refisi ii industri batik lasem - usd repository
TRANSCRIPT
i
Industri Batik Lasem
Di Lasem, Rembang, Jawa Tengah
Tahun 1970 – 1990
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Program Studi Ilmu Sejarah
Oleh
RENI AGUSTIN
NIM :034314011
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
JURUSAN ILMU SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
iv
SKRIPSI
Industri Batik Lasem
Di Lasem, Rembang, Jawa Tengah
Tahun 1970 – 1990
OLEH
Reni Agustin
NIM : 034314011
Telah dipertahankan didepan penguji
Pada tanggal
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
v
MOTTO
“ KETIKA ORANG TERTAWA MENGEJEKU, AKU HANYA
BERKATA SEMOGA TAWA MEREKA ITU SEMAKIN
MENYEMPURNAKAN DIRIKU ”
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tiada Kebahagiaan yang lebih hebat selain dapat mempersembahkan skripsi ini
kepada :
• Allah SWT, atas kebesaranNya yang telah mengijinkan aku untuk
menyelesaikan tugas yang tidak ringan ini ALLAHU AKBAR…
• Ibuku SOEKATMI yang tak pernah menuntut tetapi selalu membiarkan aku
dengan nasihatnya yang selalu menjadi nafasku…doa yang selalu menjadi
nyawaku dan kesabaran yang selalu menjadi jiwaku….”mum aku bisa…”maaf
belum bisa buat kalian bangga….
• Bapakku A. DARYONO yang manjadi PAHLAWAN HIDUPKU dan
Manusia terbaik dalam hidupku…”bis ini reni kerja cari duit buat naikin haji
bapak ibu” maturnuwun….
• Adeku FAJAR DIAN MARTANTI ( ANJA ) yang menjadi malaikat kecilku
dan spirit buat aku…
• Keluarga besarku atas semua doa dan bantuanya
• Mas Nanto n Keluarga, yang selalu mengajarkan tentang pentingnya harga
diri sehingga aku menjadi orang yang kuat dan selalu lebih kuat, selalu
mengajarkan aku tentang apa itu hidup…terimakasih karena selalu mengkritik
aku.
• Wahyu Pramestiadi dan keluarga dengan doa yang tak pernah putus…
• Teman-teman seperjuangan di Ilmu Sejarah ’03,selamanya kita adalah sodara.
vii
• Anak-anak kos 156 keluarga baruku di jogja,mb.sri,mb melda, valent, Nyit2,
intan, as3, sella, nawang, mb ella, teteh enoy,…yang selalu tertawa dengan
onarku.
• Keluargaku anak-anak kontrakan, Henythehood,Mas Dani, Pakde, Gundul,
Diaz, Billy, doto, Edwin,Gatot, Kodok…cuy…gw lulus !!!!!!
• Dan semua pihak yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu…berkat doa
kalian aku berhasil menyelesaikan skripsi ini.
viii
Halaman Pernyataan Keaslian karya
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta
Penulis
Reni Agustin
ix
ABSTRAK
Industri Batik Lasem
Di Lasem, Rembang, Jawa Tengah
1970 – 1990
Reni Agustin
034314011
Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan serta menganalisis
perkembangan Industri Batik Lasem yang ada di kecamatan Lasem Kabupaten
Rembang, pada tahun 1970 – 1990. Untuk membantu terselesaikannya penulisan
ini tidak hanya melakukan pendekatan sejarah saja akan tetapi juga menggunakan
ilmu Bantu lain seperti antropologi dan sosiologi sebagai ilmu pendukung guna
mendapatkan hasil penulisan yang baik.
Dalam penulisan skripsi ini juga menggunakan teori fungsional dari
Brownislow Malinowski, antropolog, yang menyatakan bahwa tugas akhir dari
semua kebudayaan adalah untuk memenuhi kebutuhan psikologis manusia..
Penggunaan teori ini lebih disebabkan oleh kedekatan dengan topik penulisan ini
yang membahas batik sebagai bentuk dan fungsi kebudayaan bagi masyarakat
Lasem. Selain menggunakan teori fungsional dari Malinowski, penelitian ini juga
menggunakan teori fungsional dari seorang sosiolog bernama Talcott Parsons
yang dinilai lebih ilmiah dan empiris, di mana hipotesisnya di uji melalui
penelitian-penelitian yang sistematik, seperti pengamatan
Penelitian ini menunjukan bahwa batik Lasem merupakan batik yang
dihasilkan dari sebuah proses akulturasi antara budaya Jawa dan
Tionghoa.Akulturasi yang terbentuk dengan selaras dan seimbang menghasilkan
sebuah karya yang begitu indah yang dituangkan dalam sebuah kain yang
selanjutnya menghasilkan batik yang indah. Akulturasi budaya yang terjadi di
Lasem tidak hanya dituangkan pada sebuah lembar kain, akan tetapi mencakup
semua aspek kehidupan masyarakat Lasem.
Keindahan karya akulturasi itu sempat membuat Batik Lasem mengalami
masa kejayaannya pada tahun 1970-an, keindahan warna dan motif yang penuh
makna sebagai hasil dari akulturasi itu membuat Batik Lasem memiliki nilai
tersendiri di kalangan pengguna batik. Akan tetapi pada tahun 1980-1990-an
industrui Batik Lasem mengalami kemunduran sebagai akibat dari kemajuan
teknologi pertekstilan yakni dengan munculnya teknologi cap dan printing.
Kecuali itu kurangnya minat generasi muda terhadap batik, semakin kurangnya
pembatik di Lasem, serta faktor harga bahan baku yang semakin tidak terjangkau
oleh para pengusaha batik Lasem..
x
ABSTRACT
Industrial of Batik of Lasem
In Lasem Central Java 1970 - 1990
Reni Agustin
034314011
The aimed of this theses are to description and analyse growth of Industry
Batik of Lasem which in district of Lasem, Rembang Regency, in the year 1970 -
1990. For assist this writing not only use historical approach, but sociological and
anthropological approach use to get result of good writing.
Functional theory of Brownislow Malinowski, as anthropologist, expressing
that that duty of is end of all cultures is to ful fill requirement of biology and
psychological of human being. Usage of this is theory more because of contiguity
with this writing topic which study batik as culture function and form for society of
Lasem. Besides using functional theory of Malinowski, this research also use
functional theory of more empirical and erudite assessed an sociologist named Talcott
Parsons, where the hypothesis of in test pass through systematic research,
This Research of indicate that batik of Lasem is yielded batik from a
acculturation process among Java culture and of Tionghoa. Acculturation formed with
harmony and well balanced yield a masterpiece which so respect which poured in a
cloth later on yields beautiful batik. Cultural acculturation that happened in Lasem
not only poured at a cloth sheet, however including all aspects life of society of
Lasem.
Beauty of that acculturation masterpiece have time to make Batik of Lasem
natural a period to the feather in one's cap of in the year 1970s, beauty of motif and
colour which is the full of meaning as result of that acculturation make Batik of
Lasem have separate value among consumer of batik. However in the years of 1980-
1990s Batik industries of Lasem lost ground as impact of the progress of textile
technology namely with technological appearance of and stamp and printing. Except
that the lack of the rising generation enthusiasm to batik, progressively the lack of the
artist of batik in Lasem, and also raw material price factor which is out of reach
progressively by all entrepreneurs of batik of Lasem.
xi
xii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Kebesaran-Nya yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi dengan judul “Industri Batik Lasem, Di Lasem, Rembang, Jawa
Tengah Tahun 1970 – 1990.” Penulisan Skripsi ini dapat terselesaikan berkat
dukungan , bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rektor Universitas Sanata Dharma, Romo Dr. P. Wiryono Priyotamtomo, S.J.
2. Bapak Drs. Hb. Hery Santosa, M.Hum selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah
Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma yang banyak membantu dalam
penulisan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Silverio R.L.Aji Sampurna, M.Hum. Selaku dosen pembimbing
yang telah sabar dan banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan
mengkoreksi skripsi ini hingga selesai.
4. Bapak Drs. Purwanta, M.A, bapak Prof. Dr P.J Suwarno SH, bapak Drs.
Sandiwan Suharso, Romo Dr. F.X Baskara T. Wardaya, dan semua Dosen
jurusan Ilmu Sejarah yang telah meberikan bekal ilmunya kepada penulis.
5. Pimpinan UPT. Perpustakaan dan seluruh staf Universitas Sanata Dharma
yang telah memberikan kemudahan dalam pencarian data dan sumber pustaka
yang penulis butuhkan untuk penulisan skripsi ini.
6. Mas Tri Sekretaris Sastra yang dengan segenap hati selalu memberi
kemudahan kepada penulis.
7. Teman baiku Ndari, Domi, Bertha, Henithehood ,yang telah bersamaku dan
selalu mebantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
xiii
8. Teman- teman angkatan 03 jurusan Ilmu Sejarah : Qeqe, Atik, Ndari, Domi,
Anggi, Dedi, Yoga, Iren, Hafda, Ruperno.
9. Teman-teman di Ilmu Sejarah : Daniel’02, Villa’02,Agus’04, Eka Rama’02,
Nana ’02, eno ’01, Eka’01 dan semua teman teman yang tidak bisa aku
sebutkan satu persatu, makasih buat spiritnya.
10. masyarakat Lasem, Bp. Sigit wicaksono, staf kecamtan Lasem, Disperindakop
kabupaten Rembang, Dinas Pariwisata Kabupaten Rembang.
11. Semua pihak yang terlibat dalam penulisan ini, penulis ucapkan banyak sekali
terimakasih.
Penulis menyadari betul atas kekurangan dan kelemahan yang ada pada skripsi ini.
Maka penulis sangat menerima adanya kritik dan saran yang bersifat membangun
agar lebih sempurna. Akhirnya terlepas dari semua kekurangan dan kelemahan
tersebut, dengan segala kerendahan hati penulis sangat berharap skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca.
Yogyakarta,
Penulis
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………..... ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………..…. iii
HALAMAN MOTTO……………………………………………….……... iv
HALAMAN PERSEMBANHAN…………………………………………. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………..… vii
ABSTRAK……………………………………………………………,…..... viii
ABSTRACK………………………………………………………….…...... x
KATA PENGANTAR…………………………………………………..… x
DAFTAR ISI………………………………………………………………. xi
DAFTAR TABEL…………………………………………….………..….. xiii
BAB PERTAMA : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………...….... 1
B. Identifikasi Masalah………….…………………………………...….. 9
C. Batasan Masalah…..…………….……………………………………. 10
D. Rumusan Masalah…………………………………………………..... 10
E. Tujuan Penelitian…………………………………………..……….... 11
F. Manfaat Penelitian………..…………………………………..…….... 11
G. Kajian Pustaka…………..……………………………………..…….. 13
H. Metode Penelian…………………..………………………………..... 14
I. Landasan Teori…….…………………………………………..…...... 15
J. Sistematika Penulisan………..………………………………..……... 18
BAB KEDUA : LASEM KOTA TUA SEBAGAI BUKTI
KEHARMONISAN ANTARA JAWA DAN
TIONGHOA…………………………………………………………….. 20
A. Sekilas Tentang Sejarah Lasem…………………………………….. 20
B. Kondisi Fisik Lasem………………..………………………………. 26
1. Latek Geografis…………..………………………………..... 26
2. Iklim……………..………………………………………….. 27
3. Kondisi Perairan di Pantai Lasem…..…………………….… 27
4. Lasem Sebagai Kota Tua Dengan Berbagai Aset Wisata...… 28
C. Sosial Ekonomi Masyarakat Lasem……………………………….... 30
D. Religi Masyarakat Lasem………………………………………….... 32
1. Lasem Sebagai Kota Tua Yang Kental Dengan Nuansa
Islam……………………………………………………….... 33
2. Lasem Kota Tua dengan Etnis Tionghoa Yang Masih Sangat
Kental Dengan Religinya…………………………...………………
35
E. Etnis Jawa Dan Tionghoa Di Lasem………………………..……… 36
BAB KETIGA : MOTIF, WARNA, SERTA PROSE PEMBUATAN
BATIK
LASEM………………………………………………………………….. 40
A. Budaya Jawa Pada Batik Lasem……………………………..…..…… 42
B. Budaya Tionghoa Pada Motif Batik Lasem……………..…….….…... 45
xv
C. Pola Warna Dan Proses Pembatikan Di Lasem………..….…….….... 47
1. Pola Warna………………………………………………….... 47
2. Pembatikan Di Lasem……………………………………….. 51
BAB EMPAT : MASA KEEMASAN BATIK LASEM (1970)..… 53 A. Perkembangan Batik Lasem tahun 1970…………………………….. 53
1. Industri Batik Lasem Pernah menjadi Satu dari Enam Besar Sentra
Industri batik di Indonesia…………………………………... 57
2. Aspek Sumber Daya Manusia……..………………………… 58
3. Aspek Permodalan………....………..……………………… 60
4. Aspek Produktivitas………………………...………………. 62
B. Daerah Pemasaran Batik Lasem…………………………………….. 63
a. Aspek Pemasaran……………………………………………. 63
b. Daerah Pemasaran………...………………………….…..…. 64
c. Pemasaran Lokal dan Luar Negeri…………………….……. 64
d. Segmen Pasar……………………………………………….. 65
e. Volume Pasar……………………….………………………. 65
f. Saluran Distribusi…………………………………………… 65
g. Sistem Promosi Batik Lasem……………………………….. 66
C. Peran Pemerintah Dalam Perkembangan Industri Batik di Lasem.... 66
1. Peran Dinas Perindustrian………………………………….. 67
2. Peran Dinas Pariwisata…………………………………….. 68
D. Pengaruh Perkembangan Industri Batik Lasem Untuk Masyarakat Lasem
……………………………………………………………………… 69
1. Penyerapan Tenaga Kerja…....…………………………….. 70
2. Peningkatan Perekonomian………………………………… 71
BAB LIMA : INDUSTRI KERAJINAN BATIK DI LASEM TAHUN
1980 – 1990………………………………………………………………… 72
A. INDUSTRI………………………………………………………… 72
1. Munculnya Industri Batik Modern………………………... 74
a. Batik Cap……………………………………………… 75
b. Batik Printing………………………………………….. 78
2. Dampak Munculnya Batik Cap Dan Printing……………… 79
1. Dampak Positif…………………………………………. 80
2. Dampak Negatif………………………………………... 80
3. Beredarnya Batik Tiruan…………………………………… 82
B. Faktor Kemunduran Industri Batik………………………………… 83
1. Penurunan Daya Beli terhadap hasil Kerajinan………………… 85
a. Inovasi dan Ide Kreatif……………...……………………… 85
b. Permintaan Pasar yang Tidak Menentu…………..….……. 86
c. Kurangnya Promosi.………………………………..……… 86
2. Kurangnya Perhatian Pemerintah Terhadap Pengrajin…….. 87
C. Kemunduran Industri Batik di Lasem………………………….. 88
1. Semakin Maraknya Batik Cap dan Batik Printing…………….... 88
2. Semakin kurangnya Generasi Pembatik di Lasem…………….... 90
3. Kurangnya Minat Untuk Memahami Batik Tradisional……....... 91
D. Peran Pemerintah…………………………………………………..... 92
E. Upaya yang Dilakukan Pemerintah dalam Melestarikan Batik…… 97
xvi
BAB VI PENUTUP………..…………………………………............ 99
DAFTAR PUSTAKA…………………...……………………............. 103
DAFTAR INFORMAN.......................................................................... 106
LAMPIRAN……………………………………………………........... 107
xvii
DAFTAR TABEL
1. Tempat Bersejarah Di Lasem Hal.28.
2. Penduduk, Luas Desa, Serta Kepadatan Penduduk Perdesa Tahun 1980
Hal.30.
3. Kecamatan, Desa, Banyaknya Industri Batik di Lasem pada Tahun
1970. Hal.54.
4. Modal Awal, Jumlah Pengusaha,Prosentase. Hal. 60.
5. Pendapatan rata-rata Pengusaha dan Pekerja Batik Di Lasem pada
Tahun 1980. Hal. 68.
DAFTAR BAGAN
1. Bagan Distribusi Penyalutran Batik. Hal.64.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari berbagai suku
bangsa dan adat istiadat. Wujud dari kegiatan peradaban dari tiap-tiap suku di
Indonesia menghasilkan sebuah karya seni yang menjadi identitas bagi setiap
kelompok masyarakat di Indonesia. Kegiatan yang dilakukan pada setiap
kelompok didasarkan pada kepercayaan masing-masing kelompok. Dilihat dari
keanekaragaman kelompok yang terdapat di Indonesia, maka berpengaruh pula
terhadap kebudayaanya. Kebuadayaan yang dihasilkan pada setiap suku bangsa
yang ada di Indonesia menjadi sebuah budaya yang majemuk sesuai dengan
sejarahnya sendiri.
Berbagai bentuk dan wujud kebudayaan telah tumbuh dan berkembang
menjadi sebuah norma, etika, dan adat hasil sebuah kesenian. Seni merupakan
ungkapan cita rasa dan karsa dari manusia yang dituangkan alam berbagai bentuk.
Bentuk karya seni antara lain seni rupa, seni musik, seni lukis. Seni lukis sendiri
mempunyai beberapa macam, diantaranya adalah seni rupa. Seni rupa yang
merupakan bagian dari seni lukis memiliki berbagai ragam, diantaranya adalah
ukir, dan pahat. Melukis sendiri tidak hanya dapat dilakukan diatas kanvas,
melukis juga dapat dilakukan di atas kain, melukis diatas madia kain dengan
menggunakan lilin malam adalah kegiatan yang biasa disebut dengan membatik.
2
Membatik bagi masyarakat Indonesia khususnya Jawa bukan sesuatu yang
asing. Kata “batik” sendiri pada awalnya adalah berasal dari kata “tik” yang
mempunyai arti titik.1 “ Batik” sendiri mempunyai arti bertitik, karena proses
membatik diawali dengan memberikan titik-titik serta garis pada sebuah kain,
untuk selanjutnya titik dan garis tersebut dikembangkan menjadi pola yang indah.
Membatik juga dikategorikan dalam kegiatan melukis, ini dikarenakan metode
membatik atau melukis di atas kain mempunyai kesamaan dengan metode melukis
di atas kanvas. Perbedaannya terdapat pada bahan yang digunakan untuk melukis,
melukis yang dilakukan di atas kanvas dengan menggunakan kuas dan cat air,
sedangkan membatik menggunakan canting dan lilin.
Dari zaman ke zaman kesenian membatik terus tumbuh dan berkembang.
Perkembangan batik disesuaikan dengan tuntutan zaman serta situasi dan kondisi
masyarakat. Perkembangan yang terjadi dalam kasenian membatik ini bukan saja
dalam fungsi tetapi juga meliputi motif, bahan, serta proses pembuatanya. Batik
mempunyai sifat yang universal, batik merupakan seni tekstil yang fleksibel
sehingga dapat diterapkan pada karya seni yang lain, baik itu seni pahat maupun
seni yang berbentuk hiasan.2
Asal mula batik sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti.
Beberapa sumber termasuk perajin batik dan para sejarawan berpendapat batik
1 Chandra Irawan Soekamto, 1984. Batik dan Membatik, Jakarta,
Akodama, hal. 9
2 Ardiyanto. 1998. Batik perkembanganya pada era industri awal sampai
dengan batik lukis masa kini. Suntingan Soedarso SP. Seni Lukis Batik Indonesai.
Yogyakarta, Taman Budaya Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
3
muncul pada sekitar abad ke-VI-VII yang dibawa oleh para pedagang dan
penyebar agama Hindu-Budha.3 Selain para pedagang dan penyebar agama Hindu
Budha, masuknya batik juga di bawa oleh para pedagang asal Tionghoa pada
tahun 1479 di pesisir pantai utara Jawa, banyaknya pendatang yang membawa
batik semakin menambah keragaman corak serta bentuk batik di Jawa. Dalam
perkembangannya kesenian batik dari India dan Tionghoa dapat diterima,
khususnya oleh masyarakat Jawa. Semenjak zaman Majapahit kemudian terus
berkembang pada kerajaan-kerajaan berikutnya hingga abad XIX.4 Akulturasi
tersebut menghasilkan ragam motif batik yang berbeda-beda dalam setiap daerah
penghasil batik.
Selanjutnya kesenian batik, dapat berkembang menjadi sebuah tradisi yang
masih dilakukan oleh sebagian masyarakat di Jawa sampai saat ini, pada awalnya
batik merupakan pakaian yang dipakai para bangsawan keraton, akan tetapi pada
kelanjutanya batik menjadi pakaian adat masyarakat jawa, bahkan pakaian batik
dijadikan sebagai pakaian nasional oleh pemerintah. Seiring perkembangan batik
yang semakin diminati oleh sebagian besar masyarakat, beberapa daerah
mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan para pegawai negeri sipilnya untuk
menggunakan batik pada hari jumat. Batik pun sekarang berkembang bukan hanya
sebagai pakaian adat dan tren akan tetapi sudah menjadi identitas nasional.
3Ueoka, Takamasa. 2001. “Batik: Sejarah dan Daya Tarik.” Skripsi:
Jurusan: Bahasa Indonesia dan Kebudayaan Asia Tenggara. Osaka Jepang,
Universitas Setsunan.hal. 9
4Batik Indo Admin, 2003, “Batik”. Posted in Batik Indonesia, 9 Januari,
2003.,hal. 12
4
Batik disamping memiliki keindahan, juga mengandung filosofi yang
cukup mendalam pada setiap motifnya. Setiap daerah yang menjadi pusat
penghasil batik memiliki keunikan dan ciri khas masing-masing, ciri khas yang
sekaligus menjadi identitas pada masing-masing daerah ini dapat dilihat baik dari
motif maupun penggunaan warna. Meskipun demikian, sering perkembangannya
terdapat perbedaan serta persamaan antara daerah penghasil batik satu dengan
lainnya.
Perbedaan tersebut disebabkan karena beberapa faktor antara lain latar
belakang budaya, lingkungan serta letak geografis masing masing daerah
penghasil batik. Sedangkan persamaannya disebabkan adanya hubungan dagang,
pemerintahan, adat, budaya maupun agama.5
Batik merupakan suatu kerajinan daerah yang sudah tidak asing lagi bagi
masyarakat Jawa Tengah. Khusus bagi daerah-daerah penghasil batik tulis kain
tradisional seperti Pekalongan, Solo, dan Yogyakarta. Tiap-tiap daerah penghasil
batik memiliki perbedaan yang mendasar sebagai ciri khas, misal dalam hal warna
serta motif. Sebagi contohnya batik Sidomukti khas Solo dan batik Sidomukti
khas Yogyakarta. Batik Sidomukti khas Solo memakai warna coklat sebagai
warna yamg mendominasi, sedangkan batik Sidomukti khas Yogyakarta lebih di
dominasi oleh warna putih. Batik yang berasal dari Yogyakarta dan Solo lebih
menonjolkan simbol filosofi serta makna-makna dari sudut pandang magis.
5 Ibid, hal 12
5
Selain batik Solo dan Yogyakarta yang khas dengan warna warna natural
dan masih kental dengan filosofi jawa, hadir juga batik Pekalongan yang muncul
dengan warna-warna yang lebih berani, seperti merah, biru, hijau, kuning serta
warna yang lain. Keragaman warna yang menjadi ciri khas batik Pekalongan lebih
disebabkan oleh faktor geografis, ini dikarenakan melihat letak Pekalongan
sebagai kota pantai di pesisir utara Jawa. Pekalongan sebagai kota pesisir pantai
merupakan tempat berkumpulnya para pedagang dari berbagai daerah, ini tentu
saja membuat batik Pekalongan lebih mempunyai warna yang beragam karena
merupakan hasil dari percampuran budaya yang dibawa para pedagang dari
berbagai wilayah.
