikan agama yang mereka bina. Perjuangan

melalui lembaga-lembaga serta mengeluarkan gagasan berupa ideologi semacam

itu dirasakan lebih efektif dilakukan ketimbang perjuangan dengan peperangan

yang menggunakan senjata. Selain penerapan perjuangan secara diplomasi

melalui lembaga keagamaan melalui pondok pesantren yang mereka bina dapat

memberikan solusi solusi politik dari sudut pandang agama, perjuangan mereka

juga serta merta melakukan syiar agama.

Page 50: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

33

Sistem Kolonial yang ada pada saat itu membatasi system pendidikan serta

pengetahuan masyarakat pribumi mengundang keprihatinan sejumlah ulama di

Lasem. Pendidikan yang hanya diberikan pada anak-anak dari keturnana ningrat

dan Golongan Bangsa Eropa, membuat nasib pribumi semakin memprihatinkan.

Dengan keadaan seperti itu ulama-ulama di Lasem mendirikan pesantren-

pesantren yang ditujukan untuk kaum pribumi agar tidak jauh tertinggal, ini

merupakan sikap yang ditunjukan atas ketidak setujuan diskriminasi yang

diterapkan oleh Colonial Belanda. Diantara puluhan ulama yang ada di Lasem

yang paling terkenal karena perjuangan pada masa itu adalah KH.Ma’sum, KH.

Baidlowi dan KH Kholil25

dan masih banyak tokoh-tokoh islam dari Lasem yang

mempunyai peran penting. Selain tokoh-tokoh ulama besar yang lahir dari Lasem,

bukti lain lasem sebagai kota santri adalah Masji Jami’ Lasem. Letak Majid Jami’

Lasem yang tepat berada disebelah barat alun-alun kota lasem dan berada

disekitar pasar dan pusat pemrintahan Lasem, sama dengan konsep pemerintahan

di Jawa pada masa Kerajaan Demak hingga Mataram Islam.

Dari beberapa bukti yang sudah dipaparkan diatas, Lasem selain terdapat

kerukunan umat beraga dan etnik antara Jawa dan Tionghoa.Lasem juga

merupakan kota dengan kultur islam yang sangat kuat dan masih bisa dilihat

sampai saat ini.

25

KH.Ma’sum dan KH. Baidlowi adalah dua tokoh ulama kharismatik di

Jawa dan juga penggagas berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama.KH. Kholil

adalah termasuk salah satu anggota Dewan Syuriyah pada awal berdirinya

Organisasi Nahdatlul Ulama’ tahun 1926.Unjiya M.Akrom. LASEM NEGERI

DAMPO AWANG Sejarah yang terlupakan, Yogyakarta: Eja Publisher,2008.

Page 51: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

34

2. Lasem Sebagai Kota dengan Etnik Tionghoa yang masih sangat kental

dengan Religinya.

Kerukunan yang berjalan selaras di Lasem antara Jawa dan Tionghoa di

Lasem memang jarang ditemui di daerah lain. Besarnya jumlah warga Tionghoa

di Lasem dapat membaur dengan baik. Warga Tionghoa yang ada di Lasem

kebanyakan adalah penganut agama hindu dan budha. Ajaran Confusianisme

dalam masyarakat Tionghoa yang masih sangat kuat dalam kehidupan masyarakat

Tionghoa Lasem, mengajarkan tentang cinta kasih, etika, estetika dan yang paling

kuat adalah ajaran penghormatan pada leluhur.26

Selain memeluk agama Hindu

dan Budha masyarakat Tionghoa di Lasem memeluk agama Nung Chiou.27

Lasem sebagai salah satu kota tujuan imigran bangsa Cina yang besar di

Jawa pada abad 14 – 15, selain Lasem ada juga ada Sampotoalang dan Ujung

Galuh yang menjadi kota tujuan imigran dari Cina.28

Di Lasem terdapat beberapa

tempat peribadatan orang cina yang berupa klenteng. Kelenteng yang ada di

Lasem adalah Klenteng Cu an Kong yang berada di Jl. Dasun, Klenteng Gie Yong

26

Wawancara dengan bp.Sigit Wicaksono. Di kediamanya desa Babagan

Lasem. Tanggal 27 Februari 2009.

27 Nung Chiaou adalah agama leluhur yang di turunkan dari para kaum

tani.Agama ini berisi tentang penghormatan terhadap leluhur serta penghormatan

terhadap Tuhan.Wawancara dengan Bapak Sigit Wicaksono, di kediamannya desa

babagan lasem.Tanggal 27 februari 2009.

28 Sampotoalang sekarang semarang. Ujung Galuh sekarang

Surabaya.Unijaya.M.Akrom. LASEM NEGERI DAMPO AWANG Sejarah yang

terlupakan, Yogyakarta: Eja Publisher,2008.

Page 52: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

35

Kong Co di Jl. Babagan, Klenteng Poo An Bio di Jl. Karangturi VII No.15 Lasem.

Tiga Klenteng ini membuktikan bahwa selain kota yang masih sangat kuat agama

islamnya Lasem juga menjadi kota yang mempunyai penduduk Tionghoa cukup

banyak, dengan budaya serta religinya yang masih bisa terjaga sampai saat ini.

E. Etnis Tionghoa dan Jawa di Lasem.

Sejarah panjang akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa di Lasem memang

sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Di awali dengan kedatangan Bi Nang Un

yang merupakan anak buah dari Cheng Ho pada Tahun 1335, yang mendaratkan

kapal dagangnya pertama kali di perairan Lasem tepatnya di pantai Regol sebelah

utara Lasem, mengawali datangnya bangsa Tionghoa di Lasem. Kedatangan Bi

Nang Un dan pasukanya ke Lasem pada tujuan awalnya adalah untuk melakukan

perdagangan. Akan tetapi hubungan itu berlanjut menjadi hubungan sosial yang

terjalin dengan baik. Berawal dari semangat yang sama untuk melawan Colonial

Belanda, hubungan ini berlanjut menjadi hubungan keseharian yang terjalin dalam

kehidupan masyarakat Jawa dan Tionghoa di Lasem sehari hari.

Pengaruh peradaban tionghoa tersebar hampir diseluruh Nusantara,

pengaruh tersebut tersebar melalui komunitas-komunitas Tionghoa di Nusantara.

Beberapa wilayah yang banyak terdapat komunitas tionghoa antara lain wilayah

pantai di timur Sumatra, pantai barat Kalimantan, dan Pantai- pantai di utara Jawa.

Terutama untuk wilayah pantai utara jawa merupakan salah satu mata rantai

perdagangan bangsa tionghoa di Nusantara. Dan salah satunya adalah Lasem,

Page 53: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

36

Lasem merupakan salah satu wilayah perdagangan Tionghoa yang ramai

disamping Rembang, Tuban, Juwana, Jepara dan pantai lain di utara Jawa.

Nuansa Tionghoa yang masih sangat kental dirasakan di Lasem terlihat

dari arsitektur rumah-rumah masyarakat Tionghoa. Tembok- tembok tinggi dan

kokoh menjadi cirri khas bangsa tionghoa. Tembok tinggi itu membentuk lorong-

lorong putih yang sangat khas dengan bangunan Tionghoa, seolah kita berada

pada Negara Cina tempat dari mana Komunitas Tionghoa berasal. Selain dari

bangunan tempat tinggal Nuansa Tionghoa di Lasem juga terlihat dari beberapa

rumah ibadah orang Tionghoa berupa Kelenteng. Kelenteng yang ada di Lasem

masih terlihat kokoh dan sangat terawat.

Kedatangan bangsa Tionghoa yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun

yang lalu di Nusantara membawa sesuatu yang berbeda pada tempat yang menjadi

tujuan kedatangan bangsa Tionghoa ini. Perubahan yang yang terjadi tentu saja

adalah perubahan pada budaya. Budaya yang dibawa orang orang Tionghoa dapat

membaur degan budaya lokal, dan selanjutnya membentuk akulturasi budaya yang

unik. Kedatangan bangsa Tionghoa di Lasem dipercaya hanya terdiri atas laki-laki

saja, ini karena perjalanan yang mereka lakukan sangatlah berbahaya dan

memakan waktu yang cukup lama.29

Selanjutnya orang-orang Tionghoa yang ada

di Lasem melakukan pernikahan dangan gadis gadis lokal, pernikahan ini

selanjutnya menghasilkan Tionghoa peranakan.

29

Sedikit catatan, bahwa emigrasi besar besaran yang di lakukan orang-

orang Tionghoatermasuk kaum perempuan baru terjadi pada abad ke-19 dan abad

ke-20, ini berkaitan dengan berkembangnya failitas kapal motor dan dicabutnya

larangan keluar Tiongkok oleh Kaisar Dinasti Ching.

Page 54: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

37

Tionghoa Lasem memang berbeda dengan Tionghoa di wilayah lain, sikap

eksklusifitas yang ditunjukan orang orang Tionghoa di daerah lain tidak terjadi di

Lasem. Terbukti dalam semua aspek kehidupan mereka dapat saling

menghormati, tidak jarang kita dapat menemui sekelompok orang yang

bercengkerama, pasti terdapat beberapa orang tionghoa. Ini merupakan bukti

bahwa Tiong hoa di Lasem dapat membaur degan masyrakat lokal di Lasem.

Selain membaur dalam kehidupan sehari hari, keselarasan yang terjadi

dalam kehidupan Tionghoa di Lasem adalah dalam kehidupan ekonomi. Etnis

Tionghoa di Lasem yang kebanyakan melakukan usaha dagang, tidak jarang

memperkerjakan orang jawa, hubungan yang terjalin pun bukan sebagai majikan

dan bawahan akan tetapi lebih pada hubungan kerjasama yang saling

menghormati. Selain itu Industri batik yang ada di Lasem menjadi salah satu

usaha yang banyak dilakukan olah orang orang Tionghoa Lasem, dalam industri

batik ini orang-orang Tionghao Lasem mempekerjakan orang Jawa sebagai tenaga

pembatik.

Masyarakat Tionghoa yang merupakan pendatang tentu saja mempunyai

pola hidup dan kebudayaan yang berbeda dengan penduduk local. Perbedaan itu

mulai dari Religi, budaya serta adat. Akan tetapi di Lasem perbedaan ini tidak

mengakibatkan sebuah benturan dengan penduduk lokal, sebaliknya budaya yang

dibawa oleh etnis Tionghoa dapat diterima dan selanjutnya terjadi akulturasi

budaya yang sangat menarik. Sebagai contoh nyata akulturasi budaya yang terjadi

di Lasem adalah pada batik Lasem.

Page 55: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

38

Masyarakat Tiong hoa di Lasem menguasai sebagian besar perekonomian

di Lasem. Jiwa dagang yang sudah dimiliki warga Tionghoa pada awal

kedatanganya di Lasem masih sangat kental sampai saat ini. Banyak sekali dari

warga Tionghoa yang melakukan kegiatan berdagang.ini membuktikan bahwa apa

yang menjadi warisan dari nenek moyang termasuk salah satunya adalah jiwa

dagang masih sangat melekat dalam kehidupan sehari hari masyarakat Tionghoa

sampai saat ini.

Page 56: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

39

BAB III

M0TIF, WARNA SERTA PROSES PEMBUATAN BATIK LASEM

Lasem merupakan salah satu daerah penghasil batik di Indonesia. Memang

Industri batik yang ada di Lasem tidak sebesar indutri batik yang ada di kota

penghasil Batik seperti Solo, Yogyakarta, Pekalongan dan Cirebon. Akan tetapi

batik yang dihasilkan dari Industri batik di Lasem mempunyai keunikan tersendiri

yang mungkin tidak dijumpai pada batik yang dihasilkan dari kota penghasil batik

lainya. Batik Lasem merupakan salah satu batik pesisiran dan sering disebut

dengan batik Encim.30

Walapun Industi batik di Lasem masih kalah besar bila

dibandingkan dengan industri batik dari wilayah lain , akan tetapi batik Lasem

mempunyai daerah pemasaran yang cukup luas pada masa kejayaanya. Sebagai

buktinya adalah pada abad ke-19 batik Lasem sudah mulai memasarkan

produknya dibeberapa wilayah Nusantara dan beberapa wilayah di Luar Negeri,

daerah pemasaran dalam Negeri meliputi Sumatra, beberapa wilayah di Pulau

Sulawesi salah satunya Manado, dan daerah pemasaran di Luar Negeri

diantaranya Malaysia, Singapura, Semenanjung Malaka, Suriname dan beberapa

kota di Benua Eropa, yaitu Inggris dan Belanda.

30

Encim adalah sebutan bagi masyarakat tionghoa perempuan yang sudah

tua, yang merupakan pembatik.

Page 57: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

40

Batik Lasem memang barbeda dengan batik yang dihasilkan dari wilayah

lain, Batik Lasem mempunyai keunikan serta ciri khas tersendiri. Keunikan ini

terlihat pada motif yang ada didalam batik Lasem.Motif yang ada dalam batik

Lasem merupakan motif yang dihasilkan dari sebuah proses akulturasi dari dua

budaya yang berbeda. Motif ini dihasilkan dari silang budaya yang berjalan

dengan sinergis yaitu antara budaya Jawa – Tionghoa. Motif yang ada pada batik

Lasem sangat sarat dengan makna baik makna yang berasal dari budaya Tionghoa

maupun Jawa.

Batik yang dihasilkan dari industri batik Lasem adalah sebagai hasil

persilangan budaya antara Jawa dan Tionghoa, ini tentu saja tidak dapat

dilepaskan dari sejarah kedatangan bangsa Tionghoa di Lasem. Bangsa Tionghoa

yang selanjutnya membawa perubahan penting di Lasem dalam segi soial dan

budaya tentu saja membawa pengaruh penting dalam motif yang dihasilkan pada

batik Lasem. Pengaruh bangsa Tionghoa yang sangat besar tentu saja tidak hanya

pada Motif akan tetapi pada Industri Batik Lasem. Masyarakat Tionghoa

merupakan kunci dari kemajuan Industri Batik di Lasem. Ini dapat dilihat dari

hampir semua pengusaha batik adalah orang Tionghoa.

Selain dari motif yang menjadi sebuah keunikan dari batik Lasem,

keunikan lain juga terletak pada warna-warna dari batik Lasem. Warna yang ada

pada Batik Lasem mempunyai ciri khas batik pesisiran yang kaya akan warna dan

menggunakan warna tegas. Akan tetapi yang paling terkenal pada batik Lasem

dan menjadi identitas dari batik Lasem adalah warna merah darah ayam. Warna

merah darah ayam ini tidak dapat ditemui pada batik dari daerah lain.

Page 58: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

41

A. Motif Jawa Pada Batik Lasem.

Batik merupakan kesenian Tradisional yang sudah tidak asing lagi di

Indonesia pada umumnya,dan Jawa Tengah khusunya. Batik pada setiap daerah

penghasil batik mempunyai ciri khas tersendiri, ini juga digunakan sebagai

identitas pada setiap daerah penghasil batik.

“Berkembangnya batik terjadi semenjak berdirinya kerajaan

Mataram. Tiap-tiap daerah penghasil batik memilki perbedaan yang

mendasar sebagai cirri khas, misal dalam warna. Batik Sidomukti buatan

Solo memilki warna yang bebeda dengan buatan Yogyakarta. Sidomukti

buatan Yogyakarta berwarna putih dominan, sedangkan Sidomukti buatan

Solo berwarna coklat dominan. Hal ini karena batik Solo dan Yogyakarta

lebih menonjolkan simbol, filosofi serta makna magis didalam batik.

