peningkatan daya saing: pendekatan paradigmatik- politis*

14
Jurnal Ilmu Sosial clan Ilmu Politik ISSN 1410-4946 Volume 6, Nomor I, Juli 2002 (79-104) PENINGKATAN DAYA SAING: Pendekatan Paradigmatik- Politis* Riswandha Imawan Abstract As liberal-based political-economic order increasingly globalised, each country have to geard in improving its com- petitiveness. Each country attempt to optimise its compara- tive advantage in order to survive in such an order. Judging from political perspective, the author argues that capability to perform competitively at the global and international arena, Indonesia has to institutionalise domestic political economis system, both at national and local level. The politi- cal format suggested for that purpose is resemble to what Deborah Stone calls: the polis model. It is true the globalised world order tend to marginalised the role of the government, yet, the government of Indonesia responsibleto set up a sound policy for improving national and local competitiveness. Nonetheless the state role is to empower, rather than to domi- nate, let alone dependency creating. The challenges and strat- egy to meet them is offered at the end of this article. Kata-kata kunci: daya saing;globalisasi;pasar Konsep daya saing berkaitan dengan aktivitas perekonomian dan hal itupun biasanya dipahami dalam kerangka pikir ekonomik. Konsep ini pada dasamya menjelaskan upaya peningkatan bargainingposition .. Ditulis uIang dari bahan ceramah Diklatpim Tingkat II, Badan Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah Propinsi Jawa Timur, Surabaya pada tanggal29 November 200l. Riswandha Imawan adalah dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Uni- versitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 79 ...

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENINGKATAN DAYA SAING: Pendekatan Paradigmatik- Politis*

Jurnal Ilmu Sosial clan Ilmu Politik ISSN 1410-4946

Volume 6, Nomor I, Juli 2002 (79-104)

PENINGKATAN DAYA SAING:

Pendekatan Paradigmatik- Politis*

Riswandha Imawan

Abstract

As liberal-based political-economic order increasinglyglobalised, each country have to geard in improving its com-petitiveness. Each country attempt to optimise its compara-tive advantage in order to survive in such an order. Judgingfrom political perspective, the author argues that capabilityto perform competitively at the global and internationalarena, Indonesia has to institutionalise domestic politicaleconomis system, both at national and local level. The politi-cal format suggested for that purpose is resemble to whatDeborah Stone calls: the polis model. It is true the globalisedworld order tend to marginalised the role of the government,yet, the government of Indonesia responsibleto set up a soundpolicy for improving national and local competitiveness.Nonetheless the state role is to empower, rather than to domi-nate, let alone dependency creating. The challenges and strat-egy to meet them is offered at the end of this article.

Kata-kata kunci: daya saing; globalisasi;pasar

Konsep daya saing berkaitan dengan aktivitas perekonomian danhal itupun biasanya dipahami dalam kerangka pikir ekonomik. Konsepini pada dasamya menjelaskan upaya peningkatan bargainingposition

.. Ditulis uIang dari bahan ceramah Diklatpim Tingkat II,Badan Pendidikan dan PelatihanPemerintah Propinsi Jawa Timur, Surabaya pada tanggal29 November 200l.

Riswandha Imawan adalah dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Uni-versitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

79

...

Page 2: PENINGKATAN DAYA SAING: Pendekatan Paradigmatik- Politis*

Jurnal Urnu SosialSFUrnu Politik, Vol. 6,No.1, Juli 2002

dalam rangka memaksimalkan pencapaian tujuan kita berhadapandengan posisi dan tujuan pihak lain. Oleh karena itu konsep ini bisadidekati secara politik. Tulisan pendek ini bermaksud untuk menyajikanpendekatan politik terhadap persoalan pengembangan daya saingtersebut. .

Perlu dipahami pula bahwa kemampuan untuk mengembangkandaya saing sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor politik. Ada duafaktor penting yang senantiasa terkait yakni keputusan politik danproses politik. Pertama, keputusan politik yang umumnya bersifatvisioner. Keputusan politik yang demikian ini berfungsi memberi arahperjalanan satu bangsa ke depan. Tepat atau tidak tepatnya upayasatu bangsa mewujudkan impiannya, dimulai dari satu keputusanpolitik. Kedua, proses politik yang demokratis yang didamba banyakorang menghendaki adanya kompetisi antar aktor-aktor yang terlibatdalam proses itu. Kompetisi tidak sekedar melahirkan pilihan-pilihankebijakan yang rasional yang bisa dipilih oleh satu bangsa (atau satumasyarakat) namun juga melahirkan aktor-aktor bangsa yang bandaluntuk dikonteskan di tingkat internasional. Pengembangan daya saingsecara ekonomis akan diuntungkan oleh bekerjanya kedua faktor politiktersebut. Pengelolaan faktor-faktor politik ini penting dilakukan untukmenopang hajat nasional mengembangkan daya saing.

Paradigma Bam

Era barn yang terkuak mengawali milenium ke 3 ini sering disebutsebagai era globalisasi. Era ini harns disambut secara tepat karenamenyediakan kesempatan emas bagi bangsa Indonesia untukmemo tong kompas proses pembangunan (ekonomi dan politik). Bilakita berhasil memanfaatkan rnang dan peluang terbuka di era ini, makajarak antara bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa lain yang telah lebihdahulu berkembang bisa dipendekkan. Sebaliknya, bila gagal, makajarak yang ada akan semakin melebar dan bukan mustahil bangsa In-donesia akan terperosok ke dalam jurang kesulitan yang lebih dalamlagi. Kita perlu langkah-langkah strategis untuk meresponnya.

1

Paradigma diartikan sebagai cara pandang ilmiah terhadap satu fenomena.

80

T

1

Riswandhil lmawan, Peningkatan Daya Saing: Pendekatan Paradigmatik-Politis

Untuk menghindari kemungkinan terburuk yang bisa terjadi danterlebih-lebih untuk merespon secara strategis dibutuhkan sebuahparadigma barn. Paradigma dimaknakan sebagai cara pandang ilmiahterhadap satu hal atau satu persoalan. Dalam menghadapi era barnini kita perlumenegaskan world view (cara pandang) dan stand point(titik pijak) yang jelas. Pandangan yang jelas tentang hal-hal yang harnsdipikirkan ini dibangun di atas susunan teori dan konseptualisasi yangmapan. Tulisan ini bernsaha menawarkan sebuah paradigma barndalam kaitannya dengan peningkatan daya saing bangsa Indonesiaserta pelaksanaan otonomi daerah. Bukan satu kebetulan bilapelaksanaan UU nomer 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerahbertepatan dengan tahap awal proses globalisasi terencana yangberlangsung pada kawasan regional maupun internasionaI.

Peningkatan daya saing hanya bisa dilakukan bila satu kelompokmasyarakat berhasil merumuskan satu paradigma barn.1 Perumusanparadigma barn ini mensyaratkan kita mampu membaca perkembanganpolitik-ekonomikontemporer dengan sudut pandang dan titikpijak yangjelas. Ada sejumlah hal yang penting untuk kita lakukan, dan hal-haltersebut akan menjadi pokok bahasan dalam tu1isan ini.

Pertama, kita dituntut untuk bisa menafsirkan secara cermatberbagai hal yang tersembunyi dibalik istilah globalisasi. Yang lebihpenting dalam rangka itu adalah mengidentifikasi tantangan-tantanganyang harus dijawab.

K£dua,mencermati format politikyang diperlukan untuk bisa tampilsebagai pelaku ekonomi yang mengglobal. Untuk bisa menjawabtantangan dengan baik kita perlu melakukan transformasi format politiksedemikian sehingga bisa tampil sebagai pelaku yang kompeten. Formatpolitik lama sangat diwarnai oleh dominasi negara, seperti apakah for-mat yang kondusif agar bisa tampil sebagaipemain di era globalisasiini ?

Ketiga,merumuskan peran barn yang harus dimainkan dalamformat barn. Kalau di masa lalu pemerintah yang serba menentukanproses politik, seperi apakah peran barn yang harus dimainkan ?