Selain batik Pekalongan, Solo, serta Yogyakarta, ada satu tempat lagi di
wilayah pesisir pantai Jawa yang menjadi tempat penghasil batik. Daerah itu
adalah Lasem. Lasem adalah salah satu kecamatan dari Kabupaten Rembang
yangterletak di bagian timur. Menurut sejarah yang ditulis dalam Kitab Badrasanti
batik Lasem dibawa oleh pedagang Tionghoa, adalah Putri Na Li Ni yang
merupakan istri dari Bi Nang Un pedagang dari Negeri Campa yang mengenalkan
batik pada masyarakat Lasem. Batik Lasem yang dibawa oleh pedagang dari
Tionghoa misalnya memiliki khas kaya akan warna, bermotif bebas, naturalis
serta realistis. Dalam hal motif misalnya cenderung menonjolkan motif binatang
seperti terlihat pada motif burung hong, corak lain khas Tionghoa adalah bunga
seruni, motif pagi sore,tiga negeri, lokcan, kupu-kupu. Walaupun batik Lasem
identik dengan budaya Tionghoa, batik Lasem tidak meninggalkan atau masih
memasukan unsur motif batik Jawa asli, ini terlihat pada corak geometris yang
6
merupakan corak Jawa Vorstenlanden (Surakarta dan Yogyakarta), seperti parang,
kawung, dan udan liris.
Batik Lasem merupakan salah satu bukti terjadinya akulturasi budaya yang
dinamis pada masyarakat Lasem, ini terlihat dari percampuran corak yang menjadi
symbol akuturasi budaya. Selain kental dengan motif khas budaya Tionghoa, batik
Lasem juga memasukan corak yang dihasilkan oleh masyarakat asli Lasem. Corak
asli Lasem sendiri adalah merupakan corak batik asli dari hasil karya masyarakat
Lasem. sebagai masyarakat pribumi sebelum masuknya orang-orang Tionghoa ke
Lasem, masyarakat di Lasem memang sudah banyak yang menggantungkan
hidupnya dengan membatik. Corak asli dari masyarakat Lasem ini dapat terlihat
dari motif latohan, gunung ringgit serta kricak.
Sampai dengan saat ini pengaruh budaya Tionghoa masih begitu kental
tertuang dalam setiap kain batik yang dihasilkan oleh para pengarajin batik
Lasem. Selanjutnya sebagai salah satu bukti eksistensi batik Lasem yang
mempunyai nilai tinggi, adalah batik Lasem berkembang menjadi pemasok batik
yang cukup besar. Direktur IPI William Kwan HL menyebutkan, pemasaran batik
Lasem tidak hanya di Jawa, tetapi juga merambah Sumatera, Bali, Sulawesi,
Semenanjung Malaka (Pulau Penang, Johor, dan Singapura), wilayah Asia Timur
(terutama Jepang), bahkan Suriname. ”Suriname termasuk yang terbanyak. Dulu,
hampir tiap bulan ayah saya mengirim batik hingga 500 lembar kain.”6
6 Wawancara dengan Njo Tjoen Hian atau yang juga dikenal dengan Sigit
Witjaksono. Pengusaha batik di lasem.tanggal 25 oktober 2008,di kediaman sigit
wicaksono,desa babagan lasem,jawa tengah.
7
Kreasi batik mulai berkembang pada tahun 1970-an. Banyaknya
permintaan memunculkan metode baru dalam membatik untuk mempersingkat
proses produksi, yakni dengan menggunakan metode cap serta printing sebagai
alternatifnya. Proses pembuatan batik dengan cap sangat sederhana, karena
tinggal mencap dengan stempel yang telah di beri motif ke sebuah kain, sedang
printing adalah metode dengan menggunakan teknik sablon. Dengan metode cap
serta printing para pembatik dapat membuat sebuah batik dengan waktu kurang
dari satu hari.
Selain menggunakan metode cap dan printing, perkembangan proses
pembuatan batik juga terjadi dalam hal pewarnaan. Hal ini terjadi dengan adanya
penggunaan zat warna sintetis seperti naptol. Penggunan zat warna sintetis jauh
lebih cepat dibanding proses tradisional dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan.
Kelebihan lain dari zat warna sintetis adalah lebih tahan lama terhadap sinar
matahari maupun gosokan jika dibandingkan dengan zat warna alam.7 Munculnya
batik cap dan printing membuat kreasi berkembang. Batik tidak hanya digunakan
untuk membuat busana saja, tetapi juga berupa kain seprei, gorden, taplak serta
penutup kepala bagi wanita dan masih banyak kreasi lainya yang dapat dihasilkan
dari kain batik.
Bersamaan dengan semakin banyaknya minat terhadap batik yang awalnya
hanya menjadi konsumsi golongan tertentu dan hanya menjadi pakaian adat saja,
perhatian mulai muncul dari para pelukis di Indonesia. Para pelukis Indonesia
7 Ibid hal. 24
8
mulai menaruh perhatiannya terhadap perkembangan batik.8 Ini dapat dilihat dari
para pelukis yang mulai membuat kreasi motif-motif batik baru yang mendobrak
kehalusan dan keanggunan batik dalam sebuah kanvas. Sejak saat itu batik mulai
berkembang dengan motif dan kreasi baru, yang lebih beragam tanpa
meninggalkan khasanah batik yang kental dengan budaya Jawa.
Dampak dari munculnya batik cap dan printing membuat perusahaan batik
tradisional mengalami kemunduran karena kalah bersaing. Hasil batik cap dan
printing sangat berbeda dengan batik tulis tangan, baik dari segi kualitas maupun
harga. Dari batik kain yang dihasilkan dari metode tradisional memiliki tingkat
kehalusan yang lebih tinggi. Jika dilihat dari harga, memiliki selisih yang cukup
banyak, batik cap dan printing dijual dengan harga yang lebih murah, selisihnya
bisa mencapai 50% daripada harga batik tulis tradisional. Hal itu membuat
masyarakat dan wisatawan beralih dari batik tulis tradisional ke batik cap dan
printing.
Keadaan itu membuat para pengusaha batik tradisional mengalami
keterpurukan, bahkan mengalami kebangkrutan. Hal ini disebabkan semakin
menurunnya daya jual batik tradisional, karena kalah bersaing dengan batik cap
serta batik printing yang mulai menjadi trend di awal tahun 1980 an.9 Selain itu,
dicabutnya ijin importir tunggal GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) oleh
pemerintah pada tahun 1966 menjadi faktor naiknya harga bahan baku batik.
8 Chandra Irawan Soekanto, op. cit, hal. 16.
9 ibid, hal 45
9
Keadaan ini membuat batik Lasem banyak sekali mengalami kemerosotan
dalam produksi batik, dikarenakan banyaknya pasar batik yang mulai beralih pada
batik cap yang lebih murah, juga karena mulai kurang berminatnya para keturunan
dari pembatik di Lasem.
B. Identifikasi Masalah
Pemilihan topik batik Lasem di sini karena batik Lasem mempunyai ciri
khas tersendiri dibandingkan dengan batik dari daerah lain. Ini dikarenakan di
dalam batik Lasem terdapat unsur percampuran budaya yang dapat dilihat pada
motifnya. Pengambilan topic batik Lasem juga dikarenakan nilai histories batik
Lasem,di mana batik Lasem merupakan bentuk dari akulturasi budaya antara Jawa
dan Tionghoa. Maka dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan beberapa
pendekatan, diantaranya adalah pendekatan social, pendekatan psikologi serta
pendekatan budaya. Pendekatan psikologi dipakai untuk melihat masyarakat
lasem secara psikologis. Pendekatan sosial dipakai untuk melihat masyarakat
Lasem sebagai kelompok masyarakat yang masih tetap mempertahankan
peninggalan nenek moyang. Pendekatan budaya adalah untuk melihat masyarakat
Lasem terutama pada budayanya, ini dikarenakan batik merupakan salah satu
bentuk keharmonisan kehidupan dua etnis yang berbeda, serta batik merupakan
salah satu identitas budaya masyarakat Lasem.
10
C. Batasan Masalah
Kreasi batik mulai berkembang pada tahun 1970-an. Banyaknya
permintaan memunculkan metode baru dalam membatik untuk mempersingkat
proses produksi, yakni dengan menggunakan metode cap serta printing sebagai
alternatifnya. Proses pembuatan batik dengan cap sangat sederhana, karena
tinggal mengecap,dengan alat cap yang telah diberi motif ke sebuah kain.sedang
printing menggunakan teknik sablon. Dengan metode cap serta printing para
pembatik dapat membuat sebuah batik dengan waktu kurang dari satu hari.
Hal itu juga menyebabkan kemunduran batik Lasem. Selama tahun 1970-
an, akan dilihat kemunduran batik Lasem sebagai akibat dari munculnya batik cap
dan printing. Pengambilan tahun 1970 - 1980 karena pada tahun ini kondisi batik
Lasem berada pada keadaan yang kritis, karena krisis ekonomi, kurang nya minat
para generasi muda di Lasem,serta kemunduran industri batik secara nasional.
D. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui secara detail dan jelas tentang BATIK LASEM
TAHUN 1970 - 1990, maka akan dikaji empat permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang kemunculan Batik Lasem ?
2. Bagaimana bentuk batik Lasem setelah mendapat pengaruh dari Tionghoa?
3. Batik Lasem berada pada masa kejayaan pada tahun 1970an ?
4. Mengapa Batik Lasem mengalami kemunduran pada tahun 1980 – 1990 ?
11
E. Tujuan Penelitian
Secara Akademis : Berdasarkan pokok permasalahan di atas yaitu untuk :
1. Melihat batik lasem sebagai salah satu bentuk akulturasi 2 budaya yang
berbeda etnis, yaitu budaya Jawa dan Tionghoa yang berjalan harmonis
sampai
2. Mendeskripsikan bagaimana kehidupan masyarakat Lasem sebaagai cerminan
kahidupan 2 etnis yang terjalin dengan harmonis sampai saat ini dari sudut
pandang historis.
3. Mendeskripsikan batik Lasem, mulai dari sejarah, motif, serta keadaan
industri batik lasem pada tahun 1970 – 1990.
.
Secara Praktis :
Untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar strata satu ( S1 ).
F. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan di sini akan di bagi menjadi 2 yaitu :
Secara Akademis :
1. Diharapakan penulisan ini dapat menjadi sumber informasi berupa referensi
tentang batik Lasem baik dari sejarah, bentuk, industri, serta perkembangnya.
12
Dan diharapkan dapat memberikan informasi pada rekan–rekan mahasiswa /
mahasiswi yang mengambil jurusan yang sama, selanjutnya dapat dijadikan studi
perbandingan.
2. Bagi penulis peneltian ini sangat bermanfaat, karena penulis dapat berlatih kerja
ilmiah, dimulai dengan mengumpulkan sumber hingga merumuskan
permasalahan-permasalahan dan kemudian menuliskannya secara historis.
Secara praktis :
1. Bagi masyarakat secara umum, diharapkan dapat memberikan informasi
tentang batik Lasem sebagai salah satu batik yang mempunyai keunikan,
ini dikarenakan dalam batik Lasem tersimpan banyak sekali makna
kebersamaan dalam perbedaan budaya.
2. Bagi masyarakat Rembang diharapkan penulisan ini dapat memicu
semangat untuk terus menjaga kelestarian batik Lasem, sebagai warisan
nenek moyang. Dan diharapakan selanjutnya dapat menjadi semangat
untuk bersama memajukan indutri batik Lasem sebagai salah satu identitas
dari kota Rembang dan Lasem pada khususnya.
3. Mengetahui Lasem secara historis sehingga dapat menarik wisatawan
untuk melihat lasem lebih dalam, serta melihat lasem dari sudut pandang
historis.
13
G. Kajian Pustaka
Kajian tentang batik telah banyak dilakukan, tetapi penelitian tentang batik
Lasem sebagai akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa masih sedikit. Salah satunya
adalah skripsi karya Siska Narulia; Koperasi Batik PPBI Yogyakarta Tahun 1950-
1980, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Dalam penelitian ini
membahas mengenai peran serta Koperasi Pengusaha Batik Indonesia pada tahun
1950 sampai dengan kesulitan bahan baku yang dihadapi para pembatik tahun
1980. Skripsi ini masih memiliki kelemahan, yakni hanya membahas kesulitan
para pembatik dalam bahan baku tanpa memaparkan bagaimana cara pembatik
untuk terus dapat melanjutkan usaha pembatikan.
Sumber kedua yakni buku Departemen Perindustrian, 1977. Batik Dengan
Proses dan Corak Baru, Jakarta, Departemen Perindustrian. Dalam buku ini
memaparkan tentang proses pembuatan batik dengan metode baru yakni cap serta
printing. Selain itu juga mengulas mengenai corak-corak baru dalam batik dengan
tema dan corak bebas. Buku tersebut masih memiliki kelemahan, yakni tidak
membahas perubahan yang mendasar dalam proses pembuatan batik, seperti misal
dalam media yang digunakan. Seperti yang telah diuraikan pada bagian lain
sebelum ini bahwa kajian yang mengangkat tentang perkembangan batik Lasem
masih sangat langka. Kebanyakan hanya mengkaji tentang batik kain tradisional
serta perubahan metode baru dalam membatik.
Penulisan tentang batik L:asem memang sudah banyak ditulis, akan tetapi
dalam kebanyakan pembahasan hanya seputar perkembanganya serta keadaanya
14
sekarang ini. Disini penulis mencoba mengkaji batik Lasem secara historis. Mulai
dari pembahasan tentang sejarah sampai motif yang terkandung dalam batik
Lasem, karena motif batik Lasem adalah sebuah hasil dari persilangan budaya,
dalam skripsi ini juga akan ditulis tentang kemunduran yang terjadi dalam indutri
batik Lasem, dan perkembanganya. Penulisan skripsi ini mengambil periode 1970
– 1990, pengambilan periode ini dikarenakan pada periode tahun ini terdapat
kemunduran dalam industri batik Nasional, yang tentu saja akan sangat
berdampak pada industri natik di Lasem.
H. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi berjudul “Batik Lasem Periode 1970-1990”
penulis menggunakan metode penelitian sejarah. Metode sejarah adalah proses
menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu secara
imaginatif dari fakta-fakta yang diperoleh melalui proses historiografi.10
Adapun
langkah-langkah dalam metode penelitian yakni heuristik, kritik sumber,
interpretasi dan historiografi. Heuristik merupakan suatu proses pengumpulan data
yang diperoleh dari literatur dan wawancara. Langkah selanjutnya ialah kritik
sumber (verifikasi data), bertujuan untuk mengetahui otentitas (keaslian) dan
kredibilitas sumber.11
Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran
10
Lois Gottschalk, 1969. Mengerti Sejarah, Universitas Indonesia, Jakarta,
hal berapa
11 Sartono Kartodirjo, 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi
Sejarah, Garmedia, Jakarta, hal. 146.
15
yang diperoleh dari literatur-literatur tersebut. Langkah berikutnya adalah
interpretasi data, yakni tahap penguraian informasi, fakta dan relasi satu dengan
lainnya tanpa meninggalkan ketentuan dalam penelitian sejarah. Dalam penelitian
ini dituntut untuk mencermati dan mengungkapkan data secara akurat, maka untuk
mengurangi unsur subyektifitas, diperlukan pengolahan data dan analisis secara
cermat.12
Historiografi merupakan langkah terakhir dalam metode penelitian
sejarah. Langkah tersebut merupakan suatu proses rekonstruksi dari rentetan
peristiwa-peristiwa masa lampau berdasarkan data-data yang sudah diperoleh dan
diuji kebenarannya. Proses ini dikatakan berhasil apabila mampu menghasilkan
sintesis dari tesis dan analisis yang telah diolah.
I. Landasan Teori
Akulturasi merupakan proses social yang timbul pada suatu kelompok
masyarakat dengan kebudayaan yang sudah mereka miliki sebagai kebudayaan
asli, dihadapkan pada kebudayaan asing yang baru masuk. Sehingga terjadi proses
penyebaran budaya asing sebagai budaya baru pada suatu kelompok masyrakat
tertentu, kebudayaan asing yang baru datang tersebut pada prosesnya ternyata
dapat diterima oleh masyarakat asli sehingga terjadi percampuran yang dinamis
tanpa meninggalkan kebudayaan asli dari kelompok masyarakat tertentu.
12 Sartono Kartodirjo, op. cit, hal. 62
16
Selain menggunakan teori akulturasi diatas dalam penulisan skripsi ini
juga menggunakan teori Brownislow Malinowski, menyatakan bahwa di mana-
mana manusia mempunyai kebutuhan bersama yang bersifat biologis dan
psikologis, dan bahwa tugas akhir dari semua kebudayaan adalah untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Malinowski memberi tiga tingkat kebutuhan yang
fundamental, yang katanya harus dipecahkan oleh setiap kebudayaan :
• Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhan akan
pangan dan prokreasi.
• kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, seperti kebutuhan akan
hukum dan pendidikan.
• Kebudayaan harus memnuhi kebutuhan integratif, seperti agama dan
pendidikan.
Selain menggunakan teori dari Malinowski, penulisan ini juga mencoba
menggunakan pandangan dari Talcott Parsons “ Teori fungsional”. Penggunaan
teori ini karena “Teori Fungsional” dekat dengan topic tulisan.”Teori Fungsional”
adalah teori yang menjelaskan tentang fungsi. Teori ini dinilai lebih ilmiah dan
empiris, dimana hipotesisnya diuji melalui penelitian-penelitian yang sistematik,
seperti pengamatan (observation )13
13
Juditira K. Gana, Ilmu-ilmu social : Dasar Konsep Pasisi, Program Pasca
Sarjana Universitas Padjajaran,Bandung, hal 53 – 54 diambil dari
http://www.reni.co.id
17
Batik Lasem yang muncul dengan keindahanya, menyajikan motif yang
berbeda dengan batik dari daerah lain ini menjadikan batik Lasem mempunyai
nilai tersendiri. Diawali dari kedatangan Na Li Ni di Lasem yang membawa motif
khas dari Negeri Campa dan kemudian dimasukan ke dalam batik Lasem yang
memang sudah ada sejak zaman dulu. Selanjutnya terjadilah akulturasi Budaya
yang sinergi dan menjadikan batik Lasem menjadi batik yang mempunyai motif
perpaduan antara Jawa dan Tionghoa.
Batik Lasem adalah bentuk dari sebuah proses akulturasi antara dua etnis
yang berbeda. Tidak hanya batik saja yang menjadi bentuk akulturasi budaya di
Lasem, akan tetapi masyarakatnya yang hidup secara harmonis juga menjadi bukti
akulturasi yang bisa dilihat sampai sekarang, ini terlihat dari banyaknya warga
keturunan tionghoa yang menikah dengan pribumi.
Selain itu fungsi batik Lasem juga menjadi pemersatu antara dua etnis, ini
terlihat dari industri Batik Lasem yang banyak mempekerjakan para penduduk
lokal sebagai tenaga pemabatik, sedangkan orang–orang dari etnis Tionghoa
sebagai pemilik perusahaan. Tentu saja keselarasan hidup yang terus berjalan
sampai saat ini menjadi symbol bahwa walaupun berbeda etnis akan tetapi mereka
dapat hidup secara harmonis.
J. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh mengenai penulisan ini,
maka penulis akan mengemukakan sistematika penulisan sebagai berikut.
18
Bab I, memuat pendahuluan, latarbelakang permasalahan dan rumusan masalah.
Selain itu juga mengemukakan mengenai tujuan penulisan dan manfaat penulisan,
kajian pustaka, metode penelitian, landasan teori, hipotesis serta sistematika
penulisan.
Bab II,menguraikan tentang gambaran kota Lasem secara garis besar.
BAB III, menguraikan tentang bagaimana bentuk dari batik batik Tionghoa dan
batik Lasem sebelum dan sesudah terjadinya akulturasi .
BAB IV Menguraikan bagaimana keadaan batik Lasem pada tahun 1970an
pengambilan periode tahun 1970an ini diambil karena pada tahun 1970an batik
Lasem mengalami kejayaan.
BAN V Menguraikan bagaimana keadaan batik Lasem pada tahun 1980-
1990.Mulai dari munculnya batik cap dan print,dampak negative dan positif,
faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan industri batik Lasem, serta
bagaimana industri batik Lasem bertahan dalam situasi yang sulit.
Bab VI berisi simpulan dari apa yang telah telah di uraikan diatas. Simpulan
yang dimaksud adalah menjawab permasalahan yang di ajukan dalam penulisan
skripsi ini.
19
BAB II
LASEM KOTA TUA SEBAGAI BUKTI KEHARMONISAN
ANTARA JAWA – TIONGHOA
A. Sekilas tentang Sejarah Lasem
Lasem merupakan Kota kecil yang merupakan bagian dari wilayah
Kabupaten Rembang. Lasem terletak 12 km di sebelah timur Kota Rembang
merupakan salah satu kota di pesisir pantai utara. Lasem adalah Kota tua dengan
keunikan yang berbeda dengan wilayah lainya, keunikan ini terletak pada
masyarakatnya yang dapat hidup secara harmonis dengan pebedaan etnik yaitu
Jawa dan Tionghoa. Bahkan sampai saat ini keharmonisan yang terjalin
menjadikan saling ketergantungan antar dua etnik ini.14
Sejarah Lasem yang cukup panjang dan tua tidak terlepas dari letak
geografis Lasem yang berada di Pesisir Pantai utara Jawa. Lasem di yakini
menjadi pintu masuk awal migrasi orang Tionghoa di pulau Jawa. Sebagai Kota
pecinan di Jawa yang sudah berumur ratusan tahun, tentu saja warga Lasem juga
mempunyai peranan penting dalam Sejarah Perjuangan mengusir Penjajah dari
Nusantara. Sebagai Kota tua dengan masyarakat Tionghoanya yang relatif banyak,
Lasem masih sangat kental dengan adat serta budaya Tionghoa. Inilah yang
menjadi keunikan tersendiri dari Lasem, karna dari Lasem sebuah kota kecil di
ujung timur Jawa tengah kita dapat belajar toleransi antar dua etnik yang berbeda.
14
Ketergantungan ini terutama pada bidang ekonomi di mana banyak
warga Tionghoa yang membuka usaha, sedangkan orang orang lasem banyak
yang bekerja di bidang usaha yang didirikan oleh orang Tionghoa.
20
Menulis Sejarah Lasem tentu saja tidak terlepas dari sejarah Kota
Rembang. Ini dikarenakan Lasem merupakan bagian wilayah dari Kota Rembang.
Rembang baik sebagai Kota Kecamatan, Karesidenan, maupun Kabupaten sudah
dikenal sejak zaman dahulu. Pada zaman klasik sejarah Rembang tidak dapat
dipisahkan dari sejarah kota Lasem, sehingga dari sisi histories dua wilayah ini
tidak dapat dipisahkan. Rembang pada masa Klasik merupakan wilayah dari
Lasem, akan tetapi pada masa pemerintahan colonial terjadi pergerseran
kekuasaan, sehingga Rembang dirubah menjadi sebuah Kabupaten dan Lasem
menjadi wilayah dari Kabupaten Rembang.
Pada Masa kekuasaan Majapahit, Rembang memang tidak terdapat
aktivitas yang dapat diceritakan, ini dikarenakan keterbatasan sumber yang
menceritakan aktifitas historis dari Rembang. Akan tetapi penulisan tentang
Rembang dengan kegiatan baharinya sudah mulai banyak ditulis pada Masa
kekuasaan Pra Kolonial dan Mataram.
