pengolahan limbah cair mie ayam dengan …

79
i PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN BIOKOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera) SKRIPSI RISKI ANTONO PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M / 1442 H

Upload: others

Post on 15-Nov-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

i

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN

BIOKOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera)

SKRIPSI

RISKI ANTONO

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M / 1442 H

Page 2: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

ii

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN

BIOKOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

RISKI ANTONO

11140960000007

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M/1442 H

Page 3: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

iii

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN

BIOKOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

RISKI ANTONO

11140960000007

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Anna Muawanah, M.Si Dr. Hendrawati, M.Si

NIP. 19740508 199903 2 002 NIP. 19720815 200312 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia

Dr. La Ode Sumarlin, M.Si

NIP. 19750918 200801 1 007

Page 4: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

iv

Page 5: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

v

Page 6: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

vi

ABSTRAK

Riski Antono, Pengolahan Limbah Cair Mie Ayam Dengan Biokoagulan Biji Kelor

(Moringa oleifera). Dibimbing oleh Anna Muawanah dan Hendrawati.

Limbah Domestik berupa limbah cair dari perebusan mie di industri makanan siap

saji mie ayam, berpeluang dapat mencemarkan lingkungan karena konsentrasi BOD

(Biochemical Oxygen Demand) dan TSS(Total Suspended Solid) yang tinggi.

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kualitas limbah cair mie ayam dan

melakukan pengolahan air limbah tersebut dengan biokoagulan biji kelor.

Konsentrasi biji kelor yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1,25; 2,5; 3,75

%. Hasil dari kualitas limbah tersebut, didapatkan bahwa konsentrasi pada sampel

melebihi kadar maksimum sesuai baku mutu Air Limbah Domestik menurut

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor

P68/menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016, dibuktikan dengan kadar COD (Chemical

Oxygen Demand), BOD dan TSS dari sampel S1 mencapai 2310 mg/L, 1725 mg/L

dan 765 mg/L. Hasil penelitian menunjukan biokoagulan biji kelor (Moringa

oliefera) mampu meningkatkan kualitas limbah cair mie ayam pada parameter BOD

dan COD. Pada sampel S1 didapatkan hasil optimum pada konsentrasi biokoagulan

biji kelor sebesar 3,75%, dengan penuruan konsentrasi pada parameter BOD dan

COD sebesar 50,65% (1140 mg/L) dan 36,23% (1100 mg/L).

Kata Kunci : Koagulan, Limbah Cair, Moringa oleifera.

Page 7: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

vii

ABSTRACT

Riski Antono, Chicken Noodle Liquid Waste Treatment With Moringa Seed

Biocoagulants Moringa Seeds (Moringa oleifera). Guided by Anna Muawanah

and Hendrawati.

Domestic waste in the form of liquid waste from boiling noodles in the chicken

noodle fast food industry, has the opportunity to pollute the environment due to

high concentrations of BOD and TSS. The purpose of this study was to determine

the quality of chicken noodle liquid waste and to treat the wastewater with Moringa

seed biocoagulants. The concentration of Moringa seeds used in this study was

1.25; 2.5; 3.75%. The results of the quality of the waste, it was found that the

concentration in the sample exceeded the maximum level according to the Domestic

Wastewater quality standard according to the Regulation of the Minister of

Environment and Forestry of the Republic of Indonesia Number

P68/menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016, as evidenced by the levels of COD, BOD and

TSS of sample S1 reached 2310 mg/L, 1725 mg/L and 765 mg/L. The results

showed that the biocoagulants of Moringa seeds (Moringa oliefera) were able to

improve the quality of chicken noodle liquid waste on BOD and COD parameters.

In sample S1, the optimum results were obtained at the concentration of Moringa

seed biocoagulants of 3.75%, with a decrease in the concentration of BOD and COD

parameters by 50.65% (1140 mg/L) and 36.23% (1100 mg/L).

Keywords: Coagulant, Liquid Waste, Moringa oleifera.

Page 8: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, karena berkat

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengolahan Limbah Cair Mie Ayam Dengan Biokoagulan Biji Kelor (Moringa

oleifera)”.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari bantuan

banyak pihak, sehingga pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih

kepada yang terhormat sebagai berikut.

1. Anna Muawanah, M.Si selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan

pengarahan, pengetahuan, bimbingan serta meluangkan waktu dan tenaganya

sehingga banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi dan

penelitian.

2. Dr. Hendrawati, M.Si selaku Pembimbing II yang telah membimbing,

memberikan saran, meluangkan waktu dan tenaganya dalam menyelesaikan

skripsi dan penelitian.

3. Nurhasni, M.Si selaku Penguji I yang telah memberikan saran serta masukan

terkait penelitian dan penulisan.

4. Ihya Sulthonuddin, M.Si selaku Penguji II yang telah memberikan saran serta

masukan terkait penelitian dan penulisan.

5. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains

Page 9: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

ix

dan Teknologi Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ir. Nashrul Hakiem, Ph.D selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Kedua orang tua tercinta dan kakak tersayang, serta keluarga besar saya di

rumah atas segala doa, pengorbanan, nasihat dan motivasinya kepada penulis.