Keempat,merumuskan detaillangkah strategis. Langkah strategisini hanya bisa dirumuskan setelah kita melakukan assessment tentangpeluang dan kendala yang kita hadapi, baik pada level nasionalmaupun lokaI.

81

Page 3: PENINGKATAN DAYA SAING: Pendekatan Paradigmatik- Politis*

Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politik, Vol. 6, No.1, Juli 2002

Butir-butir persoalan tersebut di atas akan dibahas satu per satuberikut ini.

Globalisasi: Tantangan yang Harus Direspon

Perkembangan terakhir mengindikasikan bahwa perumusanparadigma untuk pengembangan daya saing itu hams memperhatikanfaktor-faktor: kompetisi, intervensi minimal dari pemerintah (negara),penemuan ide-ide asli (genuine idea), dan perhitungan secara cermat

.dampak globalisasi terhadap kehidupan sosial-politik satu bangsa. Darikeempat faktor ini, globalisasi merupakan faktor predator. Maksudnyarumusan atau pemahaman terhadap ketiga faktor yang lain sangatditentukan oleh pemahanian kita mengenai "apa itu globalisasi"

Secara politis kecermatan untuk memahami esensi globalisasi inisangatlah penting. Pertama, berakhirnya perang dingin menyebabkandominasi negara-negara "Barat" tak terhindari. Dominasi ini membuatketergantungan yang sangat tinggi, terutama karena elemen modaldan teknologi yang nyaris tidak dimiliki oleh negara-negara sedang'berkembang. Pada posisi ini, sangat mudah bagi negara-negara "Barat"untuk menyetir dinamika sosial-politik yang berlangsung di negara yangsedang membangun. Tanpa kesadaran kritis dalam memaknai dandalam menyingkap dibalik apa yang diwacanakan oleh Barat, kita akantetap dalam posisi tertinggal.

Kedua, sejauh ini terjadi pencampuradukkan antara maknaintemasionalisasi, multinasionalisasi, dan globalisasi.2 Intemasionalisasimerupakan arus pertukaran (barang, jasa atupun ide) di antara duaatau lebih negara. Multinasionalisasi merupakan transfer (terutamaSDA dan kapital) dari satu ekonomi nasional ke ekonomi nasional yanglain. Globalisasi merupakan proses yang memungkinkan kejadian disatu belahan dunia berakibat penting bagi individu dan komunitas dibagian dunia yang lain. Akibat pencampuradukan pemahaman di atas,globalisasi dipahami (atau tampil) dalam berbagai bentuk:

Mochtar Mas'oed (1998). Ekonom-Politik Pembangunan Indonesia:Memahami BeberapaIsyu Pokok.Yogyakarta: Program Studi Magister Administrasi Publik, Pasca SarjanaUGM, Diktat Kuliah.

82

~

1

Riswandhil Imawan, Peningkatan Daya Saing: Pendekatan Paradigmatik-Politis

Keuangan dan modal, yang "memaksa" satu negara melakukanderegulasi pasar finansial.Pasar dan daya saing dunia usaha, yang mengakibatkanterintegrasinya dunia bisnis melalui aliansi strategis yang diprakarsaioleh negara-negara maju.

Difusi teknologi, yang memunculkan kecenderungan pola kerja yangsarna untuk seluruh dunia; terkenal dengan istilah Toyotism.Budaya (pola) hidup konsumtif, terjadi transplantasi gaya hidupdominan yang ada di negera maju.

Regulatory and Governance, muncul kecenderungan berkurangnyaperan pemerintah nasional dalam merancang aturan main dari glo-bal governance.

Unifikasi politik dunia, masyarakat seluruh dunia terintegrasikedalam satu sistem ekonomi-politik global di bawah pimpinan satunegara inti.

Persepsi dan kesadaran, terjadi proses sosio-kultural yang memusatpada "satu bumi."

Catatan yang perlu diperhatikan dari proses globalisasi inidikemukakan oleh Heru Nugroho. Menurut pengamatannya, globalisasibukanlah sebuah konsep yang netral, yang setiap negara memiliki hakdan kesempatan yang sarna untuk mempengaruhi dinamikainternasional. Globalisasi mengandung makna dominasi, yaknitertariknya semua sistem nasional kedalam satu tataran nilai yangberpatokan pada faham liberalisme.3 Artinya, posisi pemerintahan satunegara bisa "terjepit" antara suasana kompetisi yang berkembang padatataran masyarakat, dengan ancaman dominasi yang menantinya padatataran internasional. Pemerintah menjadi perisai agar dominasiinternasional tidak menyentuh suasanakompetisi di tingkat lokalmaupun nasional, dan pada saat yang sarna menjadi ujung tombakpemaksimalan kepentingan nasional ditingkat internasional denganbekal produk-produk yang dihasilkan ditingkat lokal.

Sarna halnya dengan negara berkembang lain, sangat berat bagiIndonesia untuk secara sendirian menghadapi ancaman dominasi di era

Hem Nugroho (1996).'Perdagangan Bebas dan Liberalisasi Politik di Indonesia,'makalah pada Seminar Dies Natalis Fisipol UGM ke 41 dengan tema "PergeseranSosial-Politikdalam Era Globalisasi," Yogyakarta, 16September.

83

Page 4: PENINGKATAN DAYA SAING: Pendekatan Paradigmatik- Politis*

Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politik, Vol. 6, No.1, Juli 2002

globalisasi. Kerjasama regional sangat diperIukan sebab, sesuai dalilpolitik, kuantitas pendukung sangat menentukan diperhatikan atautidak diperhatikannya satu isu. Bargaining position kita sangatditentukan oleh keberhasilan kita mentransformasi isu yang hendakkita perjuangkan menjadi isu regional. Logika yang sarna dapatdigunakan untuk mengangkat daya saing lokal. Agar daya saingmereka meningkat, aktor lokal harus mampu mentrasformasikan isumereka menjadi isu regional. Otomatis daya saing nasional akan makinmenguat apabila telah ditopang oleh bekerjanya mekanisme kompetisiregional. Karena itu, untuk meningkatkan daya saing nasional,pemerintah Indonesia perIu menghidupkan dan membuka peluang bagimuncu1nya kompetisi regional.

Transformasi Politik Menuju 'Market Model'

Daya saing atau 'kemampuan untuk besaing' tidak tumbuhdengan sendirinya. Kalaupun ada yang berusaha menumbuhkan, halitu tidak bisa dilakukan secara perorangan. PerIu penataan secaraterpola dengan format yang jelas dan khas. Singkat kata, perIu formatpolitik yang kondusif untuk bisa mereproduksi upaya pengembangandaya saing. Untuk itu, pertama-tama akan dibahas persoalan dayasaing, dan setelah itu dirumuskan format yang diperIukan dalamrangka memfasilitasi reproduksi peningkatan daya saing.

1. Daya saing

Konsep daya saing umumnya dikaitkan dengan konsep compara-tiveadvantage,yakni dimilikinya unsur-unsur penunjang proses produksiyang memungkinkan satu negara menarik investor untuk melakukaninvestasi ke negaranya, tidak ke negara yang lain. Konotasi advantagedisini adalah situasi yang memungkinkan pemodal menuai keuntungansemaksimal mungkin. Misalnya dengan menyediakan lahan murah,upah buruh murah, dan suplai bahan mentah produksi yang terjaminkontinyuitasnya dengan hatpa yang lebih murah daripada harga yangditawarkan oleh negara lain. Artinya, kekuatan modal dan keunggulan

Unsur yang mempengaruhi daya saing antara lain: pekerja (buruh), bahan mentah,dana, manajemen, serta faktor-faktor lokal yang secara langsung berpengaruhterhadap proses produksi. Lihat: George Steiner dan John Steiner (1994). Business,Government, and Society. New York, NY.: McGraw-Hill Inc., hal. 368.