Berbeda dengan batik Solo dan Yogyakarta yang memilki warna

sederhana yakni dominan putih dan coklat, batik Pekalongan cenderung

kaya akan warna misal kuning,merah, hijau dan lainya. Hal ini disebabkan

Pekalongan terletak di pesisisr pantai, dimana para pedagang waktu itu

melakukan transaksi. Para pedagang yang datang dari berbagai daerah

tersebut membawa pengaruh dalam motif batik yang digunakan. Maka

batik Pekalongan kaya akan warna, bermotif bebas, naturalis, serta

realistis.”31

Batik Lasem merupakan salah satu bentuk batik yang unik dan merupakan

salah satu farian klasik atau yang biasa disebut dengan pola dan corak yang punya

ke khasan tersendiri.32

Kekhasan serta pakem yang sudah ada turun menurun

terdapat pada motif. Selain mendapat sebutan batik pesisiran, dan batik “Encim”

batik Lasem sering disebut batik kendoro kendiri atau batik pesisir Laseman. Pada

31

. Batik Indo Admin, 2003, “Batik”. Posted in Batik Indonesia, 9 Januari,

2003.,hal. 3

32 Unjiya M.Akrom. LASEM NEGERI DAMPO AWANG Sejarah yang

terlupakan, hal. 5.Yogyakarta: Eja Publisher, 2008.

Page 59: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

42

batik Lasem terdapat motif yang dipengaruhi oleh budaya Tionghoa, ini

dikarenakan Bangsa Tionghoa yang sudah menetap lama di Lasem lambat laun

membaur dan menghasilkan sebuah akulturasi yang kaya dan positif.

Motif yang dihasilkan dari proses akulturasi Jawa – Tionghoa

menghasilkan pola yang cantik, dan sarat dengan nilai filosoifis dari sebuah

budaya. Kedatangan Bangsa Tionghoa pada sekitar Tahun 1335 membawa

pengaruh besar dalam batik Lasem. Adalah Putri Na Li Ni yang merupakan istri

dari Bhi Nang Un, mengajarkan motif budaya Tionghoa pada masyarakat Lasem

yang memang sudah mengenal batik tetapi dengan motif terbatas.

Motif gaya Jawa atau motif yang dihasilkan oleh para perajin batik yang

merupakan orang Lasem asli dapat dilihat dari gambar Latohan,watu

kricak,pasiran,gunung ringgit, dari beberapa motif yang dihasilkan dari

masyarakat asli Lasem diatas masing – masing memiliki makna.

1. Latohan: Motif latohan ini berupa bentuk seperti bunga dengan

bulatan-bulatan kecil. Latohan ini diambil dari nama Latoh yang

merupakan salah satu jenis tanaman laut yang sering di konsumsi

oleh masyarakat Lasem.

2. Watu Kricak: Watu kricak ini berbentuk pecahan – pecahan batu,

selain merupakan krikil orang juga melihat motif ini sebagai motif

yang berbentuk tanah yang retak, ini sesuai dengan karakteristik

tanah Lasem yang kering. Pengambilan motif ini juga dipakai

untuk mengenang para korban kerja paksa pada saat pembuatan

Page 60: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

43

jalan yang dilakukan oleh Deandels. Kerja Paksa yang menelan

banyak korban di Lasem ini membuat para penduduk Lasem

merasa prihatin, dan ini menjadi bentuk keprihatinan masyarakat

Lasem.

3. Gunung Ringgit: Gunung rinngit ini memnyerupai gunungan yang

sering di gunakan pada pewayangan.

Sedang yang tampak sebagai ornament gaya Jawa Tengah seperti garuda

atau sawat yang bentuknya kecil sebagai ornament pengisi dan ornament burung

merak yang di stilir dari samping dan menonjol ekornya.33

Selain motif diatas

motif batik lasem juga mendapat pengaruh dari motif-motif keraton yang banyak

terdapat di batik Solo dan Yogyakarta misalnya parang, kawung, sekar jagad.

Motif parang dan kawung melambangakan kekuatan dan sering digunakan oleh

para bangsawan Keraton dan tidak sembarang orang bisa memakainya. Motif

yang ada di Lasem memang mempunyai ragam yang sangat khas. Banyaknya

pengaruh budaya yang ada pada motif batik Lasem membuat batik ini mempunyai

makna Filosofis.

Untuk motif Latohan, Watu Pecah dan Gunung Ringgit merupakan motif

yang dihasilkan dari kreasi masyarakat asli Lasem.34

Nilai Sosial Filosofis

merupakan salah satu kelebihan dari batik Lasem, akan tetapi selain mengandung

nilai sosial filosofis, batik Lasem juga mengandung nilai estetika yang sangat

33

Bairul Anas, 1983, Indonesia Indah “BATIK”

34 Wawancara dengan Bp.Sigit wicaksono. Beliau adalah salah satu

pengusaha batik “ sekar Kencana”.di kediamanya desa babagan Lasem pada

tanggal 20 februari 2009.

Page 61: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

44

tinggi. Ini karena batik Lasem merupakan paduan dari unsur Tionghoa dengan

budaya yang kaya, penduduk lokal yang merupakan masyarakat pesisiran yang

kaya budaya karena merupakan tempat berkumpulnya pedagang dengan berbagai

kebudayaan, dan pola keraton yang sarat akan makna dengan kebudayaan jawa

yang penuh dengan makna dan nilai.

B. Budaya Tionghoa pada Motif Batik Lasem.

Bangsa Tionghoa memberi pengaruh yang besar pada peradaban kaum

pribumi di Nusantara. Memang pengaruh Bangsa Tionghoa tidak sebesar

pengaruh yang diberikan oleh bangsa India. Pengaruh kebudayaan bangsa

Tionghoa, menjadi sangat menentukan karena pengaruh yang diberikan lebih

bersifat teknis hampir disemua bidang social, seperti pertanian, pengobatan,

perdagangan, perkapalan, pakaian serta makanan. Secara berangsur angsur sejalan

dengan kehidupan social mereka kebudayaan Tionghoa dapat membaur dan

selanjutnya menghasilkan akulturasi budaya.

Pengaruh Tionghoa dalam pakaian sangat jelas terlihat dalam batik Lasem.

Penggunaan gaya-gaya ornament Tionghoa dalam motif batik Lasem membuat

ragam motif batik lasem menjadi kaya dan Indah. Gaya motif Tionghoa ini terlihat

dari gambar-gambar yang melambangkan kebudayaan Tionghoa. Motif ini

meliputi motif fauna yaitu motif burung hong, peksi huk, baga ( Liong ), Kilin,

ayam hutan,ikan emas,kelelawar, kupu-kupu, kura kura-kura, udang dan kepiting.

Selain motif fauna ada juga motif Floral yaitu meliputi Bunga seruni, teratai ,

Page 62: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

45

Magnolia, sakura dan Bambu. Di luar motfif Fauna dan Floral tadi ada juga motif

khas tionghoa yaitu banji, kipas, delapan dewa, sampe’ engtai, dewi bulan dan

koin uang.

Motif Tionghoa ini mempunyai nilai filosofi pada setiap motifnya. Makna

filosofi yang terkandung di dalam motif adalah :

1. Kupu – Kupu: Merupakan lambang dari cinta kasih, dimana

masyarakat tionghoa adalah orang-orang yang selalu menyebarkan

sikap cinta kasih pada siapapun.

2. Kilin : Melambangkan kebijaksanaan.

3. Naga (Liong): Mempunyai makna keagungan, Naga sering dipakai

sebagai simbol kerajaan di Negaranya yang menggambarkan

keagungan sebuah kerajaan.

4. Burung Hong / Phoenix: Burung Hong ini sebagai symbol kebaikan.

Burung Hong bagi masyarakat Tionghoa adalah merupkan burung

dewa.

5. Kelelawar: Sebagai lambang Panjang umur.

6. Sedangkan motif floral lebih bermakna keondahan, karena kebanyakan

flora yang dipakai adalah gambar-gambar bunga.ini melambangkan

keindahan, sesuai dengan batik yang menawarkan keindahan.

Motif lain diluar motif flora dan Fauna, adalah lebih pada cerita rakyat

tionghoa, salah satunya adalah Sampe’ Engthai yang merupakan cerita cinta

sepasang kekasih yang menjadi cerita rakyat orang Tionghoa,ada juga motif

Page 63: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

46

Delapan Dewa, dan Dewi Bulan yang melambangkan Dewa yang disembah oleh

kaum Tionghoa. Ada juga motif banji, kipas, dan koin uang.

Motif yang dibawa oleh Tionghoa ini selanjutnya dikombinasikan dengan

baik dengan motif Jawa atau motif dari masyarakat Lasem. Motif batik Lasem

yang khas selanjutnya memberi pengaruh besar pada pola motif batik di daerah

lain, antara lain adalah batik Indramayu, Jambi dan Palembang.35

Sebaliknya

dinamika perkembangan batik yang ada di beberapa wilayah diatas pada pola

corak dari masing masing daerah tersebut juga mempunyai pengaruh besar dalam

dinamika perkembangan industri Batik di Lasem.Sebagai contoh pengaruh batik

Lasem adalah seni batik Indramayu diperkenalkan oleh para perajin batik dari

Lasem.36

C. Pola warna dan Pembatikan di Lasem.

1. Pola Warna.

Warna warna pada batik lasem yang khas sesuai dengan karaketeristik

batik pesisiran yang kaya warna dan cenderung menggunakan warna - warna

cerah lalu tepatnya Tahun 1920 – 1960, Industri batik Lasem sudah memproduksi

batik tulis sekaligus batik cap.37

Pembuatan batik dengan menggunakan teknologi

35

William Kwan HL. Catatan Hasil study “ Revitalisasi Budaya dan

Usaha Batik Kecil di Lasem”.

36 Paramita Abdurachman, “ dermayu Batiks; A Surviving art in an ancient

trading town ( Preliminary Notes ), Draft Makalah 1985.

37 William Kwan HL. Catatan Hasil study “ Revitalisasi Budaya dan

Usaha Batik Kecil di Lasem”.

Page 64: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

47

cap ini dirasakan lebih efisien baik dalam waktu maupun biaya. Dalam hal biaya

pembuatan batik cap ini dirasakan lebih murah serta dalam pembuatan batik

membutuhkan waktu yang tidak lama. Dalam sekali produksi saja industri batik

lasem ini dapat membuat batik yang jumlahnya cukup banyak dengan

menggunakan tenknologi cap. Penggunaan teknologi cap ini digunakan untuk

memenuhi permintaan pasar baik dalam maupun luar Negeri.

Akan tetapi pada kelanjutanya teknologi cap ini kalah bersaing dengan

munculnya teknologi printing dalam industri batik. Selanjutnya produksi batik

Lasem kembali menggunalan cara manual yaitu batik tulis. Pada awalnya batik

tulis yang ada di Lasem di buat dengan menggunakan pewarna alami. Seperti

contohnya warna merah darah ayanm yang merupakan warna khas batik Lasem

adalah dihasilkan dari akar pohon mengkudu.

Warna merah darah ayam sebagai warna khas dari batik Lasem nmemang

tidak dapat ditemukan di wialayah penghasil batik lainya. Warna merah darah

ayam ini dihasilkan dari akar pohon mengkudu yang selanjutnya di campur

dengan air serta bahan lain yang merupakan rahasia pada tiap pembatik, dan

rahasia kenapa warna merah tersebut tidak dapat ditemui diluar Lasem adalah

kadar garam yang terkandung pada air di Lasem.38

Akan tetapi pewarnaan dengan

menggunakan perwanaan alami hasil warna yang dihasilkan tidak bertahan lama,

cepat pudar dan warna yang dihasilkan terkadang tidak sesuai dengan yang

38

Wawancara dengan Bp.Sigit wicaksono. Beliau adalah salah satu

pengusaha batik “ sekar Kencana”.di kediamanya desa babagan Lasem pada

tanggal 20 februari 2009.

Page 65: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

48

diinginkan. Selanjutnya para perajin industri Batik Lasem ini beralih pada pewrna

dari bahan sintetic.

Pemilihan bahan sintetic ini karena selain awet juga dirasakan hasilnya

lebih bagus dan lebih gampang didapatkan. Pewarnaan sintetic ini selanjutnya

dicampur dengan takaran yang berbeda beda pada setiap indutri batik. Yang

menarik adalah penggunaan takaran dalam pewarnaan batik untuk menghasilkan

warn merah darah ayam pada setiap pengusaha industri batik berbeda beda dan ini

menjadi rahasia keluarga, karena merupakan resep turun temurun, sehingga warna

yang dihasilkan satu pembatik berbeda dengan pembatik lainya.39

Selain warna merah darah dari batik Lasem yang sangat terkenal, batik

Lasem juga mempunyai beberapa warna lain yang menjadi cirri khas, diantaranya

adalah biru, kuning, hijau, coklat soga. Warna-warna yang terdapat pada batik

Lasem memang merupakan warna warna cerah, walaupun memang agak sedikit

lebih gelap apabila dibandingkan dengan warna pada batik pekalongan yang juga

merupakan jenis batik pesisiran. Pewarnaan merupakan hal yang sangat penting

bagi sebuah batik, dan selanjutnya pewarnaan ini menjadi nama sebutan pada

batik di Lasem seperti abangan, biron, bang biron, tiga negeri, empat negeri, dan

pagi sore.

Warna yang ada pada batik Lasem merupakan warna yang dihasilkan dari

perpaduan beberapa warna, satu warna dicampur atau ditumpangi dengan warna

39

Wawancara dengan Bp.Sigit wicaksono. Beliau adalah salah satu

pengusaha batik “ sekar Kencana”.dikediamanya desa babagan Lasem pada

tanggal 20 februari 2009.

Page 66: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

49

lain selnjutnya menghasilkan gradasi warna yang indah. Warna merah pada batik

Lasem dipakai sebagai kerangka, selanjutnya diberikan warna kuning diatasnya,

warna kuning ini digunakan sebagai variasi, biasanya warna kuning ini digunakan

sebagai garis di atas warna merah. Adapun warna lain adalah warna Soga, warna

soga ini didapatkan dari dari percampuran warna merah dan coklat, sehingga

warna yang dihasilkan adalah merah kecoklat coklatan. Dan warna lain adalah

biron biron adalah warna biru, bang biron adalah perpaduan merah dan biru, Tiga

Negeri adalah perpaduan dari warna merah, biru, dan coklat, dan ada juga empat

Negeri adalah perpaduan warna merah, biru, cokelat, dan ungu.

Sebagai variasi warna dalam pembentukan pola pada batik lasem adalah

biasanya digunakan cecek40 putih. Diatas warna merah, biru dan coklat soga.

Sedangkan diatas warna biru biasanya terdapat warna hijau, warna hijau ini

dihasilakan dari warna kuning yang ditumpangkan di atas warna biru, sehingga

menghasilkan warna hijau. Sedangkan pada warna soga biasanya diberikan garis

garis putih sehingga dihasilkan pola dengan perpaduan warna yang indah.