Pada masa kekuasaan Majapahit, Rembang merupakan bagian dari
wilayah kekuasaan Lasem.15
Tome Pires juga menyebutkan di Rembang juga
terdapat pembuatan kapal-kapal dagang Demak.16
Akan tetapi karena keterbatasan
sumber aktifitas pelabuhan Rembang tidak banyak dijelaskan. Pada masa
15
Lasem Merupakan salah satu daerah kekuasaan Majapahit yang terletak
di bagian utara wilayah Kerajaan Majapahit dan sebelah barat Matahun,yaitu
daerah kasem sekarang. Lihat : Titi surti Nastiti dan Nurhadi Rangkuti,Laporan
Penelitian Ekskavasi Caruban,Lasem, Jawa Tengah ( Jakarta Depatemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 ), hlm.8.
16 Tome Pires pada kunjunganya ke Rembang pada tahun 1531.
21
pemerintahan Daendeles ( 1808 – 1811 ) di temukan sumber yang mengatakan
bahwa perfectur ( semacam karesidenan ) Rembang dibagi atas empat Kabupaten
yaitu Juana, Rembang, Lasem, Tuban.17
Akan tetapi pada masa kultur stetsel,
berbagai sumber Kolonial khususnya Culturverslagen menyebutkan bahwa
Lasem hanya merupakan daerah yang merupakan bagian dan termasuk dalam
wilayah kabupaten Rembang.18
Pada masa itu Lasem dikepalai oleh seorang
Demang. Dengan melihat Demang sebagai kepala wilayah Lasem, maka menurut
system pemerintahan Pribumi pada saat itu, maka wilayah Lasem hanya menjadi
onder district atau bisa disejajarkan dengan Kecamatan pada saat ini.
Walaupun wilayah Lasem hanya sebagai onder district atau setingkat
dengan kecamatan, Lasem mempunyai peranan penting bagi perekonomian di
Rembang. Pentingnya keberadaan Lasem ini sudah dimulai sejak dulu. Ini terbukti
pada masa pemerintahan Mataram Islam, Lasem sudah mempunyai fungsi penting
bagi perdagangan dan hubungan Luar Negeri.19
Melihat peranan Lasem yang sudah menjadi titik penting Kabupaten
Rembang, sudah barang tentu sejarah Lasem menarik untuk disimak. Lasem
sering di sebut “ Tiongkok kecil ” ini dikarenakan di Lasem terdapat banyak
17
Laporan Daendeles Tahun 1814, Staat der Nederlandsch Oost-Indische
Bezittingen ( 1908 – 1811 ), Ordonantie No.1169, 1 September 1808, Koleksi
ARNAS.
18 “Van Rembang Naar Toeban” dalam Tijdscrift Voor Nederlandsch Indie
( TNI ). 1850,1,hlm.46.
19 Soemarsaid Moertono, State and Stratecraft in Old Java.( New York:
Ithaca,1968 ), hlm. 120.
22
sekali Warga Tionghoa yang menetap di Lasem, dan kebanyakan dari warga
tionghoa yang sudah menetap lama mereka selanjutnya menikah dengan warga
asli sehingga terbentuklah keluarga dari hasil perkawinan campur, anak yang di
hasilkan dari perkwinan dua etnik yang berbeda ini disebut Tionghoa Peranakan.
Keunikan yang ada di Lasem ini memang tidak banyak ditemukan di wialayah
lain. Lasem dengan keharmonisan masyarakatnya yang hidup berdampingan
antara dua etnik sampai saat ini masih sangat terjaga, ini membuat Lasem sebagai
wilayah yang dapat dijadikan symbol keharmonisan didalam sebuah perbedaan.
Keharmonisan ini memang tidak begitu saja tercipta, keharmonisan yang
ada di Lasem merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang. Adalah
Raden Panji Margono Adipati Lasem yang seorang Jawa, masih mempunyai garis
keturunan kerajaan Mataram, membina hubungan baik dengan Tionghoa yaitu
Oey Ing Kiat dan Tan Kee Wie. Hubungan yang terjalin dengan sangat baik ini
dikarenakan antara Panji Margono , Oey Ing Kiat dan Tan Kee Wie mempunyai
misi dan semangat yang sama untuk mengusir penjajah Belanda dari Bumi
Indonesia. Perjuangan yang dilakukan oleh R. Panji Margono dan dua saudara
angkatnya yang orang Tionghoa terjadi karena dipicu oleh pembantaian besar
besaran yang dilakukan belanda terhadap Warga Tionghoa di Batavia pada Tahun
1740. Pemberontakan yang terjadi di Batavia memaksa orang-orang Tionghoa
untuk mengungsi ke wilayah timur,dan Lasem menjadi salah satu daerah tujuan
pengungsian warga Tionghoa, karena di Lasem orang Tionghoa dapat diterima
dan hidup berdampingan dengan masyarakat setempat. Pembantaian besar besaran
terhadap warga Tionghoa di Batavia tentu saja menyulut pemberontakan warga
23
Tionghoa terhadap Belanda di berbagai wilayah,dan Lasem menjadi salah satu
wilayah yang juga mengobarkan perlawanana terhadap kolonial.pemberontakan
yang dideklarasikan oleh warga Tionghoa mendapat respon yang baik dari para
pemimpin dibeberapa daerah dan Panji Margono adalah salah satunya yang
menerima tawaran untuk membantu pemberontakan itu.
Dalam perjuangan melawan Belanda, Panji Margono, Oey Ing Kiat dan
Tan Kee Wie meninggal dalam perang, kekuatan Belanda bertambah karena
mendapat bantuan dari Madura yang dipimpin oleh Tjakraningrat, sehingga
pemberontakan yang dilakukan oleh Jawa dan Tionghoa dapat dipukul mundur.
Perjuangan yang menjadi lambang bersatunya Jawa dan Tionghoa inilah yang
selanjutnya menjadi pelopor kerukunan hidup antara Jawa – Tionghoa yang dapat
terus terjaga sampai saat ini. Bahkan saat Belanda mengeluarkan politik Devide
At Impera yang bertujuan untuk membedakan strata social pada setiap Negara
jajahanya, tidak brrlaku di lasem. Pembagian Strata sosial yang menempatkan
warga Eropa pada tingkatan pertama, warga Tionghoa, Arab serta para pendatang
pada urutan ke dua, dan warga Pribumi pada urutan paling bawah. Akan tetapi
politik Belanda ini tidak berlaku di Lasem, antara Jawa – Tionghoa tidak terjadi
perbedaan strata serta tidak terjadi eksklusifitas antara dua etnik ini. Jawa –
Tionghoa di Lasem dapat hidup membaur, dan saling menghormati sikap toleransi
ini yang sampai saat ini dapat dijaga oleh masyarakat Lasem.
Warga Lasem yang merupakan orang Jawa asli dapat hidup secara
harmonis dengan Etnik Tionghoa sebagai pendatang sampai saat ini. Bahkan
banyak sekali warga Tionghoa yang menikah dengan orang Jawa. Pernikahan
24
campur ini yang selanjutnya menghasilkan banyak persilangan kebudayaan,
sebagai contohnya pada perayaan Cap Go Meh yang merupakan Hari Raya orang
Tionghoa banyak juga diikuti oleh orang Jawa, dalam perayaan hari besar orang
Tionghao ini orang Jawa bukan hanya menjadi penonton, akan tetapi mereka
terlibat secara langsung, tidak jarang orang Jawa ikut menggotong patung-patung
Kemsin atau patung Dewa yang diarak pada perayaan tersebut. Contoh yang lain
adalah didirikanya Kelenteng Gie Yong Bio di Desa Babagan Lasem, kelenteng
Gia Yong Bio ini didalamnya terdapat patung Panji Margono, ini sabagai bentuk
penghormatan warga Tionghoa terhadap Panji Margono yang orang Jawa.
Penghormatan yang diberikan warga Tionghoa terhadap Panji Margono yang
seorang jawa tentu saja dapat menimbulkan sikap yang sama pada orang Jawa
untuk bersikap sebaliknya pada masyarkat Tionghoa.
Keharmonisan pola hidup warga Lasem inilah yang menjadikan Lasem
mempunyai keunikan tersendiri bila di bandingkan dengan pecinan yang ada
diwilayah lain. Sikap Eklusif yang dalam beberapa masyarakat Tionghoa tunjukan
dalam hubungan social mereka, tidak berlaku di Lasem. Dengan mudah kita dapat
melihat pergaulan orang Jawa dan Tionghoa dalam berbagai situasi di Lasem,
seperti di warung-warung makan ato ditempat berkumpulnya orang. Ini tentu saja
dapat menjadi contoh bagi kita untuk dapat saling menghargai walaupun terdapat
perbedaan budaya, suku,dan warna kulit.
25
B. Kondisi Fisik Lasem.
1. Letak Geografis.
Lasem yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Rembang
terletak di 12 km sebelah timur dari pusat Kota Rembang. Lasem berada pada
koordinat 6º 42’ Lintang Selatan dan 111º 25’ Bujur Timur. Lasem terletak 0 –
806 berada diatas permukaan laut, cuaca daerah Lasem relative cukup panas
berkisar antara 25º – 35ºC dengan curah hujan rata rata 1.044 cm/tahun.
Kecamatan Lasem sebelah utara dibatasi oleh Kecamatan Rembang, sebelah timur
berbatasan dengan Kecamatan Gunem, sebelah Selatan berbatasan dengan
kecamatan Bulu, dan disebelah barat dibatasi oleh Kecamatan Sumber.20
Secara Geografis Kecamatan Lasem dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu 1)
daerah yang mempunyai wilayah pantai, daerah pantai ini berpusat di Caruban
dan Bonang Binagun, 2) Dataran rendah, wilayah dataran rendah ini adalah daerah
yang menjadi pusat dari Kota Lasem dan sekitarnya,wilayah dataran rendah juga
meliputi daerah yang terdapat aliran sungai Lasem, 3) Daerah Pegunungan, daerah
pegunungan ini meliputi wilayah yang berada di dataran tinggi,diantaranya adalah
gunung ngeblek, gunung idjo, gunung sertra dan lainya.
Kecamatan Lasem terbagi menjadi 20 desa. Luas wilayah Lasem yang
meluputi 20 kecamatan adalah 4503 Ha atau 4,43 % dari luas Kabupaten
Rembang secara keseluruhan.
20
Kecmatan Lasem dalam angka 19980. Kerja sama BAPPEDA
Kabupaten Rembang , Koordinator statistic kecamatan Lasem.1980.
26
2. Iklim
Lasem yang merupakan daerah pantai mempunyai cuaca yang cukup
panas. Daerah Lasem yang merupakan daerah pesisir terdiri dari musim kemarau
yang jatuh pada bulan juni sampai bulan oktober. Musim pancaroba pada bulan
November – Desember dan Bulan April – Bulan Mei.21
Sedangkan musim yang
terakhir adalah musim hujan yang terjadi pada bulan januari – bulan Maret. Curah
hujan di kecamatan lasem dapat dikatakan relative sedikit sekali, rata rata kurang
dari 1500 mm/tahun. Jumlah rata-rata hujan 60 hari/tahun.22
3. Kondisi Perairan Pantai di Lasem.
Karakteristik non biofisik disepanjang pantai di daerah Lasem menunjukan
bahwa pasang surut yang terjadi di perairan Lasem cenderung mempunyai pola
campuran dan condong ditentukan oleh hari dan tanggal. Amplituda perairan
Lasem juga relative besar, yaitu berkisar antara 30 – 40 cm dan tertinggi 160 –
180 cm dan ini terjadi sepanjang tahun.
Sedangkan arah dan kecepatan yang ada di perairan Lasem di penggaruhi
oleh pola arus di Laut Jawa. Pola arus yang terjadi di Laut Jawa sangat berfariasi,
Pola arus ini juga dipengaruhi oleh musim yang ada di Indonesia. Wilayah Pantai
biasanya mengenal Musim Barat dan Musim Timur, dua musim ini sangat
21
Pancaroba : musim yang berada pada pergantian musim yaitu musim
kemarau ke musim hujan, ataupun sebaliknya.
22 Titi Surti Nastiti dan Nurhadi Rangkuti, Laporan Penelitian Ekskavasi
Caruban, Lasem, Jawa Tengah. ( Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988), hlm.8.
27
menentukan besar gelombang yang ada. Dua musim ini dijadikan patokan para
nelayan untuk pergi melaut. Musim barat terjadi pada bulan Desember – Januari,
arus bergerak dengan cepat dari barat menuju ke timur, dan biasanya pada Musim
Barat ini gelombang yang terjadi di laut besar. Sedangkan Musim Timur yang
berlangsung pada bulan Juni – Agustus, pada Musim Timur ini arus bergerak
lebih lambat.
Lasem yang pada Zaman dahulu mempunyai sungai besar, bahkan pernah
menjadi jalur perdagangan yang penting. Sungai itu sekarang sudah tidak ada lagi
ini di karenakan terjadinya proses pendangkalan dan semakin banyaknya rumah
penduduk. Ini yang menyebabkan Lasem tidak mempunyai sungai besar, dan
tentu saja faktor sungai mempengaruhi pola arus yang terjadi di perairan Lasem,
dengan tidak adanya sungai yang besar di Lasem, arus di lasem relative tenang.
4. Lasem Sebagai kota tua dengan berbagai aset wisata.
Lasem yang terletak di wilayah pantai utara, mempunyai garis sejarah
yang panjang. Dari letak geografisnya yang berada pada wilayah pantai utara
jawa, tentu saja dapat kita lihat lasem adalah sebuah kota pantai dengan aktifitas
perdagangan yang ramai pada zaman dulu.
Berikut ini Tabel beberapa peninggalan bersejarah di lasem sebagai bukti
lasem mempunyai banyak tempat brsejarah sebagai bukti sejarah lasem di masa
lampau
28
Tabel 1. tempat bersejarah di Lasem.
No NAMA TEMPAT BERSEJARAH LETAK SPESIFIKASI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Masjid Jami’ Lasem
Makam – Tejokusumo
Makam Nyai Ageng Maloko
Makam Santi Puspo
Kelenteng Cu An Kiong Dasun
Batik Khas Lasem
Kompleks Cina – Jangkar
Gambiran
Dok Kapal Dasun
Makam R.Panji Margono &
Murtado
Klenteng Yong Kong Co
Klenteng Poo An Bio Karangturi
Batu Lingga
Tapak Kaki
Goa Tinatah
Lasem
Lasem
Ds. Caruban
Ds. Caruban
Jl.Dasun 19 Lasem
Lasem
Jl.Dasun No.15
Dasun
Dorokandang
Jl. Babagan No.7
Jl. Karangturi
VII.15
Kajar
Kajar
Kajar
Masjid
Makam
Makam
Makam
Klenteng
Seni Batik
Perkampungan
Pabrik Kapal
Makam
Klenteng
Klenteng
Arkeologi
Arkeologi
Alam
Sumber Tabel 1 : “Warisan Pusaka Budaya Kabupaten Rembang untuk
Pengembangan Obyek Wisata Bersejarah Di Kabupaten Rembang”. Kerjasama
Kantor Pariwisata Kabupaten Rembang dengan Pusat Studi Sejarah dan Budaya
Maritim Universitas Diponegoro Tahun 2003.
Dari Tabel diatas dapat terlihat jelas bahwa Lasem mempunyai banyak
sekali tempat bersejarah yang selanjutnya dapat dijadikan referensi sebagai
kunjungan wisata sejarah.
29
C. Sosial Ekonomi Masyarakat Lasem.
Wialayah Lasem yang berpenduduk sekitar 36.473 jiwa pada tahun 1980
berada pada keadaan yang relative miskin. Ini selain disebabkan oleh lemahnya
sumberdaya manusia masyarakat Lasem pada saat itu juga disebabkan oleh letak
Lasem yang merupakan kota pantai mempunyai wilayah yang tandus dan gersang.
Adapun gambaran desa-desa, luas desa serta kepadatan penduduk per desa di
tampilkan pada table 2 berikut :
Tabel 2. Penduduk, Luas Desa, serta Kepadatan Penduduk per Desa 1980
No Desa Jumlah
Peduduk
Luas Desa
( Km 2 )
Kepadatan
Penduduk
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Karasgede
Jolotundo
Sendangcoyo
Ngargomulyo
Kajar
Selopuro
Sumbergirang
Karangturi
Babagan
Dorokandang
Gunungmulyo
Soditan
Ngemplak
Sendangasri
Gowak
Sriombo
Binangun
Bonang
Tasiksono
Dasun
1.245
2.157
2.222
357
1.239
2.046
4.897
2.686
2.273
1.493
2.682
4.484
2.567
1.262
1.219
816
1.025
1.011
389
403
1,57
1,12
4,14
0,79
2,22
3,67
1,82
0,91
0,75
2.03
3,42
1,74
0,61
2,74
7,05
2,14
3,50
1,01
0,95
1,27
793
1,926
537
452
558
557
2.691
2.952
3.031
735
784
2.577
4.208
461
173
381
293
1.001
409
317
Jumlah : 36.473 43,35 839
Sumber tabel 2 : Badan Pusat Statistik Kabupaten Rembang 1970.
30
Dengan Jumlah penduduk yang telah disebutkan diatas yang terbagi dalam
20 Desa tentu saja Lasem dapat dikatakan mempunyai penduduk yang relative
padat. Wilayah persebaran penduduk Lasem terbagi menjadi 3, yang pertama
adalah panduduk Lasem yang berada pada sepanjang pantai, ke dua penduduk
lasem yang tinggal pada pusat kota Lasem, dan yang ketiga penduduk yang
tinggal pada daerah pedalaman di Lasem.
Penduduk yang tinggal di wilayah pantai rata rata bekerja pada sector
kelautan serta sebagian membuka tambak, baik itu tambak garam maupun tambak
ikan. Sedangkan untuk penduduk yang tinggal diwilayah pusat kota Lasem,
kebanyakan adalah bekerja menjadi pedagang serta sebagian menjadi pengusaha.
Pendudk Lasem yang ada di wilayah pedalaman mereka sebagian besar adalah
menjadi petani. Seperti yang diungkapkan oleh Jammes C Scott, bahwa para
petani di Asia Tenggara mempunyai etika Subsistensi dengan moral ekonomi
yang di sebut dengan “Safeti First”.23
Lasem pada periode 1970 – 1980 merupakan wilayah yang relative
miskin,ini dikarenakan sumber daya manusia yang masih cukup rendah pada masa
itu. Selain faktor masyarakatnya, keadaan wilayah Lasem juga bisa dibilang
tandus. Ini tentu saja berdampak pada sebagian besar masyarakat di Lasem. Selain
di karenakan beberapa faktor diatas, juga disebabkan oleh orang Rembang
23
James C Scott, Moral Ekonomi Petani ( Jakarta : LP3ES,1983 ),hal.1-7
31
cenderung memiliki gaya hidup rendah, sehingga orang lebih tergantung dari
tanah dan segala dampak yang di timbulkan.24
Kondisi ini tentu saja berdampak dengan adanya sikap ekslusif yang
ditunjukan oleh warga Tionghoa, ini dikarenakan warga Tionghoa yang bermukim
di Lasem kebanyakan adalah dari golongan yang berada diatas level penduduk
pribumi. Ini terlihat dari banyaknya para penduduk asli yang bekerja pada orang
orang tionghoa.Akan tetapi untuk hubungan secara social tidak ada jarak antara
jawa dan Tionghoa. Sikap inilah yang selanjutnya terus dijaga oleh masyarakat
lasem sampai saat ini.
D. Religi Masyarakat Lasem.
Lasem sebagai kota yang mempuyai keunikan dengan keseimbangan
social antara Jawa dan Tionghoa. Bukti dari keselarasan itu adalah dapat dilihat
pula dalam kehidupan beragama. Di Lasem terdapat beberapa Klenteng yang
merupakan tempat peribadatan orang Tionghoa, Lasem juga dikenal sebagai kota
yang masih sangat kental dengan agama islam yang memang merupakan agama
dari sebagian besar masyarakat Lasem, ini dapat dilihat dari beberapa pondok
pesantren yang ada di Lasem. Selain agama yang dianut adalah Islam, Budha dan
Hindu beberapa masyarakat Lasem juga memluk agama Kristen dan Katolik.
24
H.C. Bekking, de Ontwikkeling der Residentie Rembang (Rotterdam
H.Nijgh,1861 ),hal 3-4
32
1. Lasem sebagai kota yang kental dengan Nuansa Islam.
Lasem selain dikenal dengan akulkturasi budaya antara masyarakat
tionghoa dengan jawa juga sangat dikenal dengan kota dengan nuansa islam yang
sangat kental terbukti dengan banyaknya ulama ulama besar yang lahir dari kota
kecil ini. Perkembangan agama islam di Indonesia terutama di Jawa yang sangat
pesat pada abad ke 15 membawa Lasem pada saat itu hingga saat ini menjadi
salah satu kota sebagai pusat agama yang cukup diperhitungkan di wilayah pesisir
utara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lasem sebagai kota religi yang sudah
diperhitungkan dengan banyaknya pusat pendidikan agama islam berupa pondok
pesantren yang masih eksis sampai saat ini. Kuatnya Islam di Lasem juga tidak
terlepas dari orang orang Tionghoa yang pada awalnya juga menyebarkan agama
Islam di Nusantara.
Ulama ulama besar yang dilahirkan dari daerah Lasem sudah menjadi
tokoh penting sejak Era Revolusi Kemerdekaan, terbukti dengan andil mereka
yang begitu besar dalam memperjuangkan kemerdekaan melalui organisasi-
organisasi politik serta lembaga pendidikan agama yang mereka bina. Perjuangan
melalui lembaga-lembaga serta mengeluarkan gagasan berupa ideologi semacam
itu dirasakan lebih efektif dilakukan ketimbang perjuangan dengan peperangan
yang menggunakan senjata. Selain penerapan perjuangan secara diplomasi
melalui lembaga keagamaan melalui pondok pesantren yang mereka bina dapat
memberikan solusi solusi politik dari sudut pandang agama, perjuangan mereka
juga serta merta melakukan syiar agama.
33
Sistem Kolonial yang ada pada saat itu membatasi system pendidikan serta
pengetahuan masyarakat pribumi mengundang keprihatinan sejumlah ulama di
Lasem. Pendidikan yang hanya diberikan pada anak-anak dari keturnana ningrat
dan Golongan Bangsa Eropa, membuat nasib pribumi semakin memprihatinkan.
Dengan keadaan seperti itu ulama-ulama di Lasem mendirikan pesantren-
pesantren yang ditujukan untuk kaum pribumi agar tidak jauh tertinggal, ini
merupakan sikap yang ditunjukan atas ketidak setujuan diskriminasi yang
diterapkan oleh Colonial Belanda. Diantara puluhan ulama yang ada di Lasem
yang paling terkenal karena perjuangan pada masa itu adalah KH.Ma’sum, KH.
Baidlowi dan KH Kholil25
dan masih banyak tokoh-tokoh islam dari Lasem yang
mempunyai peran penting. Selain tokoh-tokoh ulama besar yang lahir dari Lasem,
bukti lain lasem sebagai kota santri adalah Masji Jami’ Lasem. Letak Majid Jami’
Lasem yang tepat berada disebelah barat alun-alun kota lasem dan berada
disekitar pasar dan pusat pemrintahan Lasem, sama dengan konsep pemerintahan
di Jawa pada masa Kerajaan Demak hingga Mataram Islam.
Dari beberapa bukti yang sudah dipaparkan diatas, Lasem selain terdapat
kerukunan umat beraga dan etnik antara Jawa dan Tionghoa.Lasem juga
merupakan kota dengan kultur islam yang sangat kuat dan masih bisa dilihat
sampai saat ini.