84

~I

~

Riswandha lmawan, Peningkatan Daya Saing: Pendekatan Paradigmatik-Politis

teknologi menjadi kunci penentu peningkatan daya saing (penjualanproduk) satu negara. Sayang di saat bangsa-bangsa di dunia ini mulaimenapaki era baru, negara-negara sedang berkembang (termasuk In-donesia) umumnya lemah di kedua elemen terakhir ini. Melaluikelemahan ini kepentingan negara berkembang dikendalikan olehkepentingan negara maju. Artinya dilihat dari sudut kepentingan negarasedang berkembang, konsep comparative advantage ini lebih tepat dibacasebagai comparativedisadvantage.

Bila dikaitkan dengan sudut pandang politik, selain elementeknologi dan modal, elemen penting lain dari daya saing adalah adanyakompetisi, khususnya kompetisi internal. Maksudnya, sebelum produkyang dihasilkan oleh satu bangsa dikonteskan dengan produk bangsa-bangsa lain, harus dipastikan bahwa produk itu sudah dikonteskan diantara elemen-elemenbangsa itu sendiri. Artinya, untuk bisa benar-benarmenghasilkan produk unggulan, atau aktor yang handal untuk"mewakili" bangsa di pentas internasional, perIu diciptakan kompetisidi tiap tingkatan masyarakat.Prinsipsurvivalof thefittest (siapayangkuat maka dia yang akan bertahan) berIaku disini. Hanya melaluikompetisi internal maka satu bangsa dapat survive pada kompetisi re-gional maupun global.

Kompetisimerupakan unsur comparativeadvantageyang menjadiperhatian utama dari analisa politik. Lokus politik adalah kekuasaan.Melalui kompetisi tiap aktor politik berusaha menguasai sebesarmungkin porsi nilai yang tersedia dalam satu masyarakat.5 Secarademokratis kompetisi itu harus berIangsung dalam "pasar terbuka."Sedapat mungkin "pasar" ini steril dari intervensi negara. Karena itumuncul penilaian bahwa ruang untuk berkompetisi hanya dijumpaidalam satu masyarakat yang demokratik.

Di dalam "pasar" itu kompetisi dilakukan secara damai,mengutamakan argumentasi dan persuasi, tanpa menafikan dimensikomplementer dari aktivitas yang berlangsung. Mereka yang terlibatinteraksi berusaha untuk menjadi yang terbaik. Hal itu dilakukan tanpamelupakan bahwa nilai lebih yang dimiliki sifatnya menutupi atau

Kekuasaan itu sendiri dimaknakan sebagai kemampuan untuk mempengaruhikepercayaan, sikap, persepsi, maupun perilaku orang lain.

85

Page 5: PENINGKATAN DAYA SAING: Pendekatan Paradigmatik- Politis*

furnal Ilmu Sosial& Ilmu Politik, Vol. 6, No.1, fuli 2002

melengkapi kompetitor yang lain. Idealisasi fungsi pasar seperti inihanya bisa ditemukan dalam masyarakat yang tingkat kematanganberdemokrasinya relatif tinggi. Setidaknya masyarakat mengenal danmenjalankan lima nilai dasar demokrasi sebagai basis berkompetisi,yakni: equal opportunity, majority, independence, transparency dan rationalchoice.Konkretnya, setiap tindakan warga masyarakat masih dalam batasbingkai kelima nilai dasar demokrasi. Bila aktivitas politik wargamasyarakat makin terikat dengan kelima nilai dasar ini,maka bisadikatakan semakin matang kehidupan berdemokrasi di masyarakat itu.Melalui pematangan kesadaran berdemokrasi inilah diharapkan munculkesediaan setiap warga masyarakat untuk bersikap toleran tanpamengorbankan fairness.

2. Fonnat berbasis pasar

Persoalan besar bagi negara berkembang, termasuk Indonesiaadalah pelembagaan demokrasi. Format pemerintahan yang demokratismerupakan keniscayaan untuk bisa mengembangkan daya saing, namunjustru format itulah yang sulit diwujudkan di negara-negara berkembangtermasuk Indonesia. Tuntutan demokratisasi datang bersamaan dengantuntutan peningkatan daya saing. "Pasar" belum terbentuk namunpersaingan sudah harus dilaksanakan.

Kesulitan untuk mengembangkan format yang kondusH bagipengembangan daya saing ini terlihat dalam berbagai bentuk. Beberapadiantaranya adalah sebagai berikut.

Pertama, demarkasi antara ranah publik dengan ranah privatemenjadi sangat kabur. Ketika para aktor dituntut untuk berkompetisiagar bisa tersaring para pelaku yang kompeten, para aktor tersebut buru-burn berlindung di balik otoritas negara. Negara justru membiarkantereproduksinya aktor-aktor yang tidak kompeten dan merekasenantiasa mengedepankan kewenangannya dari pada kompetensinya.

Kedua, domain publik yang seharusnya kebal justru sangat rentanterhadap segala macam intervensi negara.6 Format politik yang pro-

Contohnya Kepmendagri nomor 130-67, tanggal 20 Februari 2002, tentang PengakuanKewenangan Kabupaten clan Kota, clan Daftar Kewenangan Kabupaten clan Kota perBidang dari Departemen/LPND. Definisi urusan yang sangat rind yang tercantumdidalamnya, sebenarnya tidaksejalandengansemangatmemberikankewenangan kepada(masyarakat clan pemerintah) daerah yang menjadi ruh UU nomer 22 tahun 1999.

86

~I

I

~

Riswandha Imawan, Peningkatan Daya Saing: Pendekatan Paradigmatik-Politis

pasar adalah format yang ditopang oleh sektor publik yang handa!.Mengingat terbatasnya sumberdaya yang ada dalam kendalinya,negara akan justru lebih efisien kalau mengandalkan peran sektor nonnegara dan dengan demikian sumberdaya dalaril jumlah terbatas yangada dalam kendalinya bisa dimanfaatkan secara strategis.

Apa saja ciri masyarakat demokratis yang "pasarnya" sudahterbentuk ? Dalam rangka memahami hal ini kerangka fikir DeborahStone kiranya sangat membantu.7 Menurnt dia, secara generik ada duaekstrim format politik. Dia menyebutnya sebagai marketmodeldan polismodel. Model atau format yang kondusif adalah model market. Untukitu ada baiknya kita cermati check-list yang dirumuskan Stone. Dengancheck-listini kita bisa membandingkan perbedaan dasar antara keduanya.Tabell memperlihatkan hal itu.

Tabel 1Pilihan Format PolitiJ< yang Ditawarkan Deborah Stone

Deborah Stone (1997). Policy Paradox: TheArt ofPolitical Decision Making. London, UK.:W.W. Norton & Company. Hal. 33.

87

................(...(i

&4ft", i(

Unit of Analysis Cprnmunity Individual

MotivationsPublic interest (as weD as Self-interestself-interest)

Self-interest versus public Self-interest versus seIf-Chief conflict interest (commons interest

problems).

Sources ofSelf generation within the

people's idea and Influences from outside.

preferencesindividual

Nature ofCooperation and competition Competition

collective activity

Criteria for Loyalty (to people, places,

individual organizations, products), Maximizing self-interest,

decision-makingmaximize self-interest, minimizing costpromote public interest

Building blocks ofGroups and organizations Individuals

social action

Nature of Ambiguous, interpretative,Accurate, complete, fully

information incomplete, strategically availablemanipulated

Laws of passion (eg., human Laws of matter (eg. materialHow things work resources are renewable and resoureces are fmite and

expand with use). diminish with use.

D Ideas, persuasion,alliances D Material exchange

Sources of change D Pursuit of power, pursuit D Quest to maximize own

of own welfare, pursuit of welfare

public interest

Page 6: PENINGKATAN DAYA SAING: Pendekatan Paradigmatik- Politis*

fumal Ilrnu Sosial & Ilrnu Politik, Vol. 6, No.1, fuli 2002

Untuk kepentingan pembahasan ini, polis modelbisa dikatakansebagai format yang IIpasarnya" belum terbentuk. Secara umum, Indo-nesia masuk memiliki format yang sejalan dengan polis model ini.Pengembangan daya saing dilakukan dengan dengan menstranformasitatanan yang berlaku dengan kisi-kisi yang diuraikan dalam tabel 1tersebut. Hal ini bisa dijelaskan berikut ini:

» Dalam polismodelpara aktormengguakanunit analisispada lingkupcommunity. Kepentingan komunitas lebih penting daripadakepentingan individual. Modelmarket,sebaliknya, digerakkan olehaktor-aktor yang melihat persoalan pada level individual. Asumsinyaperjuangan kepentingan individual pada gilirannya akanmenghasilkan kemaslahatan.