8. Segenap dosen Program Studi Kimia atas ilmu pengetahuan dan ilmu hidup

yang dengan ikhlas diajarkan kepada penulis.

9. Kepada para teman – teman kimia angkatan 2014 yang selalu memberikan

semangat serta bantuan terkait penelitian serta penulisan kepada penulis.

Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

pembaca sekalian.

Ciputat, Juli 2021

Penulis

Page 10: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

x

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 6

1.3 Hipotesis ............................................................................................................ 7

1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 7

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 9

2.1 Air Limbah Domestik ....................................................................................... 9

2.2 Limbah Air Indutri Pangan ............................................................................. 10

2.3 Mie Basah ...................................................................................................... 12

2.4 Biji Kelor (Moringa oleifera).......................................................................... 14

2.5 Koagulasi ........................................................................................................ 16

2.6 Spektrofotometer UV-Vis ............................................................................... 17

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 20

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................... 20

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................... 20

3.3 Diagram Alir ................................................................................................... 21

3.4 Prosedur Kerja ................................................................................................. 22

3.4.1 Persiapan Sampel ....................................................................................... 22

3.4.2 Pengukuran Derajat Keasaman (pH) ......................................................... 22

3.4.3 Pengujian Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid, TSS) ........ 23

3.4.4 Pengujian Chemical Oxygen Demand (COD) Dengan Refluks Tertutup

Secara Spektrofotometri ............................................................................ 24

Page 11: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

xi

3.4.5 Pengujian Kebutuhan Oksigen Biokimia / Biochemical Oxygen Demand

(BOD) ........................................................................................................ 25

3.4.6 Pengujian Oksigen Terlarut Secara Yodometri (Modifikasi Azida) ......... 26

3.4.7 Pengujian Kadar Amonia Dengan Spektrofotometer Secara Fenat ........... 27

3.4.8 Pengujian Minyak dan Lemak Secara Gravimetri ..................................... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 31

4.1 Hasil Analisis Sampel Limbah Cair Mie Ayam ............................................. 31

4.2 Pengaruh Pengunaan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap Perubahan pH 35

4.3 Pengaruh Pengunaan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap COD (Chemical

Oxygen Demand) ........................................................................................... 37

4.4 Pengaruh Pengunaan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap BOD

(Biochemical Oxygen Demand) ..................................................................... 39

4.5 Pengaruh Pengunaan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap TSS (Total

Suspended Solid) ............................................................................................ 41

4.6 Pengaruh Pengunaan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap Minyak dan

Lemak ............................................................................................................ 44

4.7 Pengaruh Pengunaan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap Ammonia ...... 46

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 50

5.1 Simpulan ......................................................................................................... 50

5.2 Saran ................................................................................................................ 50

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52

LAMPIRAN ......................................................................................................... 57

Page 12: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur 4(α-L-ramnosiloksi) benzil isotiosianat ............................... 15

Gambar 2. Skema spektrofotometer UV-Vis (Double-beam) ............................. 18

Gambar 3. Sampel Limbah Cair Mie Ayam ........................................................ 31

Gambar 4. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan pH Sampel S1 Limbah Cair Mie Ayam .......................... 35

Gambar 5. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan pH Sampel S2 Limbah Cair Mie Ayam .......................... 36

Gambar 6. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar COD Sampel S1 Limbah Cair Mie Ayam ............. 38

Gambar 7. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar COD Sampel S2 Limbah Cair Mie Ayam ............. 39

Gambar 8. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar BOD Sampel S1 Limbah Cair Mie Ayam ............. 40

Gambar 9. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar BOD Sampel S2 Limbah Cair Mie Ayam ............. 41

Gambar 10. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar TSS Sampel S1 Limbah Cair Mie Ayam .............. 42

Gambar 11. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar TSS Sampel S2 Limbah Cair Mie Ayam .............. 43

Gambar 12. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar Minyak & Lemak Sampel S1 Limbah Cair Mie

Ayam .................................................................................................. 44

Gambar 13. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar Minyak & Lemak Sampel S2 Limbah Cair Mie

Ayam .................................................................................................. 45

Gambar 14. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar Ammonia Sampel S1 Limbah Cair Mie Ayam ..... 46

Gambar 15. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar Ammonia Sampel S2 Limbah Cair Mie Ayam ..... 47

Gambar 16. Mekanisme koagulasi dugaan dengan protein kationik. .................. 48

Page 13: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Baku mutu air limbah domestik ............................................................. 9

Tabel 2. Karakteristik khas, perkiraan volume, dan perkiraan muatan organik air

limbah yang dihasilkan oleh industri pengolahan makanan di negara

bagian Georgia, A.S., .............................................................................. 11

Tabel 3. Komposisi gizi mie basah per 100 g bahan ............................................ 13

Tabel 4. Perbandingan Hasil Analisis Sampel Limbah Cair Mie Ayam dengan

Baku Mutu Standar Air Limbah Domestik PermenLHK Nomor P.68

Tahun 2016., ........................................................................................... 33

Page 14: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sampel S1 Limbah Cair Mie Ayam ............................................... 57

Lampiran 2. Sampel S2 Limbah Cair Mie Ayam ............................................... 58

Lampiran 3. Perhitungan Kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) Pada

Sampel Limbah Cair Mie Ayam ................................................... 59