25
KH.Ma’sum dan KH. Baidlowi adalah dua tokoh ulama kharismatik di
Jawa dan juga penggagas berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama.KH. Kholil
adalah termasuk salah satu anggota Dewan Syuriyah pada awal berdirinya
Organisasi Nahdatlul Ulama’ tahun 1926.Unjiya M.Akrom. LASEM NEGERI
DAMPO AWANG Sejarah yang terlupakan, Yogyakarta: Eja Publisher,2008.
34
2. Lasem Sebagai Kota dengan Etnik Tionghoa yang masih sangat kental
dengan Religinya.
Kerukunan yang berjalan selaras di Lasem antara Jawa dan Tionghoa di
Lasem memang jarang ditemui di daerah lain. Besarnya jumlah warga Tionghoa
di Lasem dapat membaur dengan baik. Warga Tionghoa yang ada di Lasem
kebanyakan adalah penganut agama hindu dan budha. Ajaran Confusianisme
dalam masyarakat Tionghoa yang masih sangat kuat dalam kehidupan masyarakat
Tionghoa Lasem, mengajarkan tentang cinta kasih, etika, estetika dan yang paling
kuat adalah ajaran penghormatan pada leluhur.26
Selain memeluk agama Hindu
dan Budha masyarakat Tionghoa di Lasem memeluk agama Nung Chiou.27
Lasem sebagai salah satu kota tujuan imigran bangsa Cina yang besar di
Jawa pada abad 14 – 15, selain Lasem ada juga ada Sampotoalang dan Ujung
Galuh yang menjadi kota tujuan imigran dari Cina.28
Di Lasem terdapat beberapa
tempat peribadatan orang cina yang berupa klenteng. Kelenteng yang ada di
Lasem adalah Klenteng Cu an Kong yang berada di Jl. Dasun, Klenteng Gie Yong
26
Wawancara dengan bp.Sigit Wicaksono. Di kediamanya desa Babagan
Lasem. Tanggal 27 Februari 2009.
27 Nung Chiaou adalah agama leluhur yang di turunkan dari para kaum
tani.Agama ini berisi tentang penghormatan terhadap leluhur serta penghormatan
terhadap Tuhan.Wawancara dengan Bapak Sigit Wicaksono, di kediamannya desa
babagan lasem.Tanggal 27 februari 2009.
28 Sampotoalang sekarang semarang. Ujung Galuh sekarang
Surabaya.Unijaya.M.Akrom. LASEM NEGERI DAMPO AWANG Sejarah yang
terlupakan, Yogyakarta: Eja Publisher,2008.
35
Kong Co di Jl. Babagan, Klenteng Poo An Bio di Jl. Karangturi VII No.15 Lasem.
Tiga Klenteng ini membuktikan bahwa selain kota yang masih sangat kuat agama
islamnya Lasem juga menjadi kota yang mempunyai penduduk Tionghoa cukup
banyak, dengan budaya serta religinya yang masih bisa terjaga sampai saat ini.
E. Etnis Tionghoa dan Jawa di Lasem.
Sejarah panjang akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa di Lasem memang
sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Di awali dengan kedatangan Bi Nang Un
yang merupakan anak buah dari Cheng Ho pada Tahun 1335, yang mendaratkan
kapal dagangnya pertama kali di perairan Lasem tepatnya di pantai Regol sebelah
utara Lasem, mengawali datangnya bangsa Tionghoa di Lasem. Kedatangan Bi
Nang Un dan pasukanya ke Lasem pada tujuan awalnya adalah untuk melakukan
perdagangan. Akan tetapi hubungan itu berlanjut menjadi hubungan sosial yang
terjalin dengan baik. Berawal dari semangat yang sama untuk melawan Colonial
Belanda, hubungan ini berlanjut menjadi hubungan keseharian yang terjalin dalam
kehidupan masyarakat Jawa dan Tionghoa di Lasem sehari hari.
Pengaruh peradaban tionghoa tersebar hampir diseluruh Nusantara,
pengaruh tersebut tersebar melalui komunitas-komunitas Tionghoa di Nusantara.
Beberapa wilayah yang banyak terdapat komunitas tionghoa antara lain wilayah
pantai di timur Sumatra, pantai barat Kalimantan, dan Pantai- pantai di utara Jawa.
Terutama untuk wilayah pantai utara jawa merupakan salah satu mata rantai
perdagangan bangsa tionghoa di Nusantara. Dan salah satunya adalah Lasem,
36
Lasem merupakan salah satu wilayah perdagangan Tionghoa yang ramai
disamping Rembang, Tuban, Juwana, Jepara dan pantai lain di utara Jawa.
Nuansa Tionghoa yang masih sangat kental dirasakan di Lasem terlihat
dari arsitektur rumah-rumah masyarakat Tionghoa. Tembok- tembok tinggi dan
kokoh menjadi cirri khas bangsa tionghoa. Tembok tinggi itu membentuk lorong-
lorong putih yang sangat khas dengan bangunan Tionghoa, seolah kita berada
pada Negara Cina tempat dari mana Komunitas Tionghoa berasal. Selain dari
bangunan tempat tinggal Nuansa Tionghoa di Lasem juga terlihat dari beberapa
rumah ibadah orang Tionghoa berupa Kelenteng. Kelenteng yang ada di Lasem
masih terlihat kokoh dan sangat terawat.
Kedatangan bangsa Tionghoa yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun
yang lalu di Nusantara membawa sesuatu yang berbeda pada tempat yang menjadi
tujuan kedatangan bangsa Tionghoa ini. Perubahan yang yang terjadi tentu saja
adalah perubahan pada budaya. Budaya yang dibawa orang orang Tionghoa dapat
membaur degan budaya lokal, dan selanjutnya membentuk akulturasi budaya yang
unik. Kedatangan bangsa Tionghoa di Lasem dipercaya hanya terdiri atas laki-laki
saja, ini karena perjalanan yang mereka lakukan sangatlah berbahaya dan
memakan waktu yang cukup lama.29
Selanjutnya orang-orang Tionghoa yang ada
di Lasem melakukan pernikahan dangan gadis gadis lokal, pernikahan ini
selanjutnya menghasilkan Tionghoa peranakan.
29
Sedikit catatan, bahwa emigrasi besar besaran yang di lakukan orang-
orang Tionghoatermasuk kaum perempuan baru terjadi pada abad ke-19 dan abad
ke-20, ini berkaitan dengan berkembangnya failitas kapal motor dan dicabutnya
larangan keluar Tiongkok oleh Kaisar Dinasti Ching.
37
Tionghoa Lasem memang berbeda dengan Tionghoa di wilayah lain, sikap
eksklusifitas yang ditunjukan orang orang Tionghoa di daerah lain tidak terjadi di
Lasem. Terbukti dalam semua aspek kehidupan mereka dapat saling
menghormati, tidak jarang kita dapat menemui sekelompok orang yang
bercengkerama, pasti terdapat beberapa orang tionghoa. Ini merupakan bukti
bahwa Tiong hoa di Lasem dapat membaur degan masyrakat lokal di Lasem.
Selain membaur dalam kehidupan sehari hari, keselarasan yang terjadi
dalam kehidupan Tionghoa di Lasem adalah dalam kehidupan ekonomi. Etnis
Tionghoa di Lasem yang kebanyakan melakukan usaha dagang, tidak jarang
memperkerjakan orang jawa, hubungan yang terjalin pun bukan sebagai majikan
dan bawahan akan tetapi lebih pada hubungan kerjasama yang saling
menghormati. Selain itu Industri batik yang ada di Lasem menjadi salah satu
usaha yang banyak dilakukan olah orang orang Tionghoa Lasem, dalam industri
batik ini orang-orang Tionghao Lasem mempekerjakan orang Jawa sebagai tenaga
pembatik.
Masyarakat Tionghoa yang merupakan pendatang tentu saja mempunyai
pola hidup dan kebudayaan yang berbeda dengan penduduk local. Perbedaan itu
mulai dari Religi, budaya serta adat. Akan tetapi di Lasem perbedaan ini tidak
mengakibatkan sebuah benturan dengan penduduk lokal, sebaliknya budaya yang
dibawa oleh etnis Tionghoa dapat diterima dan selanjutnya terjadi akulturasi
budaya yang sangat menarik. Sebagai contoh nyata akulturasi budaya yang terjadi
di Lasem adalah pada batik Lasem.
38
Masyarakat Tiong hoa di Lasem menguasai sebagian besar perekonomian
di Lasem. Jiwa dagang yang sudah dimiliki warga Tionghoa pada awal
kedatanganya di Lasem masih sangat kental sampai saat ini. Banyak sekali dari
warga Tionghoa yang melakukan kegiatan berdagang.ini membuktikan bahwa apa
yang menjadi warisan dari nenek moyang termasuk salah satunya adalah jiwa
dagang masih sangat melekat dalam kehidupan sehari hari masyarakat Tionghoa
sampai saat ini.
39
BAB III
M0TIF, WARNA SERTA PROSES PEMBUATAN BATIK LASEM
Lasem merupakan salah satu daerah penghasil batik di Indonesia. Memang
Industri batik yang ada di Lasem tidak sebesar indutri batik yang ada di kota
penghasil Batik seperti Solo, Yogyakarta, Pekalongan dan Cirebon. Akan tetapi
batik yang dihasilkan dari Industri batik di Lasem mempunyai keunikan tersendiri
yang mungkin tidak dijumpai pada batik yang dihasilkan dari kota penghasil batik
lainya. Batik Lasem merupakan salah satu batik pesisiran dan sering disebut
dengan batik Encim.30
Walapun Industi batik di Lasem masih kalah besar bila
dibandingkan dengan industri batik dari wilayah lain , akan tetapi batik Lasem
mempunyai daerah pemasaran yang cukup luas pada masa kejayaanya. Sebagai
buktinya adalah pada abad ke-19 batik Lasem sudah mulai memasarkan
produknya dibeberapa wilayah Nusantara dan beberapa wilayah di Luar Negeri,
daerah pemasaran dalam Negeri meliputi Sumatra, beberapa wilayah di Pulau
Sulawesi salah satunya Manado, dan daerah pemasaran di Luar Negeri
diantaranya Malaysia, Singapura, Semenanjung Malaka, Suriname dan beberapa
kota di Benua Eropa, yaitu Inggris dan Belanda.
30
Encim adalah sebutan bagi masyarakat tionghoa perempuan yang sudah
tua, yang merupakan pembatik.
40
Batik Lasem memang barbeda dengan batik yang dihasilkan dari wilayah
lain, Batik Lasem mempunyai keunikan serta ciri khas tersendiri. Keunikan ini
terlihat pada motif yang ada didalam batik Lasem.Motif yang ada dalam batik
Lasem merupakan motif yang dihasilkan dari sebuah proses akulturasi dari dua
budaya yang berbeda. Motif ini dihasilkan dari silang budaya yang berjalan
dengan sinergis yaitu antara budaya Jawa – Tionghoa. Motif yang ada pada batik
Lasem sangat sarat dengan makna baik makna yang berasal dari budaya Tionghoa
maupun Jawa.
Batik yang dihasilkan dari industri batik Lasem adalah sebagai hasil
persilangan budaya antara Jawa dan Tionghoa, ini tentu saja tidak dapat
dilepaskan dari sejarah kedatangan bangsa Tionghoa di Lasem. Bangsa Tionghoa
yang selanjutnya membawa perubahan penting di Lasem dalam segi soial dan
budaya tentu saja membawa pengaruh penting dalam motif yang dihasilkan pada
batik Lasem. Pengaruh bangsa Tionghoa yang sangat besar tentu saja tidak hanya
pada Motif akan tetapi pada Industri Batik Lasem. Masyarakat Tionghoa
merupakan kunci dari kemajuan Industri Batik di Lasem. Ini dapat dilihat dari
hampir semua pengusaha batik adalah orang Tionghoa.
Selain dari motif yang menjadi sebuah keunikan dari batik Lasem,
keunikan lain juga terletak pada warna-warna dari batik Lasem. Warna yang ada
pada Batik Lasem mempunyai ciri khas batik pesisiran yang kaya akan warna dan
menggunakan warna tegas. Akan tetapi yang paling terkenal pada batik Lasem
dan menjadi identitas dari batik Lasem adalah warna merah darah ayam. Warna
merah darah ayam ini tidak dapat ditemui pada batik dari daerah lain.
41
A. Motif Jawa Pada Batik Lasem.
Batik merupakan kesenian Tradisional yang sudah tidak asing lagi di
Indonesia pada umumnya,dan Jawa Tengah khusunya. Batik pada setiap daerah
penghasil batik mempunyai ciri khas tersendiri, ini juga digunakan sebagai
identitas pada setiap daerah penghasil batik.
“Berkembangnya batik terjadi semenjak berdirinya kerajaan
Mataram. Tiap-tiap daerah penghasil batik memilki perbedaan yang
mendasar sebagai cirri khas, misal dalam warna. Batik Sidomukti buatan
Solo memilki warna yang bebeda dengan buatan Yogyakarta. Sidomukti
buatan Yogyakarta berwarna putih dominan, sedangkan Sidomukti buatan
Solo berwarna coklat dominan. Hal ini karena batik Solo dan Yogyakarta
lebih menonjolkan simbol, filosofi serta makna magis didalam batik.
Berbeda dengan batik Solo dan Yogyakarta yang memilki warna
sederhana yakni dominan putih dan coklat, batik Pekalongan cenderung
kaya akan warna misal kuning,merah, hijau dan lainya. Hal ini disebabkan
Pekalongan terletak di pesisisr pantai, dimana para pedagang waktu itu
melakukan transaksi. Para pedagang yang datang dari berbagai daerah
tersebut membawa pengaruh dalam motif batik yang digunakan. Maka
batik Pekalongan kaya akan warna, bermotif bebas, naturalis, serta
realistis.”31
Batik Lasem merupakan salah satu bentuk batik yang unik dan merupakan
salah satu farian klasik atau yang biasa disebut dengan pola dan corak yang punya
ke khasan tersendiri.32
Kekhasan serta pakem yang sudah ada turun menurun
terdapat pada motif. Selain mendapat sebutan batik pesisiran, dan batik “Encim”
batik Lasem sering disebut batik kendoro kendiri atau batik pesisir Laseman. Pada
31
. Batik Indo Admin, 2003, “Batik”. Posted in Batik Indonesia, 9 Januari,
2003.,hal. 3
32 Unjiya M.Akrom. LASEM NEGERI DAMPO AWANG Sejarah yang
terlupakan, hal. 5.Yogyakarta: Eja Publisher, 2008.
42
batik Lasem terdapat motif yang dipengaruhi oleh budaya Tionghoa, ini
dikarenakan Bangsa Tionghoa yang sudah menetap lama di Lasem lambat laun
membaur dan menghasilkan sebuah akulturasi yang kaya dan positif.
Motif yang dihasilkan dari proses akulturasi Jawa – Tionghoa
menghasilkan pola yang cantik, dan sarat dengan nilai filosoifis dari sebuah
budaya. Kedatangan Bangsa Tionghoa pada sekitar Tahun 1335 membawa
pengaruh besar dalam batik Lasem. Adalah Putri Na Li Ni yang merupakan istri
dari Bhi Nang Un, mengajarkan motif budaya Tionghoa pada masyarakat Lasem
yang memang sudah mengenal batik tetapi dengan motif terbatas.
Motif gaya Jawa atau motif yang dihasilkan oleh para perajin batik yang
merupakan orang Lasem asli dapat dilihat dari gambar Latohan,watu
kricak,pasiran,gunung ringgit, dari beberapa motif yang dihasilkan dari
masyarakat asli Lasem diatas masing – masing memiliki makna.
1. Latohan: Motif latohan ini berupa bentuk seperti bunga dengan
bulatan-bulatan kecil. Latohan ini diambil dari nama Latoh yang
merupakan salah satu jenis tanaman laut yang sering di konsumsi
oleh masyarakat Lasem.
2. Watu Kricak: Watu kricak ini berbentuk pecahan – pecahan batu,
selain merupakan krikil orang juga melihat motif ini sebagai motif
yang berbentuk tanah yang retak, ini sesuai dengan karakteristik
tanah Lasem yang kering. Pengambilan motif ini juga dipakai
untuk mengenang para korban kerja paksa pada saat pembuatan
43
jalan yang dilakukan oleh Deandels. Kerja Paksa yang menelan
banyak korban di Lasem ini membuat para penduduk Lasem
merasa prihatin, dan ini menjadi bentuk keprihatinan masyarakat
Lasem.
3. Gunung Ringgit: Gunung rinngit ini memnyerupai gunungan yang
sering di gunakan pada pewayangan.
Sedang yang tampak sebagai ornament gaya Jawa Tengah seperti garuda
atau sawat yang bentuknya kecil sebagai ornament pengisi dan ornament burung
merak yang di stilir dari samping dan menonjol ekornya.33
Selain motif diatas
motif batik lasem juga mendapat pengaruh dari motif-motif keraton yang banyak
terdapat di batik Solo dan Yogyakarta misalnya parang, kawung, sekar jagad.
Motif parang dan kawung melambangakan kekuatan dan sering digunakan oleh
para bangsawan Keraton dan tidak sembarang orang bisa memakainya. Motif
yang ada di Lasem memang mempunyai ragam yang sangat khas. Banyaknya
pengaruh budaya yang ada pada motif batik Lasem membuat batik ini mempunyai
makna Filosofis.
Untuk motif Latohan, Watu Pecah dan Gunung Ringgit merupakan motif
yang dihasilkan dari kreasi masyarakat asli Lasem.34
Nilai Sosial Filosofis
merupakan salah satu kelebihan dari batik Lasem, akan tetapi selain mengandung
nilai sosial filosofis, batik Lasem juga mengandung nilai estetika yang sangat
33
Bairul Anas, 1983, Indonesia Indah “BATIK”
34 Wawancara dengan Bp.Sigit wicaksono. Beliau adalah salah satu
pengusaha batik “ sekar Kencana”.di kediamanya desa babagan Lasem pada
tanggal 20 februari 2009.
44
tinggi. Ini karena batik Lasem merupakan paduan dari unsur Tionghoa dengan
budaya yang kaya, penduduk lokal yang merupakan masyarakat pesisiran yang
kaya budaya karena merupakan tempat berkumpulnya pedagang dengan berbagai
kebudayaan, dan pola keraton yang sarat akan makna dengan kebudayaan jawa
yang penuh dengan makna dan nilai.
B. Budaya Tionghoa pada Motif Batik Lasem.
Bangsa Tionghoa memberi pengaruh yang besar pada peradaban kaum
pribumi di Nusantara. Memang pengaruh Bangsa Tionghoa tidak sebesar
pengaruh yang diberikan oleh bangsa India. Pengaruh kebudayaan bangsa
Tionghoa, menjadi sangat menentukan karena pengaruh yang diberikan lebih
bersifat teknis hampir disemua bidang social, seperti pertanian, pengobatan,
perdagangan, perkapalan, pakaian serta makanan. Secara berangsur angsur sejalan
dengan kehidupan social mereka kebudayaan Tionghoa dapat membaur dan
selanjutnya menghasilkan akulturasi budaya.
Pengaruh Tionghoa dalam pakaian sangat jelas terlihat dalam batik Lasem.
Penggunaan gaya-gaya ornament Tionghoa dalam motif batik Lasem membuat
ragam motif batik lasem menjadi kaya dan Indah. Gaya motif Tionghoa ini terlihat
dari gambar-gambar yang melambangkan kebudayaan Tionghoa. Motif ini
meliputi motif fauna yaitu motif burung hong, peksi huk, baga ( Liong ), Kilin,
ayam hutan,ikan emas,kelelawar, kupu-kupu, kura kura-kura, udang dan kepiting.
Selain motif fauna ada juga motif Floral yaitu meliputi Bunga seruni, teratai ,
45
Magnolia, sakura dan Bambu. Di luar motfif Fauna dan Floral tadi ada juga motif
khas tionghoa yaitu banji, kipas, delapan dewa, sampe’ engtai, dewi bulan dan
koin uang.
Motif Tionghoa ini mempunyai nilai filosofi pada setiap motifnya. Makna
filosofi yang terkandung di dalam motif adalah :
1. Kupu – Kupu: Merupakan lambang dari cinta kasih, dimana
masyarakat tionghoa adalah orang-orang yang selalu menyebarkan
sikap cinta kasih pada siapapun.
2. Kilin : Melambangkan kebijaksanaan.
3. Naga (Liong): Mempunyai makna keagungan, Naga sering dipakai
sebagai simbol kerajaan di Negaranya yang menggambarkan
keagungan sebuah kerajaan.
4. Burung Hong / Phoenix: Burung Hong ini sebagai symbol kebaikan.
Burung Hong bagi masyarakat Tionghoa adalah merupkan burung
dewa.
5. Kelelawar: Sebagai lambang Panjang umur.
6. Sedangkan motif floral lebih bermakna keondahan, karena kebanyakan
flora yang dipakai adalah gambar-gambar bunga.ini melambangkan
keindahan, sesuai dengan batik yang menawarkan keindahan.
Motif lain diluar motif flora dan Fauna, adalah lebih pada cerita rakyat
tionghoa, salah satunya adalah Sampe’ Engthai yang merupakan cerita cinta
sepasang kekasih yang menjadi cerita rakyat orang Tionghoa,ada juga motif
46
Delapan Dewa, dan Dewi Bulan yang melambangkan Dewa yang disembah oleh
kaum Tionghoa. Ada juga motif banji, kipas, dan koin uang.
Motif yang dibawa oleh Tionghoa ini selanjutnya dikombinasikan dengan
baik dengan motif Jawa atau motif dari masyarakat Lasem. Motif batik Lasem
yang khas selanjutnya memberi pengaruh besar pada pola motif batik di daerah
lain, antara lain adalah batik Indramayu, Jambi dan Palembang.35
Sebaliknya
dinamika perkembangan batik yang ada di beberapa wilayah diatas pada pola
corak dari masing masing daerah tersebut juga mempunyai pengaruh besar dalam
dinamika perkembangan industri Batik di Lasem.Sebagai contoh pengaruh batik
Lasem adalah seni batik Indramayu diperkenalkan oleh para perajin batik dari
Lasem.36
C. Pola warna dan Pembatikan di Lasem.
1. Pola Warna.
Warna warna pada batik lasem yang khas sesuai dengan karaketeristik
batik pesisiran yang kaya warna dan cenderung menggunakan warna - warna
cerah lalu tepatnya Tahun 1920 – 1960, Industri batik Lasem sudah memproduksi
batik tulis sekaligus batik cap.37
Pembuatan batik dengan menggunakan teknologi
35
William Kwan HL. Catatan Hasil study “ Revitalisasi Budaya dan
Usaha Batik Kecil di Lasem”.
36 Paramita Abdurachman, “ dermayu Batiks; A Surviving art in an ancient
trading town ( Preliminary Notes ), Draft Makalah 1985.
37 William Kwan HL. Catatan Hasil study “ Revitalisasi Budaya dan
Usaha Batik Kecil di Lasem”.
47
cap ini dirasakan lebih efisien baik dalam waktu maupun biaya. Dalam hal biaya
pembuatan batik cap ini dirasakan lebih murah serta dalam pembuatan batik
membutuhkan waktu yang tidak lama. Dalam sekali produksi saja industri batik
lasem ini dapat membuat batik yang jumlahnya cukup banyak dengan
menggunakan tenknologi cap. Penggunaan teknologi cap ini digunakan untuk
memenuhi permintaan pasar baik dalam maupun luar Negeri.