» Dinamika masyarakat dalam polis model dipacu oleh motifmemperjuangkan kepentingan publik, meskipun motivasiperorangan tidak diingkari. Dalam masyarakat yang formatnyasudah sesuai dengan market model dinamikanya sangatmengandalkan perjuangan kepentingan pribadi (selfinterest).

» Mengingat para pelaku politik, utamanya pemerintah mencobamengedepankan kepentingan komunitas, nuansa konflik yangmengedepan adalah konflik antara kepentingan perorangan dengankepentingan publik. Sementara nuansa konflik yang mengedepanadalah konflik antara pihak-pihak yang memperjuangkan self-inter-estmasing-masing.

» Dalam tatanan yang dijuluki memiliki polismodel,sumber gagasandan ide biasanya disuntikkan dari "luar" komunitas. Dalam hal ini,negara%dengan dukungan para pakar dan teori-teori yang dipinjamdari kepustakaan asing%memegang peranan penting dalammenginjeksi gagasan-gagasan yang menjadi acuan publik. Hal iniberbeda jauh dengan yang terjadi dalam market model.Ide-idebermunculan dari para aktor yang berusaha memperjuangkankepentingannya, termasuk dalam memenangkan kompetisi. Ide-ideinovatif muncul dari keperluan untuk memenangkan persaingan.

» Dengan mengingat berbagai hal tersebut di atas, kita segera bisamemahami bahwa perilaku kolektif dalam polis model terlihatmengedepankan kerja sarna, meskipun tidak harus membunuhkompetisi. Ini berbeda jauh dengan yang terjadi dalam market model.Aktivitas kolektif terbangun dari keteraturan yang terbentuk dari

88

TI

~

Riswandha Irnawan, Peningkatan Daya Saing: Pendekatan Paradigmatik-Politis

pihak-pihak yang berkompetisi. Pasar terbentuk oleh perjuanganindividual semua pelaku yang terlibat, dan tertibnya pasar adalahjustru akibat dari bekerjanya perjuangan kepentingan para pelakupasar tersebut. Inilah yang dikenal sebagai invisible hand oleh AdamSmith.

» Mengingatpolismodelberangkat dari misi mengelola kepentingankomunitas, pengambilan keputusan sangat jelas diwarnai olehpertimbangan loyalitas. Hal ini sangat kontras dengan yang terjadidalam market model.Pertimbangan terpenting dalam pengambilankeputusan adalah maksimalisasi perolehan atau minimalisasi biayadan resiko.

» Dalam polis modelpenggalangan aksi-aksi sosial dilakukan denganmengandalkan kemampuan mengelola kelompok dan organisasi.Sebaliknya, dalam market model yang menjadi andalannya adalahindividu-individu.

» Dalamrangkapenggalangansolidaritaskelompokpolismodelharusmengelola dan menyebarluaskan informasi-informasi yang berwajuharti, menuntut penafsiran secara kontekstual, tidak lengkap dantermanipulasi secara strategis. Hal yang sebaliknyalah yang terjadidalam market model, karena para pelaku harus mengoptimalkanperolehan atau meminimalkan resiko, mereka mau tidak mau harusmengelola informasi seakurat mungkin, selengkap mungkin dansehandal mungkin.

» Polismodelbekerja dengan mengandalkan berlakunya logika hukumyangberbedadenganyangberlakudalammarketmodel.Dalam polismodel,semangat merupakan prinsip yang diagungkan. Para pelakumembayangkan bahwa dengan penggalangan semangat makakeadaan akan bisa menjadilebih baik. Dalam market modelbukannyasemangat dianggap tidak penting, namun mereka lebih meyakinihal-1m1yang pasti. Kalau sumberdaya digunakan, maka sumberdayaitu akan habis.

» Sumber-sumber perubahan sosial, dalam polismodeladalah idea,persuasi dan aliansi. Untuk bisa merealisasikan ide-ide tersebut paraaktor membayangkan bahwa seseorang perlu meraih kekuasaan,dan dengan menduduki kekuasaan tersebut dirinya bisamenciptakan kesejahteraan publik. Para pelaku pasar, sebagaikontras, lebih meyakini bahwa sumber perubahan adalah

89

Page 7: PENINGKATAN DAYA SAING: Pendekatan Paradigmatik- Politis*

....

Jurnal IImu Sosial & IImu Politik, Vol. 6, No.1, Juli 2002

pertukaran-pertukaran yang sifatnya kebendaan. Dengan jual beliteknologi, misalnya, kemampuan untuk menyelesaikan kegiatanakan lebih baik, dus produktifitas meningkat. Kalau semua pihakbisa melakukan pertukaran kebendaan ini, masing-masing akanmemiliki kontribusi bagi penciptaan kesejahteraan.

Para penyelenggara negara dituntut untuk bisa menjalankankekuasaan negara dengan logika yang sarna dengan yang dianut olehpelakupasar.Selama40tahun terakhirkitaterbelengguoleh polismodel.Nyaris dari seluruh karakteristik yang dipaparkan dapat dijumpai didunia empirik pembangunan di Indonesia sejak dekade 196D-an.Olehkarena itu, harus dipahami bahwa perubahan politik desentralisasi yangdibawa oleh UU nomer 22 tahun 1999 memaksa bangsa Indonesiamelakukan eksodus dari polismodelke trUlrketmodel.

Redefinisi Peran Pemerintah

Pengembangan semangat berkompetisi adalah hal yang tidak bisadihindari dalam praktek pemerintahan modern. Prinsip-prinsip Rein-venting Governmentsarat dengan pesan agar pemerintah menciptakansuasanakompetitif,tidaksajadi kalanganmasyarakat,terlebihlagiharusdiciptakan di kalangan para birokrat penyelenggara pemerintahan.8Kalau tabel 1 tentang kontras antara trUlrketmodel dengan polishmodeltersebut di atas kita cermati tampaklah bahwa konsep Stone tentangmarket modelsejalan dengan ide dasar Reinventing Government yangdikemukakan oleh Osborne dan Gaebler.9

Kompetisi, dengan demikian, tidak hanya terjadi antarapemerintah dengan organisasi non-pemerintah. Tak kalah pentingnya

Prinsip-prinsip tersebut adalah: steering others than rowing; empowering custom-ers rather than serving them; injecting competition into service delivery; organizingmission rather than rules; funding results not inputs; intense customer orientation;encouraging entrepreneurial earning rather than bureaucratic spending; focusingon prevention rather than cure; decentralizing organizations and fostering team-work;leveraging change through market-based incentives.

David Osborne dan Ted Gaebler (1993). Reinventing Government: How the Entrepre-neurial Spirit is Transforming the Public Sector. Reading, MA: A Plume Book. Ide rein-venting government ini belakangan ini yang menjadi patokan penyelenggaraanpemerintahan di milenium ke 3.

90

~

Riswandha lmawan, Peningkatan Daya Saing: Pendekatan Paradigmatik-Politis

kompetisi juga harus diciptakan di antara aparat pemerintah sendiriuntuk memaksimalkan tiga fungsi dasar pemerintahan, yakni:pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan secara cepat, tepat, dan dekatkepada masyarakat.