Lampiran 4. Perhitungan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) Pada

Sampel Limbah Cair Mie Ayam .................................................... 60

Lampiran 5. Perhitungan Kadar TSS (Total Suspended Solid) Pada Sampel

Limbah Cair Mie Ayam................................................................. 61

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Amonia Pada Sampel Limbah Cair Mie Ayam

....................................................................................................... 62

Lampiran 7. Perhitungan Kadar Minyak dan Lemak Pada Sampel Limbah Cair

Mie Ayam ...................................................................................... 63

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian .................................................................. 64

Page 15: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air limbah domestik yang berasal dari hasil buangan kegiatan rumah tangga,

perkantoran, hotel atau penginapan merupakan salah satu sumber pencemaran air

yang dapat memperburuk lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Sebagai

pencemar, air limbah tersebut mengandung bahan organik yang cukup tinggi yang

dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga hal ini dapat

mengakibatkan semakin berkembangnya mikroorganisme dan mikroba patogen

pun ikut juga berkembang biak di mana hal ini dapat mengakibatkan berbagai

macam penyakit (Widiyanto et al, 2015).

Pembuangan limbah domestik di sungai dapat meningkatkan kadar BOD

(Biochemical Oxygen Demand) dalam air. Kandungan nilai BOD yang tinggi di

sungai dapat menyebabkan timbulnya bau dan pendangkalan akibat sedimentasi di

sungai. Hal ini dikarenakan berkurangnya kadar oksigen dalam air yang masuk

sehingga biota akan mengalami kematian (Suprihatin, 2014). Selain kadar BOD,

menurut Nuraini & Yanti (2020), Amonia yang berada di perairan dapat menjadi

indikasi terjadinya kontaminasi yang berasal dari material organik . Amonia dalam

perairan pada konsentrasi 1-3 mg/L dapat meracuni ikan dan makhluk air lainnya,

konsentrasi 400-700 mg/L akan memberikan efek jangka pendek atau akut yaitu

iritasi terhadap saluran pernafasan, hidung, tenggorokan dan mata yang terjadi

pada, sedangkan pada 5000 mg/L dapat menimbulkan kematian ( Apriyanti et al,

2013).

Page 16: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

2

Minyak dan lemak merupakan salah satu senyawa yang dapat menyebabkan

terjadinya pencemaran di suatu perairan sehingga konsentrasinya harus dibatasi.

Minyak mempunyai berat jenis lebih kecil dari air sehingga akan membentuk

lapisan tipis di permukaan air. Kondisi ini dapat mengurangi konsentrasi oksigen

terlarut dalam air karena fiksasi oksigen bebas menjadi terhambat. Minyak yang

menutupi permukaan air juga akan menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam

air sehingga menganggu ketidakseimbangan rantai makanan. Minyak dan lemak

merupakan bahan organik bersifat tetap dan sukar diuraikan bakteri (Andreozzi et

al, 2000).

Salah satu sumber limbah domestik adalah dari buangan limbah cair dari

usaha makanan cepat saji dengan menu mie ayam. Kepopuleran mie ayam menjadi

salah satu usaha yang menyebar merata di beberapa pemukiman padat, dimana

terdiri dari usaha mikro hingga menengah. Untuk mencengah penurunan kualitas

air limbah domestik, maka dilakukan pengujian terhadap air sisa dari perebusan mie

basah dari mie ayam tersebut, dan dilakukan pengolahan air limbah tersebut

mengunakan koagulan alami yaitu biji kelor (Moringa oleifera).

Dalam Al-Qur’an surat Al Anbiya ayat 30 Allah SWT berfirman:

ضَ السَّمَاوَاتِ أنََّ كَفرَُوا الَّذِينَ يرََ أوََلَم رَ ففََتقَ ناَهُمَا رَت قاً كَانَتاَ وَالْ

ء كُلَّ ال مَاءِ مِنَ وَجَعلَ ناَ مِنوُنَ أفَلََ ۖحَي شَي يؤُ ۖ

Artinya : “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi,

keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya,

dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air, maka

mengapa mereka tidak beriman?.”

Page 17: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

3

Menurut Firrizeqisfi (2020), dari penggalan kata “Kami jadikan segala

sesuatu yang hidup berasal dari air“ ada yang memahami dalam arti segala yang

hidup membutuhkan air, atau dalam arti pemeliharaan kehidupan segala sesuatu

adalah dengan air, atau Kami jadikan dari cairan yang terpancar dari sulbi segla

yang hidup yakni dari jenis binatang. Para pengarang tafsir al-Munkhatab

berkomentar ayat ini telah dibuktikan kebenarannya melalui penemuan lebih dari

satu cabang ilmu pengetahuan, salah satunya adalah sitologi (ilmu tentang susunan

dan fungsi sel). Ilmu sitologi menyatakan bahwa air adalah komponen terpenting

dalam pembentukan sel yang merupakan satuan bangunan pada setiap makhluk

hidup, baik hewan maupun tumbuhan. Ilmu biokimia menyatakan bahwa air adalah

unsur yang sangat penting pada setiap interaksi dan perubahan yang terjadi dalam

tubuh makhluk hidup. Sedangkan ilmu fisiologi menyatakan bahwa air sangat

dibutuhkan agar masing-masing organ dapat berfungsi dengan baik karena

hilangnya fungsi tersebut akan berarti kematian. Dengan kata lain kualitas air dapat

mempegaruhi kualitas hidup dari makhluk hidup, namun aktivitas makhluk hidup

dapat mempengaruhi kualitas air itu sendiri. Maka dari itu, perlu adanya

pengolahan air pada limbah, agar kualitas air tetap terjaga dan kualitas hidup dari

makhluk hidup terjaga.