Gradasi warna yang ada pada batik Lasem memang terlihat sangat pas, ini

dilakukan pembuatan batik Lasem yang masih dilakukan dengan cara yang

tradisional. Akan tetapi karena pemakaian warna yang ditumpangkan hasilnya

batik terlihat lebih kasar. Tenaga pembuat batik pun merupakan orang-orang yang

sudah cukup berumur dan kebanyakan dari mereka sudah mempunyai pengalaman

dalam membuat batik selama bertahun tahun.

40

Cecek adalah istilah yang sering dipakai para pembatik lasem yang

berarti titik.

Page 67: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

50

Pembuatan batik Lasem ini dibutuhkan keahlian yang khusus dengan

gerakan yang serba cepat,oleh karenanya tenaga pembatik di Lasem adalah orang-

orang yang sudah bekerja lama dalam industri batik. Kebanyakan para pembatik

ini sudah mempunyai keahlian dan kecepatan dalam membatik serta yang tidak

kalah penting adalah kepiawaian mereka dalam membuat gradasi warna dengan

takaran warna yang pas. Kepandaian membuat kombinasi warna inilah yang tidak

dimiliki oleh pembatik dari daerah lain.

2. Pembatikan di Lasem

Pembuatan batik di Lasem tidak banyak berbeda dengan pembatikan

diwilayah lain. Pembuatan batik tulis memang lebih rumit , membutuhkan

keahlian khusus dan tentu saja membutuhkan waktu yang lama. Karena proses

pembuatan batik tulis yang rumit dan harus melalui beberapa tahapan-tahapan

sebelum selanjutnya menjadi batik yang siap untuk dipasarkn.

Di mulai dari tahapan awal yaitu menyiapkan kain putih, kain yang

biasanya digunakan adalah jenis kain mori, kain primisima dan juga kain sutera,

tetapi yang banyak digunakan adalah jenis kain primisima dan kain mori,

walaupun pada perkembanganya pematik di Lasem juga menggunakan beberapa

bahan dari sutera dan kain polisiner.41

Selanjutnya pembuatan pola pada kain atau

yang disebut nglengkrengi, selanjutnya adalah menggambar pola dengan

menggunkan canting, canting ini biasanya diguanakan untuk pola yang halus

sedangkan pola yang lebih besar digunakan kuas, ini dimaksudkan agar lilin yang

41

Penggunaan bahan dari sutera dan polisiner ini pada saat ada pesanan

saja, karena harga batik sutera yang sangat mahal.

Page 68: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

51

dipakai dapat meresap pada kain secara sempurna. Proses selanjutnya adalah

nemboki, yaitu menutup bagian yang tidak berpola dan selanjutnya adalah proses

mewarnai atau yang disebut dengan nerusi. Dalam proses pewarnaan ini juga

melalui beberapa tahapan lagi, lama atau tidaknya proses pewarnaan ini

tergantung pada banyaknya warna yang digunakan. Semakin banyak warna yang

digunakan semakin lama proses yang akan dilewati dan butuh banyak waktu

untuk menyelesaiakan.

Warna–warna yang dihasilkan oleh batik Lasem serta proses pembuatanya

yang cukup panjang serta masih menggunaakan cara tradisional, membuat harga

batik tulis Lasem masih sangat tinggi. Ini tentu sebanding dengan nilai seni yang

terkandung dalam selembar kain batik Lasem.

Page 69: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

52

BAB IV

MASA KEEMASAN BATIK LASEM TAHUN 1970

Batik Lasem merupakan salah satu ciri khas dari kota Rembang khususnya

kecamatan Lasem yang menjadi keunikan tersendiri. Batik Lasem yang sudah ada

sejak lama merupakan warisan dari nenek moyang yang perlu dijaga

kelestarianya. Batik Lasem terus saja mengalami perkembangan yang cukup

pesat, permintaan pasar terhadap batik Lasem yang terus meningkat membuat

batik Lasem mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Keunikan batik

Lasem yang terletak pada warna dan motif membuat batik Lasem berbeda dengan

batik dari daerah lain.

Batik Lasem yang sudah ada sejak kedatangan bangsa Cina ke Lasem pada

sekitar tahun 1479 yang dikenalkan oleh pitri Na Li Ni, selanjutnya batik Lasem

tidak hanya menjadi pakaian yang digunakan oleh orang-orang tertentu atau

keluarga ningrat, akan tetapi sudah menjadi pakaian yang digunkana oleh

masyarakat umum. Pada tahun 1950an Batik Lasem mengalami peningkatan yang

cukup pesat, ini ditandai dengan banyaknya rumah-rumah di Lasem

mengusahakan industri batik Lasem. Masa keemasan batik Lasem juga terus

berlangsung hingga tahun 1970.

A. Perkembangan Batik Lasem Tahun 1970

Masa Keemasan Batik Lasem terjadi sekitar Tahun 1970. Masa Keemasan

ini ditandai dengan Batik Lasem menjadi icon serta industri penggerak

perekonomian di Lasem pada saat itu. Pada masa kejayaanya pada tahun 1970

Page 70: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

53

hampir semua masyarakat di Lasem mengusahakan batik Lasem sebagai mata

pencaharian mereka. Hampir semua warga Tionghoa dan Pribumi pada saat itu

menjadi pengusaha serta bekerja pada sector batik.42

Pada masa keemasan ini

setiap rumah di Lasem menjadi rumah industri batik. Tembok tembok tinggi yang

menjadi salah satu ciri khas arsitektur cina yang banyak terdapat di Lasem

merupakan rumah orang tionghoa yang sekaligus menjadi tempat industri batik

Lasem. Pusat - pusat industri batik Lasem terdapat di Gedongmulyo, Karangturi,

Soditan, Selopuro, Sumbergirang dan Babagan di Kecamatan Lasem. Kemudian

Desa Jeruk dan Karaskepoh, Kecamatan Pancur.

Tabel 3 Kecamatan, Desa dan banyaknya industri batik Lasem pada Tahun 1970

No Kecamatan Desa Jumlah Industri Batik Lasem

1

2

Lasem

Pancur

Gedong Mulyo

Karangturi

Soditan

Selopuro

Sumbergirang

Babagan

Jeruk

Karas Kepoh

3 Pengusaha

50 Pengusaha

17 Pengusaha

4 Pengusaha

40 Pengusaha

3 Pengusaha

3 Pengusaha

Jumlah 8 Kecamatan 120 Pengusaha

Sumber Tabel : Wawancara dengan bp.Sigit Wicaksono Pengusaha Batik Lasem

42

http://batikindonesia.info/2003/05/25/batik-lasem-nasibnya-kini/

Page 71: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

54

Industri Batik Lasem sebagian besar dijalankan oleh orang Tionghoa dan

keturunanya, orang – orang Tionghoa disini berperan sebagai pengusaha

sedangkan perajin batik adalah orang orang jawa asli. Pada tahun 1970an ini batik

tulis Lasem berkembang dengan corak khusus dari Lasem. Industri Batik di

Lasem kebanyakan merupakan industri yang sudah dijalankan secara turun

temurun. Pada setiap Industri batik Lasem mereka mempunyai resep kombinasi

warna berbeda yang sudah menjadi rahasia keluarga secara turun temurun.

Pembatikan di Lasem sudah dilakukan secara komersil sejak tahun 1850.

Setiap industri batik di Lasem mempunyai merek dagang sendiri yang mereka

cantumkan pada batik yang mereka hasilkan. Untuk memberi tanda pada selembar

kain batik yang dihasilkan pada rumah batik tertentu, pengusaha batik di Lasem

mulai memberi inisial dengan menggunakan cap tinta pada batik mereka sejak

tahun 1850.43

Produksi batik yang dilakukan dengan tujuan komersial ini terjadi

karena pada masa itu Lasem menjadi salah satu pusat perdagangan yang besar di

wilayah pesisir pantai utara Jawa.

Perkembangan batik Lasem pada tahun 1970-an membuat denyut

perekonomian di Lasem semakin bergeliat dan berkembang dengan pesat. Sistem

kerja yang diterapkan para pengusaha batik Lasem juga menjadi pengaruh

perkembangan Industri Batik Lasem pada saat itu. Sistem kerja yang diterapkan

oleh pengusaha batik bersifat eksklusif. Hubungan kerja yang bersifat eksklusif ini

adalah dengan mengikat pekerja pembatik untuk bekerja secara eksklusif pada

43

http://haleygiri.multiply.com/photos/album/13/Batik_Lasemhttp://www.

wongrembang.com/new/?p=51

Page 72: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

55

satu pengusaha dan tidak bisa bekerja pada pengusaha batik yang lain. Dengan

memanfaatkan pemberian upah di muka terhadap para pekerja, para pengusaha

batik berhasil membuat para pembatik untuk bekerja secara eksklusif dan juga

membuat para perajin batik untuk tinggal di rumah pengusaha, sehingga mereka

dapat memproduksi batik secara maksimal.44

Masa Kejayaan batik di Lasem ditandai dengan besarnya jumlah produksi

batik yang dihasilkan. Permintaan pasar yang sangat tinggi menuntut para

pengusaha batik untuk menghasilkan batik sesuai yang dipesan. Seperti yang

diungkapkan oleh Bp.Sigit wicaksono pengusah batik lasem “sekar Kencana”

yang sudah membuka usaha sejak tahun 1942.

“ Dalam satu kali produksi kami bisa menghasilkan kain batik sampai

ribuan lembar pada setiap produksi, ini sesuai dengan pesanan yang

memang sangat besar pada tahun itu” 45

Pada masa perkembangan batik yang terjadi pada tahun 1970 ini sebagian

besar penduduk Lasem bekerja dalam sector pembatikan. Hampir 90 % dari

masyarakat di Lasem menjadi pembatik, pengusaha, dan pedagang serta sector

lain yang ada kaitanya dengan batik.46

Tenaga pembatik di Lasem ini umumnya

dilakukan oleh perempuan, pekerjaan sebagai pembatik ini dilakukan sambil

44

http:www://Kompas.com /Kompas Cetak / 80748.htm

45hasil wawancara dengan Bp. Sigit wicaksono pengusaha batik “sekar

kencana”, di rumahnya Jl. Babagan Gang 4 No.IV.Lasem.pada tanggal 23 maret

2009.

46Puspitasari Wibisono “ Kondisi Batik Lasem Jawa Tengah suatu tinjauan

tentang budaya daerah Jawa” Museum Tekstil, Pemda DKI Jakarta. Waktu

penerbitan tidak di cantumkan.

Page 73: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

56

menunggu masa panen tiba. Seperti yang diungkapkan oleh Bp.Sigit wicaksono

pengusah batik lasem “sekar Kencana” yang sudah membuka usaha sejak tahun

1942.

“Tenaga pembatik di Lasem kebanyakan adalah para perempuan,

pekerjaan sebagai tenaga pembatik ini mereka lakukan sebagai pekerjaan

sampingan sambil menunggu masa panen tiba, ini karena kebanyakan dari

mereka adalah sebagai buruh tani ataupun petani. Dan banyak sari tenaga

pematik ini dating dari luar Lasem, seperti dari kecamatan Pancur dan

Pamotan” 47

1. Industri Batik Lasem Menjadi Satu dari Enam Besar sentra Industri batik

di Indonesia.

Sebuah Industri dapat dikatakan berkembang apabila Industri tersebut bisa

menyerap banyak tenaga kerja serta mengangkat perekonomian wilayah dimana

sebuah Industri berada. Dan itu itulah yang terjadi pada Industri batik Lasem.

Pada masa perkembanganya di tahun 1970an Industri batik Lasem dapat

menyerap banyak sekali tenaga kerja, sehingga masyarakat Lasem pada tahun itu

umumya menggantungkan hidupnya pada batik.

Perkembangan Pesat Industri batik Lasem pernah berjaya pada tahun

1970an, Perkembangan ini ditandai dengan Lasem menjadi salah satu dari 6

sentra produksi batik terbesar di Hindia Belanda pada saat itu. Enam besar

wilayah ini karena pada tahun itu sentra pembuatan batik ada pada 6 kota di

47

hasil wawancara dengan Bp. Sigit wicaksono pengusaha batik “sekar

kencana”, di rumahnya Jl. Babagan Gang 4 No.IV.Lasem.pada tanggal 23 maret

2009.

Page 74: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

57

Indonesia. Enam wilayah sentra industri batik itu adalah, Pekalongan, Surakarta,

Yogyakarta, Banyumas, Cirebon dan Lasem.48

Pemasaran Batik Lasem, tidak hanya terbatas pada pulau Jawa saja, akan

tetapi sudah mencapai beberapa wilayah di Nusantaranya, misalnya Pulau

Sumatera (Padang, Palembang, Jambi dan Medan), Pulau Bali, Pulau Madura dan

Pulau Sulawesi (Manado). Selain wilayah Nusantara batik dari Lasem juga

mengirimkan hasil produksinya dibeberapa wilayah di Luar Negeri yaitu Jepang,

Malaysia, Singapura, Suriname dan wilayah Eropa yaitu Belanda.

Kejayaan Batik Lasem menjadi faktor penting dalam penggerak roda

perekonomian di Lasem. Terbukti pada saat itu batik menjadi salah satu

pendapatan terbesar bagi masyarakat di Lasem. Penyerapan tenaga kerja yang

begitu besar menjadikan Batik Lasem menjadi titik vital perekonomian yang

menopang ekonomi para pekerja dan pengusaha batik pada tahun 1970 ini.

2. Aspek Sumber Daya Manusia

Sumber daya menjadi faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan

sebuah industri, ini karena sumber daya manusia menjadi salah satu penentu

kualitas barang yang dihasilkan pada sebuah produksi. Pendidikan menjadi salah

satu dasar yang menentukan kualitas dari sumber daya manusia. Pendidikan tidak

48

Uraian Sigit Wicaksono dalam acara “seminar Pesona Batik Lasem” di

Permata Residence Jkarta. Di ambil dari catatan awal hasil studi “ Revitalisasi

Budaya dan Usaha Kecil batik Lasem” oleh William Kwan HL.

Page 75: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

58

hanya didapatkan dari pendidikan formal saja, akan tetapi bisa didapat dari

pendidikan non formal atau secara alami.

Dari aspek Sumber Daya Manusia yang ada di industri batik Lasem pada

saat itu dikatakan masih sangat minim. kebanyakan dari para pembatik hanya

mendapat pendidikan dari pengalaman.Tenaga pembatik di Lasem mendapatkan

keterampilan batik dari pengajaran diluar pengajaran formal. Pengetahuan tentang

tata cara membatik mereka dapat secara alami dan diajarkan turun temurun, tidak

ada pendidikan secara khusus yang mereka dapatkan tentang tata cara membatik.

Batik Lasem yang mempunyai sifat konservatif tradisional 49, tidak membutuhkan

designer khusus, pola yang dibuat hanya berdasarkan ungkapan imajinatif dari

pembatik, tetapi tetap berdasar pada budaya serta motif khas Lasem.

Sumber daya manusia yang dimiliki para pekerja batik di Lasem pada

tahun 1970 ini masih sangat rendah, ini dilihat dari latar belakang pendidikan

mereka yang sebagian hanya mendapat pendidikan dari pendidikan dasar dan juga

tidak bersekolah. Faktor pendidikan yang masih rendah ini Karena pada masa itu

pendidikan hanya diperuntukan orang orang yang mampu. Taraf hidup yang

masih rendah ini membuat pendidikan menjadi sesuatu yang mahal.