Pelaksanaan program-proram pembangunan, sebagai salah satuaktivitas utama p,emerintahan, bergeser dari dependencycreatingkearaharah empowering.to Perubahan itu membuat posisi masyarakat berubahdari penon ton menjadi pelaku pembangunan. Sebagai pelaku,masyarakat tidak sekedar diharapkan mampu menciptakan aktivitasdan peluang yang diciptakannya sendiri. Diharapkan pula tumbuhkebiasaan berkompetisi, anggota masyarakat terbiasa untuk bersaing,hingga memudahkan negara bersaing dengan negara lain. Dampak dariperubahan ini terhadap demokratisasi penyelenggaraan pemerintahandapat dilihat dalam Tabel2 berikut:

Tabel2Pitihan Peran Pemerintah dalam pengembangan daya saing

10

Paradigma pembangunan terbagi kedalam dua keluarga besar: equilibrium dankonflik-dependency. Termasuk kedalam keluarga equilibrium adalah:behavioralisme, prikodinamika, diffusionisme, dan dualisme sosiologis. Sedangkankelyarga konflik-dependency mencakup: strukturalis Masxis dan non-strukturalisMarxis. Selengkapnya dapat dibaca dalam Moeljarto Tjokrowinoto. TeariPembangunan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

91

Karakter Dependency Creating Empowering

Prakarsa Pusat (ibukota negara). Lokal (Desa, Kabupaten).

Titik Awal Rencana formal. Pemecahan masalah.

Desain program Statis, didominasi pakar.Hasil diskusi kelompokmasyarakat.

Teknologi Hasil pengenalan. Asli (setempat).

Sumber dana Dana dan teknisi pemerintahRakyat dan SDA lokal.

pusat.

Kesalahan Diabaikan. Diterima (embraced).

Organisasi Dibina dari atas. Dibina dari bawah.Pendukung

Pertumbuhan Cepat, mekanistik. Tahap demi tahap (organik).

Page 8: PENINGKATAN DAYA SAING: Pendekatan Paradigmatik- Politis*

Jurnal Umu Sosial & 11mu Politik, Vol. 6, No.1, Juli 2002

Sekalipun secara teoritis satu bangsa perlumenumbuhkembangkan kebiasaan berkompetisi di antara warganegaranya, apakah sebuah kompetisi bebas yang terjadi secara internaldalam satu bangsa secara mutlak akan meningkatkan daya saing produkyang dihasilkan? Jawabnya tidak mutlak. Secara empirik hampirmustahil menerapkan kompetisi bebas dalam masyarakat, apalagi dalammasyarakat yang sedang dalam masa transisi dari situasi otoritariankearah situasi demokratis. Elemen-elemen yang ada dalam masyarakatsesungguhnya tidak berada di titik yang sama, di garis start yang sarna,saat transisi mulai bergulir. Perlindungan pemerintah dalam bentukregulasi masih diperlukan dan dibenarkan, sejauh regulasi itu tidakmengurangi "ruang bebas" yang dibutuhkan masyarakat sertamelindungi mereka dari praktek monopoli maupun oligopoli.l1

10 Steiner and Steiner, Ibid., 259-264.

92

~

~

Riswandha 1mawan, Peningkatan Daya Saing: Pendekatan Paradigmatik-Politis

Pandangan Steiner dan Steiner sejalan dengan temuan MichaelBarzelay lewat kajian program STEP (Striving TowardExcellencein Per-formance). Barzelay menemukan bahwa pergeseran paradigma itumembawa perubahan terhadap hal-hal sebagai berikut (dialihbahasakanoleh penulis)/2 .

Pertama,kedekatan hubungan (antara birokrat pemerintah) dengankustomer (rakyat) memperbaiki pemahaman (birokrat) terhadapkebutuhan kustomer (rakyat).

Kedua,meningkatkan partisipasi pekerja (birokrat) baik dalam halcurah pengetahuan, pengembangan kemampuan, maupun komitmenseluruh penyelenggara negara.

. Ketiga,meningkatkan penyebaran (pendelegasian)otoritas darimanajer sehingga pekerja (pegawai) memperoleh akuntabilitas (yangsemakin baik) dari bawah (masyarakat)~ .

Keempat, kebersamaan yang dilakukan secara sukarelamemungkinkan terjadinya tukar-menukar pengetahuan, keahlian,maupun sumber-sumber yang ada.

Dari paparan pendapat Osborne dan Gaebler, Moeljarto, Steinerdan Steiner, dan Barzelay dapat disimpukkan bahwa peningkatan dayasaing satu bangsa dimulai dengan komitmen pemerintah untuk secaraserius menciptakan iklim persaingan di antara warga negara maupunantar aparatur pemerintah. Pemerintah harus mengambil porsi sesedikitmungkin dalam dinamika sosial tetapi efektif melindungi kepentinganyang paling mendasar dari masyarakat luas.

Bila kesimpulan ini dikaitkan dengan ide goodgovernancedanglobalisasi yang menjadi tema besar penyelenggaraan pemerintahan dimilenium ke 3 ini, maka penciptaan goodgovernancemerupakan saranauntuk menciptakan iklim bersaing yang kita perlukan. Nilai-bilai dasargoodgovernance,yakni: transparasi, akuntabilitas, bersih dari praktek

12 Michael Barzelay (1992). Breaking Through Bureaucracy: A New Vision for Managing inGovernment. Berkeley, CA: University of California Press. Hal. 40. Sebenamya adaenam kesimpulan. Namun dua diantaranya tidak relevan dengan tujuan penulisannaskah ini, yakni: using state-of the-art productivity improvement techniques yields re-

sults; dan improved work measurement provides a basefor planning and implementingservice improvements and gives workers information about their performance.

93

'"v.,.".".

· KarakteJ:' Dpendency.Creating Entpoer4tg,

Berkesinambungan,Pembinaan Prajabatan, pendidikan berdasarkan pengalamanpersonil formal, didaktik lapangan, belajar dati

kegiatan lapangan.

Diorganisir oleh Technical specialist. Tim interdisipliner.

KepemimpinanTerbatas, berubah-ubah, Individual, kuat,posisional. berkelanjutan.

Untuk membenalkan rencanaUntuk definisi masalah danAnalisis dan memenuhi persyaratanperbaikan program.evaluasi.

FokusSelesainya proyek pada Kelangsungan berfungsinyamanajemen

pemerintahan waktu yang telah ditentukan. sistem dan keIembagaan.

Eksterna1, selang-seling,Diri sendiri,

Evaluasi berkesinambungan, processimpact oriented. oriented.

Page 9: PENINGKATAN DAYA SAING: Pendekatan Paradigmatik- Politis*

JUT1IilIIlmu Sosial & Ilmu PoUtik, Vol. 6, No.1, Juli 2002

praktek KKN, serta adanya landasan etika yang meminimalkankemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power),

. membuat pemerintah membatasi dirinya sendiri untuk tidak terlibatterlalu jauh dalam urusan publik. Sebaliknya, sulit dibayangkan dayasaing dapat dibangun melalui kompetisi bila dalam satu pemerintahan:

1. Terjadi kekaburan antara batas wilayah publik dan wilayah pri-vate/pribadi.

2. Tidak ada kerangka hukum yang jelas yang menjadi landasanaktivitas pemerintahan.

3. Terjadi pengaturan yang sangat eksesif yang membelenggukreatifitas warga negara sekaligus menyebabkan ekonomi biaya. . 13tinggI.

4. Prioritas pembangunan yang tidak konsisten hingga terjadi kesalahankalkulasi dan alokasi sumber daya (alam dan manusia) yang dimiliki.

5. Ruang pengambilan keputusan disempitkan dan keputusan diambilseeara tidak transparan.

Tantangan dan Peluang

Setidaknya ada empat tingkatan daya saing yang harusdiperhitungkan: lokal, regional,nasional, dan internasional (global).Padatingkatan lokal, interaksi dan kompetisi melibatkan aktor yangjangkauan pengaruhnya tidak melewati satu komunitas keeil tertentu,yang ciri-eirinya relatif homogen dibandingkan tingkat-tingkat lainnya.MisaInya satu kabupaten atau satu propinsi. Pada tingkat regional,aktor yang terlibat adalah aktor lintas lokal dengan eiri heterogenitaslebih terbatas daripada tingkat nasional. MisaInya aktivitas di PapuaUtara, Maluku Utara dan Sulawesi Utara. Tingkat regional bisa dibaeapula sebagai gabungan aktivitas antar negara yang menghasilkan ataumenawarkan produk yang sarna seperti ASEAN. Pada tingkat negara,aktor yang berperan adalah mereka yang aktivitasnya melampaui satu

13

Hasilpenelitianyang dilakukan olehRobertA.Simanjuntaktentang "Pungli EkonomiBiaya Tinggi dan Otonomi Daerah" tahun 2002 membuktikan bahwa salah satudampak negatif pelaksanaan Otonomi Daerah terhadap dunia usaha adalahmeningkatnya jalur birokrasi yang harus dilalui pengusaha, yang berujung padameningkatnya serangkaian biaya operasionalsehingga ekonomibiaya tinggi tumbuhdengan subumya.