Berdasarkan metodenya proses pengolahan air limbah dibagi menjadi tiga

jenis yaitu pengolahan secara fisika, biologi, dan kimia. Pemilihan metode pada

pengolahan limbah bisa salah satu dari metode tersebut atau kombinasi dari

ketiganya. Proses pemilihan metode berdasarkan sifat polutan yang akan diolah

(Riffat, 2012). Proses pengolahan air limbah secara kimia adalah proses yang

melibatkan penambahan bahan kimia untuk mengubah atau destruksi kontaminan.

Page 18: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

4

Proses pengolahan air limbah secara kimia antara lain dengan menggunakan

koagulasi dan adsorpsi (Adany, 2017). Koagulasi adalah proses untuk

penggabungkan partikel kecil ke agregat yang lebih besar (gumpalan) dan untuk

menyerap materi organik terlarut menjadi partikulat agregat sehingga kotoran ini

dapat dihilangkan dalam proses pemisahan padat / cair berikutnya (Ramadhan,

2016).

Pengunaan bahan alam sebagai koagulan limbah cair menjadi salah satu

pilihan. Bahan yang relatif murah , ramah lingkungan dan mudah di cari menjadi

alasan bahan alam digunakan dalam pengolahan limbah cair. Salah satunya adalah

penggunaan biji kelor (Moringa oleifera) sebagai koagulan alami. Ramadhani, et

al (2013) menjelaskan bahwa tepung biji kelor dapat menjadi koagulan air bersih.

Biji kelor mampu menurunkan turbiditas sebesar 95.39%, kadar warna sebesar

75.07%, namun menyebabkan kenaikan TSS (Total Suspended Solid) sebesar

170.270 %. Hal tersebut menunjukan bahwa biji kelor menunjukan potensinya

sebagai koagulan alami, namun dapat meningkatkan zat padat terdispersi pada air

bersih.

Biokoagulan biji kelor (Moringa oleifera) mampu menurunkan kadar BOD

(Biochemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid), COD (Chemical

Oxygen Demand) dan amoniak pada limbah cair industri tekstil. Dosis optimum

koagulan biji kelor adalah 5 gram/500 mL dengan ukuran partikel 80 mesh.

Penambahan biokoagulan biji kelor (Moringa oleifera) pada dosis optimum mampu

menyisihkan kadar TSS dari 0,110 mg/L menjadi 0,012 mg/L, kadar COD dari

354,24 mg/L turun menjadi 104,96 mg/L, dan kadar Amonium dari 10,42 mg/L

menjadi 1,7 mg/L. Namun pada pengukuran BOD, dosis optimum penambahan biji

Page 19: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

5

kelor adalah 1 gram/500mL dapat menyisihkan BOD dengan kadar awal dari 23,76

mg/L menjadi 20,52 mg/L. Selain kadar BOD, pada dosis tersebut biji kelor

(Moringa oleifera) mampu menurunkan warna dari kadar awal 237,777 Pt.Co

menjadi 68,518 Pt.Co, menurunkan kadar Krom dari 2,610 mg/L sebesar 0,483

mg/L dan menurnkan kadar sulfida dari 0,054 mg/L menjadi 0,021 mg/L

(Irmayana, 2017).

Pada air limbah domestik (grey water), koagulan alami biji kelor dapat

menurunkan turbiditas, TSS (Total Suspended Solid) dan COD (Chemical Oxygen

Demand). Kombinasi dosis dan kecepatan pengadukan dengan hasil penurunan

optimum adalah pada dosis koagulan sebesar 40 mg/L dengan kecepatan

pengadukan sebesar 125 rpm. Pada kombinasi dosis dan kecepatan pengadukan

tersebut penurunan turbiditas sebesar 77,17 % dengan hasil pengolahan sebesar

7,34 NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Pada parameter TSS terjadi penurunan

konsentrasi sebesar 72,57 % dengan konsentrasi hasil pengolahan sebesar 31 mg/L.