Kebanyakan dari para pekerja dan pengusaha lasem waktu itu jarang yang

sudah mengenyam pendidikan.hanya orang orang mampu yang menyekolahkan

anaknya sampai perguruan tinggi. Sedangkan untuk masyarakat biasa mereka

49

Bersifat Konservatif Tradisional adalah batik lasem tidak mempunya

konsep khusus sehingga motif yang di hasilkan adalah hasil karya secara alami

dari para pembatik.

Page 76: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

59

umumnya hanya tamatan sekolah dasar dan bahkan banyaka yag tidask

bersekolah. Ekonomi menjadi salah satu faktor penting kenapa masih sangat

minim warga Lasem yang bersekolah pada tahun itu. Sumberdaya manusia yang

dimiliki para tenaga pembatik di Lasem masih sengat rendah. Dalam

mengembangkan usahanya para pengusaha dalam aspek sumberdaya manusia ini

juga tidak terlepas berbagai permasalahan.

Kemampuan majerial pengusaha yang masih rendah ini juga menjadi

permasalahan dalam mengembangkan usahanya.Ini dikarenakan para pengusaha

batik tulis dengan latar sumber daya manusia yang masih rendah kurang dapat

bertahan dalam menghadapi benturan masalah yang dihadapi, sehingga apabila

terjadi permasalahan yang terjadi pada perusahaanya mereka cepat

menyerah.Lemahnya Sumber Daya Manusia dalam Industri batik di Lasem

membuat usaha yang mereka jalankan lambat dan stganan, mereka juga kurang

cepat dalam menerima hal- hal baru, serta kurang adanya kepercayaan diri dalam

mengelola usahanya.

3. Aspek Permodalan

Pada aspek permodalan pada umumnya para pengusaha batik di Lasem

menggunakan modal pribadi, ini karena pada masa itu masih belum ada system

perbankan yang membantu permodalan dalam usaha mereka. Untuk masalah

permodalan yang kebanyakan dari kantong pribadi, ini karena sebagian besar

uasaha batik adalah industri keluarga yang diwariskan secara turun temurun. Para

Page 77: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

60

pengusaha batik Lasem biasanya menggunakan modal seadanya yang mereka

miliki, setelah berjalan lama dan berkembang mereka akan mencari tambahan

modal. Faktor ketersediaan modal pada Industri batik di Lasem juga menjadi salah

satu kendala dalam perkembangan industri batik tulis di Lasem.

Sesuai kondisi yang ada pada pengusaha batik di Lasem, ada yang sudah

mapan dan memiliki uasaha yang cukup besar, ada pula yang masih tahap

mengembangkan usahanya. Besar kecilnya sebuah usaha dapat dilihat dari omset

pendapatan mereka. Dengan mengetahui nilai sebuah perusahaan, bisa diketahui

kemampuan perusahaan tersebut. Nilai usaha suatu perusahaan tergantung pada

banyaknya transaksi yang penjualan yang telah dilakukan, semakin banyak

transaksi penjualan yang dilakukan maka semakin tinggi pula nilai usaha sebuah

perusahaan.

Tabel 4 hasil observasi dan wawancara tentang Modal awal pengusaha Industri

batik Lasem pada tahun 1970 dengan para pengusaha batik Lasem.

No Modal Awal Jumlah pengusaha Presentase

1

2

3

4

5

100.000 – 300.000

300.000 – 500.000

500.000 – 800.000

800.000 – 1000.000

1000.000 – 1.500.000

60

30

20

7

3

50 %

25 %

16,6 %

5,8 %

2,5 %

Jumlah 120 100

Sumber : diolah dari hasil wawancara dan pengamatan lapangan

Page 78: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

61

4. Aspek Produktivitas.

Batik Tulis merupakan hasil produksi dari masyarakat Lasem yang

mengalami perkembangan pesat pada tahun 1970an. Batik yang diproduksi di

Lasem mempunyai aneka macam ragam jenis dan motif, diantara sekian banyak

produksi batik yang terkenal dari batik Lasem adalah Kendoro kendiri, Tiga

Negeri, Empat Negeri, Sekar Jagad, Pagi Sore, dan masih banyak jenis jenis yang

lain.Peminat batik pada tahun 1970an ini tidak hanya terbatas pada penduduk

local saja akan tetapi juga dari luar daerah, dan ini membuat prduksi batik terus

meningkat karena permintaan yang juga terus meningkat.

Banyaknya permintaan pasar ini membuat para pengusaha batik Lasem

menyediakan bahan baku yang banyak. Sebagian besar bahan baku ini

didatangkan dari luar daerah seperti Solo, Yogya, Surabaya dan daerah lain50

.

Ketidak tersedianya bahan baku di Rembang membuat pengusaha batik tulis di

Lasem mengeluarkan biaya lebih untuk proses pengiriman. Akan tetapi ini tidak

menyurutkan niat para pengusaha batik untuk terus meningkatkan produktifitas

batik mereka.

Keterbatasan bahan baku masih menjadi kendala yang harus dihadapi oleh

para pengusaha batik tulis Lasem, keterbatasan ini dipengaruhi pula oleh

keterbatasan modal, dan harga bahan baku yang juga masih tinggi. Akan tetapi

50

Hasil wawancara dengan Bp. Sigit wicaksono pengusaha batik “sekar

kencana”, di rumahnya Jl. Babagan Gang 4 No.IV.Lasem.pada tanggal 23 maret

2009.

Page 79: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

62

produksi tahun 1970 terus saja meningkat ini menyesuaikan dengan permintaan

pasar yang sangat tinggi pada saat itu.

B. Daerah Pemasaran Batik Lasem.

Pemasaran merupakan suatu kegiatan untuk menjual atau menyampaikan

barang dari produsen ke konsumen.51

Gemilangnya industri batik Lasem pada

tahun 1970 ini dapat dilihat dari daerah pemasaran batik lasem yang mencapai

beberapa wilayah baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini tentu saja menjadi

prestasi untuk industri batik di Lasem pada tahun 1970an.

1. Aspek Pemasaran

Aspek pemasaran merupakan aspek yang penting dalam perkembangan

usaha selain aspek produksi. Aspek pemasaran perlu dipertimbangakan dengan

sangat matang serta diperlukan adanya strategi pemasaran yang baik agar

penjualan semakin meningkat. Di dalam aspek pemasaran ini pengusaha harus jeli

dalam melihat perilaku konsumen, kebutuhan pasar, serta pesaing usaha, ini perlu

dilakukan supaya produk laku di pasaran. Pesaing batik Lasem adalah batik

Cirebon, Pekalongan, Surakarta, Yogyakarta, dan Banyumas mengingat lima

tempat ini adalah lima dari enam besar sentra industri batik tulis terbesar di

Nusantara pada saat itu.

51

Kotler Philip, , 1998. Manajemen Pemasaran, Erlangga, Jakarta, hal.30.

Page 80: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

63

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam sistem pemasaran batik

tulis Lasem adalah daerah pemasaran, segmen pasar, teknik pemasaran, volume

pemasaran, jaringan distribusi serta system promosi.

a. Daerah Pemasaran.

1. Pemasaran Lokal.

Pada masa kejayaan batik Lasem pada tahun 1970an ini batik Lasem ini

mempunyai segmen pasar pulau jawa dan beberapa wilayah di luar pulau jawa,

segmen pasar untuk pulau Jawa terutama pada wilayah pesisir pantai utara, seperti

pada daerah Rembang sendiri, Semarang, Cirebon, Surabaya.Selain wilayah

pesisir utara pulau jawa, pemasaran batik Lasem juga meliputi Surakarta, dan

Yogyakarta. Sedangkan segmen pasar di luar pulau jawa meliputi beberapa daerah

di Sumatera yaitu Padang, Palembang, Jambi dan Medan, Pulau Bali, Pulau

Madura dan Pulau Sulawesi (Manado).

2. Pemasaran Luar Negeri

Selain segmen pasar wilayah Nusantara batik dari lasem juga mengirimkan

hasil produksinya dibeberapa wilayah di Luar Negeri yaitu Jepang, Cina,

Malaysia, Singapura, Suriname dan wilayah Eropa yaitu Belanda. Konsumen

batik dari luar Negeri ini mengenal batik Lasem dari para pedagang yang datang

dan melakukan perdagangan di Lasem, serta dari sanak saudara mereka yang

datang dari Luar Negeri. Batik Lasem yang dipasarkan ke Luar Negeri pada saat

itu berupa kain dan pakaian jadi seperti baju, gaun untuk wanita dan lain lain.

Page 81: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

64

b. Segmen Pasar

Setiap pemasaran hasil produksi mempunyai segmen pasar yang berbeda.

Segmen pasar batik tulis dari Lasem meliputi kalangan menengah ke bawah,

menengah ke atas serta mencakup kedua duanya. Ini karena Batik yang dihasilkan

dari industri batik di Lasem mempunyai kualitas yang berbeda, dan ini

menjadikan harga batik Lasem juga bervariasi.

c. Volume Pemasaran.

Volume pemasaran batik Lasem pada tahun 1970an masih sangat

tergantung pada pesanan. Ini tentu saja sangat berpengaruh pada perkembangan

usaha tersebut. Pesanan yang sangat banyak pada tahun ini tentu saja

meningkatkan hasil produksi sehingga mereka dapat memenuhi target pesanan

yang ada. Akan tetapi produksi yang hanya tergantung pada pesanan juga

sekaligus menjadi sebuah kelemahan bagi perusahaan. Ini karena suatu usaha

yang hanya mengandalkan pesanan, biasanya usaha tersebut tidak dapat

berkembang dan kalah bersaing dengan industri lain.

d. Saluran distribusi

Saluran pendistribusian batik Lasem dapat dilihat pada gambar berikut:

Perusahaan/

perajin

Konsumen

Pedagang

Pengecer

Pedagang

Pengumpul

Pedagang

Pengecer

Page 82: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

65

Ada 3 jenis penyaluran distribusi batik yaitu :

1. Dari perusahaan Langsung kepada pembeli lokal, ataupun para pedagang yang

dari luar daerah.

2. Pengusaha Batik melakukan kerjasama dengan agen ataupun pengecer dari

luar daerah dan selanjutnya pengecer atau melakukan penjualan di daerahnya.

3. Pengusaha Batik menjual batiknya secara langsung pada pedagang kecil.

e. Sistem Promosi Batik Lasem

Upaya yang dilakukan pengusaha batik Lasem untuk meningkatkan daya

beli masyarakat salah satunya adalah dengan cara promosi. Walupun memang

diakui kegiatan promosi yang dilakukan sangat terbatas, karena kemampuan

pengusaha dan pembatik di Lasem memang masih sangat terbatas pada saat itu.

Selain itu tekhnologi yang masih belum mendukung pada tahun itu juga

menjadikan terbatasnya promosi yang dapat dilakukan.

Pada Masa kejayaan batik Lasem pada tahun 1970an ini promosi yang

dilakukan masih dari mulut ke mulut serta interaksi melalui jalur perdagangan.

Perdagangan di lasem yang masih cukup ramai di Lasem pada saat itu menjadi

satu-satunya media promosi yang dirasa paling efektif.

C. Peran Pemerintah Daerah Dalam perkembangan Industri Batik Lasem.

Kabupaten Rembang yang terletak di wilayah pesisir pantai utara jawa dan

merupakan wilayah perbatasan antara Jawa Tengah dengan Jawa Timur,

memberikan nilai tambah untuk daerah ini. Letak kabupaten Rembang pada jalur

Page 83: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

66

perdagangan di wilayah pantai utara, membuat Rembang banyak didatangi

pedagang dari luar daerah untuk melakukan perdagangan di wilayah ini.

Kabupaten Rembang yang memiliki letak geografis sebagai kota pesisir

pantai dan didukung oleh adanya seni membatik yang diwariskan secara turun

temurun serta tersedianya tenaga pembatik yang memilki ketrampilan secara

outodidak ini dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Rembang melalui

strategi pemberdayaan. Para pengusaha batik yang saat itu mendominasi

perekonomian di Lasem, terus di dorong untuk semakin berkembang. Hal ini

dilakukan Pemerintah kabupaten Rembang karena kondisi yang bebeda pada

setiap pengusaha batik.

Pada tahun 1970 ini masih belum banyak yang dilakukan oleh pemerintah

kabupaten Rembang dalam rangka memajukan Industri batik di Lasem. Melihat

pada tahun 1970 sistem pemerintahan belum banyak lembaga yang menerapkan

kebijakan pada sector perekonomian. Sehingga apa yang dilakukan pemerintah

daerah hanya memberikan pelatihan serta memberikan motivasi pada para

pengusaha saja.

1. Peran Dinas Perindustrian.

Peran Dinas perindustrian dalam rangka memanjukan industri batik di

Lasem sangat besar. Disamping dinas perindustrian merupakan lambaga yang

menagani di sector industri juga diharapkan sebagai fasilitator dalam berbagai hal,

baik itu berupa motivasi serta pembinaan terhadap pengusaha batik di Lasem.

Page 84: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

67

2. Peran Dinas Pariwisata

Dinas Pariwisata merupakan dinas terkait yang turut serta dalam

mendukung upaya mengembangkan industri batik di Lasem. Peran dinas

pariwisata disini adalah untuk mengenalkan daerah Lasem sebagai daerah yang

mempunyai kekayaan dan kekhasan tersendiri bagi wisatawan baik domestic

maupun asing. Kerja sama Dinas Pariwisata dengan lembaga terkait sangat

diperlukan untuk mendukung perkembangan batik Lasem agar tetap menjaga

kejayaanya.

Dinas Pariwisata Kabupaten Rembang berupaya mengenalkan Lasem

sebagai kecamatan dengan Industri batik yang cukup besar serta Lasem sebagai

kecamatan yang mempunyai sejarah yang panjang. Hal ini dilakukan selain untuk

menarik wisatawan datang ke Lasem juga sebagai Langkah untuk mengenalkan

batik Lasem pada masyrakat luas. Dengan sosialisasi yang dilakukan dengan baik

oleh Dinas Pariwisata diharapkan Lasem tidak hanya dikenal sebagai kota di

pesisir pantai utara jawa saja, akan tetapi mengenalkan Lasem sebagai kota tua

dengan sejarah yang cukup panjang serta mempunyai batik yang memiliki cirri

khas tersendiri.

Untuk mendukung upaya dinas Pariwisata Kabupaten Rembang pada

tahun ini berusaha semaksimal mungkin. Akan tetapi keterbatasan fasilitas serta

belum banyak teknologi yang dapat digunakan memuat pengenalan tentang Lasem

sebagai tempat yang menarik untuk didatangi hanya sebatas informasi kepada

orang-orang yang datang ke Lasem serta acara-acara budaya di wilayah lain.

Page 85: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

68

D. Pengaruh Perkembangan Batik Lasem Untuk Masyarakat Lasem

Perkembangan Batik Lasem pada tahun 1970an membawa pengaruh besar

terhadap masyarakat Lasem dan sekitarnya. Masyarakat Lasem yang pada tahun

1970an ini masih banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan menjadi jauh

lebih baik karena perkembangan batik Lasem yang pesat. Penyerapan tenaga kerja

yang cukup banyak oleh industri batik Tulis di Lasem membuat sebagian besar

masyarakat Lasem menggantungkan hidupnya dari sector ini.