94

".....-

~

Riswandha Imawan, Peningkatan Daya Saing: Pendekatan Paradigmatik-Politis

regional. Sedangkan pada tingkat internasional adalah. mereka yangaktivitasnya melibatkan aktor-aktor lain di luarbatas bangsa dan negara.

1. Tingkat Nasional

Paparan di atas, dapat dijadikan dasar untukmempertimbangkan strategi apa yang bisa digunakan untukmeningkatkan daya saing pada tingkatan lokal. Seperti yangdikemukakan di atas, daya saing berhubungan dengan bargainingpo-sition, dan bargainingposition itu terkait erat dengan modal, teknologidan peluang yang kita miliki.

Di tingkat nasional, modal utama yang kita miliki adalahpluralitas dan heterogenitas bangsa Indonesia. Ini merupakan kodratyang perlu kita syukuri. Pengakuan atas pluralisme dan heterogenitasbangsa merupakan modal dasar berdemokrasi yang tidak perlu dicari-eari. Kita hanya perlu mengubah sikap dari "perbedaan" ke j'mulaidari persamaan" sebagai titik tolak berdialog. Ini tidak berartipenyeragaman (unifikasi). Hanya yang harus lebih dikedepankanadalah persamaan visi dan misi bersama sebagai tonggak pemberi arahperjalanan bangsa kita. Sikap memandang faksionalisme dalammasyarakat sebagainoda terhadap kesatuan dan persatuan bangsa, hamsdiubah menjadi modal yang bila dikelola seeara tepat justeru akanmenguatkan bangsa kita sendiri.

Kedua, kita memiliki SDA yang nyaris sempurna. Segala jenisbahan tambang yang ada dikenal di planet bumi, bisa ditemui di Indo-nesia. Sejauh ini kita baru mengeksploitasi sumber daya yang ada didarat. Kita baru menggunakan laut sebatas pelayaran dan menangkapikan. Laut dan segala sumber daya alam yang ada didalamnya, belumseeara efektif dieksploitasi. Padahal2/3 dari wilayah Indonesia adalahlaut. Menemukan teknologi untuk mengeksplorasi SDA yang ada dilaut, merupakan tantangan yang bisa membuat putra bangsa Indone-sia menjadi kreatif dan inovatif.

Ketiga,posisi kita di silang samudera Pasifik dan Hindia sangatstrategis menyambut era perdagangan bebas. Milinieum ke 3 ditandaidengan beralihnya wilayah perdagangan dari Samudera Atlantik keSamudera Pasifik. Hal ini terjadi karena pangsa pasar terbesar memangberada di wilayah Pasifik. Tiga negara dengan penduduk terpadat didunia (Cina, USA dan Indonesia), ada di wilayah ini. Belum lagi bila

95

Page 10: PENINGKATAN DAYA SAING: Pendekatan Paradigmatik- Politis*

!umal 11mu Sosial & 11mu Politik, Vol. 6, No.1, !uli 2002

diperhirungkan India. Peluang kita untuk "mencegat" perdaganganlintas Hindia-Pasilik terbuka.

Keempat,penduduk yang banyak, merupakan pasar potensial yangdilirik oleh negara-negara maju. Banyaknyapenduduk mungkin menjadinilai negatif terhadap upaya kita untuk segera keluar dari suasanakemiskinan. Namun jumlah penduduk yang banyak juga dapatmendatangkan berkah. Negara-negara maju berkepentingan untukmengeluarkan rakyat Indonesia keluar dari lingkaran kemiskinan, agar220 juta orang ini bisa membeli produk-produk mereka. Logikasederhana saja, bila 0.10% saja dari penduduk Indonesia setiap harimeminumCocaCola,berapa keunrunganyang merekaraih?

Mengapa sejauh ini kita belum mampu memanfaatkan peluangitu secara maksimal? Beberapa jawaban bisa dikemukakan disini.

Pertama,kita belum sepenuhnya mampu merebut teknologi, ataumenciptakan teknologi tepat guna yang bisa digunakan oleh masyarakat.Kesulitan kita meningkatkan daya saing terkait erat denganketergantungan kita terhadap investasi dari luar negeri serta teknologiyang jauh tertinggal dibandingkan negara serumpun sekalipun. SeIainitu kekaguman kita yang berlebihan terhadap rekayasa teknologi negaramaju telah mematikan teknologi tradisional yang ada dan seIama inimampu membuat masyarakat survive.

Kedua,kita belum sepenuhnya bergeser dari dependencycreatingkeempowering.Kita sedang daIam proses awal pergeseran itu. Bagaimanaakan meningkatkan daya saing bila industri kita masih tergantung padainvestor asing?Susahnya kita dipermainkan dengan isu-isu internasional,yang sebenarnya bertujuan melindungi kepentingan para kapitalis. Upahburuh yang murah, sering dianggap sebagai salah satu daya pikatinvestasi di Indonesia. Namun, terutama akhir-akhir ini, upah buruhyang rendah itu sering dijadikan amunisi untuk memojokkan produkIndonesia, dengan dalih pelanggaran konvensi ILO maupun HAM.

Ketiga, kerjasama regional belum bisa dimanfaatkan secaramaksimal, sebab negara-negara yang bergabung dengan kitamemproduksi produk yang sarna. Persaingan yang terjadi adalah"banting-bantingan"harga.Tentusajaini makin melemahkan posisi kitadi kancah internasional.

96

""""!!P'"

L-

Riswandha lmawan, Peningkatan Daya Saing: Pendekatan Paradigmatik-Politis

Keempat, kita belum melakukan "revolusi menta!." Menurutipergeseran paradigma yang dikemukakan di atas, tampaknya bangsaIndonesia harus melakukan perubahan cara kerja dari kebiasaanbekerjasama secara komunal menjadi kompetisi individual. Susahnyapergeseran ini bertepatan dengan dilakukannya demokratisasi(tercermin dari pelaksanaan UU nomer 22/1999) sehingga semangatindividualistis ini berpotensi melemahkan daya saing yang dibangundari bawah (grassrootpolitics).

2. Tingkat Lokal

Tantangan di tingkat lokal tidak kalah beratnya dibandingkandengan tantangan di tingkat nasional. Sejauh yang bisa dicatat, ada limatantangan. Pertama,terdapat perbedaan garis mulai awal yang berbedaantara daerah-daerah di Indonesia sebagai dampak dari polapembangunan yang diskriminatif yang dilakukan semasa rejimSoeharto.14 Perbedaan ini tentu membawa kesulitan tersendiri bagikerjasama antar daerah, bahkan mungkin menjadi pemicu lahirnyadaerah-daerah baru.

Kedua,munculnya persaingan tidaksehat antar daerah hanya karenaada daerah yang ingin segara mengejarketinggalanmereka tanpa dilandasipemikiran jangka panjang. Pasal 88 UU 22/99 membuka peluang bagidaerah untuk membuat perjanjian dengan luar negeri. Kekuatan modalyang dimiliki negara maju yang memungkinkan daerah untuk segera"berIari," memungkinkan daerah tidak menyadari dampak buruk darimasuknya kapitalismelangsung ke akar rumput politik di Indonesia.5

14 Laporan BiroPusat Statistik 1998,yakni saat refonnasi mulai bergulir dan menjadiprakondisi pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU no. 22 tahun 1999;PDRBtertinggi diduduki DKIJakarta dengan nilai (dalam jutaan rupiah) Rp. 146.215.775.Terendah ditempati oleh Bengkulu dengan nilai Rp. 3.421.181. .