Pada parameter COD, terjadi penurunan konsentrasi sebesar 75,36 % dari

konsentrasi awal dari 448,8 mg/L menjadi 52,5 mg/L (Wibawarto et al, 2017)

Menurut Bangun, et al (2013), biji kelor (Moringa oleifera) memiliki

kemampuan dalam menurukan turbiditas, TSS(Total Suspended Solid), dan BOD

(Biochemical Oxygen Demand) dari limbah cair industri tahu. Penelitian tersebut

menunjukan koagulasi terbaik pada waktu pengendapan optimum dari koagulan

biji kelor selama 60 menit, dengan dosis koagulan pada 5000 mg/200 ml, dan

ukuran partikel koagulan pada 70 mesh. Pada koagulasi terbaik terjadi penurunan

pada limbah cair industri tahu sebesar 77,43 % pada penurunan turbiditas, 90,32 %

pada TSS dan COD (Chemical Oxygen Demand) sebesar 63,26 %. Sedangkan,

Page 20: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

6

pada parameter kadar minyak dan lemak, belum ditemukan penelitian yang

menunjukan bahwa biokoagulan biji kelor mampu menurunkan kadar parameter

tersebut. Hal ini dapat menjadi salah satu kebaruan (Novelty) pada penelitian ini,

Berdasarkan Peraturan Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik

Indonesia Nomor P68/menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 tentang baku mutu air limbah

domestik, terdapat 8 parameter yang menunjukan standar baik atau tidaknya air

limbah domestik yaitu pH, BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical

Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid), kadar amoniak, total coliform,

debit dan minyak & lemak. Pengujian BOD, COD dan TSS menjadi fokus

penelitian karena limbah cair pangan memiliki konsentrasi BOD dan TSS yang

tinggi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, rumusan masalah yang

diajukan adalah:

1. Bagaimanakah kualitas limbah yang dihasilkan dari industri makanan siap

saji mie ayam berdasarkan parameter pH, BOD (Biochemical Oxygen

Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended

Solid), amoniak, minyak dan lemak?

2. Apakah metode koagulasi alami dengan biji kelor pada limbah mie ayam

merupakan metode yang tepat untuk menurunkan kadar pH, BOD

(Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS

(Total Suspended Solid), amoniak, minyak dan lemak?

Page 21: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

7

3. Bagaimana pengaruh konsentrasi biji kelor (Moringa oleifera) terhadap

kualitas limbah meliputi pH, BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD

(Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid), kadar

amoniak, dan lemak?

1.3 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini:

1. Limbah yang dihasilkan dari industri makanan mie ayam memiliki kualitas

tertentu berdasarkan parameter kadar pH, BOD (Biochemical Oxygen

Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid),

amoniak, minyak dan lemak .

2. Metode koagulasi alami dengan biji kelor pada limbah mie ayam

merupakan metode yang tepat untuk menurunkan kadar pH, BOD

(Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS

(Total Suspended Solid), amoniak, minyak dan lemak.

3. Konsentrasi biji kelor (Moringa oleifera) yang optimum berpengaruh

terhadap kualitas limbah meliputi pH, BOD (Biochemical Oxygen

Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid),

kadar amoniak, dan lemak.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Menentukan kualitas limbah cair mie ayam berdasarkan parameter pH,

BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand),

TSS (Total Suspended Solid), amoniak, minyak dan lemak

2. Menunjukan bahwa metode koagulasi alami dengan biji kelor pada limbah

cair mie ayam adalah metode yang tepat untuk menurunkan kadar pH, BOD

Page 22: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

8

(Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS

(Total Suspended Solid), amoniak, minyak dan lemak

3. Menentukan konsentrasi optimum biji kelor (Moringa oleifera) yang dapat

mempengaruhi kualitas limbah meliputi parameter pH, BOD (Biochemical

Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total

Suspended Solid), amoniak, minyak dan lemak

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi tentang baku mutu air limbah mie ayam dan

efektifitas biji kelor (Moringa oleifera) terhadap air limbah, sehingga tingkat

pencemaran buangan limbah usaha makanan siap saji menjadi menurun.

Page 23: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Limbah Domestik

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik

Indonesia Nomor P68/menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016, air limbah domestik adalah

air limbah yang berasal dari aktivitas hidup sehari-hari manusia yang berhubungan

dengan pemakaian air. Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari

usaha dan atau kegiatan permukiman, rumah makan (restaurant), perkantoran,

perniagaan, apartemen dan asrama. Sumber air limbah domestik adalah seluruh

buangan cair yang berasal dari buangan rumah tangga yang meliputi: limbah

domestik cair yakni buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian, dan

lainya. Air limbah domestik umumnya mengadung senyawa polutan organik yang

cukup tinggi, dan dapat diolah dengan prosespengolahan secara biologis (Yudo dan

Setiyono, 2008).

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Republik Indonesia Nomor P68/menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 tentang baku mutu

air limbah domestik ada 8 parameter yang menunjukan standar baik tidaknya air

limbah domestik.

Tabel 1. Baku mutu air limbah domestik

Parameter Satuan Kadar maksimum

pH - 6-9

BOD mg/L 30

COD mg/L 100

TSS mg/L 30

Minyak & Lemak mg/L 5

Amoniak mg/L 10

Total Coliform Jumlah/100mL 3000

Debit L/orang/hari 100

Sumber: (Kementrian Lingkungan Hidup, 2016)

Page 24: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

10

2.2 Limbah Air Indutri Pangan

Limbah cair industri pangan merupakan salah satu sumber pencemaran

lingkungan. Parameter penilaian limbah organik antara lain adalah padatan

tersuspensi, alkalinitas, nitrogen organik, nilai fenol, kadar logam, dan nilai BOD

serta COD. BOD (Biological Oxigen Demand) adalah kebutuhan oksigan

biokimiawi bagi proses deoksigenasi limbah dan COD (Chemical Oxygen Demand)

lingkungan adalah kebutuhan oksigen kimiawi bagi proses deoksigenasi limbah.