Masyarakat Lasem yang sebelum perkembangan pesat Industri batik

Lasem masih menggantungkan hidupnya dari sector pertanian, beralih menjadi

pekerja pada Industri batik. Kebanyakan pekerjaan ini dilakukan sambil

menunggu masa panen tiba. Penghasilan yang mereka peroleh dari membatik ini

di rasakan cukup besar, karena kebanyakan batik yang mereka kerjakan

menggunakan system borongan.

Tabel 5 : Pendapatan rata rata pekerja batik Tulis di Lasem pada tahun 1970

No Jenis pekerjaan Pendapatan

1

2

3

4

Pembatik

Nemboki Batik

Pencelup

Kuli

Rp. 7.500,- per hari

Rp. 8.000,- per hari

Rp. 5.000,- per hari

Rp. 2.000,- per hari

Sumber Tabel : diolah berdasarkan hasil wawancara dengan pembatik dan

pengusaha batik di perusahaan batik “sekar kencana” milik Bp. Sigit

Wicaksono di Lasem.

Page 86: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

69

1. Penyerapan Tenaga Kerja

Penyerapan tenaga merupakan jumlah tenaga yang digunakan dalam

menghsilkan suatu barang dalam satu unit kegiatan industri. Tenaga kerja yang

dapat diserap dalam industri batik tulis di Lasem adalah penduduk yang berusia

10 tahun ke atas. Tenaga kerja yang ada dalam industri batik lasem adalah berasal

dari keluarga dan non keluarga. Tenaga kerja keluarga adalah tenaga kerja yang

berasal dari satu keluarga dalam proses pembuatan batik di Lasem. Sedangkan

tenaga kerja non keluarga adalah tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga atau

bekerja secara individu dan mendapat upah.

Selain dalam hal penyerapan tenaga kerja, peningkatan yang diakibatkan

dari berkembangnya industri batik tulis di Lasem juga dirasakan dalam hal

pendidikan. Sebelum berkembangnya industri batik Lasem taraf pendidikan

masyarakat Lasem pada saat itu dapat dikatakan masih sangat rendah.

Kebanyakan dari mereka tidak bersekolah dan hanya tamatan SD, Namun seiring

dengan meningkatnya industri batik di Lasem meningkat pula pendapatan mereka

sehingga mereka dapat membiayai pendidikan untuk mendapatkan pendidikan

yang lebih tinggi. Dan kebanyakan peningkatan pendidikan ini dirasakan oleh

pengusaha yang selanjutnya bisa mengirim anak mereka keluar Lasem untuk

mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.

Pada Tahun 1970, tuntutan hidup belum setinggi sekarang,sehingga apa

yang didapatkan oleh perajin batik di lasem hanya untuk memenuhi kebutuhan

primer mereka yaitu sandang, pangan dan papan. Kebanyakan dari mereka bekerja

Page 87: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

70

hanya untuk memnuhi kebutuhan sehari hari, ini dikarenakan para tenaga

pembatik di Lasem sebelumnya adalah buruh tani yang mendapatkan penghasilan

pada saat masa panen tiba.

Bagi Masyarakat Lasem pada tahun 1970 pekerjaan membatik pada

awalnya adalah merupakan pekerjaan sambilan untuk menunggu masa panen tiba.

Akan tetapi karena perkembangan industri batik yang pesat pada saat itu,

membuat penghasilan mereka meningkat, sehingga kebanyakan masyarakat

Lasem pada saat itu menggantungkan hidupnya pada sector industri Batik.

2. Peningkatan perekonomian

Perubahan perekonomian sangat dirasakan oleh masyarakat Lasem

semenjak perkembangan industri batik di Lasem. Penduduk Lasem yang pada

awalnya menggantungan hidupnya dari sector pertanian, dan perikanan yaitu

dengan menjadi nelayan dengan penghasilan yang tidak menentu, hanya pada

saat-saat tertentu, yaitu pada masa panen serta pada musim ikan.

Peningkatan batik Lasem yang signifikan mampu menopang kehidupan

masyarakat Lasem, sekaligus menjadi penggerak roda perekonomian di Lasem.

Pada saat itu penghasilan yang mereka peroleh bisa dikatakan cukup untuk

menopang kehidupan mereka sehari hari. Ini tentu saja menjadi bukti betapa

perkembangan Industri batik tulis di Lasem pada Tahun 1970 memberikan

pengaruh besar terhadap masyarakat Lasem khususnya dan masyarakat Kabupaten

Rembang pada umumnya.

Page 88: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

71

BAB V

INDUSTRI KERAJINAN BATIK TULIS

TAHUN 1980 – 1990

A. INDUSTRI

Industri adalah suatu kegiatan pengolahan barang mentah menjadi barang

jadi atau setengah jadi.52

Usaha manusia dalam memperjuangkan kehidupanya

diwujudkan melalui kegiatan ekonomi. Industri menjadi salah satu tempat

manusia untuk menjalankan kegiatan ekonomi sebagai usaha memenuhi

kebutuhan material mereka. Industri sendiri dapat dikategorikan berdasarkan

banyaknya jumlah tenaga kerja yang di serap, pengelompokan berdasarkan tenaga

kerja ini di bagi menjadi 4 kategori, yaitu :

a. Industri rumah tangga, menggunakan tenaga kerja 1 sampai 4 orang.

b. Industri kecil, menggunakan tenaga kerja 5 sampai 19 orang.

c. Industri sedang, menggunakan tenaga kerja 20 sampai 99 orang.

d. Industri besar, menggunakan tenaga kerja 100 orang atau lebih.53

Industri yang dilakukan oleh masyarakat Rembang mencakup empat

kategori diatas. Industri kerajinan yang ada di Rembang kebanyakan berada di

wilayah kecamatan dari kabupaten Rembang. Ini dikarenakan tenaga yang bisa

didapatkan di wilayah kecamatan lebih mudah. Salah satu Industri kerajinan yang

berkembang di wilayah kabupaten Rembang adalah Industri kerajinan batik tulis

52

Badan Pusat Statistik. 1980.Industri Kerajinan. Rembang, Hal 4.

53 Badan Pusat Statistik, 1998. Industri Kerajinan. Rembang, Hal 15

Page 89: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

72

di Kecamatan Lasem. Batik tulis di Lasem juga menjadi salah satu ciri khas dari

wilayah Lasem dan juga menjadi penggerak perekonomian daerah Lasem.

Industri Batik Tulis di Lasem pada saat pekembanganya pada sekitar tahun

1970an masih banyak mendatangkan bahan baku seperti kain serta bahan pewarna

dari luar daerah. Ini dikarenakan keterbatasan bahan baku yang tersedia di

wilayah Rembang. Pemanfaatan bahan-bahan alami dari Rembang sendiri juga

semakin rendah, ini karena para pengusaha batik yang pada awalnya

menggunakan pewarna alami, mulai memakai pewarna sintetis yang dinilai lebih

bagus hasilnya. Pemakaian bahan pewarna sintetic ini membuat para pengusaha

harus mendatangkanya dari luar daerah Rembang, karena di Rembang tidak

tersedia. Selain bahan pewarna bahan baku lain seperti kain juga masih banyak

didatangkan dari luar Rembang.

Pesatnya perkembangan industri batik di Lasem menjadikan persaingan

antar pengrajin menjadi ketat. Berbagai upaya dilakukan para pengusaha untuk

mempertahankan kualitas hasil produksi serta mempertahankan minat para

konsumen. Para pengusaha dituntut untuk mempunyai kejelian dalam melihat

peluang pasar serta selalu mengeluarkan inovasi baru untuk tetap

mempertahankan kualitas batik mereka. Selain dua hal di atas para pengusaha

batik juga harus mulai meningkatkan penggunaan alat alat modern dalam

melakukan proses produksi. Deangan beberapa hal diatas diharapkan para

pengusaha batik di Lasem dapat memunculkan kreasi-kreasi baru dalam proses

pembuatan kerajinan.

Page 90: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

73

1. Munculnya industri batik Modern

Kebangkitan luar biasa terjadi dalam industri batik diberbagai daerah . Kota-

kota sentra batik seperti Solo, Yogya, Cirebon, Pekalongan, Lasem menjadi begitu

hidup seiring bergeliatnya industri batik dalam negri. Modernisasi terhadap

berbagai batik pun terus terjadi seiring dengan permintaan pasar dan pesaingan

bisnis antar produsen batik. Sebagai efeknya inovasi-inovasi terus berkembang

dan batik terus dimodifikasi dan dimodernisasi. istilah modern dalam konteks

batik dapat dilihat dari segi motif dan segi teknis pembuatan.Contoh modernisasi

motif diantaranya memadukan dua motif batik dalam satu kain misalnya

perpaduan antara lereng dengan kawung menjadi motif lereng-kawung. Batik

kontemporer bahkan mengaplikasikan motif-motif modern atau bahkan abstrak

dalam kain yang diproses dengan teknis pembuatan batik.Modern yang kedua

adalah dalam hal teknis. Batik printing dan cap adalah salah satu bentuk

modenisasi teknis pembuatan batik.

Perlu Inovasi agar batik bisa bertahan,batik modern merupakan salah satu

usaha agar batik lebih dapat diterima oleh masyarakat. Modernisasi ini juga

dilakukan juga sabagai usaha untuk menjangkau konsumen kaum muda,

keberadaan batik modern dengan motif yang bervariasi maka kaum muda tidak

lagi enggan menggenakan kain batik. Pakem filosofis batik tidak harus dikorbakan

walaupun proses modernisasi terus terjadi. Nilai filosofis batik bisa dipertahankan

dengan menciptakan motif baru dengan pakem-pakem yang sudah ada. Tanpa

variasi dan modernisasi batik akan terkesan monoton, dan tidak bisa bertahan

ditengah modernisasi yang terus mendesak kebudayaan tradisional.

Page 91: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

74

a. Batik Cap.

Banyaknya minat para konsumen baik domestik dan asing terhadap batik

ternyata tidak diimbangi dengan jumlah batik yang tersedia, ini membuat para

pengusaha batik mencari jalan pintas untuk mempercepat hasil produksi untuk

memenuhi permintaan pasar. Harga batik tulis tradisional yang tergolong mahal

membuat para pengusaha batik berupaya menghasilkan kain batik yang harganya

relative murah dan terjangkau untuk para konsumen domestic maupun luar.

Menanggapi besarnya minat atas batik, para pengusaha batik tradisional

mulai berusaha memunculkan kreasi baru dan metode baru, metode baru ini mulai

muncul pada akhir 1970an. Metode baru yang digunakan para pengusaha batik ini

adalah dengan cap berbahan kuningan yang telah memiliki pola atau gambar

yang diinginkan sebelumnya.54

Batik cap menjadi pilihan pengusaha batik untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai konsumen. Pemilihan metode cap

karena dengan cap produksi batik bisa lebih cepat dan hasilnya bisa lebih banyak

dalam sekali produksi. Proses cap yang gampang karena hanya menempelkan cap

yang sudah berpola pada kain membuat produksi batik cap tidak membutuhkan

waktu yang lama.

Metode pembuatan batik dengan menggunakan cap sebenarnya bukanlah

metode baru, karena metode cap ini ternyata sudah di temukan oleh orang orang

Eropa pada saat terjadinya revolusi industri di inggris. Akan tetapi penggunaan

54

Departemen perindustrian, 1977. Batik Dengan Proses dan Corak Baru,

Departemen Perindustrian Jakarta, hal 34.

Page 92: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

75

cap dalam proses membatik di Indonesia mulai menjadi tren di tahun 1970-an.55

Hal ini di karenakan permintaan masyarakat dan wisatawan pada batik terus

meningkat. Proses membatik dengan menggunakan teknologi cap dibuat dengan

cara yang lebih sederhana dan praktis yang digabungkan dengan pengolahan tata

susunan warna yang serasi sehingga diperoleh hasil kain batik yang indah.56

Pembuatan batik dengan metode cap dirasakan jauh lebih mudah dan cepat, tidak

serumit batik tradisional yang memang mebutuhkan keahlian, ketelitian, serta

pengalaman membatik yang cukup tinggi. Selain itu pembuatan batik tulis cukup

rumit dan membutuhkan waktu yang lama dalam proses pembuatanya.

Membatik dengan menggunakan metode cap atau yang lebih dikenal

dengan batik modern menghasilkan kreasi yang makin beragam. Pembuatan batik

dengan metode cap yang relative lebih mudah dan singkat membuat para

pengusaha batik lebih memilih menggunakan metode ini. Pemilihan metode ini

sangat berpengaruh terhadap desain. Para pengusaha batik terus berinovasi, hasil

produksi yang dulu hanya terbatas pada kain jarik saja, kini mulai memproduksi

pakaian jadi serta kreasi yang lain yang berhubungan dengan batik.

Perkembangan terhadap batik yang semakin pesat membuat inovasi-

inovasi baru muncul demi mempertahankan minat terhadap batik. Para pelukis

Indonesia saat itu juga menaruh perhatiannya terhadap perkembangan batik.57

55

Ibid, hal 38

56 Chandra Irawan Soekamto, 1984. Batik dan Membatik, Akodama,

Jakarta, hal 1.

57 Ibid,hal 20.

Page 93: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

76

Ketertarikan para pelukis ini tentu saja membuat kreasi batik semakin beragam.

Para seniman ini mulai menciptakan motif-motif baru disamping motif tradisional.

Seperti contohnya mereka mulai mengeluarkan lukisan-lukisan dengan tema batik

di atas sebuah kanvas. Para seniman ini menyadari betul bahwa batik merupakan

salah satu budaya warisan nenek moyang yang harus dilestarikan keberadaanya.

Dari para pelukis ini selanjutnya muncul motif dengan ide yang beragam,

sehingga kreasi batik terus berkembang tetapi tetap tidak meninggalkan pakem

dari batik itu sendiri.

Perkembangan batik dengan metode cap mengalami perkembangan yang

sangat pesat, ini tentu saja membawa pengaruh yang kurang baik terhadap

perkembangan batik tulis tradisional. Batik cap yang saat iu beredar luas di

pasaran menekan keberadaan batik tulis tradisional. Dampak yang cukup serius

dirasakan para pengusaha dan pembatik tradisional, salah satunya adalah turunnya

daya beli masyarakat terhadap batik tulis tradisional. Hal ini dikarenakan harga

kain batik cap yang relative jauh lebih murah bila dibandingkan dengan kain batik

tradisional, ini karena dari segi kualitas batik tradisional lebih tinggi

kualitasnya.Sehingg harga batik cap jauh lebih murah dibandingkan dengan kain

batik tulis tradisional:

“Batik tulis harganya lebih tinggi dari pada batik cap, kadang-

kadang bisa sampai lebih 10 kali. Kenapa? Karena batik tulis adalah hasil

dari curahan perasaan dari pembatik dsengan karya tangan di atas mori. Ia

adalah barang kesenian sama dengan lukisan. Membuatnya memakan

waktu yang cukup lama. Sedangkan batik cap adalah barang cetakan, dan

bukan curahan perasaan, karena tingginya tehnik pencetakan batik, orang

Page 94: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

77

awam sukar membedakan antara batik tulis dengan batik cap, apalagi jika

di lihat dari jarak jauh58

.”