Akan tetapi pada kelanjutanya teknologi cap ini kalah bersaing dengan
munculnya teknologi printing dalam industri batik. Selanjutnya produksi batik
Lasem kembali menggunalan cara manual yaitu batik tulis. Pada awalnya batik
tulis yang ada di Lasem di buat dengan menggunakan pewarna alami. Seperti
contohnya warna merah darah ayanm yang merupakan warna khas batik Lasem
adalah dihasilkan dari akar pohon mengkudu.
Warna merah darah ayam sebagai warna khas dari batik Lasem nmemang
tidak dapat ditemukan di wialayah penghasil batik lainya. Warna merah darah
ayam ini dihasilkan dari akar pohon mengkudu yang selanjutnya di campur
dengan air serta bahan lain yang merupakan rahasia pada tiap pembatik, dan
rahasia kenapa warna merah tersebut tidak dapat ditemui diluar Lasem adalah
kadar garam yang terkandung pada air di Lasem.38
Akan tetapi pewarnaan dengan
menggunakan perwanaan alami hasil warna yang dihasilkan tidak bertahan lama,
cepat pudar dan warna yang dihasilkan terkadang tidak sesuai dengan yang
38
Wawancara dengan Bp.Sigit wicaksono. Beliau adalah salah satu
pengusaha batik “ sekar Kencana”.di kediamanya desa babagan Lasem pada
tanggal 20 februari 2009.
48
diinginkan. Selanjutnya para perajin industri Batik Lasem ini beralih pada pewrna
dari bahan sintetic.
Pemilihan bahan sintetic ini karena selain awet juga dirasakan hasilnya
lebih bagus dan lebih gampang didapatkan. Pewarnaan sintetic ini selanjutnya
dicampur dengan takaran yang berbeda beda pada setiap indutri batik. Yang
menarik adalah penggunaan takaran dalam pewarnaan batik untuk menghasilkan
warn merah darah ayam pada setiap pengusaha industri batik berbeda beda dan ini
menjadi rahasia keluarga, karena merupakan resep turun temurun, sehingga warna
yang dihasilkan satu pembatik berbeda dengan pembatik lainya.39
Selain warna merah darah dari batik Lasem yang sangat terkenal, batik
Lasem juga mempunyai beberapa warna lain yang menjadi cirri khas, diantaranya
adalah biru, kuning, hijau, coklat soga. Warna-warna yang terdapat pada batik
Lasem memang merupakan warna warna cerah, walaupun memang agak sedikit
lebih gelap apabila dibandingkan dengan warna pada batik pekalongan yang juga
merupakan jenis batik pesisiran. Pewarnaan merupakan hal yang sangat penting
bagi sebuah batik, dan selanjutnya pewarnaan ini menjadi nama sebutan pada
batik di Lasem seperti abangan, biron, bang biron, tiga negeri, empat negeri, dan
pagi sore.
Warna yang ada pada batik Lasem merupakan warna yang dihasilkan dari
perpaduan beberapa warna, satu warna dicampur atau ditumpangi dengan warna
39
Wawancara dengan Bp.Sigit wicaksono. Beliau adalah salah satu
pengusaha batik “ sekar Kencana”.dikediamanya desa babagan Lasem pada
tanggal 20 februari 2009.
49
lain selnjutnya menghasilkan gradasi warna yang indah. Warna merah pada batik
Lasem dipakai sebagai kerangka, selanjutnya diberikan warna kuning diatasnya,
warna kuning ini digunakan sebagai variasi, biasanya warna kuning ini digunakan
sebagai garis di atas warna merah. Adapun warna lain adalah warna Soga, warna
soga ini didapatkan dari dari percampuran warna merah dan coklat, sehingga
warna yang dihasilkan adalah merah kecoklat coklatan. Dan warna lain adalah
biron biron adalah warna biru, bang biron adalah perpaduan merah dan biru, Tiga
Negeri adalah perpaduan dari warna merah, biru, dan coklat, dan ada juga empat
Negeri adalah perpaduan warna merah, biru, cokelat, dan ungu.
Sebagai variasi warna dalam pembentukan pola pada batik lasem adalah
biasanya digunakan cecek40 putih. Diatas warna merah, biru dan coklat soga.
Sedangkan diatas warna biru biasanya terdapat warna hijau, warna hijau ini
dihasilakan dari warna kuning yang ditumpangkan di atas warna biru, sehingga
menghasilkan warna hijau. Sedangkan pada warna soga biasanya diberikan garis
garis putih sehingga dihasilkan pola dengan perpaduan warna yang indah.
Gradasi warna yang ada pada batik Lasem memang terlihat sangat pas, ini
dilakukan pembuatan batik Lasem yang masih dilakukan dengan cara yang
tradisional. Akan tetapi karena pemakaian warna yang ditumpangkan hasilnya
batik terlihat lebih kasar. Tenaga pembuat batik pun merupakan orang-orang yang
sudah cukup berumur dan kebanyakan dari mereka sudah mempunyai pengalaman
dalam membuat batik selama bertahun tahun.
40
Cecek adalah istilah yang sering dipakai para pembatik lasem yang
berarti titik.
50
Pembuatan batik Lasem ini dibutuhkan keahlian yang khusus dengan
gerakan yang serba cepat,oleh karenanya tenaga pembatik di Lasem adalah orang-
orang yang sudah bekerja lama dalam industri batik. Kebanyakan para pembatik
ini sudah mempunyai keahlian dan kecepatan dalam membatik serta yang tidak
kalah penting adalah kepiawaian mereka dalam membuat gradasi warna dengan
takaran warna yang pas. Kepandaian membuat kombinasi warna inilah yang tidak
dimiliki oleh pembatik dari daerah lain.
2. Pembatikan di Lasem
Pembuatan batik di Lasem tidak banyak berbeda dengan pembatikan
diwilayah lain. Pembuatan batik tulis memang lebih rumit , membutuhkan
keahlian khusus dan tentu saja membutuhkan waktu yang lama. Karena proses
pembuatan batik tulis yang rumit dan harus melalui beberapa tahapan-tahapan
sebelum selanjutnya menjadi batik yang siap untuk dipasarkn.
Di mulai dari tahapan awal yaitu menyiapkan kain putih, kain yang
biasanya digunakan adalah jenis kain mori, kain primisima dan juga kain sutera,
tetapi yang banyak digunakan adalah jenis kain primisima dan kain mori,
walaupun pada perkembanganya pematik di Lasem juga menggunakan beberapa
bahan dari sutera dan kain polisiner.41
Selanjutnya pembuatan pola pada kain atau
yang disebut nglengkrengi, selanjutnya adalah menggambar pola dengan
menggunkan canting, canting ini biasanya diguanakan untuk pola yang halus
sedangkan pola yang lebih besar digunakan kuas, ini dimaksudkan agar lilin yang
41
Penggunaan bahan dari sutera dan polisiner ini pada saat ada pesanan
saja, karena harga batik sutera yang sangat mahal.
51
dipakai dapat meresap pada kain secara sempurna. Proses selanjutnya adalah
nemboki, yaitu menutup bagian yang tidak berpola dan selanjutnya adalah proses
mewarnai atau yang disebut dengan nerusi. Dalam proses pewarnaan ini juga
melalui beberapa tahapan lagi, lama atau tidaknya proses pewarnaan ini
tergantung pada banyaknya warna yang digunakan. Semakin banyak warna yang
digunakan semakin lama proses yang akan dilewati dan butuh banyak waktu
untuk menyelesaiakan.
Warna–warna yang dihasilkan oleh batik Lasem serta proses pembuatanya
yang cukup panjang serta masih menggunaakan cara tradisional, membuat harga
batik tulis Lasem masih sangat tinggi. Ini tentu sebanding dengan nilai seni yang
terkandung dalam selembar kain batik Lasem.
52
BAB IV
MASA KEEMASAN BATIK LASEM TAHUN 1970
Batik Lasem merupakan salah satu ciri khas dari kota Rembang khususnya
kecamatan Lasem yang menjadi keunikan tersendiri. Batik Lasem yang sudah ada
sejak lama merupakan warisan dari nenek moyang yang perlu dijaga
kelestarianya. Batik Lasem terus saja mengalami perkembangan yang cukup
pesat, permintaan pasar terhadap batik Lasem yang terus meningkat membuat
batik Lasem mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Keunikan batik
Lasem yang terletak pada warna dan motif membuat batik Lasem berbeda dengan
batik dari daerah lain.
Batik Lasem yang sudah ada sejak kedatangan bangsa Cina ke Lasem pada
sekitar tahun 1479 yang dikenalkan oleh pitri Na Li Ni, selanjutnya batik Lasem
tidak hanya menjadi pakaian yang digunakan oleh orang-orang tertentu atau
keluarga ningrat, akan tetapi sudah menjadi pakaian yang digunkana oleh
masyarakat umum. Pada tahun 1950an Batik Lasem mengalami peningkatan yang
cukup pesat, ini ditandai dengan banyaknya rumah-rumah di Lasem
mengusahakan industri batik Lasem. Masa keemasan batik Lasem juga terus
berlangsung hingga tahun 1970.
A. Perkembangan Batik Lasem Tahun 1970
Masa Keemasan Batik Lasem terjadi sekitar Tahun 1970. Masa Keemasan
ini ditandai dengan Batik Lasem menjadi icon serta industri penggerak
perekonomian di Lasem pada saat itu. Pada masa kejayaanya pada tahun 1970
53
hampir semua masyarakat di Lasem mengusahakan batik Lasem sebagai mata
pencaharian mereka. Hampir semua warga Tionghoa dan Pribumi pada saat itu
menjadi pengusaha serta bekerja pada sector batik.42
Pada masa keemasan ini
setiap rumah di Lasem menjadi rumah industri batik. Tembok tembok tinggi yang
menjadi salah satu ciri khas arsitektur cina yang banyak terdapat di Lasem
merupakan rumah orang tionghoa yang sekaligus menjadi tempat industri batik
Lasem. Pusat - pusat industri batik Lasem terdapat di Gedongmulyo, Karangturi,
Soditan, Selopuro, Sumbergirang dan Babagan di Kecamatan Lasem. Kemudian
Desa Jeruk dan Karaskepoh, Kecamatan Pancur.
Tabel 3 Kecamatan, Desa dan banyaknya industri batik Lasem pada Tahun 1970
No Kecamatan Desa Jumlah Industri Batik Lasem
1
2
Lasem
Pancur
Gedong Mulyo
Karangturi
Soditan
Selopuro
Sumbergirang
Babagan
Jeruk
Karas Kepoh
3 Pengusaha
50 Pengusaha
17 Pengusaha
–
4 Pengusaha
40 Pengusaha
3 Pengusaha
3 Pengusaha
Jumlah 8 Kecamatan 120 Pengusaha
Sumber Tabel : Wawancara dengan bp.Sigit Wicaksono Pengusaha Batik Lasem
42
http://batikindonesia.info/2003/05/25/batik-lasem-nasibnya-kini/
54
Industri Batik Lasem sebagian besar dijalankan oleh orang Tionghoa dan
keturunanya, orang – orang Tionghoa disini berperan sebagai pengusaha
sedangkan perajin batik adalah orang orang jawa asli. Pada tahun 1970an ini batik
tulis Lasem berkembang dengan corak khusus dari Lasem. Industri Batik di
Lasem kebanyakan merupakan industri yang sudah dijalankan secara turun
temurun. Pada setiap Industri batik Lasem mereka mempunyai resep kombinasi
warna berbeda yang sudah menjadi rahasia keluarga secara turun temurun.
Pembatikan di Lasem sudah dilakukan secara komersil sejak tahun 1850.
Setiap industri batik di Lasem mempunyai merek dagang sendiri yang mereka
cantumkan pada batik yang mereka hasilkan. Untuk memberi tanda pada selembar
kain batik yang dihasilkan pada rumah batik tertentu, pengusaha batik di Lasem
mulai memberi inisial dengan menggunakan cap tinta pada batik mereka sejak
tahun 1850.43
Produksi batik yang dilakukan dengan tujuan komersial ini terjadi
karena pada masa itu Lasem menjadi salah satu pusat perdagangan yang besar di
wilayah pesisir pantai utara Jawa.
Perkembangan batik Lasem pada tahun 1970-an membuat denyut
perekonomian di Lasem semakin bergeliat dan berkembang dengan pesat. Sistem
kerja yang diterapkan para pengusaha batik Lasem juga menjadi pengaruh
perkembangan Industri Batik Lasem pada saat itu. Sistem kerja yang diterapkan
oleh pengusaha batik bersifat eksklusif. Hubungan kerja yang bersifat eksklusif ini
adalah dengan mengikat pekerja pembatik untuk bekerja secara eksklusif pada
43
http://haleygiri.multiply.com/photos/album/13/Batik_Lasemhttp://www.
wongrembang.com/new/?p=51
55
satu pengusaha dan tidak bisa bekerja pada pengusaha batik yang lain. Dengan
memanfaatkan pemberian upah di muka terhadap para pekerja, para pengusaha
batik berhasil membuat para pembatik untuk bekerja secara eksklusif dan juga
membuat para perajin batik untuk tinggal di rumah pengusaha, sehingga mereka
dapat memproduksi batik secara maksimal.44
Masa Kejayaan batik di Lasem ditandai dengan besarnya jumlah produksi
batik yang dihasilkan. Permintaan pasar yang sangat tinggi menuntut para
pengusaha batik untuk menghasilkan batik sesuai yang dipesan. Seperti yang
diungkapkan oleh Bp.Sigit wicaksono pengusah batik lasem “sekar Kencana”
yang sudah membuka usaha sejak tahun 1942.
“ Dalam satu kali produksi kami bisa menghasilkan kain batik sampai
ribuan lembar pada setiap produksi, ini sesuai dengan pesanan yang
memang sangat besar pada tahun itu” 45
Pada masa perkembangan batik yang terjadi pada tahun 1970 ini sebagian
besar penduduk Lasem bekerja dalam sector pembatikan. Hampir 90 % dari
masyarakat di Lasem menjadi pembatik, pengusaha, dan pedagang serta sector
lain yang ada kaitanya dengan batik.46
Tenaga pembatik di Lasem ini umumnya
dilakukan oleh perempuan, pekerjaan sebagai pembatik ini dilakukan sambil
44
http:www://Kompas.com /Kompas Cetak / 80748.htm
45hasil wawancara dengan Bp. Sigit wicaksono pengusaha batik “sekar
kencana”, di rumahnya Jl. Babagan Gang 4 No.IV.Lasem.pada tanggal 23 maret
2009.
46Puspitasari Wibisono “ Kondisi Batik Lasem Jawa Tengah suatu tinjauan
tentang budaya daerah Jawa” Museum Tekstil, Pemda DKI Jakarta. Waktu
penerbitan tidak di cantumkan.
56
menunggu masa panen tiba. Seperti yang diungkapkan oleh Bp.Sigit wicaksono
pengusah batik lasem “sekar Kencana” yang sudah membuka usaha sejak tahun
1942.
“Tenaga pembatik di Lasem kebanyakan adalah para perempuan,
pekerjaan sebagai tenaga pembatik ini mereka lakukan sebagai pekerjaan
sampingan sambil menunggu masa panen tiba, ini karena kebanyakan dari
mereka adalah sebagai buruh tani ataupun petani. Dan banyak sari tenaga
pematik ini dating dari luar Lasem, seperti dari kecamatan Pancur dan
Pamotan” 47
1. Industri Batik Lasem Menjadi Satu dari Enam Besar sentra Industri batik
di Indonesia.
Sebuah Industri dapat dikatakan berkembang apabila Industri tersebut bisa
menyerap banyak tenaga kerja serta mengangkat perekonomian wilayah dimana
sebuah Industri berada. Dan itu itulah yang terjadi pada Industri batik Lasem.
Pada masa perkembanganya di tahun 1970an Industri batik Lasem dapat
menyerap banyak sekali tenaga kerja, sehingga masyarakat Lasem pada tahun itu
umumya menggantungkan hidupnya pada batik.
Perkembangan Pesat Industri batik Lasem pernah berjaya pada tahun
1970an, Perkembangan ini ditandai dengan Lasem menjadi salah satu dari 6
sentra produksi batik terbesar di Hindia Belanda pada saat itu. Enam besar
wilayah ini karena pada tahun itu sentra pembuatan batik ada pada 6 kota di
47
hasil wawancara dengan Bp. Sigit wicaksono pengusaha batik “sekar
kencana”, di rumahnya Jl. Babagan Gang 4 No.IV.Lasem.pada tanggal 23 maret
2009.
57
Indonesia. Enam wilayah sentra industri batik itu adalah, Pekalongan, Surakarta,
Yogyakarta, Banyumas, Cirebon dan Lasem.48
Pemasaran Batik Lasem, tidak hanya terbatas pada pulau Jawa saja, akan
tetapi sudah mencapai beberapa wilayah di Nusantaranya, misalnya Pulau
Sumatera (Padang, Palembang, Jambi dan Medan), Pulau Bali, Pulau Madura dan
Pulau Sulawesi (Manado). Selain wilayah Nusantara batik dari Lasem juga
mengirimkan hasil produksinya dibeberapa wilayah di Luar Negeri yaitu Jepang,
Malaysia, Singapura, Suriname dan wilayah Eropa yaitu Belanda.
Kejayaan Batik Lasem menjadi faktor penting dalam penggerak roda
perekonomian di Lasem. Terbukti pada saat itu batik menjadi salah satu
pendapatan terbesar bagi masyarakat di Lasem. Penyerapan tenaga kerja yang
begitu besar menjadikan Batik Lasem menjadi titik vital perekonomian yang
menopang ekonomi para pekerja dan pengusaha batik pada tahun 1970 ini.
2. Aspek Sumber Daya Manusia
Sumber daya menjadi faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan
sebuah industri, ini karena sumber daya manusia menjadi salah satu penentu
kualitas barang yang dihasilkan pada sebuah produksi. Pendidikan menjadi salah
satu dasar yang menentukan kualitas dari sumber daya manusia. Pendidikan tidak
48
Uraian Sigit Wicaksono dalam acara “seminar Pesona Batik Lasem” di
Permata Residence Jkarta. Di ambil dari catatan awal hasil studi “ Revitalisasi
Budaya dan Usaha Kecil batik Lasem” oleh William Kwan HL.
58
hanya didapatkan dari pendidikan formal saja, akan tetapi bisa didapat dari
pendidikan non formal atau secara alami.
Dari aspek Sumber Daya Manusia yang ada di industri batik Lasem pada
saat itu dikatakan masih sangat minim. kebanyakan dari para pembatik hanya
mendapat pendidikan dari pengalaman.Tenaga pembatik di Lasem mendapatkan
keterampilan batik dari pengajaran diluar pengajaran formal. Pengetahuan tentang
tata cara membatik mereka dapat secara alami dan diajarkan turun temurun, tidak
ada pendidikan secara khusus yang mereka dapatkan tentang tata cara membatik.
Batik Lasem yang mempunyai sifat konservatif tradisional 49, tidak membutuhkan
designer khusus, pola yang dibuat hanya berdasarkan ungkapan imajinatif dari
pembatik, tetapi tetap berdasar pada budaya serta motif khas Lasem.
Sumber daya manusia yang dimiliki para pekerja batik di Lasem pada
tahun 1970 ini masih sangat rendah, ini dilihat dari latar belakang pendidikan
mereka yang sebagian hanya mendapat pendidikan dari pendidikan dasar dan juga
tidak bersekolah. Faktor pendidikan yang masih rendah ini Karena pada masa itu
pendidikan hanya diperuntukan orang orang yang mampu. Taraf hidup yang
masih rendah ini membuat pendidikan menjadi sesuatu yang mahal.
Kebanyakan dari para pekerja dan pengusaha lasem waktu itu jarang yang
sudah mengenyam pendidikan.hanya orang orang mampu yang menyekolahkan
anaknya sampai perguruan tinggi. Sedangkan untuk masyarakat biasa mereka
49
Bersifat Konservatif Tradisional adalah batik lasem tidak mempunya
konsep khusus sehingga motif yang di hasilkan adalah hasil karya secara alami
dari para pembatik.
59
umumnya hanya tamatan sekolah dasar dan bahkan banyaka yag tidask
bersekolah. Ekonomi menjadi salah satu faktor penting kenapa masih sangat
minim warga Lasem yang bersekolah pada tahun itu. Sumberdaya manusia yang
dimiliki para tenaga pembatik di Lasem masih sengat rendah. Dalam
mengembangkan usahanya para pengusaha dalam aspek sumberdaya manusia ini
juga tidak terlepas berbagai permasalahan.
Kemampuan majerial pengusaha yang masih rendah ini juga menjadi
permasalahan dalam mengembangkan usahanya.Ini dikarenakan para pengusaha
batik tulis dengan latar sumber daya manusia yang masih rendah kurang dapat
bertahan dalam menghadapi benturan masalah yang dihadapi, sehingga apabila
terjadi permasalahan yang terjadi pada perusahaanya mereka cepat
menyerah.Lemahnya Sumber Daya Manusia dalam Industri batik di Lasem
membuat usaha yang mereka jalankan lambat dan stganan, mereka juga kurang
cepat dalam menerima hal- hal baru, serta kurang adanya kepercayaan diri dalam
mengelola usahanya.
3. Aspek Permodalan
Pada aspek permodalan pada umumnya para pengusaha batik di Lasem
menggunakan modal pribadi, ini karena pada masa itu masih belum ada system
perbankan yang membantu permodalan dalam usaha mereka. Untuk masalah
permodalan yang kebanyakan dari kantong pribadi, ini karena sebagian besar
uasaha batik adalah industri keluarga yang diwariskan secara turun temurun. Para
60
pengusaha batik Lasem biasanya menggunakan modal seadanya yang mereka
miliki, setelah berjalan lama dan berkembang mereka akan mencari tambahan
modal. Faktor ketersediaan modal pada Industri batik di Lasem juga menjadi salah
satu kendala dalam perkembangan industri batik tulis di Lasem.
Sesuai kondisi yang ada pada pengusaha batik di Lasem, ada yang sudah
mapan dan memiliki uasaha yang cukup besar, ada pula yang masih tahap
mengembangkan usahanya. Besar kecilnya sebuah usaha dapat dilihat dari omset
pendapatan mereka. Dengan mengetahui nilai sebuah perusahaan, bisa diketahui
kemampuan perusahaan tersebut. Nilai usaha suatu perusahaan tergantung pada
banyaknya transaksi yang penjualan yang telah dilakukan, semakin banyak
transaksi penjualan yang dilakukan maka semakin tinggi pula nilai usaha sebuah
perusahaan.
Tabel 4 hasil observasi dan wawancara tentang Modal awal pengusaha Industri
batik Lasem pada tahun 1970 dengan para pengusaha batik Lasem.
No Modal Awal Jumlah pengusaha Presentase
1
2
3
4
5
100.000 – 300.000
300.000 – 500.000
500.000 – 800.000
800.000 – 1000.000
1000.000 – 1.500.000
60
30
20
7
3
50 %
25 %
16,6 %
5,8 %
2,5 %
Jumlah 120 100
Sumber : diolah dari hasil wawancara dan pengamatan lapangan
61
4. Aspek Produktivitas.
Batik Tulis merupakan hasil produksi dari masyarakat Lasem yang
mengalami perkembangan pesat pada tahun 1970an. Batik yang diproduksi di
Lasem mempunyai aneka macam ragam jenis dan motif, diantara sekian banyak
produksi batik yang terkenal dari batik Lasem adalah Kendoro kendiri, Tiga
Negeri, Empat Negeri, Sekar Jagad, Pagi Sore, dan masih banyak jenis jenis yang
lain.Peminat batik pada tahun 1970an ini tidak hanya terbatas pada penduduk
local saja akan tetapi juga dari luar daerah, dan ini membuat prduksi batik terus
meningkat karena permintaan yang juga terus meningkat.