Nilai masing-masing harus mencapai 30 mg/L dan 80 mg/L sebelum dapat dibuang

ke lingkungan. Limbah yang dapat dihasilkan dari industri pangan tentu berbeda-

beda tergantung jenis pangan yang diolah (Rahmani, 2019). Contohnya menurut

Koesoebiono (1984), limbah cair industri tapioka mengandung padatan tersuspensi

1000–10.000 mg/L dan bahan organik 1500 –5300 mg/L (Departemen

Perindustrian, 2007). Contoh lain adalah dalam produksi tempe dan tahu dihasilkan

limbah sebanyak 3000 –5000 L/ton produk.

Air limbah yang dihasilkan dari pengoperasian industri agrikultural dan

makanan memiliki karakteristik khusus dengan air limbah kota yang biasanya

dikelola oleh pabrik pengolahan air limbah publik atau swasta di seluruh dunia:

dapat terurai secara hayati dan tidak beracun, tetapi memiliki konsentrasi BOD dan

TSS (Total Suspended Solid) yang tinggi. Konstituen air limbah pangan dan

pertanian seringkali rumit untuk diprediksi karena perbedaan BOD dan pH dalam

limbah dari produk nabati, buah, dan daging karena sifat alami yang dipengaruhi

perbedaan musim dari pemrosesan makanan dan pascapanen. Pesatnya

pertumbuhan Industri pangan dan pertanian semakin membutuhkan penanganan

Page 25: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

11

dengan masalah yang berkembang dan mahalnya dari pengolahan dan pembuangan

air limbah (Liu, 2007).

Tabel 2. Karakteristik khas, perkiraan volume, dan perkiraan muatan organik air

limbah yang dihasilkan oleh industri pengolahan makanan di negara

bagian Georgia, A.S.,

Jenis Industri

Prakiraan

Volume Limbah

(juta galon/tahun)

Karakteristik

khas

Prakiraan muatan

organik (ton

BOD/tahun)

Produk daging dan

unggas 10.730

1.800 mg/L BOD

1.600 mg/L TSS

1.600 mg/L FOG

80.600

Produk susu 500

2.300 mg/L BOD

1.500 mg/L TSS

700 mg/L FOG

14.900

Sayur dan buah

kalengan, beku dan

diawetkan

2.080 500 mg/L BOD

1.100 mg/L TSS 4.300

Produk biji-bijian

dan pengolahan

biji-bijian

130 700 mg/L BOD

1.000 mg/L TSS 300

Produk roti 530 2.000 mg/L BOD

4.000 mg/L TSS 4.400

Produk gula dan

kembang gula 140 500 mg/L BOD 300

Lemak dan minyak 350 4.100 mg/L BOD

500 mg/L FOG 7.000

Minuman 3.660 8.500 mg/L BOD 91.000

Aneka olahan

makanan dan

produk sejenis

700 6.000 mg/L BOD

3.000 mg/L TSS 5.600

Total 18.810 208.600

Keterangan: BOD: Biochemical Oxygen Demand; TSS: Total Suspended Solids;

FOG: Fats, Oils, and Grease.

Sumber: (Magbunua, 2000)

Setiap pabrik pengolahan makanan menghasilkan air limbah dengan

kuantitas dan kualitas yang berbeda. Tidak ada dua pabrik, bahkan dengan

kapasitas pemrosesan produk makanan yang serupa, akan menghasilkan air limbah

dengan kuantitas dan kualitas yang sama karena terlalu banyak variabel (teknis atau

lainnya) dalam proses yang pada akhirnya menentukan karakteristik air limbah.

Selain itu, setiap periode pemrosesan makanan yang berbeda di pabrik yang sama

Page 26: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

12

dapat menghasilkan aliran air limbah yang berbeda dengan karakteristik yang

berbeda (Liu, 2007). Oleh karena itu, penting untuk dipahami bahwa gambaran

umum tentang air limbah dari pengolahan pangan perlu dipahami sebagai

pendekatan untuk menjelaskan masalah yang kompleks. Setiap informasi

kuantitatif yang ditampilkan akan dianggap sebagai data rata-rata.

Karakteristik khas, perkiraan volume, dan perkiraan muatan organik air

limbah yang dihasilkan oleh industri pengolahan makanan di negara bagian

Georgia, A.S., ditabulasikan dalam Tabel 2. Walaupun air limbah industri pangan

pada umumnya tidak beracun, namun untuk dapat dibuang ke lingkungan limbah

cair ini tetap harus diolah untuk melindungi keselamatan masyarakat dan kualitas

lingkungan. Untuk mengolah air limbah dari industri pangan yang umumnya

mengandung senyawa organik diperlukan teknologi secara biologis (Rahmani,

2019).

2.3 Mie Basah

Mie basah adalah produk makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan

atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang

diizinkan (SNI, 2006). Mie pertama dibuat dan berkembang di daratan Cina hingga

sampai kini masih terkenal sebagai oriental noodle. Teknologi pembuatan mie

diperkenalkan oleh Marcopolo ketika berkunjung ke Cina dan membawa oleh-oleh

mie, selanjutnya mie berubah menjadi pasta di Eropa seperti yang dikenal saat ini.