15 Hasil penelitian Indonesia Rapid DecentralizationAppraisal (IRDA)pertama dengansponsor dari The Asia Foundation terhadap 13 Kabpuaten dan Kota di Indonesiamenemukan hambatan untuk kerjasama antar daerah adalah:

Pemda lebih berorientasi pada peningkatan pendapatan daripada perbaikanpelayanan.

Tidak ada standar bagi pelayanan publik.

Penurunan standar terhadao pelayanan publik karena pembiayaan berkurang.

97

Page 11: PENINGKATAN DAYA SAING: Pendekatan Paradigmatik- Politis*

Jurnal Umu Sosial & 11mu Politik, Vol. 6, No.1, Juli 2002

Ketiga, langkanya visi-misi-strategi bersama antar beberapadaerah yang berakibat pada daerah lebih memperhatikan faktoreksternal daripada faktor internal, sehingga mereka lebih menyoalkesempatan clan ancaman yang dihadapi daripada menyadarikekuatan dan kelemahan yang mereka miliki untuk menggunakankesempatan yang ada seraya mengatasi ancaman yang dihadapi.

Keempat,belum terbangunnya struktur politik yang solid, yangmemungkinkan setiap tindakan politik untuk menggunakan kesempatanyang ada bisa lebih diperhitungkan. Sejauh ini, struktur yang dulu adaditinggalkan (bahkan diharamkan) sementara struktur yang barn belumterbentuk. Ketiadaan struktur yan$ barn ini membuat masyarakat raguuntuk bertindak atau berinovasi.1 . .

Kelima, menghidupkan kembali teknologi tradisional yangdipahami oleh masyarakat lokal sebagai basis berinovasi. Logikateknologi yang tidak masuk dalaIri referensi logika masyarakat, akansulit digunakan untuk memberdayakan dan mengembakan masyarakatyang bersangkutan.

Walaupun tantangan di atas tampaknya cukup berat, masyarakatlokal memiliki modal yang sangat fundamental bagi penemuan strategipeningkatan daya saing yang tepat.

Pertama,bab N (pasa! 7 s/ d 13) dari UU 22/99 mengatur tentangkewenangan daerah, bukan 'urusan' daerah. Terminologi kewenangandisini sangat strategis, sebab satu kewenangan dapat menghasilkan ribuanurusan. Dengan kata lain, ketentuan ini sangat dibutuhkan oleh masyarakatdaerah untuk dijadikan pijakan peillngkatan daya saing mereka.

16

Hasil penelitian IRDA menemukan bahwa kesulitan utama membangun strukturpemerintahan yang solid adalah:

Sistem karir belum berbasis pada kompetensi.

Sistem insentif bagi birokrat daerah yang belum kondusif.

Ketiadaan SDM yang berkualitas untuk mengisi struktur baru.

Belum ada standar evaluasi atas satu organisasi.

Pengambilan keputusan tentang Perda pengorganisasian dilakukan dengantidak transparan.

98

~

Riswandha 1mawan, Peningkatan Daya Saing: Pendekatan paradigmatik-Politis

Kedua, jarak ideologis warga masyarakat tidak berpengaruhterhadap jarak ekonomis maupun sosiologis mereka. Pada tataranmasyarakat ideologi politik hanya menghasilkan solidaritas imajiner.Sedangkan kondisi ekonomi maupun ikatan kekeluargaanmenghasilkan solidaritas riil yang memudahkan mereka untukmenyamakan persepsi dan reaksi terhadap sebuah stimulus.

Ketiga,bentuk kepulauan di sebagian besar daerah di Indonesia,memungkinkan mereka membangun semacam "imajinasi regional."Faktor ini bisa dijadikan landasan bagi daerah-daerah untuk menemukanisu-isu strategis yang menyangkut kepentingan bersama, sekaligusmenjadi basis kerjasama antar daerah. .

Keempat,kerjasama antar daerah yang dimungkinkan dalam UU22/99 melalui bab IXpasal 87,memungkinkan terjadinya sinergi antardaerah yang memiliki kepentingan bersama, atau kepentingan yangsaling komplementer. Sesuai dengan dalil politik bahwa kuantitasdukungan terhadap satu isu menentukan diterima atau tidaknya isu itumenjadi agenda pembahasan pada tingkat sistem politik, makakerjasama antar daerah ini menguatkan posisi pemerintah dankepentingan daerah vis-a.-vispemerintah pusat maupun negara-negaramaju yang berkepentingan terhadap daerah-daa-ah itu.

Kelima,akibat ketergantungan ekonomi nasional terhadap arusglobal yang sejauh ini terjadi di Indonesia, basis material yangdibutuhkan industri dari negara maju tersedia dengan harga murah.Harga ini memungkinkan investor mau masuk ke daerah, yang secaratidak langsung meningkatkan daya saing daerah, sejauh tercapai aturanyang adil dalam hal perimbangan keuangan antara pemerintah pusatdan pemerintah daerah.

Strategi

Berdasarkan gambaran di atas, tawaran paradigma yang bisadiajukan dalam tulisan ini adalah menguatkan kompetisi tingkat lokaldan membangun jaringan kepentingan tingkat regional sebagai basispeningkatan daya saing nasional. Untuk itu, menjadi kewajibanpemerintah untuk melindungi (dalam arti tidak melakukan intervensiterlalu jauh kedalam) pasar yang secara mandiri dibangun oleh wargamasyarakat; atau menghidupkan kembali pasar yang dulu pernahdilemahkan oleh intervensi negara. Pemerintah hanya mempunyai

99,

.....

Page 12: PENINGKATAN DAYA SAING: Pendekatan Paradigmatik- Politis*

Jurnal Ilmu Sosial& Ilmu Politik, Vol. 6, No.1, Juli 2002 Riswandha Imawan, Peningkatan Daya Saing: Pendekatan Paradigmatik-Politis

kepentingan bahwa kompetisi di arena pasar itu terlaksana menurutaturan yang telah disepakati bersama.

Bila ini tawaran paradigmanya,lalu strategi apa yang. bisadigunakan untuk membangunnya? Sebelum menentukan strategi yangeoeok untuk keperluan lokal (masyarakat di daerah), ada baiknya kitape.rhatikan eatatan berikut.

Dari sudut pandang politik, daya saing kita bisa ditingkatkanmulai dari membuka ruang publik ("pasar") yang memungkinkanwarga negara berkreasi secara bebas seraya menyadari bahwa aktivitasmereka bersifat komplementer. "Pasar" merupakan arena palingsempurna untuk membangun salingpengertian sesama wargamasyarakat tanpa pemerintah terlibat jauh didalamnya. Interaksi yangbebas dan terbuka akan menyadarkan warga masyarakat akankelebihan dan kekurangan masing-masing, yang disertai dengankesadaran akan adanya kepentingan bersama yang harusdipertahankan.

Dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah, kita harusmenyadari kenyataan bahwa banyak SDA yang secara geologismenyatu, namun seeara administratif terbagi-bagi kedalam wilayahyang kecil-kecil. Otonomi berkaitan dengan fungsi. Karena itu,sebaiknya kesempatan kerjasama antar daerah dimanfaatkan seearamaksimal. Satu urusan yang berhubungan dengan pemanfaatan satuSDA, bila lebih masksimal diurus seeara bersama, ada baiknyadilakukan bersama-sama seperti sistem Subak di Bali.Dengan demikiansemangat untuk memprodusir daerah atau wilayah baru (sepertipembentukan kabupaten maupun propinsi baru) lebih baik ditundadulu. Ini disebabkan oleh karena pembentukan wilayah barn mungkinbaik bagi pendekatan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat,namun menyebabkan inefisiensi pengelolaan SDA.Makin keeilwilayahkabupatennya, makin keeil resourcesyang bisa dimanfaatkan.