Banyaknya permintaan pasar ini membuat para pengusaha batik Lasem
menyediakan bahan baku yang banyak. Sebagian besar bahan baku ini
didatangkan dari luar daerah seperti Solo, Yogya, Surabaya dan daerah lain50
.
Ketidak tersedianya bahan baku di Rembang membuat pengusaha batik tulis di
Lasem mengeluarkan biaya lebih untuk proses pengiriman. Akan tetapi ini tidak
menyurutkan niat para pengusaha batik untuk terus meningkatkan produktifitas
batik mereka.
Keterbatasan bahan baku masih menjadi kendala yang harus dihadapi oleh
para pengusaha batik tulis Lasem, keterbatasan ini dipengaruhi pula oleh
keterbatasan modal, dan harga bahan baku yang juga masih tinggi. Akan tetapi
50
Hasil wawancara dengan Bp. Sigit wicaksono pengusaha batik “sekar
kencana”, di rumahnya Jl. Babagan Gang 4 No.IV.Lasem.pada tanggal 23 maret
2009.
62
produksi tahun 1970 terus saja meningkat ini menyesuaikan dengan permintaan
pasar yang sangat tinggi pada saat itu.
B. Daerah Pemasaran Batik Lasem.
Pemasaran merupakan suatu kegiatan untuk menjual atau menyampaikan
barang dari produsen ke konsumen.51
Gemilangnya industri batik Lasem pada
tahun 1970 ini dapat dilihat dari daerah pemasaran batik lasem yang mencapai
beberapa wilayah baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini tentu saja menjadi
prestasi untuk industri batik di Lasem pada tahun 1970an.
1. Aspek Pemasaran
Aspek pemasaran merupakan aspek yang penting dalam perkembangan
usaha selain aspek produksi. Aspek pemasaran perlu dipertimbangakan dengan
sangat matang serta diperlukan adanya strategi pemasaran yang baik agar
penjualan semakin meningkat. Di dalam aspek pemasaran ini pengusaha harus jeli
dalam melihat perilaku konsumen, kebutuhan pasar, serta pesaing usaha, ini perlu
dilakukan supaya produk laku di pasaran. Pesaing batik Lasem adalah batik
Cirebon, Pekalongan, Surakarta, Yogyakarta, dan Banyumas mengingat lima
tempat ini adalah lima dari enam besar sentra industri batik tulis terbesar di
Nusantara pada saat itu.
51
Kotler Philip, , 1998. Manajemen Pemasaran, Erlangga, Jakarta, hal.30.
63
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam sistem pemasaran batik
tulis Lasem adalah daerah pemasaran, segmen pasar, teknik pemasaran, volume
pemasaran, jaringan distribusi serta system promosi.
a. Daerah Pemasaran.
1. Pemasaran Lokal.
Pada masa kejayaan batik Lasem pada tahun 1970an ini batik Lasem ini
mempunyai segmen pasar pulau jawa dan beberapa wilayah di luar pulau jawa,
segmen pasar untuk pulau Jawa terutama pada wilayah pesisir pantai utara, seperti
pada daerah Rembang sendiri, Semarang, Cirebon, Surabaya.Selain wilayah
pesisir utara pulau jawa, pemasaran batik Lasem juga meliputi Surakarta, dan
Yogyakarta. Sedangkan segmen pasar di luar pulau jawa meliputi beberapa daerah
di Sumatera yaitu Padang, Palembang, Jambi dan Medan, Pulau Bali, Pulau
Madura dan Pulau Sulawesi (Manado).
2. Pemasaran Luar Negeri
Selain segmen pasar wilayah Nusantara batik dari lasem juga mengirimkan
hasil produksinya dibeberapa wilayah di Luar Negeri yaitu Jepang, Cina,
Malaysia, Singapura, Suriname dan wilayah Eropa yaitu Belanda. Konsumen
batik dari luar Negeri ini mengenal batik Lasem dari para pedagang yang datang
dan melakukan perdagangan di Lasem, serta dari sanak saudara mereka yang
datang dari Luar Negeri. Batik Lasem yang dipasarkan ke Luar Negeri pada saat
itu berupa kain dan pakaian jadi seperti baju, gaun untuk wanita dan lain lain.
64
b. Segmen Pasar
Setiap pemasaran hasil produksi mempunyai segmen pasar yang berbeda.
Segmen pasar batik tulis dari Lasem meliputi kalangan menengah ke bawah,
menengah ke atas serta mencakup kedua duanya. Ini karena Batik yang dihasilkan
dari industri batik di Lasem mempunyai kualitas yang berbeda, dan ini
menjadikan harga batik Lasem juga bervariasi.
c. Volume Pemasaran.
Volume pemasaran batik Lasem pada tahun 1970an masih sangat
tergantung pada pesanan. Ini tentu saja sangat berpengaruh pada perkembangan
usaha tersebut. Pesanan yang sangat banyak pada tahun ini tentu saja
meningkatkan hasil produksi sehingga mereka dapat memenuhi target pesanan
yang ada. Akan tetapi produksi yang hanya tergantung pada pesanan juga
sekaligus menjadi sebuah kelemahan bagi perusahaan. Ini karena suatu usaha
yang hanya mengandalkan pesanan, biasanya usaha tersebut tidak dapat
berkembang dan kalah bersaing dengan industri lain.
d. Saluran distribusi
Saluran pendistribusian batik Lasem dapat dilihat pada gambar berikut:
Perusahaan/
perajin
Konsumen
Pedagang
Pengecer
Pedagang
Pengumpul
Pedagang
Pengecer
65
Ada 3 jenis penyaluran distribusi batik yaitu :
1. Dari perusahaan Langsung kepada pembeli lokal, ataupun para pedagang yang
dari luar daerah.
2. Pengusaha Batik melakukan kerjasama dengan agen ataupun pengecer dari
luar daerah dan selanjutnya pengecer atau melakukan penjualan di daerahnya.
3. Pengusaha Batik menjual batiknya secara langsung pada pedagang kecil.
e. Sistem Promosi Batik Lasem
Upaya yang dilakukan pengusaha batik Lasem untuk meningkatkan daya
beli masyarakat salah satunya adalah dengan cara promosi. Walupun memang
diakui kegiatan promosi yang dilakukan sangat terbatas, karena kemampuan
pengusaha dan pembatik di Lasem memang masih sangat terbatas pada saat itu.
Selain itu tekhnologi yang masih belum mendukung pada tahun itu juga
menjadikan terbatasnya promosi yang dapat dilakukan.
Pada Masa kejayaan batik Lasem pada tahun 1970an ini promosi yang
dilakukan masih dari mulut ke mulut serta interaksi melalui jalur perdagangan.
Perdagangan di lasem yang masih cukup ramai di Lasem pada saat itu menjadi
satu-satunya media promosi yang dirasa paling efektif.
C. Peran Pemerintah Daerah Dalam perkembangan Industri Batik Lasem.
Kabupaten Rembang yang terletak di wilayah pesisir pantai utara jawa dan
merupakan wilayah perbatasan antara Jawa Tengah dengan Jawa Timur,
memberikan nilai tambah untuk daerah ini. Letak kabupaten Rembang pada jalur
66
perdagangan di wilayah pantai utara, membuat Rembang banyak didatangi
pedagang dari luar daerah untuk melakukan perdagangan di wilayah ini.
Kabupaten Rembang yang memiliki letak geografis sebagai kota pesisir
pantai dan didukung oleh adanya seni membatik yang diwariskan secara turun
temurun serta tersedianya tenaga pembatik yang memilki ketrampilan secara
outodidak ini dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Rembang melalui
strategi pemberdayaan. Para pengusaha batik yang saat itu mendominasi
perekonomian di Lasem, terus di dorong untuk semakin berkembang. Hal ini
dilakukan Pemerintah kabupaten Rembang karena kondisi yang bebeda pada
setiap pengusaha batik.
Pada tahun 1970 ini masih belum banyak yang dilakukan oleh pemerintah
kabupaten Rembang dalam rangka memajukan Industri batik di Lasem. Melihat
pada tahun 1970 sistem pemerintahan belum banyak lembaga yang menerapkan
kebijakan pada sector perekonomian. Sehingga apa yang dilakukan pemerintah
daerah hanya memberikan pelatihan serta memberikan motivasi pada para
pengusaha saja.
1. Peran Dinas Perindustrian.
Peran Dinas perindustrian dalam rangka memanjukan industri batik di
Lasem sangat besar. Disamping dinas perindustrian merupakan lambaga yang
menagani di sector industri juga diharapkan sebagai fasilitator dalam berbagai hal,
baik itu berupa motivasi serta pembinaan terhadap pengusaha batik di Lasem.
67
2. Peran Dinas Pariwisata
Dinas Pariwisata merupakan dinas terkait yang turut serta dalam
mendukung upaya mengembangkan industri batik di Lasem. Peran dinas
pariwisata disini adalah untuk mengenalkan daerah Lasem sebagai daerah yang
mempunyai kekayaan dan kekhasan tersendiri bagi wisatawan baik domestic
maupun asing. Kerja sama Dinas Pariwisata dengan lembaga terkait sangat
diperlukan untuk mendukung perkembangan batik Lasem agar tetap menjaga
kejayaanya.
Dinas Pariwisata Kabupaten Rembang berupaya mengenalkan Lasem
sebagai kecamatan dengan Industri batik yang cukup besar serta Lasem sebagai
kecamatan yang mempunyai sejarah yang panjang. Hal ini dilakukan selain untuk
menarik wisatawan datang ke Lasem juga sebagai Langkah untuk mengenalkan
batik Lasem pada masyrakat luas. Dengan sosialisasi yang dilakukan dengan baik
oleh Dinas Pariwisata diharapkan Lasem tidak hanya dikenal sebagai kota di
pesisir pantai utara jawa saja, akan tetapi mengenalkan Lasem sebagai kota tua
dengan sejarah yang cukup panjang serta mempunyai batik yang memiliki cirri
khas tersendiri.
Untuk mendukung upaya dinas Pariwisata Kabupaten Rembang pada
tahun ini berusaha semaksimal mungkin. Akan tetapi keterbatasan fasilitas serta
belum banyak teknologi yang dapat digunakan memuat pengenalan tentang Lasem
sebagai tempat yang menarik untuk didatangi hanya sebatas informasi kepada
orang-orang yang datang ke Lasem serta acara-acara budaya di wilayah lain.
68
D. Pengaruh Perkembangan Batik Lasem Untuk Masyarakat Lasem
Perkembangan Batik Lasem pada tahun 1970an membawa pengaruh besar
terhadap masyarakat Lasem dan sekitarnya. Masyarakat Lasem yang pada tahun
1970an ini masih banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan menjadi jauh
lebih baik karena perkembangan batik Lasem yang pesat. Penyerapan tenaga kerja
yang cukup banyak oleh industri batik Tulis di Lasem membuat sebagian besar
masyarakat Lasem menggantungkan hidupnya dari sector ini.
Masyarakat Lasem yang sebelum perkembangan pesat Industri batik
Lasem masih menggantungkan hidupnya dari sector pertanian, beralih menjadi
pekerja pada Industri batik. Kebanyakan pekerjaan ini dilakukan sambil
menunggu masa panen tiba. Penghasilan yang mereka peroleh dari membatik ini
di rasakan cukup besar, karena kebanyakan batik yang mereka kerjakan
menggunakan system borongan.
Tabel 5 : Pendapatan rata rata pekerja batik Tulis di Lasem pada tahun 1970
No Jenis pekerjaan Pendapatan
1
2
3
4
Pembatik
Nemboki Batik
Pencelup
Kuli
Rp. 7.500,- per hari
Rp. 8.000,- per hari
Rp. 5.000,- per hari
Rp. 2.000,- per hari
Sumber Tabel : diolah berdasarkan hasil wawancara dengan pembatik dan
pengusaha batik di perusahaan batik “sekar kencana” milik Bp. Sigit
Wicaksono di Lasem.
69
1. Penyerapan Tenaga Kerja
Penyerapan tenaga merupakan jumlah tenaga yang digunakan dalam
menghsilkan suatu barang dalam satu unit kegiatan industri. Tenaga kerja yang
dapat diserap dalam industri batik tulis di Lasem adalah penduduk yang berusia
10 tahun ke atas. Tenaga kerja yang ada dalam industri batik lasem adalah berasal
dari keluarga dan non keluarga. Tenaga kerja keluarga adalah tenaga kerja yang
berasal dari satu keluarga dalam proses pembuatan batik di Lasem. Sedangkan
tenaga kerja non keluarga adalah tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga atau
bekerja secara individu dan mendapat upah.
Selain dalam hal penyerapan tenaga kerja, peningkatan yang diakibatkan
dari berkembangnya industri batik tulis di Lasem juga dirasakan dalam hal
pendidikan. Sebelum berkembangnya industri batik Lasem taraf pendidikan
masyarakat Lasem pada saat itu dapat dikatakan masih sangat rendah.
Kebanyakan dari mereka tidak bersekolah dan hanya tamatan SD, Namun seiring
dengan meningkatnya industri batik di Lasem meningkat pula pendapatan mereka
sehingga mereka dapat membiayai pendidikan untuk mendapatkan pendidikan
yang lebih tinggi. Dan kebanyakan peningkatan pendidikan ini dirasakan oleh
pengusaha yang selanjutnya bisa mengirim anak mereka keluar Lasem untuk
mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
Pada Tahun 1970, tuntutan hidup belum setinggi sekarang,sehingga apa
yang didapatkan oleh perajin batik di lasem hanya untuk memenuhi kebutuhan
primer mereka yaitu sandang, pangan dan papan. Kebanyakan dari mereka bekerja
70
hanya untuk memnuhi kebutuhan sehari hari, ini dikarenakan para tenaga
pembatik di Lasem sebelumnya adalah buruh tani yang mendapatkan penghasilan
pada saat masa panen tiba.
Bagi Masyarakat Lasem pada tahun 1970 pekerjaan membatik pada
awalnya adalah merupakan pekerjaan sambilan untuk menunggu masa panen tiba.
Akan tetapi karena perkembangan industri batik yang pesat pada saat itu,
membuat penghasilan mereka meningkat, sehingga kebanyakan masyarakat
Lasem pada saat itu menggantungkan hidupnya pada sector industri Batik.
2. Peningkatan perekonomian
Perubahan perekonomian sangat dirasakan oleh masyarakat Lasem
semenjak perkembangan industri batik di Lasem. Penduduk Lasem yang pada
awalnya menggantungan hidupnya dari sector pertanian, dan perikanan yaitu
dengan menjadi nelayan dengan penghasilan yang tidak menentu, hanya pada
saat-saat tertentu, yaitu pada masa panen serta pada musim ikan.
Peningkatan batik Lasem yang signifikan mampu menopang kehidupan
masyarakat Lasem, sekaligus menjadi penggerak roda perekonomian di Lasem.
Pada saat itu penghasilan yang mereka peroleh bisa dikatakan cukup untuk
menopang kehidupan mereka sehari hari. Ini tentu saja menjadi bukti betapa
perkembangan Industri batik tulis di Lasem pada Tahun 1970 memberikan
pengaruh besar terhadap masyarakat Lasem khususnya dan masyarakat Kabupaten
Rembang pada umumnya.
71
BAB V
INDUSTRI KERAJINAN BATIK TULIS
TAHUN 1980 – 1990
A. INDUSTRI
Industri adalah suatu kegiatan pengolahan barang mentah menjadi barang
jadi atau setengah jadi.52
Usaha manusia dalam memperjuangkan kehidupanya
diwujudkan melalui kegiatan ekonomi. Industri menjadi salah satu tempat
manusia untuk menjalankan kegiatan ekonomi sebagai usaha memenuhi
kebutuhan material mereka. Industri sendiri dapat dikategorikan berdasarkan
banyaknya jumlah tenaga kerja yang di serap, pengelompokan berdasarkan tenaga
kerja ini di bagi menjadi 4 kategori, yaitu :
a. Industri rumah tangga, menggunakan tenaga kerja 1 sampai 4 orang.
b. Industri kecil, menggunakan tenaga kerja 5 sampai 19 orang.
c. Industri sedang, menggunakan tenaga kerja 20 sampai 99 orang.
d. Industri besar, menggunakan tenaga kerja 100 orang atau lebih.53
Industri yang dilakukan oleh masyarakat Rembang mencakup empat
kategori diatas. Industri kerajinan yang ada di Rembang kebanyakan berada di
wilayah kecamatan dari kabupaten Rembang. Ini dikarenakan tenaga yang bisa
didapatkan di wilayah kecamatan lebih mudah. Salah satu Industri kerajinan yang
berkembang di wilayah kabupaten Rembang adalah Industri kerajinan batik tulis
52
Badan Pusat Statistik. 1980.Industri Kerajinan. Rembang, Hal 4.
53 Badan Pusat Statistik, 1998. Industri Kerajinan. Rembang, Hal 15
72
di Kecamatan Lasem. Batik tulis di Lasem juga menjadi salah satu ciri khas dari
wilayah Lasem dan juga menjadi penggerak perekonomian daerah Lasem.
Industri Batik Tulis di Lasem pada saat pekembanganya pada sekitar tahun
1970an masih banyak mendatangkan bahan baku seperti kain serta bahan pewarna
dari luar daerah. Ini dikarenakan keterbatasan bahan baku yang tersedia di
wilayah Rembang. Pemanfaatan bahan-bahan alami dari Rembang sendiri juga
semakin rendah, ini karena para pengusaha batik yang pada awalnya
menggunakan pewarna alami, mulai memakai pewarna sintetis yang dinilai lebih
bagus hasilnya. Pemakaian bahan pewarna sintetic ini membuat para pengusaha
harus mendatangkanya dari luar daerah Rembang, karena di Rembang tidak
tersedia. Selain bahan pewarna bahan baku lain seperti kain juga masih banyak
didatangkan dari luar Rembang.
Pesatnya perkembangan industri batik di Lasem menjadikan persaingan
antar pengrajin menjadi ketat. Berbagai upaya dilakukan para pengusaha untuk
mempertahankan kualitas hasil produksi serta mempertahankan minat para
konsumen. Para pengusaha dituntut untuk mempunyai kejelian dalam melihat
peluang pasar serta selalu mengeluarkan inovasi baru untuk tetap
mempertahankan kualitas batik mereka. Selain dua hal di atas para pengusaha
batik juga harus mulai meningkatkan penggunaan alat alat modern dalam
melakukan proses produksi. Deangan beberapa hal diatas diharapkan para
pengusaha batik di Lasem dapat memunculkan kreasi-kreasi baru dalam proses
pembuatan kerajinan.
73
1. Munculnya industri batik Modern
Kebangkitan luar biasa terjadi dalam industri batik diberbagai daerah . Kota-
kota sentra batik seperti Solo, Yogya, Cirebon, Pekalongan, Lasem menjadi begitu
hidup seiring bergeliatnya industri batik dalam negri. Modernisasi terhadap
berbagai batik pun terus terjadi seiring dengan permintaan pasar dan pesaingan
bisnis antar produsen batik. Sebagai efeknya inovasi-inovasi terus berkembang
dan batik terus dimodifikasi dan dimodernisasi. istilah modern dalam konteks
batik dapat dilihat dari segi motif dan segi teknis pembuatan.Contoh modernisasi
motif diantaranya memadukan dua motif batik dalam satu kain misalnya
perpaduan antara lereng dengan kawung menjadi motif lereng-kawung. Batik
kontemporer bahkan mengaplikasikan motif-motif modern atau bahkan abstrak
dalam kain yang diproses dengan teknis pembuatan batik.Modern yang kedua
adalah dalam hal teknis. Batik printing dan cap adalah salah satu bentuk
modenisasi teknis pembuatan batik.
Perlu Inovasi agar batik bisa bertahan,batik modern merupakan salah satu
usaha agar batik lebih dapat diterima oleh masyarakat. Modernisasi ini juga
dilakukan juga sabagai usaha untuk menjangkau konsumen kaum muda,
keberadaan batik modern dengan motif yang bervariasi maka kaum muda tidak
lagi enggan menggenakan kain batik. Pakem filosofis batik tidak harus dikorbakan
walaupun proses modernisasi terus terjadi. Nilai filosofis batik bisa dipertahankan
dengan menciptakan motif baru dengan pakem-pakem yang sudah ada. Tanpa
variasi dan modernisasi batik akan terkesan monoton, dan tidak bisa bertahan
ditengah modernisasi yang terus mendesak kebudayaan tradisional.
74
a. Batik Cap.
Banyaknya minat para konsumen baik domestik dan asing terhadap batik
ternyata tidak diimbangi dengan jumlah batik yang tersedia, ini membuat para
pengusaha batik mencari jalan pintas untuk mempercepat hasil produksi untuk
memenuhi permintaan pasar. Harga batik tulis tradisional yang tergolong mahal
membuat para pengusaha batik berupaya menghasilkan kain batik yang harganya
relative murah dan terjangkau untuk para konsumen domestic maupun luar.
Menanggapi besarnya minat atas batik, para pengusaha batik tradisional
mulai berusaha memunculkan kreasi baru dan metode baru, metode baru ini mulai
muncul pada akhir 1970an. Metode baru yang digunakan para pengusaha batik ini
adalah dengan cap berbahan kuningan yang telah memiliki pola atau gambar
yang diinginkan sebelumnya.54
Batik cap menjadi pilihan pengusaha batik untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai konsumen. Pemilihan metode cap
karena dengan cap produksi batik bisa lebih cepat dan hasilnya bisa lebih banyak
dalam sekali produksi. Proses cap yang gampang karena hanya menempelkan cap
yang sudah berpola pada kain membuat produksi batik cap tidak membutuhkan
waktu yang lama.
Metode pembuatan batik dengan menggunakan cap sebenarnya bukanlah
metode baru, karena metode cap ini ternyata sudah di temukan oleh orang orang
Eropa pada saat terjadinya revolusi industri di inggris. Akan tetapi penggunaan
54
Departemen perindustrian, 1977. Batik Dengan Proses dan Corak Baru,
Departemen Perindustrian Jakarta, hal 34.
75
cap dalam proses membatik di Indonesia mulai menjadi tren di tahun 1970-an.55
Hal ini di karenakan permintaan masyarakat dan wisatawan pada batik terus
meningkat. Proses membatik dengan menggunakan teknologi cap dibuat dengan
cara yang lebih sederhana dan praktis yang digabungkan dengan pengolahan tata
susunan warna yang serasi sehingga diperoleh hasil kain batik yang indah.56
Pembuatan batik dengan metode cap dirasakan jauh lebih mudah dan cepat, tidak
serumit batik tradisional yang memang mebutuhkan keahlian, ketelitian, serta
pengalaman membatik yang cukup tinggi. Selain itu pembuatan batik tulis cukup
rumit dan membutuhkan waktu yang lama dalam proses pembuatanya.
Membatik dengan menggunakan metode cap atau yang lebih dikenal
dengan batik modern menghasilkan kreasi yang makin beragam. Pembuatan batik
dengan metode cap yang relative lebih mudah dan singkat membuat para
pengusaha batik lebih memilih menggunakan metode ini. Pemilihan metode ini
sangat berpengaruh terhadap desain. Para pengusaha batik terus berinovasi, hasil
produksi yang dulu hanya terbatas pada kain jarik saja, kini mulai memproduksi
pakaian jadi serta kreasi yang lain yang berhubungan dengan batik.
Perkembangan terhadap batik yang semakin pesat membuat inovasi-
inovasi baru muncul demi mempertahankan minat terhadap batik. Para pelukis
Indonesia saat itu juga menaruh perhatiannya terhadap perkembangan batik.57
55
Ibid, hal 38
56 Chandra Irawan Soekamto, 1984. Batik dan Membatik, Akodama,
Jakarta, hal 1.