Perkembangan mie sangat pesat dan populer di berbagai negara dunia termasuk

Indonesia (Suyanti, 2008).

Konsumsi mie dapat menggantikan nasi sebagai makanan pokok yang

dalam proses pengolahannya murah dan lebih praktis. Kekurangan pada mie yang

Page 27: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

13

dikonsumsi oleh masyarakat cenderung tanpa menggunakan lauk, yang dapat

memunculkan kekhawatiran dalam pemenuhan gizi masyarakat seperti didominasi

oleh kadar karbohidrat yang tinggi (Astawan, 2004). Mie yang dikonsumsi terus-

menerus tanpa tambahan sayur dan protein menjadi kurang tepat karena tidak

semua kebutuhan gizi dapat terpenuhi. Asupan gizi dapat terpenuhi jika

ditambahkan bahan lain dalam pembuatan mie, seperti senyawa antioksidan yang

berasal dari kedelai (Suyanti, 2008). Komposisi gizi mie basah per 100 g bahan

yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi gizi mie basah per 100 g bahan

Zat gizi Mie basah

Energi (kkal) 88

Protein (g) 0,6

Lemak (g) 3,3

Karbohidrat (g) 14,0

Kalsium (mg) 14,0

Fosfor (mg) 13,0

Besi (mg) 0,8

Vitamin A (SI) 0

Vitamin B1 (mg) 0

Vitamin C (mg) 0

Air (g) 80,0

Sumber : (Suyanti, 2008)

Menurut Koswara (2009), tepung terigu digunakan sebagai bahan dasar

pembuatan adonan mie yang diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) dengan

proses penggilingan. Manfaat tepung terigu berfungsi membentuk struktur mie,

sumber protein, dan karbohidrat. Gluten sebagai kandungan protein utama yang

berperan pada tepung terigu dalam pembuatan mie yang dibentuk dari gliadin dan

glutenin. Protein tepung terigu dalam pembuatan mie harus dalam jumlah yang

cukup karena dapat menyebabkan mie menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan

Page 28: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

14

ketika proses produksi. Protein tepung terigu memiliki kandungan yang sangat

tinggi yaitu 8,35% (Tambunan et al, 2015).

Gluten ditemukan dalam gandum dengan struktur gliadin dan glutenin di

dalamnya. Gliadin dapat menyebabkan gluten bersifat elastis sedangkan glutenin

dapat menyebabkan adonan menjadi kuat dan menentukan struktur. Kandungan

gluten yang terdapat pada tepung terigu bergantung pada berapa banyak protein

yang terdapat dalam tepung, semakin tinggi proteinnya maka makin banyak

kandungan gluten yang didapat (Koswara, 2009). Penggunaan gluten enkapsulasi

sebanyak 3% (b/b) memberikan mie terbaik dengan karakteristik viskositas setbac,

cooking loss yang rendah, dan sifat organoleptik yang disukai oleh panelis

(Husniati et al, 2015).

Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat,

melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan

mengembang dengan adanya penambahan air. pH air yang digunakan berkisar

antara 6-9, hal ini disebabkan absorpsi air makin meningkat dengan naiknya pH.

Mie menjadi tidak mudah putus dengan semakin banyaknya air yang diserap

(Koswara, 2009).

2.4 Biji Kelor (Moringa oleifera)

Kelor awalnya banyak tumbuh di India. Namun, kini kelor banyak

ditemukan di daerah beriklim tropis (Grubben, 2004). Kelor tumbuh di daerah

panas dan sedikit gersang dengan curah hujan 250–1500 mm. Berikut ini adalah

klasifikasi tanaman kelor.

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Page 29: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

15

Kelas : Magnoliopsida

Famili : Moringaceae

Genus : Moringa

Spesies : Moringa oleifera

Tanaman tersebut juga dikenal sebagai tanaman “stik-drum” karena bentuk

polong buahnya yang memanjang meskipun ada juga yang menyebutnya sebagai

”horseradish” karena rasa akarnya menyerupai lobak.

Koagulan biji kelor yang dicampur dengan air merupakan protein yang

bersifat serupa dengan polielektrolit positif. Biji kelor juga mengandung logam

alkali kuat seperti K dan Ca, yang menjadi kutub positif (Duke, 1998). Efektivitas

koagulasi biji kelor ditentukan oleh kandungan protein kationik dengan bobot

molekul sekitar 6.5 kDa. Zat aktif dalam biji kelor adalah 4-(α-L-ramnosiloksi)

benzil isotiosianat (Gambar 3) (Muharto et al. 2007).

Gambar 1. Struktur 4(α-L-ramnosiloksi) benzil isotiosianat (Yuliastri ,2010).

Mekanisme koagulasi dengan koagulan protein yang paling mungkin

adalah adsorpsi, netralisasi muatan, dan pembentukan ikatan antarpartikel yang

tidak stabil (Katayon et al, 2006). Dari ketiga mekanisme tersebut, sulit untuk

menentukan mekanisme yang terjadi, karena mungkin berlangsung simultan. Akan

tetapi, umumnya mekanisme koagulasi dengan biji kelor adalah adsorpsi dan

netralisasi muatan (Sutherland et al, 1990).