Munculnya batik dengan metode cap menimbulkan efek negative dan

positif. Di satu sisi munculnya batik cap ini membat proses produksi bisa cepat

dan hasil produksi bisa langsung dalam jumlah banyak, demi memenuhi

kebutuhan pasar. Akan tetapi disisi lain membuat para perajin batik tradisional

semakin tergeser keberadaanya. Persaingan yang ada antara batik tulis dan batik

cap sangat terlihat dari kualitas dan harga. Akan tetapi pada kelanjutanya batik

cap lebih diminati karena harganya yang relatif murah, serta motif dan warna yang

beragam.

b. Batik Printing

Selain batik cap, muncul juga teknologi baru dalam industri batik, yaitu

dengan menggunakan printing. Batik printing merupakan teknik membatik

dengan menggunakan sablon manual maupun mesin tekstil.59

Tidak jauh berbeda

dengan pembuatan batik dengan menggunakan metode cap, pembuatan batik

dengan menggunakan metode printing juga dirasakan lebih cepat dan batik yang

dihasilkan dalam sekali produksi juga lebih banyak. Akan tetapi batik printing

tidak lagi dapat disebut sebagai batik tradisional Indonesia, melainkan “batik

imitasi” atau batik tiruan.60

Ini karena batik printing tidak dibuat secara manual

58

Ibid, hal 13.

59 Departemen Perindustrian, 1977. Batik Dengan Proses dan Corak

Baru,Departemen Perindustrian. Jakarta, hal 34.

60 Ibid., hal 35.

Page 95: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

78

seperti halnya batik tulis, akan tetapi sudah dengan menggunakan alat-alat

modern.

Di pasar peminat batik, batik hasil teknologi ini banyak diminati oleh para

konsumen. Batik printing banyak diminati karena harganya yang relative

terjangkau bagi masyarakat umum.61

Di samping harga yang relatif murah, batik

printing juga dinilai lebih kaya warna serta motinya yang dinilai lebih beragam.

Batik yang dibuat dengan metode printing ini menghasilkan produksi batik yang

tidak hanya berbentuk kain panjang saja akan tetapi sudah banyak memproduksi

pakaian jadi. Kelebihan lain yang ada pada batik printing adalah warna yang ada

pada batik printing tidak cepat pudar, bila dibandingkan dengan batik tulis

tradisional, batik tradisional lebih cepat pudar warnanya apabila sering terkena

sinar matahari.

2. Dampak Munculnya Batik Cap dan Batik Printing.

Dalam setiap inovasi baru dalam sebuah produksi dalam satu bidang

usaha, pasti ada pihak yang di untungkan juga dirugikan. Ini pula yang terjadi

pada industriu batik, munculnya teknologi batik cap dan batik printing meberikan

dampak negative serta positif dalam industri batik. Batik cap dan batik printing

yang mulai banyak beredar dipasaran memberikan dampak pada industri batik,

dampak tersebut antara lain.

61

Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Katalog Batik Indonesia.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri dan Kerajinan Batik, Proyek

Pengembangan dan Pelayanan Teknologi Industri Kerajinan dan Batik,

Yogyakarta. hal 2.

Page 96: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

79

a. Dampak Positif

Di temukanya inovasi baru dalam pembuatan batik dengan menggunakan

metode cap memberikan dampak positif bagi industri batik di Indonesia. Dampak

positif itu terutama dirasakan oleh para pengusaha batik cap dan batik printing.

Dampak positif itu adalah waktu yang relative lebih cepat serta dalam satu kali

produksi batik yang dihasilkan bisa dalam jumlah yang besar, selain itu dalam

pembuatan batik dengan tehnologi ini para pekerja batik tidak dituntut untuk

mempunyai keahlian khusus sehingga siapapun dapat bekerja sebagai pembuat

batik. Selain itu para pengusaha juga dapat mengeluarkan inovasi baru terhadap

batik, produksi batik tidak hanya terbatas pada kain saja akan tetapi dapat

memenuhi kebutuhan sandang para konsumen, seperti baju, rok, mukena, dan

yang lainya.

Dengan menggunakan metode cap dan printing, pembuatan batik dapat

dilakukan dengan waktu yang singkat, sehingga kebutuhan masyarakat akan batik

yang cukup besar dapat segera terpenuhi. Sedangkan bagi para konsumen, batik

cap dan printing menjadi sebuah alternative baru untuk mendapatkan batik dengan

harga yang terjangkau. Ini jauh berbeda dengan batik tulis yang harganya relative

lebih mahal bila dibadingkan dengan batik cap dan printing.

b. Dampak Negatif

Kemunculan batik dengan metode cap dan printing menimbulkan dampak

buruk bagi pengusaha serta pembatik para pembatik tulis tradisional, para

pengusaha batik tradisional kalah bersaing dengan para pengusaha batik yang

Page 97: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

80

manggunakan metode cap dan printing, mereka kalah bersaing dalam hal

produktivitas karena jangka waktu untuk memproduksi batik tradisional relative

lebih lama. Selain dalam hal produktivitas para pembatik tradisional juga kalah

dalam persaingan pasar, ini karena jumlah batik cap dan printing yang beredar di

pasaran cukup banyak, sedangkan untuk batik tradisional sangat terbatas.

Masyarakat lebih memilih untuk membeli batik cap dan printing karena harga

yang lebih murah serta lebih bervariatif.

Akibat lain dari kemunculan batik cap dan printing pada industri batik

tradisional adalah pada pemasaran. Batik tulis tradisional semakin terdesak

keberadaanya dengan munculnya batik cap dan printing. Daerah pemasaran batik

tulis tradisional semakin sempit, ini berakibat pada melemahnya daya beli

masyarakat. Tanpa perlu dikatakan, pasaran batik tulis kalah bersaing dengan

batik print yang dapat di produksi massa.62

Kemunculan batik cap dan tulis yang terus saja mendesak keberadaan

batik tulis tradisional membuat banyak pengusaha batik menjadi gulung tikar, para

pengusaha ini mengalami kebangkrutan dan tidak sedikit dari mereka yang

menutup usahanya. Pengusaha batik tulis tradisional ini selanjutnya lebih memilih

untuk membuka usaha yang lain. Ini karena mereka sudah tidak bisa

mengandalkan pendapatan dari usaha batik yang mereka miliki, kebanyakan dari

mereka membuka warung makan, toko kelontong serta usaha yang lain

62

Ueko, Takamasa. 2001. “Batik : Sejarah Dan Daya Tarik”. Skripsi :

Jurusan : Bahasa Indonesia dan Kebudayaan Asia Tenggara. Osaka Jepang,

Universitas Setsunan.hal.59.

Page 98: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

81

3. Banyak Beredar Batik Tulis Tiruan.

Industri kerajinan di Rembang terus berkembang dan tidak hanya

mengupayakan kerajinan batik saja. Beberapa industri kerajinan di Rembang

antara lain adalah, kerajinan tenun, kerajinan bordir, kerajinan kuningan, Lukisan,

serta kerajinan yang lain. Industri kerajinan ini tersebar di kecamatan-kecamatan

wilayah kabupaten Rembang. Perkembangan industri di Rembang bisa dikatakan

mengalami perkembangan yang bagus, ini menandakan kreatifitas dari masyarakat

Rembang semakin berkembang. Akan tetapi seiring dengan berkembangnya

industri kerajinan di Rembang, berkembang pula industri yang meniru kerajinan

ini. Kerajinan tiruan yang di produksi ini terjadi karena kurangnya kesadaran para

pengusaha industri untuk mematenkan hasil karya mereka.

Beredarnya kerajinan tiruan ini juga menimpa para pengusaha batik,

persaingan yag terjadi diantara pengusaha batik tradisional dan batik cap semakin

meruncing. Para pengusaha batik tulis di Lasem yang tetap mempertahankan

usahanya demi menjaga warisan budaya tidak berusaha untuk merubah usahanya

menjadi batik cap maupun printing. Akan tetapi karena faktor penghasilan yang

kecil serta pemasukan yang tidak sesuai, ada beberapa pembatik yang malakukan

jalan pintas yaitu dengan membuat batik tulis tradisional tiruan. Peniruan ini

terletak terutama pada motif, pemilihan batik tiruan ini karena metode yang

digunakan lebih singkat, serta prosesnya tidak serumit batik tulis tradisional. Para

peniru ini kebanyakan adalah pembatik yang bekerja pada industri batik. Ini

dilakukan para pembatik dengan alasan untuk mendapatkan penghasilan

tambahan.

Page 99: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

82

Beredarnya batik tiruan ini tentu saja semakin membuat terpuruk para

pengusaha batik tulis tradisional. Dengan motif serta warna yang tidak jauh

berbeda, batik tiruan ini dapat dibeli dengan harga yang relative lebih murah,

dibandingkan dengan batik tulis yang asli. Para konsumen yang berminat terhadap

batik tulis dengan anggaran yang terbatas tentu saja lebih memilih untuk membeli

batik tiruan, kaena mereka bisa mendapatkan batik dengan motif serta warna yang

sama dengan harga yang lebih murah.

Munculnya batik tulis tiruan tentu saja menjadi pesaing baru bagi

pengusaha batik tulis tradisional, keadaan para pengusaha batik tulis tradisional

semakin terdesak. Kurangnya pengawasan terhadap pemasaran batik serta

kurangnya kesadaran untuk mematenkan hasil produksi mereka juga menjadi

salah satu faktor munculnya batik tulis tiruan. Harga yang terpaut jauh membuat

konsumen memilih batik tiruan. Harga batik tulis yang pada tahun 1980an

mencapai Rp.30.000,- perlembar jauh lebih tinggi dibadingkan dengan batik

tiruan yang hanya berkisar Rp. 8.000,- sampai Rp. 17.000,- per lembar kain

dengan motif yang sama. Situasi ini tentu saja sangat tidak menguntungkan bagi

pengusaha batik tulis tradisional, posisi mereka semakin terdesak dengan

kehadiran batik dengan inovasi baru.

B. Faktor Kemunduran Industri Kerajinan

Banyak hal yang bisa dijadikan sebagai usaha dalam melakukan industri

salah satunya dalah industri kerajinan. Kerajinan yang dihasilkan oleh seseorang

Page 100: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

83

maupun kelompok seringkali mengalami pasang surut dalam produksi dan

pemasaran, baik karena kondisi alam, munculnya pesaing baru maupun

menurunnya daya beli masyarakat.63

Sebagai contoh kerajinan kerang yang ada di

Rembang, kerajinan ini sangat bergantung parda sinar matahari untuk proses

penjemuran, ketika musim hujan tiba produksi kerajinan kerang ini menurun,

karena proses yang akan berlangsung lebih lama.

Banyak sekali faktor yang menjadi sebab kemunduran suatu industri

kerajinan. Selain faktor alam para pengrajin juga memiliki hambatan besar dalam

produksi kerajinan, yakni modal.64

Para pengrajin yang mempunyai modal kecil

harus dengan kuat bersaing dengan pengusaha yang mempunyai modal besar,

persaingan ini terutama dalam produksi serta system pemasaran. Dalam produksi

kerajinan para pengrajin kecil kalah cepat dengan para pengrajin besar yang

memiliki lebih banyak karyawan serta didukung oleh alat bantu produksi yang

lebih lengkap. Selain pada produksi para pengusaha kecil juga kalah bersaing

dengan pengusaha besar yang sudah memiliki banyak relasi pemasaran hingga

keluar kota, serta pangsa pasar sendiri. Para pengrajin kecil balum berani menjalin

relasi pemasaran dengan alasan jumlah produksi mereka yang tidak menentu serta

kebanyakan dari mereka tidak memiliki cukup biaya untuk mengirim barang

produksi mereka ke luar kota dalam jumlah yang besar. Para pengrajin kecil ini

umumnya memilih untuk bertahan dengan pasar mereka sendiri.

63

Kotler Philip, , 1988. Manajemen Pemasaran, Erlangga, Jakarta, hal 15.

64 Ibid, hal 17.

Page 101: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

84

Selain beberapa faktor diatas faktor lain yang menjadi penyebab dari

kemunduran dunia kerajinan adalah tidak adanya inovasi baru yang lebih kreatif

dari pengrajin untuk menarik minat konsumen. Padahal konsumen selaku

penggerak pasar dan pengguna suatu produk mempunyai kecenderungan

menyukai suatu barang yang baru dan unik, walaupun harga yang ditawarkan

sedikit lebih mahal. Tidak dikeluarkanya inovasi baru menjadikan minat untuk

membeli semakin berkurang dan bahkan tidak menutup kemungkinan minat

pembeli akan hilang, karena mereka jenuh. Pentingnya mengeluarkan inovasi baru

selain menjaga minat konsumen, juga mendorong para pengrajin untuk selalu

kreatif sehingga karyanya tersebut dapat dihargai dan diminati konsumen.

1. Penurunan daya beli terhadap hasil kerajinan

Setiap kerajinan yang dihasilkan oleh para pengrajin cepat atau lambat

akan mengalami suatu penurunan terhadap satu atau lebih produknya karena tidak

selamanya diminati oleh para konsumen.65

Penurunan daya beli masyarakat dan

wisatawan terhadap hasil kerajinan tersebut disebabkan oleh beberapa factor,

yakni:

a. Inovasi dan Ide Kreatif

Dalam sebuah industri kerajinan diperlukan sebuah inovasi baru dan ide-

ide kreatif dari pengusaha pada hasil produksinya. Inovasi baru ini sebagai usaha

untuk meningkatkan daya jual. Jika pengrajin tidak memiliki inovasi serta ide-ide

65

Ibid, hal 15.

Page 102: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

85

kreatif baru pada produknya maka ini akan berpengaruh pada penjualan, penjualan

akan mengalami penurunan. Masyarakat selaku konsumen semakin pintar dan jeli

dalam memilih produk kerajinan, mereka cenderung membeli hasil kerajinan yang

masih jarang ditemukan dipasaran. Konsumen sangat berminat terhadap sesuatu

yang inovasi dan unik.Ini karena selera pasar terhadap kerajinan selain membeli

kerajinan saja mereka juga melihat ide kreatif apa yang terdapat dalam suatu

produk kerajinan.

b. Permintaan Pasar Yang Tidak Menentu

Permintaan dari konsumen yang tidak beraturan membuat produksi hasil

kerajinan mengalami pasang surut. Permintaan pasar cenderung mengikuti musim

atau trend, seperti misalnya ketika memasuki musim liburan, permintaan terhadap

suatu produk kerajinan akan meningkat karena banyaknya wisatawan yang

berkunjung. Akan tetapi hal sebaliknya terjadi disaat musim liburan telah berlalu

dimana permintaan akan cenderung menurun, karena sedikitnya wisatawan yang

datang. Ramainya wisatawan disaat liburan menjadi salah satu faktor

meningkatnya daya beli masyarakat terhadap suatu kerajinan.Dengan demikian

hasil kerajinan sebagai souvenir bagi para wisatawan hanya laku pada saat-saat

musim liburan. Selin karena musiman, permintaan pasar cenderung mengikuti

trend yang sedang berjalan.

c. Kurang Promosi

Salah satu hal yang paling berperan dalam meningkatkan penjualan

kerajinan adalah promosi. Promosi ini dilakukan untuk memberitahukan pada

Page 103: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

86

masyarakat luas tentang keberadaan hasil kerajinan yang mereka produksi . Akan

tetapi para pengrajin sangat kurang dan bahkan jarang sekali dalam melakukan

sosialisasi atau pengenalan produksi kerajinan terhadap masyarakat. Sosialisasi ini

dapat di lakukan dengan berbagai cara, baik dengan menempelkan selebaran

maupun dengan melakukan pameran. Dengan mengadakan pameran di harapkan

dapat menarik minat pengunjung dan selanjutnya mereka dapat melihat produk

secara langsung, sehingga dapat menggugah minat para pengunjung untuk

membeli produk. Pameran ini dilaksanakan sebagai promosi pada masyarakat

luas.