57 Ibid,hal 20.
76
Ketertarikan para pelukis ini tentu saja membuat kreasi batik semakin beragam.
Para seniman ini mulai menciptakan motif-motif baru disamping motif tradisional.
Seperti contohnya mereka mulai mengeluarkan lukisan-lukisan dengan tema batik
di atas sebuah kanvas. Para seniman ini menyadari betul bahwa batik merupakan
salah satu budaya warisan nenek moyang yang harus dilestarikan keberadaanya.
Dari para pelukis ini selanjutnya muncul motif dengan ide yang beragam,
sehingga kreasi batik terus berkembang tetapi tetap tidak meninggalkan pakem
dari batik itu sendiri.
Perkembangan batik dengan metode cap mengalami perkembangan yang
sangat pesat, ini tentu saja membawa pengaruh yang kurang baik terhadap
perkembangan batik tulis tradisional. Batik cap yang saat iu beredar luas di
pasaran menekan keberadaan batik tulis tradisional. Dampak yang cukup serius
dirasakan para pengusaha dan pembatik tradisional, salah satunya adalah turunnya
daya beli masyarakat terhadap batik tulis tradisional. Hal ini dikarenakan harga
kain batik cap yang relative jauh lebih murah bila dibandingkan dengan kain batik
tradisional, ini karena dari segi kualitas batik tradisional lebih tinggi
kualitasnya.Sehingg harga batik cap jauh lebih murah dibandingkan dengan kain
batik tulis tradisional:
“Batik tulis harganya lebih tinggi dari pada batik cap, kadang-
kadang bisa sampai lebih 10 kali. Kenapa? Karena batik tulis adalah hasil
dari curahan perasaan dari pembatik dsengan karya tangan di atas mori. Ia
adalah barang kesenian sama dengan lukisan. Membuatnya memakan
waktu yang cukup lama. Sedangkan batik cap adalah barang cetakan, dan
bukan curahan perasaan, karena tingginya tehnik pencetakan batik, orang
77
awam sukar membedakan antara batik tulis dengan batik cap, apalagi jika
di lihat dari jarak jauh58
.”
Munculnya batik dengan metode cap menimbulkan efek negative dan
positif. Di satu sisi munculnya batik cap ini membat proses produksi bisa cepat
dan hasil produksi bisa langsung dalam jumlah banyak, demi memenuhi
kebutuhan pasar. Akan tetapi disisi lain membuat para perajin batik tradisional
semakin tergeser keberadaanya. Persaingan yang ada antara batik tulis dan batik
cap sangat terlihat dari kualitas dan harga. Akan tetapi pada kelanjutanya batik
cap lebih diminati karena harganya yang relatif murah, serta motif dan warna yang
beragam.
b. Batik Printing
Selain batik cap, muncul juga teknologi baru dalam industri batik, yaitu
dengan menggunakan printing. Batik printing merupakan teknik membatik
dengan menggunakan sablon manual maupun mesin tekstil.59
Tidak jauh berbeda
dengan pembuatan batik dengan menggunakan metode cap, pembuatan batik
dengan menggunakan metode printing juga dirasakan lebih cepat dan batik yang
dihasilkan dalam sekali produksi juga lebih banyak. Akan tetapi batik printing
tidak lagi dapat disebut sebagai batik tradisional Indonesia, melainkan “batik
imitasi” atau batik tiruan.60
Ini karena batik printing tidak dibuat secara manual
58
Ibid, hal 13.
59 Departemen Perindustrian, 1977. Batik Dengan Proses dan Corak
Baru,Departemen Perindustrian. Jakarta, hal 34.
60 Ibid., hal 35.
78
seperti halnya batik tulis, akan tetapi sudah dengan menggunakan alat-alat
modern.
Di pasar peminat batik, batik hasil teknologi ini banyak diminati oleh para
konsumen. Batik printing banyak diminati karena harganya yang relative
terjangkau bagi masyarakat umum.61
Di samping harga yang relatif murah, batik
printing juga dinilai lebih kaya warna serta motinya yang dinilai lebih beragam.
Batik yang dibuat dengan metode printing ini menghasilkan produksi batik yang
tidak hanya berbentuk kain panjang saja akan tetapi sudah banyak memproduksi
pakaian jadi. Kelebihan lain yang ada pada batik printing adalah warna yang ada
pada batik printing tidak cepat pudar, bila dibandingkan dengan batik tulis
tradisional, batik tradisional lebih cepat pudar warnanya apabila sering terkena
sinar matahari.
2. Dampak Munculnya Batik Cap dan Batik Printing.
Dalam setiap inovasi baru dalam sebuah produksi dalam satu bidang
usaha, pasti ada pihak yang di untungkan juga dirugikan. Ini pula yang terjadi
pada industriu batik, munculnya teknologi batik cap dan batik printing meberikan
dampak negative serta positif dalam industri batik. Batik cap dan batik printing
yang mulai banyak beredar dipasaran memberikan dampak pada industri batik,
dampak tersebut antara lain.
61
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Katalog Batik Indonesia.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri dan Kerajinan Batik, Proyek
Pengembangan dan Pelayanan Teknologi Industri Kerajinan dan Batik,
Yogyakarta. hal 2.
79
a. Dampak Positif
Di temukanya inovasi baru dalam pembuatan batik dengan menggunakan
metode cap memberikan dampak positif bagi industri batik di Indonesia. Dampak
positif itu terutama dirasakan oleh para pengusaha batik cap dan batik printing.
Dampak positif itu adalah waktu yang relative lebih cepat serta dalam satu kali
produksi batik yang dihasilkan bisa dalam jumlah yang besar, selain itu dalam
pembuatan batik dengan tehnologi ini para pekerja batik tidak dituntut untuk
mempunyai keahlian khusus sehingga siapapun dapat bekerja sebagai pembuat
batik. Selain itu para pengusaha juga dapat mengeluarkan inovasi baru terhadap
batik, produksi batik tidak hanya terbatas pada kain saja akan tetapi dapat
memenuhi kebutuhan sandang para konsumen, seperti baju, rok, mukena, dan
yang lainya.
Dengan menggunakan metode cap dan printing, pembuatan batik dapat
dilakukan dengan waktu yang singkat, sehingga kebutuhan masyarakat akan batik
yang cukup besar dapat segera terpenuhi. Sedangkan bagi para konsumen, batik
cap dan printing menjadi sebuah alternative baru untuk mendapatkan batik dengan
harga yang terjangkau. Ini jauh berbeda dengan batik tulis yang harganya relative
lebih mahal bila dibadingkan dengan batik cap dan printing.
b. Dampak Negatif
Kemunculan batik dengan metode cap dan printing menimbulkan dampak
buruk bagi pengusaha serta pembatik para pembatik tulis tradisional, para
pengusaha batik tradisional kalah bersaing dengan para pengusaha batik yang
80
manggunakan metode cap dan printing, mereka kalah bersaing dalam hal
produktivitas karena jangka waktu untuk memproduksi batik tradisional relative
lebih lama. Selain dalam hal produktivitas para pembatik tradisional juga kalah
dalam persaingan pasar, ini karena jumlah batik cap dan printing yang beredar di
pasaran cukup banyak, sedangkan untuk batik tradisional sangat terbatas.
Masyarakat lebih memilih untuk membeli batik cap dan printing karena harga
yang lebih murah serta lebih bervariatif.
Akibat lain dari kemunculan batik cap dan printing pada industri batik
tradisional adalah pada pemasaran. Batik tulis tradisional semakin terdesak
keberadaanya dengan munculnya batik cap dan printing. Daerah pemasaran batik
tulis tradisional semakin sempit, ini berakibat pada melemahnya daya beli
masyarakat. Tanpa perlu dikatakan, pasaran batik tulis kalah bersaing dengan
batik print yang dapat di produksi massa.62
Kemunculan batik cap dan tulis yang terus saja mendesak keberadaan
batik tulis tradisional membuat banyak pengusaha batik menjadi gulung tikar, para
pengusaha ini mengalami kebangkrutan dan tidak sedikit dari mereka yang
menutup usahanya. Pengusaha batik tulis tradisional ini selanjutnya lebih memilih
untuk membuka usaha yang lain. Ini karena mereka sudah tidak bisa
mengandalkan pendapatan dari usaha batik yang mereka miliki, kebanyakan dari
mereka membuka warung makan, toko kelontong serta usaha yang lain
62
Ueko, Takamasa. 2001. “Batik : Sejarah Dan Daya Tarik”. Skripsi :
Jurusan : Bahasa Indonesia dan Kebudayaan Asia Tenggara. Osaka Jepang,
Universitas Setsunan.hal.59.
81
3. Banyak Beredar Batik Tulis Tiruan.
Industri kerajinan di Rembang terus berkembang dan tidak hanya
mengupayakan kerajinan batik saja. Beberapa industri kerajinan di Rembang
antara lain adalah, kerajinan tenun, kerajinan bordir, kerajinan kuningan, Lukisan,
serta kerajinan yang lain. Industri kerajinan ini tersebar di kecamatan-kecamatan
wilayah kabupaten Rembang. Perkembangan industri di Rembang bisa dikatakan
mengalami perkembangan yang bagus, ini menandakan kreatifitas dari masyarakat
Rembang semakin berkembang. Akan tetapi seiring dengan berkembangnya
industri kerajinan di Rembang, berkembang pula industri yang meniru kerajinan
ini. Kerajinan tiruan yang di produksi ini terjadi karena kurangnya kesadaran para
pengusaha industri untuk mematenkan hasil karya mereka.
Beredarnya kerajinan tiruan ini juga menimpa para pengusaha batik,
persaingan yag terjadi diantara pengusaha batik tradisional dan batik cap semakin
meruncing. Para pengusaha batik tulis di Lasem yang tetap mempertahankan
usahanya demi menjaga warisan budaya tidak berusaha untuk merubah usahanya
menjadi batik cap maupun printing. Akan tetapi karena faktor penghasilan yang
kecil serta pemasukan yang tidak sesuai, ada beberapa pembatik yang malakukan
jalan pintas yaitu dengan membuat batik tulis tradisional tiruan. Peniruan ini
terletak terutama pada motif, pemilihan batik tiruan ini karena metode yang
digunakan lebih singkat, serta prosesnya tidak serumit batik tulis tradisional. Para
peniru ini kebanyakan adalah pembatik yang bekerja pada industri batik. Ini
dilakukan para pembatik dengan alasan untuk mendapatkan penghasilan
tambahan.
82
Beredarnya batik tiruan ini tentu saja semakin membuat terpuruk para
pengusaha batik tulis tradisional. Dengan motif serta warna yang tidak jauh
berbeda, batik tiruan ini dapat dibeli dengan harga yang relative lebih murah,
dibandingkan dengan batik tulis yang asli. Para konsumen yang berminat terhadap
batik tulis dengan anggaran yang terbatas tentu saja lebih memilih untuk membeli
batik tiruan, kaena mereka bisa mendapatkan batik dengan motif serta warna yang
sama dengan harga yang lebih murah.
Munculnya batik tulis tiruan tentu saja menjadi pesaing baru bagi
pengusaha batik tulis tradisional, keadaan para pengusaha batik tulis tradisional
semakin terdesak. Kurangnya pengawasan terhadap pemasaran batik serta
kurangnya kesadaran untuk mematenkan hasil produksi mereka juga menjadi
salah satu faktor munculnya batik tulis tiruan. Harga yang terpaut jauh membuat
konsumen memilih batik tiruan. Harga batik tulis yang pada tahun 1980an
mencapai Rp.30.000,- perlembar jauh lebih tinggi dibadingkan dengan batik
tiruan yang hanya berkisar Rp. 8.000,- sampai Rp. 17.000,- per lembar kain
dengan motif yang sama. Situasi ini tentu saja sangat tidak menguntungkan bagi
pengusaha batik tulis tradisional, posisi mereka semakin terdesak dengan
kehadiran batik dengan inovasi baru.
B. Faktor Kemunduran Industri Kerajinan
Banyak hal yang bisa dijadikan sebagai usaha dalam melakukan industri
salah satunya dalah industri kerajinan. Kerajinan yang dihasilkan oleh seseorang
83
maupun kelompok seringkali mengalami pasang surut dalam produksi dan
pemasaran, baik karena kondisi alam, munculnya pesaing baru maupun
menurunnya daya beli masyarakat.63
Sebagai contoh kerajinan kerang yang ada di
Rembang, kerajinan ini sangat bergantung parda sinar matahari untuk proses
penjemuran, ketika musim hujan tiba produksi kerajinan kerang ini menurun,
karena proses yang akan berlangsung lebih lama.
Banyak sekali faktor yang menjadi sebab kemunduran suatu industri
kerajinan. Selain faktor alam para pengrajin juga memiliki hambatan besar dalam
produksi kerajinan, yakni modal.64
Para pengrajin yang mempunyai modal kecil
harus dengan kuat bersaing dengan pengusaha yang mempunyai modal besar,
persaingan ini terutama dalam produksi serta system pemasaran. Dalam produksi
kerajinan para pengrajin kecil kalah cepat dengan para pengrajin besar yang
memiliki lebih banyak karyawan serta didukung oleh alat bantu produksi yang
lebih lengkap. Selain pada produksi para pengusaha kecil juga kalah bersaing
dengan pengusaha besar yang sudah memiliki banyak relasi pemasaran hingga
keluar kota, serta pangsa pasar sendiri. Para pengrajin kecil balum berani menjalin
relasi pemasaran dengan alasan jumlah produksi mereka yang tidak menentu serta
kebanyakan dari mereka tidak memiliki cukup biaya untuk mengirim barang
produksi mereka ke luar kota dalam jumlah yang besar. Para pengrajin kecil ini
umumnya memilih untuk bertahan dengan pasar mereka sendiri.
63
Kotler Philip, , 1988. Manajemen Pemasaran, Erlangga, Jakarta, hal 15.
64 Ibid, hal 17.
84
Selain beberapa faktor diatas faktor lain yang menjadi penyebab dari
kemunduran dunia kerajinan adalah tidak adanya inovasi baru yang lebih kreatif
dari pengrajin untuk menarik minat konsumen. Padahal konsumen selaku
penggerak pasar dan pengguna suatu produk mempunyai kecenderungan
menyukai suatu barang yang baru dan unik, walaupun harga yang ditawarkan
sedikit lebih mahal. Tidak dikeluarkanya inovasi baru menjadikan minat untuk
membeli semakin berkurang dan bahkan tidak menutup kemungkinan minat
pembeli akan hilang, karena mereka jenuh. Pentingnya mengeluarkan inovasi baru
selain menjaga minat konsumen, juga mendorong para pengrajin untuk selalu
kreatif sehingga karyanya tersebut dapat dihargai dan diminati konsumen.
1. Penurunan daya beli terhadap hasil kerajinan
Setiap kerajinan yang dihasilkan oleh para pengrajin cepat atau lambat
akan mengalami suatu penurunan terhadap satu atau lebih produknya karena tidak
selamanya diminati oleh para konsumen.65
Penurunan daya beli masyarakat dan
wisatawan terhadap hasil kerajinan tersebut disebabkan oleh beberapa factor,
yakni:
a. Inovasi dan Ide Kreatif
Dalam sebuah industri kerajinan diperlukan sebuah inovasi baru dan ide-
ide kreatif dari pengusaha pada hasil produksinya. Inovasi baru ini sebagai usaha
untuk meningkatkan daya jual. Jika pengrajin tidak memiliki inovasi serta ide-ide
65
Ibid, hal 15.
85
kreatif baru pada produknya maka ini akan berpengaruh pada penjualan, penjualan
akan mengalami penurunan. Masyarakat selaku konsumen semakin pintar dan jeli
dalam memilih produk kerajinan, mereka cenderung membeli hasil kerajinan yang
masih jarang ditemukan dipasaran. Konsumen sangat berminat terhadap sesuatu
yang inovasi dan unik.Ini karena selera pasar terhadap kerajinan selain membeli
kerajinan saja mereka juga melihat ide kreatif apa yang terdapat dalam suatu
produk kerajinan.
b. Permintaan Pasar Yang Tidak Menentu
Permintaan dari konsumen yang tidak beraturan membuat produksi hasil
kerajinan mengalami pasang surut. Permintaan pasar cenderung mengikuti musim
atau trend, seperti misalnya ketika memasuki musim liburan, permintaan terhadap
suatu produk kerajinan akan meningkat karena banyaknya wisatawan yang
berkunjung. Akan tetapi hal sebaliknya terjadi disaat musim liburan telah berlalu
dimana permintaan akan cenderung menurun, karena sedikitnya wisatawan yang
datang. Ramainya wisatawan disaat liburan menjadi salah satu faktor
meningkatnya daya beli masyarakat terhadap suatu kerajinan.Dengan demikian
hasil kerajinan sebagai souvenir bagi para wisatawan hanya laku pada saat-saat
musim liburan. Selin karena musiman, permintaan pasar cenderung mengikuti
trend yang sedang berjalan.
c. Kurang Promosi
Salah satu hal yang paling berperan dalam meningkatkan penjualan
kerajinan adalah promosi. Promosi ini dilakukan untuk memberitahukan pada
86
masyarakat luas tentang keberadaan hasil kerajinan yang mereka produksi . Akan
tetapi para pengrajin sangat kurang dan bahkan jarang sekali dalam melakukan
sosialisasi atau pengenalan produksi kerajinan terhadap masyarakat. Sosialisasi ini
dapat di lakukan dengan berbagai cara, baik dengan menempelkan selebaran
maupun dengan melakukan pameran. Dengan mengadakan pameran di harapkan
dapat menarik minat pengunjung dan selanjutnya mereka dapat melihat produk
secara langsung, sehingga dapat menggugah minat para pengunjung untuk
membeli produk. Pameran ini dilaksanakan sebagai promosi pada masyarakat
luas.
2. Kurang Perhatian Pemerintah Terhadap Pengrajin
Campur tangan dari pemerintah dalam hal pemasaran hasil kerajinan juga
menjadi faktor penting.peran dinas terkait seperti Departemen Perindustrian Dan
Perdagangan serta Dinas Pariwisata sangat diperlukan, akan tetapi pada
kenyataanya perhatian pemerintah terhadap pengusaha industri kerajinan
dirasakan masih kurang, misal perhatian dalam hal penyuluhan terhadap
pengrajin kecil, pemberian pinjaman modal dan hal lain. Peran pemerintah selama
ini hanya terbatas dalam penyediaan fasilitas stand atau tempat untuk berjualan
itupun masih dengan jumlah yang terbatas, serta penyuluhan-penyuluhan saja.
Keadaan seperti ini tentu saja dirasakan oleh para pengrajin kecil menjadi sebuah
kesulitan dalam mengembangkan usahanya. Karena minimnya pengetahuan,
sarana serta prasarana mereka menjadi kendala bagi para pengrajin untuk terus
mengembangkan kreatifitas mereka dalam menghasilkan karya yang dapat
87
dinikmati masyarakat Rembang serta para wisatawan. Hal tersebut telah
menyebabkan penjualan kerajinan di Rembang mengalami penurunan.
C. Kemunduran Industri Batik Tulis Di Lasem.
Sekitar 50 tahun yang lalu kita masih dapat menjumpai industri batik pada
setiap rumah di Lasem, karena pada tahun-tahun ini hampir semua rumah menjadi
tempat industri batik Lasem. Pada tahun 1980an terjadi penurunan drastis
terhadap inustri batik di Lasem. Perajin batik di Lasem semakin berkurang,
penurunan ini dikarenakan berbagai faktor. Banyak pengusaha batik lasem yang
menutup usahanya dan beralih pada usaha yang lain seperti toko klontong, warung
makan, serta bidang usaha yang lain. Kondisi pasar batik tulis Lasem yang
semakin lesu dirasakan tidak seimbang dengan biaya produksi yang mereka
keluarkan.
1. Semakin Maraknya Batik Cap dan Batik Printing.
Munculnya industri batik cap berdampak pada industri batik di daerah
daerah penghasil batik tulis tradisional. Tidak terkecuali di Lasem yang menjadi
sentra pembuatan batik tulis tradisional. Banyak pengusaha batik di Lasem yang
mulai gulung tikar karena pasar mereka mulai terdesak dengan keberadaan batik
cap dan printing. Masyarakat serta wisatawan lebih memilih batik cap dan
printing kerena dari motif dan warna yang lebih beragam, harga batik cap dan
printing juga jauh lebih murah bila dibandingkan dengan batik tulis tradisional.
Harga batik cap dan printing pada tahun 1980 hanya berkisar rata rata Rp.70.000,-
jauh bila dibanding dengan harga batik tulis tradisional yang bisa mencapai
88
Rp.50.000,- per lembarnya.Seperti yang diungkapkan oleh bapak Purnomo
seorang pengusaha batik Lasem dengan merek KUDA.66
“ Maraknya batik Cap juga membuat batik Lasem yang notabene identik
dengan batik tulis semakin di tinggalkan.Orang lebih senang membeli
batik cap yang harganya lebih murah, sedangkan batik tulis hanya di
minati kalangan tertentu saja.”
Dengan makin banyaknya batik cap, pasar batik tulis semakin lesu, ini
karena para konsumen lebih memilih bati cap. Pendapatan para pengusaha Batik
Tulis semakin menurun dari hari kehari, sehingga mereka tidak mampu lagi
membiayai karyawan serta membiayai produksi. Banyak dari para pengusaha
yang selanjutnya lebih memilih bidang usaha lain. Seperti membuka toko
kelontong, toko barang elektronik,toko keperluan rumah tangga, toko keperluan
nelayan serta warung-warung makan, sedangkan alat pembatikan mereka simpan
di gudang.
Batik cap yang menawarkan macam motif dan warna yang lebih beragam
membuat para konsumen lebih memilih batik cap. Meraka menganggap bahwa
batik tulis warnanya terbatas dan tidak ada inovasi baru, sehingga mereka merasa
jenuh. Munculnya teknologi batik cap dan printing yang terus saja berkembang
membuat keberadaan batik tulis makin terdesak. Mereka mengahadapi kesulitan
dalam memasarkan batik tulis mereka karena kebanyakan pasar yang awalnya
mereka kuasai mulai dikuasai oleh batik cap dan printing.
66
Seperti yang di ungkapkan oleh bapak. Purnomo salah satu pengusaha
batik Lasem dengan merek KUDA di kediamanya di desa Jolotundo, Lasem. Pada
tanggal 23 Mei 2009.
89
2. Semakin Kurangnya Generasi Pembatik di Lasem
Selain karena munculnya batik cap dan printing turunya pembatikan di
Lasem juga dipengaruhi oleh semakin berkurangnya minat generasi muda untuk
meneruskan usaha membatik.seperti yang diungkapkan oleh Purnomo Maskoen (
52 ), pengusaha batik lasem dengan merek KUDA di kediamanya.
“Pembatikan di Lasem sedang limbung. Generasi usaha pembatikan
semakin berkurang karena setelah mengenyam pendidikan tinggi dan
bertitel mereka tidak mau terjun di usaha pembatikan.Mereka lebih senang
bekerja atau berusaha di bidang lain sesuai dengan pengetahuan yang
mereka peroleh dari perguruan tinggi.”67
Selain dari penerus pengusaha batik yang semakin nerkurang, penerus dari
para pembatik juga semakin berkurang. Anak- anak dari para pembatik yang
sudah lulus sekolah umumnya memilih bekerja di kota besar, seperti Jakarta dan
Surabaya karena dirasa lebih menjanjikan. Sehingga tenaga pemabtik tidak ada
yang melanjutkan.