Persoalan muncul ketika daerah-daerah menghasilkan produkyang sarna (seperti halnya kerjasama tingkat regional). Sistempengelolaan SDA lintas kabupaten tanpa menghapus batas-bataskabupaten itu sendiri, merupakan terobosan menarik yang mungkindapat meningkatkan bargainingposition (sekelompok) daerah dengan(kelompok) daerah lain, bahkan antar daerah dengan pemerintah

nasional. Namun sayangnya produk yang sejenis yang dihasilkan olehbeberapa daerah dalam satu regional, selain eenderung memuneulkanpersaingan yang tidak sehat antar daerah, ketentuan bahwa produkitu mernpakan komoditas ekspor nasional membuat kompetisi inter-nal kita melemah. Keinginan satu daerah untuk mengejar posisi daerahlain, memuneulkan keeenderungan gampang menyerah terhadapkepentingan yang didesakkan kepadanya. Jenis maupun volume

Tabel 3Pembangunan Kawasan Andalan Di Kawasan Timur Indonesia

100 101

Peri- Kehu- Pari-Kawasan 1J.>rfa-

Perke-,Pertam- ,. t I IlldltS-bunan kanan tanan ba WlSa ft'man ngan .. 1a

Sanggau ./ ./ ./ ./(Kalbar)

Das-Kakab I ./ I I I ./(Kalteng)Batulicin I I ./ I ./ I ./ I ./ I ./ I ./(Kalsel)Sasamba I I ./ I ./ I ./ I ./ I ./ I ./(Kaltim)

Manado-BitungI I I ./ I I I ./ I ./(Sulut)

Batui (Sulteng) ./ ./ I ./

Bukari (Sultra) ./ ./ I ./ I I I ./

Pare-,Pare I ./ I ./ I ./ I I I I ./(Sulsel)Bima(NTB) I

I ./ I ./ I I I I ./Mbay (N1T) I I ./ I I I I ./Seram(Maluku)I I ./ I ./ I ./ I ./ I ./

Biak (Papua) I I I ./ I I I ./ I ./

Page 13: PENINGKATAN DAYA SAING: Pendekatan Paradigmatik- Politis*

Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politik, Vol. 6, No.1, Juli 2002

produk yang dihasilkan, sedikit banyak justeru didikte oleh pembeli(konsumen). Akibatnya SDA yang sebetulnya merupakan faktorunggulan untuk bersaing menjadi tidak bermakna. Tabel 3 berikut ini

merupakan contoh dari produk regional yang pada realitanya sulitmeningkatkan daya saing lokal.

Dari pelajaran ini, seharusnya pemerintah daerah bisa lebih

selektif memilih proyek atau aktivitas untuk dilakukan di daerahnya.Rasa memiliki warga daerah dapat ditingkatkan (sesuai denganparadigma yang berlaku) bila aktivitas yang direncanakan sesuai denganembrio aktivitas penduduk. Sejauh ini terlalu banyak daerah yanghanya menerima "titipan" proyek pemerintah pusat, yang einbrioaktivitasnya tidak ada di tingkat masyarakat. Selain menghalangipeningkatan kualitas produk yang dihasilkan, praktek pembangunanselama ini hanya menghasilkan kecemburuan sosial yang meningkatdi kalangan masyarakat daerah.

Bila demikian, strategi apa yang bisa dipilih? Memperhatikansketsa di atas, titik start yang berbeda, masyarakat yang heterogen, sertawilayah administrasi yang sangat distinctive maka bisa diduga tidak adasatu strategi baku yang berlaku di seluruh Indonesia. Pilihan terhadapsatu strategi sangat tergantung pada kondisi riil yang dihadapi. Karenaitu, apakah satu daerah harus bersikap ofens if atau defensif, sangattergantung kepada perkembangan situasi politik global maupundomestik yang berkembang.

Strategi defensif yang berkonotasi mempertahankan struktur dankondisi yang ada, tidak perlu diperhatikan. Bila demikian, hal apa sajayang harus diperhatikan untuk melaksanakan strategi ofens if?

Pertama, menahan bibit unggul daerah melalui taktik "gula dansemut" agar mereka tidak lari dari daerahnya. Otonomi sebenarnyamemberi peluang bagi terbukanya lapangan kerja di daerah. InvestasiSDM harus diperhitungkan dengan cermat. Misalnya porsi yang bisadigunakan untuk memberi beasiswa ikatan dinas bagi putra daerah yangtergolong bibit unggul. Hingga dalam tempo -katakan saja- 10 tahunmendatang mereka sudah dapat menjadi tulang punggung aktivitaspembanguan di daerah. Taktik ini berhubungan dengan unsur inovasigenuine untuk menyusun sebuah paradigma barn seperti diuraikandimuka.

102

....

.

Riswandlm Imawan, Peningkatan Daya Saing: Pendekatan Paradigmatik-Politis

Kedua, membangun struktur politik sesuai dengan norma lokalyang berlaku. Ini sesuai dengan unsur minimnya intervensi pemerintahpusat dalam upaya kita membangun paradigma daya saing yang baru.UU no. 22/1999 memungkinkan susunan pemerintahan daerah di satukabupaten berbeda dari kabupaten lainnya. Dalam ilmu politik, sebuahstruktur disusun berdasarkan atas satu set norma. Selama masa Orde

Baru terlalu banyak struktur pemerintahan yang tidak jalan, ataupunarena publik "ciptaan" pemerintah yang tidak jalan, karena semuanyadibangun di atas set norma yang tidak dipahami oleh wargamasyarakat. Karena itu, membangun struktur pemerintahan daerahyang sesuai dengan norma lokal, merupakan pijakan yang kokoh bagiupaya meningkatkan daya saing kita, mulai dari tingkat lokal, regional,nasional, maupun internasional.

Ketiga, tidak menafikan dimensi fungsional dari ajarandesentralisasi, sehingga masyarakat bisa diajak membangun visi danmisi "regional" agar pemanfaatan dan pengeloalaan SDA yang adabisa dioptimalkan dan dijaga kelangsungannya. Masyarakathendaknya jangan dikungkung oleh loyalitas sempit pada kepentingandaerah. Apalagi bila hal itu dikaitkan dengan menjaga wibawa elitdaerah.

Keempat, terutama untuk keperluan jangka pendek danmenengah, ada baiknya difikirkan diterapkan sistem kontrak kerja.Seluruh pegawai bekerja berdasarkan kontrak dalam jangka waktutertentu. Bila terbukti dia berprestasi, maka dia dapat menuntutkenaikan upah dan memaksa satu pemerintah daerah "bersaing"dengan pemerintah daerah lain untuk mendapatkannya. Sebaliknya,bila tidak berprestasi, maka ada bukti nyata untuk menghentikankontraknya. Dengan cara ini, setiap pegawai akan dipacu untukmenunjukkan prestasi terbaiknya. Langkah ketiga ini berhubungandengan kebutuhan unsur kompetisi dalam paradigma baru yanghendak kita susun. ***

103

Page 14: PENINGKATAN DAYA SAING: Pendekatan Paradigmatik- Politis*

Jumal Ilrnu Sosial & Ilrnu PoUtik, Vol. 6, No.1, Juli 2002

Daftar Pustaka

Barzelay, Michael, (1992). BreakingThroughBureaucracy:A New Visionfor Managing in Government.Berkeley, CA.: University of Cali-fornia Press.

Mas'oed, Mohtar (1998). Ekonom-Politik Pembangunan Indonesia:Memahami Beberapa Isyu Pokok. Yogyakarta: Program StudiMagister Administrasi Publik, Pasca Sarjana UGM, DiktatKuliah.

Hem Nugroho, (1996). 'Perdagangan Bebas dan Liberalisasi Politik diIndonesia.' Makalah pada Seminar Dies Natalis Fisipol UGM ke41 dengan tema "Pergeseran Sosial-Politik dalam EraGlobalisasi," Yogyakarta, 16 September.

Osborne, David dan Gaebler, Ted (1993). Reinventing Government: Howthe EntrepreneurialSpirit is TransformingthePublic Sector.Read-ing, MA: A Plume Book.

Steiner, George dan Steiner, Jhon (1994).Business,Government, and Soci-ety, New York, NY: McGraw-Hill Inc.

Stone, Deborah (1997). Policy Paradox: The Art of Political Decision Mak-ing. London, UK: W.W. Norton & Company.

Tjokrowinoto,Moerjarto (1996).Teori Pembangunan.Yogyakarta: PustakaPelajar.

104