2. Kurang Perhatian Pemerintah Terhadap Pengrajin

Campur tangan dari pemerintah dalam hal pemasaran hasil kerajinan juga

menjadi faktor penting.peran dinas terkait seperti Departemen Perindustrian Dan

Perdagangan serta Dinas Pariwisata sangat diperlukan, akan tetapi pada

kenyataanya perhatian pemerintah terhadap pengusaha industri kerajinan

dirasakan masih kurang, misal perhatian dalam hal penyuluhan terhadap

pengrajin kecil, pemberian pinjaman modal dan hal lain. Peran pemerintah selama

ini hanya terbatas dalam penyediaan fasilitas stand atau tempat untuk berjualan

itupun masih dengan jumlah yang terbatas, serta penyuluhan-penyuluhan saja.

Keadaan seperti ini tentu saja dirasakan oleh para pengrajin kecil menjadi sebuah

kesulitan dalam mengembangkan usahanya. Karena minimnya pengetahuan,

sarana serta prasarana mereka menjadi kendala bagi para pengrajin untuk terus

mengembangkan kreatifitas mereka dalam menghasilkan karya yang dapat

Page 104: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

87

dinikmati masyarakat Rembang serta para wisatawan. Hal tersebut telah

menyebabkan penjualan kerajinan di Rembang mengalami penurunan.

C. Kemunduran Industri Batik Tulis Di Lasem.

Sekitar 50 tahun yang lalu kita masih dapat menjumpai industri batik pada

setiap rumah di Lasem, karena pada tahun-tahun ini hampir semua rumah menjadi

tempat industri batik Lasem. Pada tahun 1980an terjadi penurunan drastis

terhadap inustri batik di Lasem. Perajin batik di Lasem semakin berkurang,

penurunan ini dikarenakan berbagai faktor. Banyak pengusaha batik lasem yang

menutup usahanya dan beralih pada usaha yang lain seperti toko klontong, warung

makan, serta bidang usaha yang lain. Kondisi pasar batik tulis Lasem yang

semakin lesu dirasakan tidak seimbang dengan biaya produksi yang mereka

keluarkan.

1. Semakin Maraknya Batik Cap dan Batik Printing.

Munculnya industri batik cap berdampak pada industri batik di daerah

daerah penghasil batik tulis tradisional. Tidak terkecuali di Lasem yang menjadi

sentra pembuatan batik tulis tradisional. Banyak pengusaha batik di Lasem yang

mulai gulung tikar karena pasar mereka mulai terdesak dengan keberadaan batik

cap dan printing. Masyarakat serta wisatawan lebih memilih batik cap dan

printing kerena dari motif dan warna yang lebih beragam, harga batik cap dan

printing juga jauh lebih murah bila dibandingkan dengan batik tulis tradisional.

Harga batik cap dan printing pada tahun 1980 hanya berkisar rata rata Rp.70.000,-

jauh bila dibanding dengan harga batik tulis tradisional yang bisa mencapai

Page 105: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

88

Rp.50.000,- per lembarnya.Seperti yang diungkapkan oleh bapak Purnomo

seorang pengusaha batik Lasem dengan merek KUDA.66

“ Maraknya batik Cap juga membuat batik Lasem yang notabene identik

dengan batik tulis semakin di tinggalkan.Orang lebih senang membeli

batik cap yang harganya lebih murah, sedangkan batik tulis hanya di

minati kalangan tertentu saja.”

Dengan makin banyaknya batik cap, pasar batik tulis semakin lesu, ini

karena para konsumen lebih memilih bati cap. Pendapatan para pengusaha Batik

Tulis semakin menurun dari hari kehari, sehingga mereka tidak mampu lagi

membiayai karyawan serta membiayai produksi. Banyak dari para pengusaha

yang selanjutnya lebih memilih bidang usaha lain. Seperti membuka toko

kelontong, toko barang elektronik,toko keperluan rumah tangga, toko keperluan

nelayan serta warung-warung makan, sedangkan alat pembatikan mereka simpan

di gudang.

Batik cap yang menawarkan macam motif dan warna yang lebih beragam

membuat para konsumen lebih memilih batik cap. Meraka menganggap bahwa

batik tulis warnanya terbatas dan tidak ada inovasi baru, sehingga mereka merasa

jenuh. Munculnya teknologi batik cap dan printing yang terus saja berkembang

membuat keberadaan batik tulis makin terdesak. Mereka mengahadapi kesulitan

dalam memasarkan batik tulis mereka karena kebanyakan pasar yang awalnya

mereka kuasai mulai dikuasai oleh batik cap dan printing.

66

Seperti yang di ungkapkan oleh bapak. Purnomo salah satu pengusaha

batik Lasem dengan merek KUDA di kediamanya di desa Jolotundo, Lasem. Pada

tanggal 23 Mei 2009.

Page 106: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

89

2. Semakin Kurangnya Generasi Pembatik di Lasem

Selain karena munculnya batik cap dan printing turunya pembatikan di

Lasem juga dipengaruhi oleh semakin berkurangnya minat generasi muda untuk

meneruskan usaha membatik.seperti yang diungkapkan oleh Purnomo Maskoen (

52 ), pengusaha batik lasem dengan merek KUDA di kediamanya.

“Pembatikan di Lasem sedang limbung. Generasi usaha pembatikan

semakin berkurang karena setelah mengenyam pendidikan tinggi dan

bertitel mereka tidak mau terjun di usaha pembatikan.Mereka lebih senang

bekerja atau berusaha di bidang lain sesuai dengan pengetahuan yang

mereka peroleh dari perguruan tinggi.”67

Selain dari penerus pengusaha batik yang semakin nerkurang, penerus dari

para pembatik juga semakin berkurang. Anak- anak dari para pembatik yang

sudah lulus sekolah umumnya memilih bekerja di kota besar, seperti Jakarta dan

Surabaya karena dirasa lebih menjanjikan. Sehingga tenaga pemabtik tidak ada

yang melanjutkan.

Tenaga pembatik di Lasem umumnya adalah pekerjaan secara turun

temurun, dan pekerjaan sebagai tenaga pembatik hanya merupakan pekerjaan

sampingan yang mereka lakukan sambil menuggu masa panen tiba. Tenaga

pembatik yang ada di Lasem kebanyakan berasal dari luar daerah Lasem,

sehingga pabila musim panen dan tanam tiba mereka kembali ke kampung

halaman. Akibatnya proses pembatikan di Lasem tidak berlangsung dengan

lancar. Sedangkan anak- anak mereka yang diharapkan mau meneruskan usaha

67

Ibid

Page 107: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

90

sebagai tenaga membatik lebih memilih untuk bekerja pada bidang lain dengan

harapan bisa mendapatkan hasil yang lebih banyak dibandingkan dengan menjadi

tenaga pembatik yang hasilnya tidak seberapa.

Dengan kurangnya minat dalam meneruskan usaha pembatikan serta minat

menjadi tenaga pembatik dikalangan anak muda Lasem, industri batik di Lasem

tidak mengalami regenerasi secara optimal. Sehingga para pekerja pembatikan di

Lasem masih didominasi oleh orang tua yang sudah berusia lanjut. Ini tentu saja

berdampak pada inovasi dan kreatifitas mereka. Kebanyakan dari para pembatik

ini hanya mengandalkan pengalaman, akibatnya batik yang dihasilkan pun bersifat

monoton, karena mereka tidak mengeluarkan ide-ide baru yang dapat

memperkaya batik Lasem.

3. Berkurangnya Minat untuk memakai batik tradisional.

Batik tulis tradisional menjadi salah satu cirri khas dari Lasem dan

merupakan salah satu souvenir yang paling digemari wisatawan. Akan tetapi pada

akhir tahun 1980-an kerajinan batik mengalami mengalami kemunduran yang

sangat signifikan.

“Setelah tahun 1980-an usaha batik mengalami kemunduran dan bahkan

kemerosotan yang sangat memprihatinkan. Karena itu usaha para juragan

batik menjadi lesu. Kemunduran usaha batik ini antara lain disebabkan

oleh menurunnya para pemakai dan juga munculnya kreasikreasi baru”68

68

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1993. Dampak

Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Daerah Istimewa

Rembang. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Rembang, hal 124.

Page 108: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

91

Anak anak muda lebih menyukai batik cap serta pakaian-pakaian modern

yang mereka anggap lebih simple dan modern. Berkurangnya minat terhadap batik

tradisional juga lebih disebabkan oleh motif yang tidak mengalami perubahan

serta dianggap sudah ketinggalan jaman. Ketertarikan pada batik cap dan print

ketimbang batik tulis tradisional juga karena batik cap dan print mempunyai

keragaman warna dan motif. Sehingga para kawula muda merasa lebih cocok

dengan batik cap dan print.

Keadaan ini tentu saja semakin memperparah keadaan batik tulis

tradisional, keberadaan mereka hanya diminati oleh kalangan tertentu saja. Karena

pasar mereka yang terbatas ini menjadi pengaruh menurunya eksistensi dari batik

tulis Lasem.

D. Peran Pemerintah.

Menurunnya industri batik tradisional juga tidak lepas dari kebijakan yang

dilakukan oleh pemerintah mengenai impor bahan baku industri tekstil pada tahun

1966. Ketika itu melalui UU. No 12/1966 pemerintah mencabut hak impor bahan

baku yang biasa dilakukan oleh GKBI atau Gabungan Koperasi Batik Indonesia

danmenerapkan persaingan bebas. Hal ini mengakibatkan para pedagang Cina dan

Arab mengambil alih perdagangan bahan baku yang sebelumnya dipegang oleh

koperasi.Tugas GKBI antara lain yakni:

Page 109: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

92

1. Keuangan

a. Mempergiat dan menerima simpanan dari anggota dan anggota

koperasi batik.

b. Memberi pinjaman kepada anggota ( batas-kredit )

2. Pusat pembelian dan keuangan

a. Memusatkan pembelian bersama dari segala bahan dan alat-alat

untuk keperluan perusahaan milik anggota koperasi ;

- Pengakuan sebagai Importir

- Di beri kedudukan sebagai importir tunggal dan

distributor tunggal untuk grey dan mori tahun 1955

- Sebagai importir dan distributor bahan-bahan cat kimia

batik tahun 1960

b. Memusatkan penjualan bersama dari barang-barang yang

dihasilkan oleh para anggota bukan koperasi batik.

3. Produksi

a. menghasilkan mori atau blaco di pabrik mori GKBI yogyakarta

tahun 1962.69

Dengan di cabutnya hak impor GKBI membuat para pengusaha batik

tradisional semakin mengalami kesulitan dalam meneruskan usahanya, hal ini

dikarenakan terjadi monopoli dari para pengusaha impor bahan baku textile ini

69

Sewan Susanto, 1980. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Balai Penelitian

Batik dan Kerajinan. Yogyakarta, hal 139.

Page 110: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

93

berakibat pada mahalnya bahan baku. Para pengusaha batik pun jadi terbebani,

sehingga mereka terpaksa mengurangi produksinya.70

Melemahnya daya beli masyarakat dan wisatawan terhadap batik

membuat banyak pengusaha batik tradisional mengalami kebangkrutan. Sebagian

dari para pengusaha batik di Lasem bahkan beralih jalur usaha seperti mendirikan

warung kelontong dan badan usaha lain di luar usaha batik. Selain itu para

pengusaha batik tradisional di Lasem juga lebih banyak yang memilih untuk

menutup tempat usaha mereka, dikarenakan produk mereka tidak laku di pasaran

yang sudah di kuasai oleh batik cap dan printing sehingga hanya kerugian yang

mereka dapat.

Banyak mode pakaian wanita yang banyak mengadopsi model pakaian

dari negara-negara Barat dengan desain baru, ini juga menjadi dampak pada

menurunnya minat kaum wanita untuk mengenakan kain jarit batik sebagaimana

yang dilakukan oleh wanita jawa jaman dahulu. Para wanita pada tahun ini sudah

mempunyai kecenderungan lebih suka memakai daster maupun rok sebagai

pakaian sehari-hari dengan alas an lebih modern dan praktis sehingga tidak ribet

dalam mengenakannya. Para wanita hanya akan memakai pakaian batik pada

acara-acara tertentu, misal dalam acara pernikahan.

70

Siska Narulia, 2004. “Sejarah Koperasi Batik PPBI Yogyakarta Tahun

1950-1980”. Skripsi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta, hal 92.

Page 111: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

94

Penurunan minat masyarakat terhadap pemakaian kain batik tersebut

membuat para pengrajin batik tulis tradisional di Lasem mengalami keterpurukan.

Dari segi penjualan produk mereka telah kalah dengan pakaian modern yang lebih

simpel, sedang dari segi harga mereka juga kalah bersaing jika dibandingkan

dengan pakaian jadi yang harganya jauh di bawah sehelai kain batik tulis.

Beralihnya minat masyarakat terhadap pakaian modern telah menimbulkan

kemunduran dalam dunia batik, khususnya batik di Lasem yang selama ini dikenal

memiliki kualitas tinggi, motif dan warna khas.Selain itu menurut Departemen

Perindustrian dan Perdagangan dalam Buku “Pelestarian Motif Batik Tradisional

Melalui Pengembangan Industri Batik”

Terdapat 7 faktor yang menyebabkan lesunya industri batik tradisional, yakni;

1. Semakin berkurangnya konsumen batik tradisional dalam bentuk kain

/tapih,selendang, ikat kepala serta sarung. Hal ini menyebabkan industri

batik yang produksinya berupa pelengkap busana pakaian adat Jawa

seperti kain /tapih,selendang, ikat kepala serta sarung mengalami

kemunduran pemasarannya, sehingga untuk mempertahankan hidupnya

beralih memproduksi barang-barang yang saat itu laku dipasaran.

2. Terjadinya perubahan selera konsumen akan motif-motif batik yang

disebabkan oleh pengaruh kemajuan jaman maupun kebudayaan dari luar.

Masuknya arus wisatawan asing yang setiap tahunnya semakin meningkat

telah memberikan dampak yang cukup besar pada selera konsumen akan

motif batik. Hal tersebut menyebabkan penggunaan batik untuk barang-

barang perlengkapan rumah tangga seperti misal gordin, taplak meja,

Page 112: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

95

bantal kursi menggunakan motif-motif baru yang disesuaikan dengan

kemajuan jaman.

3. Kebijakan-kebijakan pemerintah pada saat tertentu dalam usaha

meningkatkan devisa Negara. Seperti misal dicabutnya hak impor bahan

tekstil bagi GKBI oleh pemerintah tahun 1966. Pada tahun-tahun dimana

kita membutuhkan pengumpulan devisa yang besar jumlahnya, karena

tekstil dengan motif batik cukup menunjang usaha ini, karena laju

pemasarannya yang luas di pasaran Internasional. Karenanya industri-

industri tekstil dengan motif batik dipacu perkembangannya pada saat itu

tanpa memikirkan dampak negatif terhadap industri batik tradisional

4. Kemajuan teknologi yang semakin pesat telah memungkinkan pembuatan

“batik” tanpa menggunakan proses tradisional, tetapi dengan Cap dan

Print.Namun yang sangat disayangkan adalah, adanya penyalahgunaan

oleh beberapa produsen maupun pedagang dengan dicantumkannya label

”Batik Asli” atau“Batik Tradisional” pada produknya, sehingga konsumen

seringkali tertipu.