Tenaga pembatik di Lasem umumnya adalah pekerjaan secara turun
temurun, dan pekerjaan sebagai tenaga pembatik hanya merupakan pekerjaan
sampingan yang mereka lakukan sambil menuggu masa panen tiba. Tenaga
pembatik yang ada di Lasem kebanyakan berasal dari luar daerah Lasem,
sehingga pabila musim panen dan tanam tiba mereka kembali ke kampung
halaman. Akibatnya proses pembatikan di Lasem tidak berlangsung dengan
lancar. Sedangkan anak- anak mereka yang diharapkan mau meneruskan usaha
67
Ibid
90
sebagai tenaga membatik lebih memilih untuk bekerja pada bidang lain dengan
harapan bisa mendapatkan hasil yang lebih banyak dibandingkan dengan menjadi
tenaga pembatik yang hasilnya tidak seberapa.
Dengan kurangnya minat dalam meneruskan usaha pembatikan serta minat
menjadi tenaga pembatik dikalangan anak muda Lasem, industri batik di Lasem
tidak mengalami regenerasi secara optimal. Sehingga para pekerja pembatikan di
Lasem masih didominasi oleh orang tua yang sudah berusia lanjut. Ini tentu saja
berdampak pada inovasi dan kreatifitas mereka. Kebanyakan dari para pembatik
ini hanya mengandalkan pengalaman, akibatnya batik yang dihasilkan pun bersifat
monoton, karena mereka tidak mengeluarkan ide-ide baru yang dapat
memperkaya batik Lasem.
3. Berkurangnya Minat untuk memakai batik tradisional.
Batik tulis tradisional menjadi salah satu cirri khas dari Lasem dan
merupakan salah satu souvenir yang paling digemari wisatawan. Akan tetapi pada
akhir tahun 1980-an kerajinan batik mengalami mengalami kemunduran yang
sangat signifikan.
“Setelah tahun 1980-an usaha batik mengalami kemunduran dan bahkan
kemerosotan yang sangat memprihatinkan. Karena itu usaha para juragan
batik menjadi lesu. Kemunduran usaha batik ini antara lain disebabkan
oleh menurunnya para pemakai dan juga munculnya kreasikreasi baru”68
68
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1993. Dampak
Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Daerah Istimewa
Rembang. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Rembang, hal 124.
91
Anak anak muda lebih menyukai batik cap serta pakaian-pakaian modern
yang mereka anggap lebih simple dan modern. Berkurangnya minat terhadap batik
tradisional juga lebih disebabkan oleh motif yang tidak mengalami perubahan
serta dianggap sudah ketinggalan jaman. Ketertarikan pada batik cap dan print
ketimbang batik tulis tradisional juga karena batik cap dan print mempunyai
keragaman warna dan motif. Sehingga para kawula muda merasa lebih cocok
dengan batik cap dan print.
Keadaan ini tentu saja semakin memperparah keadaan batik tulis
tradisional, keberadaan mereka hanya diminati oleh kalangan tertentu saja. Karena
pasar mereka yang terbatas ini menjadi pengaruh menurunya eksistensi dari batik
tulis Lasem.
D. Peran Pemerintah.
Menurunnya industri batik tradisional juga tidak lepas dari kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah mengenai impor bahan baku industri tekstil pada tahun
1966. Ketika itu melalui UU. No 12/1966 pemerintah mencabut hak impor bahan
baku yang biasa dilakukan oleh GKBI atau Gabungan Koperasi Batik Indonesia
danmenerapkan persaingan bebas. Hal ini mengakibatkan para pedagang Cina dan
Arab mengambil alih perdagangan bahan baku yang sebelumnya dipegang oleh
koperasi.Tugas GKBI antara lain yakni:
92
1. Keuangan
a. Mempergiat dan menerima simpanan dari anggota dan anggota
koperasi batik.
b. Memberi pinjaman kepada anggota ( batas-kredit )
2. Pusat pembelian dan keuangan
a. Memusatkan pembelian bersama dari segala bahan dan alat-alat
untuk keperluan perusahaan milik anggota koperasi ;
- Pengakuan sebagai Importir
- Di beri kedudukan sebagai importir tunggal dan
distributor tunggal untuk grey dan mori tahun 1955
- Sebagai importir dan distributor bahan-bahan cat kimia
batik tahun 1960
b. Memusatkan penjualan bersama dari barang-barang yang
dihasilkan oleh para anggota bukan koperasi batik.
3. Produksi
a. menghasilkan mori atau blaco di pabrik mori GKBI yogyakarta
tahun 1962.69
Dengan di cabutnya hak impor GKBI membuat para pengusaha batik
tradisional semakin mengalami kesulitan dalam meneruskan usahanya, hal ini
dikarenakan terjadi monopoli dari para pengusaha impor bahan baku textile ini
69
Sewan Susanto, 1980. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Balai Penelitian
Batik dan Kerajinan. Yogyakarta, hal 139.
93
berakibat pada mahalnya bahan baku. Para pengusaha batik pun jadi terbebani,
sehingga mereka terpaksa mengurangi produksinya.70
Melemahnya daya beli masyarakat dan wisatawan terhadap batik
membuat banyak pengusaha batik tradisional mengalami kebangkrutan. Sebagian
dari para pengusaha batik di Lasem bahkan beralih jalur usaha seperti mendirikan
warung kelontong dan badan usaha lain di luar usaha batik. Selain itu para
pengusaha batik tradisional di Lasem juga lebih banyak yang memilih untuk
menutup tempat usaha mereka, dikarenakan produk mereka tidak laku di pasaran
yang sudah di kuasai oleh batik cap dan printing sehingga hanya kerugian yang
mereka dapat.
Banyak mode pakaian wanita yang banyak mengadopsi model pakaian
dari negara-negara Barat dengan desain baru, ini juga menjadi dampak pada
menurunnya minat kaum wanita untuk mengenakan kain jarit batik sebagaimana
yang dilakukan oleh wanita jawa jaman dahulu. Para wanita pada tahun ini sudah
mempunyai kecenderungan lebih suka memakai daster maupun rok sebagai
pakaian sehari-hari dengan alas an lebih modern dan praktis sehingga tidak ribet
dalam mengenakannya. Para wanita hanya akan memakai pakaian batik pada
acara-acara tertentu, misal dalam acara pernikahan.
70
Siska Narulia, 2004. “Sejarah Koperasi Batik PPBI Yogyakarta Tahun
1950-1980”. Skripsi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta, hal 92.
94
Penurunan minat masyarakat terhadap pemakaian kain batik tersebut
membuat para pengrajin batik tulis tradisional di Lasem mengalami keterpurukan.
Dari segi penjualan produk mereka telah kalah dengan pakaian modern yang lebih
simpel, sedang dari segi harga mereka juga kalah bersaing jika dibandingkan
dengan pakaian jadi yang harganya jauh di bawah sehelai kain batik tulis.
Beralihnya minat masyarakat terhadap pakaian modern telah menimbulkan
kemunduran dalam dunia batik, khususnya batik di Lasem yang selama ini dikenal
memiliki kualitas tinggi, motif dan warna khas.Selain itu menurut Departemen
Perindustrian dan Perdagangan dalam Buku “Pelestarian Motif Batik Tradisional
Melalui Pengembangan Industri Batik”
Terdapat 7 faktor yang menyebabkan lesunya industri batik tradisional, yakni;
1. Semakin berkurangnya konsumen batik tradisional dalam bentuk kain
/tapih,selendang, ikat kepala serta sarung. Hal ini menyebabkan industri
batik yang produksinya berupa pelengkap busana pakaian adat Jawa
seperti kain /tapih,selendang, ikat kepala serta sarung mengalami
kemunduran pemasarannya, sehingga untuk mempertahankan hidupnya
beralih memproduksi barang-barang yang saat itu laku dipasaran.
2. Terjadinya perubahan selera konsumen akan motif-motif batik yang
disebabkan oleh pengaruh kemajuan jaman maupun kebudayaan dari luar.
Masuknya arus wisatawan asing yang setiap tahunnya semakin meningkat
telah memberikan dampak yang cukup besar pada selera konsumen akan
motif batik. Hal tersebut menyebabkan penggunaan batik untuk barang-
barang perlengkapan rumah tangga seperti misal gordin, taplak meja,
95
bantal kursi menggunakan motif-motif baru yang disesuaikan dengan
kemajuan jaman.
3. Kebijakan-kebijakan pemerintah pada saat tertentu dalam usaha
meningkatkan devisa Negara. Seperti misal dicabutnya hak impor bahan
tekstil bagi GKBI oleh pemerintah tahun 1966. Pada tahun-tahun dimana
kita membutuhkan pengumpulan devisa yang besar jumlahnya, karena
tekstil dengan motif batik cukup menunjang usaha ini, karena laju
pemasarannya yang luas di pasaran Internasional. Karenanya industri-
industri tekstil dengan motif batik dipacu perkembangannya pada saat itu
tanpa memikirkan dampak negatif terhadap industri batik tradisional
4. Kemajuan teknologi yang semakin pesat telah memungkinkan pembuatan
“batik” tanpa menggunakan proses tradisional, tetapi dengan Cap dan
Print.Namun yang sangat disayangkan adalah, adanya penyalahgunaan
oleh beberapa produsen maupun pedagang dengan dicantumkannya label
”Batik Asli” atau“Batik Tradisional” pada produknya, sehingga konsumen
seringkali tertipu.
5. Kurangnya pengenalan motif- motif batik kepada masyarakat. Seperti
misal dalam hal pendidikan baik formal maupun non formal untuk bidang
kerajinan batik, orientasinya selalu pada prosesnya. Padahal motif batik
justru merupakan bagian yang lebih rumit, namun selalu dikesampingkan.
6. Kurangnya pengetahuan para pengusaha batik yang mewarisi usaha
orangtua maupun yang muncul dari generasi saat ini. Pengetahuan mereka
sangat sedikit tentang motif batik tradisional. Kebanyakan dari mereka
96
hanya tahu nama-nama dari motif batik tradisional tanpa mengetahui latar
belakangnya. Itupun hanya untuk jumlah yang terbatas.
7. Kurangnya perhatian generasi muda akan seni batik, baik batik sebagai
komoditas perdagangan maupun sebagai warisan seni budaya yang
bernilai tinggi. Mereka lebih senang menggunakan pakaian modern yang
lebih simpel.
E. Upaya yang di lakukan Pemerintah Dalam Melestarikan Batik
Pemerintaan terus melakukan usaha untuk mempertahankan serta
melestarikan keberadaan batik tradisional. Upaya pemerintah yakni menjadikan
batik sebagai bagian dari budaya Bangsa dengan meningkatkan penggunaan batik
sebagai pakaian Nasional. Upaya pemerintah dalam melestarikan batik terlihat
pada penggunaan seragam batik dalam pakaian dinas pegawai negeri. Selain itu
pemerintah juga berupaya melakukan promosi batik di dalam dan luar negeri,
yakni menjadikan batik sebagai duta kebudayaan bangsa dalam dunia
internasional. Selain melakukan promosi batik, pemerintah juga melakukan
upaya-upaya sebagai berikut;
1. Melakukan labelisasi terhadap semua produk-produk batik dan tekstil
motif batik dengan standar label sesuai standar industri Indonesia. Hal ini
dilakukan untuk menghindari beredarnya barang tiruan.
2. Melakukan Standarisasi produk baik yang menyangkut teknologinya atau
prosesnya, bahan baku, motif maupun istilah-istilah yang berkaitan dengan
97
produk batik. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas dari produk yang
dihasilkan.
3. Melakukan penyebarluasan bidang teknologi, bahan baku, motif serta
peralatan yang digunakan untuk mengembangkan industri melalui
deverifikasi produk, teknologi tepat guna, desain batik serta pengendalian
mutu produk dari penerapan standar yang berlaku. Dengan melakukan
pengendalian mutu produk, maka kenyamanan serta kepuasan konsumen
dapat terjaga.
4. Melakukan pendidikan dan penyuluhan baik di sentra batik maupun di
lokasi-lokasi yang memungkinkan timbulnya industri batik. Disamping
itu juga melaksanakan pendidikan dalam bentuk kerjasama dengan
departemen atau instansi lain seperti Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan dengan memberikan penataran guru-guru di Sekolah
Menengah Kejuruan. Hal ini dilakukan dengan harapan, bahwa
pengetahuan para pengrajin serta guru Sekolah Menengah Kejuruan
tentang batik akan semakin bertambah.
98
BAB VI
PENUTUP
Penulisan ini telah menguraikan rangkaian urutan peristiwa didalam
industri batik Lasem yang dirumuskan dalam bab pendahuluan. Batik Lasem yang
nerupakan warisan budaya dari nenek moyang harus senantiasa dijaga
kelestariannya. Masalah pertama adalah membahas bagaimana situasi masyarakat
di Lasem. Lasem yang merupakan kota kecil akan tetapi mempunyai sejarah yang
panjang dan menarik untuk dilihat. Kerukunan yang tercipta di Lasem antara Jawa
dan Tionghoa terjalin sangat harmonis, ini yang membedakan Lasem dengan
wilayah lain. Selanjutnya akulturasi budaya yang terjadi di Lasem mengahilkan
sebuah karya seni yang sangat indah.
Batik Lasem merupakan hasil dari akulturasi budaya yang terjadi di
Lasem. Hasil akulturasi ini selanjutnya dituangkan dalam sebuah lukisan di atas
kain yang disebut dengan batik Lasem. Batik Lasem yang merupakan salah satu
identitas lasem pada awalanya dibawa oleh putrid Na Li Ni yaitu putrid dari
Campa yang datang ke Lasem. Pada perkembnaganya batik Lasem dapat diterima
oleh masyarakat Lasem khususnya dan luar Lasem pada umumnya. Permintaan
terhadap batik Lasem terus mengalami peningkatan.
Keunikan yang dimilki batik lasem adalah pada motif yang sarat makna
serta pada warna-warnanya yang merupakan warna khas batik pesisiran. Motif
batik Lasem yang menggabungkan antara kebudayaan jawa dan tionghoa menjadi
bukti bahwa dua etnis yang berbeda dapat hidup berdampingan di Lasem.
99
Selanjutnya Industri batik Lasem manjadi roda penggerak perekonomian
di Lasem, hampir semua rumah di Lasem menjadi industri batik. Semua
masyarakat di Lasem dan sekitarnya menggantungkan hidupnya dari Industri batik
ini. Sehingga industri batik menjadi penggerakl perekonomian di Lasem. Pada
Tahun 1970 Industri batik di Lasem mengalami masa kejayaan itu. Terbukti
dengan Lasem menjadi satu dari enam besar daerah penghasil batik di Indonesia.
Akan tetapi pada kurun waktu tahun 1980-1990 Penurunan yang sangat
signifikan. Penurunan ini dikarenakan banyak faktor. Diantaranya adalah karena
perekonomian, minat masyarakat serta semakin kurangnya tenaga pembatik yang
ada.selain faktor di atas munculnya batik modern seperti batik cap dan batik
printing merupakan pukulan hebat bagi pengusaha batik tulis tradisional.
Kemunculan batik cap dan printing semakin mendesak keberadaan batik tulis
tradisional. Pada kelanjutanya banyak sekali pengusaha batik di Lasem yang
memilih untuk gulung tikar.
Batik Lasem meripakan warisan budaya yang harus dilestarikan
keberadaanya, selain merupakan warisan nenek moyang Batik Lasem juga
menjadi mata pencaharian uatama masyuarakat Lasem pada tahun 1970.
Diperlukan kerjasama berbagai pihak terkait untuk tetap menjaga kelestarian batik
Lasem. Ini dikarenakan batik Lasem sudah menjadi identitas Lasem pada
khususnya dan Kabupaten Rembang pada umumnya. Oleh karena itu peran
pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan dalam rangka menjaga serta
mengembangkan keberadaan batik Lasem.
100
Batik dewasa ini sudah kembali mengalami perkembangan, tidak
terkecuali dengan batik Lasem. Dengan situasi ini diharapkan batik Lasem juga
dapat kembali eksis dalam pasar batik di Indonesia. Upaya dalam rangka
merevitalisasi Batik tulis Lasem adalah dengan kerjasama antara Pemerintah
Daerah, Pengusaha dan Masyrakat Kabupaten Rembang. Peran Pemerintah disini
salah satunya adalah dapat membantu dalam hal permodalan, dengan memberikan
bantuan permodalan diharapkan para pengusaha batik Lasem yang sudah banyak
gulung tikar akan kembali mengusahakan batik Lasem sehingga Industri Batik
Lasem kembali bergeliat. Selain dalam hal permodalan peran pemerintah juga
diperlukan dalam hal promosi. Promosi ini dapat dilakukan dengan cara
melakukan pameran, bursa produk kerajinan secara regular. Pendayagunaan
media secara optimal dalam rangka melakukan promosi terhadap masyarakat.
Selain itu Pemerintah harus melakukan penyuluhan tentang batik Lasem terhadap
masyarakat, ini dapat dimulai dari siswa sekolah, ini diharapkan mampu
menumbuhkan kecintaan terhadap batik Lasem, dari sini diharapkan dapat
menumbuhkan generasi-generasi pembatik baru.
Selain peran pemerintah kerjasama dari pihak terkait seperti pengusaha
juga diharapkan melakukan peran serta aktif dalam usaha melestarikan batik
Lasem. Pengusaha diharapkan mampu mempertahankan kualitas dari batik Lasem
itu sendiri sebagai usaha mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap
kualitas batik Lasem. Selanjutnya Pengusaha diharapakan mampu mengeluarkan
ide ide kreatif sehingga motif dari batik Lasem dapat berkembang dan bersaing
101
dengan batik dari daerah lain, tentu saja tanpa meninggalkan pakem dari batik
Lasem itu sendiri.
Dengan kerjasdama ini diharapkan batik Lasem tetap terjaga kelestarianya,
ini demi menjaga batik Lasem yang merupakan warisan budaya yang sudah
bernilai ratusan tahun supaya tidak punah begitu saja ditelan madernisasi yang
terus mendesak keberadaan budaya tradisional.
102
DAFTAR PUSTAKA
1. BUKU
Satu Orang Pengarang
Chandra Irawan Soekamto, 1984. Pola Batik, Jakarta; Akadoma.
_____________________, Batik dan Pola Membatik, Jakarta, Akadoma
Louis Gottschalk. 1969. Mengerti Sejarah, Jakarta, Universitas Indonesia
Koentjaraningrat. 1971. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Yogyakarta,
Siska Narulia, 2004. Skripsi "Koperasi Batik PPBI Yogyakarta Tahun 1950-
1980”.Yogyakarta, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gajah Mada
Sartono Kartodirjo, 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah,
Garmedia, Jakarta.
Ueoka, Takamasa. ABSTRAK. 2001. Batik: Sejarah dan Daya Tarik. Skripsi:
Jurusan: Bahasa Indonesia dan Kebudayaan Asia Tenggara. Osaka,
Jepang, Universitas Setsunan.
Judistira K. Garna, 1992. Teori-teori Perubahan Sosial, Bandung Program
Pasca-Sarjana Universitas Padjajaran.
Sewan Susanto, 1980. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta, Balai
Penelitian Batik dan Kerajinan
Kotler, Philip, 1988. Manajemen Pemasaran, Jakarta, Erlangga.
Puspitasari Wibisono “ Kondisi Batik Lasem Jawa Tengah suatu tinjauan tentang
budaya daerah Jawa” Museum Tekstil, Pemda DKI Jakarta. Waktu
penerbitan tidak di cantumkan.
William Kwan HL. Catatan Hasil study “ Revitalisasi Budaya dan Usaha Batik
Kecil di Lasem”.
Paramita Abdurachman, “ dermayu Batiks; A Surviving art in an ancient trading
town ( Preliminary Notes ), Draft Makalah 1985.
Unijaya.M.Akrom. LASEM NEGERI DAMPO AWANG Sejarah yang terlupakan,
Yogyakarta: Eja Publisher,2008.
103
Bairul Anas, 1983, Indonesia Indah “BATIK
Scott, Jammes C. Moral ekonomi Petani, ( Jakarta : LP3ES, 1983)
Bekking, H.C. de Ontwikkeling der Residentie Rembang
Mpu Santibadra, Sabda Badrasanti 1401, di himpun oleh Ramadharma S
Reksowadjpjp sejak 1966 ( Semarang tanpa penerbit, 1985 )
Mbah Guru, Sejarah Rembang ( Lasem tanpa penerbit,1989 )
Titi Surti Nastiti dan Nurhadi Rangkuti, Laporan Penelitian Ekskavasi Caruban,
Lasem, Jawa Tengah. ( Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1988), hlm.8.
Staat der Nederlandsch Oost-Indische Bezittingen ( 1908 – 1811 ), Ordonantie
No.1169, 1 September 1808, Koleksi ARNAS.
Dua orang pengarang atau lebih
Kantor Pariwisata Kabupaten Rembang 2003. Warisan budaya Kabupaten
Rembang Untuk Pengembangan Obyek Wisata Bersejarah Di Kabupaten
Rembang. Kerjasama Kantor Pariwisata Kabupaten Rembang dengan
Pusat Studi Sejarah dan Budaya Maritim Universitas Diponegoro
Semaang,
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1993. Dampak Pengembangan
Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Daerah Istimewa
Rembang. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Rembang.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Katalog Batik Indonesia. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Industri dan Kerajinan Batik, Proyek
Pengembangan dan Pelayanan Teknologi Industri Kerajinan dan Batik,
Yogyakarta.
Departemen perindustrian, 1977. Batik Dengan Proses dan Corak Baru,
Departemen Perindustrian Jakarta, hal 34.
Kecmatan Lasem dalam angka 19980. Kerja sama BAPPEDA Kabupaten
Rembang , Koordinator statistic kecamatan Lasem.1980.
2. INTERNET
http://geocities.com//liabercampus/lingua
http://batikindonesia.info/2003/05/25/batik-lasem-nasibnya-kini/
104
www.google.com
http://haleygiri.multiply.com/photos/album/13/Batik_Lasemhttp://www.wongrem
bang.com/new/?p=51
http:www://Kompas.com /Kompas Cetak / 80748.htm
105
Daftar Informan
1. Nama : Ibu Sri Rahayu
Alamat : Staf Dinas Pariwisata Kabupaten Rembang
2. Nama : Bapak Karsono
Alamat : Staf Dinas Pariwisata Kabupaten Rembang
3. Nama : Bapak Rusdi Chaerudin
Alamat : Staf Kantor Kecamatan Lasem,Kecamatan Lasem
Kabupaten Rembang
4. Nama : Bapak Jumari.BA.
Alamat : Camat Kacamatan Lasem,Kecamatan Lasem, Kabupaten
Rembang.
5. Nama : Bapak Sigit Wicaksono
Alamat : Ds. Babagan, Lasem,Rembang.
6. Nama : Ibu Tusinah
Alamat : Ds. Babagan,Lasem, Rembang
106
GLOSARIUM
Batik Tulis Tradisional : Proses pembuatan batik dengan cara tradisional
menggunakan canting sebagai pembuat pola.
Batik Cap : Proses pembuatan batik dengan menggunakan cap
dari kuningan yang sudah berpola
Batik Printing : Batik yang di hasilkan dari sablon manual maupun
dengan mesin tekstil.
Batik Pesisiran : Batik yang berasal dari pesisir pantai utara Jawa
Batik Pedalaman : Batik yang berasal dari wilayah di pedalaman yang
letaknya jauh dari wilayah pantai utara Jawa.
107
LAMPIRAN
108
Batik Lasem dengan pola Burung Hong dan Latohan dengan warna Merah, yang
merupakan ciri khas batik Lasem.
Batik Lasem Motif bunga.
Batik Lasem dengan motif warnanya yang khas.
109
Contoh Batik Pedalaman Solo / Yogyakarta