5. Kurangnya pengenalan motif- motif batik kepada masyarakat. Seperti

misal dalam hal pendidikan baik formal maupun non formal untuk bidang

kerajinan batik, orientasinya selalu pada prosesnya. Padahal motif batik

justru merupakan bagian yang lebih rumit, namun selalu dikesampingkan.

6. Kurangnya pengetahuan para pengusaha batik yang mewarisi usaha

orangtua maupun yang muncul dari generasi saat ini. Pengetahuan mereka

sangat sedikit tentang motif batik tradisional. Kebanyakan dari mereka

Page 113: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

96

hanya tahu nama-nama dari motif batik tradisional tanpa mengetahui latar

belakangnya. Itupun hanya untuk jumlah yang terbatas.

7. Kurangnya perhatian generasi muda akan seni batik, baik batik sebagai

komoditas perdagangan maupun sebagai warisan seni budaya yang

bernilai tinggi. Mereka lebih senang menggunakan pakaian modern yang

lebih simpel.

E. Upaya yang di lakukan Pemerintah Dalam Melestarikan Batik

Pemerintaan terus melakukan usaha untuk mempertahankan serta

melestarikan keberadaan batik tradisional. Upaya pemerintah yakni menjadikan

batik sebagai bagian dari budaya Bangsa dengan meningkatkan penggunaan batik

sebagai pakaian Nasional. Upaya pemerintah dalam melestarikan batik terlihat

pada penggunaan seragam batik dalam pakaian dinas pegawai negeri. Selain itu

pemerintah juga berupaya melakukan promosi batik di dalam dan luar negeri,

yakni menjadikan batik sebagai duta kebudayaan bangsa dalam dunia

internasional. Selain melakukan promosi batik, pemerintah juga melakukan

upaya-upaya sebagai berikut;

1. Melakukan labelisasi terhadap semua produk-produk batik dan tekstil

motif batik dengan standar label sesuai standar industri Indonesia. Hal ini

dilakukan untuk menghindari beredarnya barang tiruan.

2. Melakukan Standarisasi produk baik yang menyangkut teknologinya atau

prosesnya, bahan baku, motif maupun istilah-istilah yang berkaitan dengan

Page 114: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

97

produk batik. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas dari produk yang

dihasilkan.

3. Melakukan penyebarluasan bidang teknologi, bahan baku, motif serta

peralatan yang digunakan untuk mengembangkan industri melalui

deverifikasi produk, teknologi tepat guna, desain batik serta pengendalian

mutu produk dari penerapan standar yang berlaku. Dengan melakukan

pengendalian mutu produk, maka kenyamanan serta kepuasan konsumen

dapat terjaga.

4. Melakukan pendidikan dan penyuluhan baik di sentra batik maupun di

lokasi-lokasi yang memungkinkan timbulnya industri batik. Disamping

itu juga melaksanakan pendidikan dalam bentuk kerjasama dengan

departemen atau instansi lain seperti Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan dengan memberikan penataran guru-guru di Sekolah

Menengah Kejuruan. Hal ini dilakukan dengan harapan, bahwa

pengetahuan para pengrajin serta guru Sekolah Menengah Kejuruan

tentang batik akan semakin bertambah.

Page 115: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

98

BAB VI

PENUTUP

Penulisan ini telah menguraikan rangkaian urutan peristiwa didalam

industri batik Lasem yang dirumuskan dalam bab pendahuluan. Batik Lasem yang

nerupakan warisan budaya dari nenek moyang harus senantiasa dijaga

kelestariannya. Masalah pertama adalah membahas bagaimana situasi masyarakat

di Lasem. Lasem yang merupakan kota kecil akan tetapi mempunyai sejarah yang

panjang dan menarik untuk dilihat. Kerukunan yang tercipta di Lasem antara Jawa

dan Tionghoa terjalin sangat harmonis, ini yang membedakan Lasem dengan

wilayah lain. Selanjutnya akulturasi budaya yang terjadi di Lasem mengahilkan

sebuah karya seni yang sangat indah.

Batik Lasem merupakan hasil dari akulturasi budaya yang terjadi di

Lasem. Hasil akulturasi ini selanjutnya dituangkan dalam sebuah lukisan di atas

kain yang disebut dengan batik Lasem. Batik Lasem yang merupakan salah satu

identitas lasem pada awalanya dibawa oleh putrid Na Li Ni yaitu putrid dari

Campa yang datang ke Lasem. Pada perkembnaganya batik Lasem dapat diterima

oleh masyarakat Lasem khususnya dan luar Lasem pada umumnya. Permintaan

terhadap batik Lasem terus mengalami peningkatan.

Keunikan yang dimilki batik lasem adalah pada motif yang sarat makna

serta pada warna-warnanya yang merupakan warna khas batik pesisiran. Motif

batik Lasem yang menggabungkan antara kebudayaan jawa dan tionghoa menjadi

bukti bahwa dua etnis yang berbeda dapat hidup berdampingan di Lasem.

Page 116: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

99

Selanjutnya Industri batik Lasem manjadi roda penggerak perekonomian

di Lasem, hampir semua rumah di Lasem menjadi industri batik. Semua

masyarakat di Lasem dan sekitarnya menggantungkan hidupnya dari Industri batik

ini. Sehingga industri batik menjadi penggerakl perekonomian di Lasem. Pada

Tahun 1970 Industri batik di Lasem mengalami masa kejayaan itu. Terbukti

dengan Lasem menjadi satu dari enam besar daerah penghasil batik di Indonesia.

Akan tetapi pada kurun waktu tahun 1980-1990 Penurunan yang sangat

signifikan. Penurunan ini dikarenakan banyak faktor. Diantaranya adalah karena

perekonomian, minat masyarakat serta semakin kurangnya tenaga pembatik yang

ada.selain faktor di atas munculnya batik modern seperti batik cap dan batik

printing merupakan pukulan hebat bagi pengusaha batik tulis tradisional.

Kemunculan batik cap dan printing semakin mendesak keberadaan batik tulis

tradisional. Pada kelanjutanya banyak sekali pengusaha batik di Lasem yang

memilih untuk gulung tikar.

Batik Lasem meripakan warisan budaya yang harus dilestarikan

keberadaanya, selain merupakan warisan nenek moyang Batik Lasem juga

menjadi mata pencaharian uatama masyuarakat Lasem pada tahun 1970.

Diperlukan kerjasama berbagai pihak terkait untuk tetap menjaga kelestarian batik

Lasem. Ini dikarenakan batik Lasem sudah menjadi identitas Lasem pada

khususnya dan Kabupaten Rembang pada umumnya. Oleh karena itu peran

pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan dalam rangka menjaga serta

mengembangkan keberadaan batik Lasem.

Page 117: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

100

Batik dewasa ini sudah kembali mengalami perkembangan, tidak

terkecuali dengan batik Lasem. Dengan situasi ini diharapkan batik Lasem juga

dapat kembali eksis dalam pasar batik di Indonesia. Upaya dalam rangka

merevitalisasi Batik tulis Lasem adalah dengan kerjasama antara Pemerintah

Daerah, Pengusaha dan Masyrakat Kabupaten Rembang. Peran Pemerintah disini

salah satunya adalah dapat membantu dalam hal permodalan, dengan memberikan

bantuan permodalan diharapkan para pengusaha batik Lasem yang sudah banyak

gulung tikar akan kembali mengusahakan batik Lasem sehingga Industri Batik

Lasem kembali bergeliat. Selain dalam hal permodalan peran pemerintah juga

diperlukan dalam hal promosi. Promosi ini dapat dilakukan dengan cara

melakukan pameran, bursa produk kerajinan secara regular. Pendayagunaan

media secara optimal dalam rangka melakukan promosi terhadap masyarakat.

Selain itu Pemerintah harus melakukan penyuluhan tentang batik Lasem terhadap

masyarakat, ini dapat dimulai dari siswa sekolah, ini diharapkan mampu

menumbuhkan kecintaan terhadap batik Lasem, dari sini diharapkan dapat

menumbuhkan generasi-generasi pembatik baru.

Selain peran pemerintah kerjasama dari pihak terkait seperti pengusaha

juga diharapkan melakukan peran serta aktif dalam usaha melestarikan batik

Lasem. Pengusaha diharapkan mampu mempertahankan kualitas dari batik Lasem

itu sendiri sebagai usaha mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap

kualitas batik Lasem. Selanjutnya Pengusaha diharapakan mampu mengeluarkan

ide ide kreatif sehingga motif dari batik Lasem dapat berkembang dan bersaing

Page 118: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

101

dengan batik dari daerah lain, tentu saja tanpa meninggalkan pakem dari batik

Lasem itu sendiri.

Dengan kerjasdama ini diharapkan batik Lasem tetap terjaga kelestarianya,

ini demi menjaga batik Lasem yang merupakan warisan budaya yang sudah

bernilai ratusan tahun supaya tidak punah begitu saja ditelan madernisasi yang

terus mendesak keberadaan budaya tradisional.

Page 119: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

102

DAFTAR PUSTAKA

1. BUKU

Satu Orang Pengarang

Chandra Irawan Soekamto, 1984. Pola Batik, Jakarta; Akadoma.

_____________________, Batik dan Pola Membatik, Jakarta, Akadoma

Louis Gottschalk. 1969. Mengerti Sejarah, Jakarta, Universitas Indonesia

Koentjaraningrat. 1971. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Yogyakarta,

Siska Narulia, 2004. Skripsi "Koperasi Batik PPBI Yogyakarta Tahun 1950-

1980”.Yogyakarta, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gajah Mada

Sartono Kartodirjo, 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah,

Garmedia, Jakarta.

Ueoka, Takamasa. ABSTRAK. 2001. Batik: Sejarah dan Daya Tarik. Skripsi:

Jurusan: Bahasa Indonesia dan Kebudayaan Asia Tenggara. Osaka,

Jepang, Universitas Setsunan.

Judistira K. Garna, 1992. Teori-teori Perubahan Sosial, Bandung Program

Pasca-Sarjana Universitas Padjajaran.

Sewan Susanto, 1980. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta, Balai

Penelitian Batik dan Kerajinan

Kotler, Philip, 1988. Manajemen Pemasaran, Jakarta, Erlangga.

Puspitasari Wibisono “ Kondisi Batik Lasem Jawa Tengah suatu tinjauan tentang

budaya daerah Jawa” Museum Tekstil, Pemda DKI Jakarta. Waktu

penerbitan tidak di cantumkan.

William Kwan HL. Catatan Hasil study “ Revitalisasi Budaya dan Usaha Batik

Kecil di Lasem”.

Paramita Abdurachman, “ dermayu Batiks; A Surviving art in an ancient trading

town ( Preliminary Notes ), Draft Makalah 1985.

Unijaya.M.Akrom. LASEM NEGERI DAMPO AWANG Sejarah yang terlupakan,

Yogyakarta: Eja Publisher,2008.

Page 120: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

103

Bairul Anas, 1983, Indonesia Indah “BATIK

Scott, Jammes C. Moral ekonomi Petani, ( Jakarta : LP3ES, 1983)

Bekking, H.C. de Ontwikkeling der Residentie Rembang

Mpu Santibadra, Sabda Badrasanti 1401, di himpun oleh Ramadharma S

Reksowadjpjp sejak 1966 ( Semarang tanpa penerbit, 1985 )

Mbah Guru, Sejarah Rembang ( Lasem tanpa penerbit,1989 )

Titi Surti Nastiti dan Nurhadi Rangkuti, Laporan Penelitian Ekskavasi Caruban,

Lasem, Jawa Tengah. ( Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

1988), hlm.8.

Staat der Nederlandsch Oost-Indische Bezittingen ( 1908 – 1811 ), Ordonantie

No.1169, 1 September 1808, Koleksi ARNAS.

Dua orang pengarang atau lebih

Kantor Pariwisata Kabupaten Rembang 2003. Warisan budaya Kabupaten

Rembang Untuk Pengembangan Obyek Wisata Bersejarah Di Kabupaten

Rembang. Kerjasama Kantor Pariwisata Kabupaten Rembang dengan

Pusat Studi Sejarah dan Budaya Maritim Universitas Diponegoro

Semaang,

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1993. Dampak Pengembangan

Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Daerah Istimewa

Rembang. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Rembang.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Katalog Batik Indonesia. Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Industri dan Kerajinan Batik, Proyek

Pengembangan dan Pelayanan Teknologi Industri Kerajinan dan Batik,

Yogyakarta.

Departemen perindustrian, 1977. Batik Dengan Proses dan Corak Baru,

Departemen Perindustrian Jakarta, hal 34.

Kecmatan Lasem dalam angka 19980. Kerja sama BAPPEDA Kabupaten

Rembang , Koordinator statistic kecamatan Lasem.1980.

2. INTERNET

http://geocities.com//liabercampus/lingua

http://batikindonesia.info/2003/05/25/batik-lasem-nasibnya-kini/

Page 121: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

104

www.google.com

http://haleygiri.multiply.com/photos/album/13/Batik_Lasemhttp://www.wongrem

bang.com/new/?p=51

http:www://Kompas.com /Kompas Cetak / 80748.htm

Page 122: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

105

Daftar Informan

1. Nama : Ibu Sri Rahayu

Alamat : Staf Dinas Pariwisata Kabupaten Rembang

2. Nama : Bapak Karsono

Alamat : Staf Dinas Pariwisata Kabupaten Rembang

3. Nama : Bapak Rusdi Chaerudin

Alamat : Staf Kantor Kecamatan Lasem,Kecamatan Lasem

Kabupaten Rembang

4. Nama : Bapak Jumari.BA.

Alamat : Camat Kacamatan Lasem,Kecamatan Lasem, Kabupaten

Rembang.

5. Nama : Bapak Sigit Wicaksono

Alamat : Ds. Babagan, Lasem,Rembang.

6. Nama : Ibu Tusinah

Alamat : Ds. Babagan,Lasem, Rembang

Page 123: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

106

GLOSARIUM

Batik Tulis Tradisional : Proses pembuatan batik dengan cara tradisional

menggunakan canting sebagai pembuat pola.

Batik Cap : Proses pembuatan batik dengan menggunakan cap

dari kuningan yang sudah berpola

Batik Printing : Batik yang di hasilkan dari sablon manual maupun

dengan mesin tekstil.

Batik Pesisiran : Batik yang berasal dari pesisir pantai utara Jawa

Batik Pedalaman : Batik yang berasal dari wilayah di pedalaman yang

letaknya jauh dari wilayah pantai utara Jawa.

Page 124: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

107

LAMPIRAN

Page 125: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

108

Batik Lasem dengan pola Burung Hong dan Latohan dengan warna Merah, yang

merupakan ciri khas batik Lasem.

Batik Lasem Motif bunga.

Batik Lasem dengan motif warnanya yang khas.

Page 126: Refisi II Industri Batik Lasem - USD Repository

109

Contoh Batik Pedalaman Solo / Yogyakarta