Page 30: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

16

2.5 Koagulasi

Koagulasi adalah proses untuk penggabungkan partikel kecil ke

agregat yang lebih besar (gumpalan) dan untuk menyerap materi organik terlarut

menjadi partikulat agregat sehingga kotoran ini dapat dihilangkan dalam proses

pemisahan padat/cair berikutnya (Ramadhan, 2016). Proses koagulasi

menyebabkan partikel halus bergabung menjadi partikel yang dapat mengenap

(Hadyana, 2002). Suatu koloid selalu terdiri dari dua fase, yaitu fase pendispersi

dan terdispersi. Berdasarkan kelarutannya, koloid ada dua jenis. Koloid dispersi

partikelnya tidak dapat larut secara individu dalam medium, yang terjadi hanyalah

penyebaran (dispersi) partikel tersebut, sedangkan koloid asosiasi terbentuk dari

gabungan partikel kecil yang terlarut dalam medium (Syukri, 1999).

Stabilitas koloid merupakan segi penting dalam proses koagulasi untuk

menghilangkan koloid. Stabilitas koloid bergantung pada ukuran koloid dan

muatan listriknya, dan juga dipengaruhi oleh pendispersinya (dalam hal ini, air)

seperti kekuatan ionik dan pH. Beberapa gaya menyebabkan stabilitas partikel:

gaya elektrostatik tolak-menolak antarmuatan partikel sejenis, reaksi hidrasi

(penggabungan dengan molekul air), dan stabilisasi karena adsorpsi molekul besar.

Secara umum ada dua jenis koloid; pada sistem pengolahan air lebih dikenal

sebagai koloid hidrofobik dan hidrofilik. Sulit untuk membedakan keduanya.

Biasanya kedua jenis koloid tersebut ada dalam satu sistem dan secara kontinu

berada dalam transisi antara hidrofobik dan hidrofilik (Bratby, 2006).

Koagulan adalah zat kimia yang menyebabkan destabilisasi muatan

negative partikel di dalam suspensi. Zat ini merupakan donor muatan positif yang

digunakan untuk mendestabilisasi muatan negatif pada partikel koloid. Koagulan

Page 31: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

17

digunakan untuk mengurangi kekeruhan dan diklasifikasikan menjadi koagulan

alami, anorganik, dan polimer organik sintetik (Katayon et al., 2006).

Saat ini dalam pengolahan air lazim dipakai garam Al (III) atau Fe(III).

Contohnya, alum, PAC, Fe (III) sulfat, dan Fe (III) klorida. Di samping itu, telah

diketahui bahwa monomer dari beberapa koagulan polimer organik sintetik, seperti

akrilamida, bersifat merusak jaringan saraf dan karsinogen. Sementara itu,

koagulan alami biodegradable dan aman untuk kesehatan manusia (Katayon et al.,

2006).

2.6 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur serapan

cahaya yang dimana panjang gelombang yang dipakai tergantung kestabilan

senyawa yang diukur. Spektrofotometer ultraviolet UV mempunyai Panjang

gelombang sebesar 100-400 nm, 400 nm-750 nm adalah panjang gelombang visibel

atau spektrum (Day dan Underwood, 2002). Prinsip kerja dari spekrofotometer

UV-Vis yaitu interaksi antara energi dengan materi atau molekul suatu bahan.

Energi yang diserap mengakibatkan elektron tereksitasi dari grounstate menuju

daerah tereksitasi yang memilki energi lebih tinggi. Spektroskopi merupakan suatu

teknik pengukuran serapancahaya dengan mengaplikasikan hukum Lamber-Beart.

Hukum ini menyatakan bahwa absorbansi cahaya (a) sebanding dengan konsentrasi

(c) dan ketebalan media / kuvet (d) (Junaidi, 2017).

Pada umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometer, yaitu single-

beam dan double-beam. Instrumen single-beam, dapat digunakan untuk kuantitatif

dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Instrumen single-

beam mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan

Page 32: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

18

mengurangi biaya yang ada merupakan keuntungan yang nyata. Spektrofotometer

UV-Visibel single beam adalah sinar celah yang dikeluarkan oleh monokromatis

hanya satu, dan tempat kuvet yang terdapat pada single beam oleh sinar hanya satu,

selanjutnya panjang gelombang mengalami perubahan setiap pergantian larutan

sehingga alat harus di nolkan (Harmita, 2006). Beberapa instrumen menghasilkan

single-beam instrument untuk pengukuran sinar ultraviolet dan sinar tampak.

Panjang gelombang paling rendah adalah 190 sampai 210 nm dan paling tinggi

adalah 800 sampai 1000 nm (Skoog, et al, 1996).

Gambar 2. Skema spektrofotometer UV-Vis (Double-beam) (Suhartati,

2017)

Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190 sampai

750 nm. Double-beam instrument mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh

potongan cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama

melewati larutan blanko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel (Skoog,

et al, 1996). Sumber sinar polikromatis, untuk sinar UV adalah lampu deuterium,

sedangkan sinar Visibel atau sinar tampak adalah lampu wolfram.Monokromator

pada spektrometer UV-Vis digunakaan lensa prisma dan filter optik. Sel sampel

berupa kuvet yang terbuat dari kuarsa atau gelas dengan lebar yang bervariasi.

Page 33: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

19

Detektor berupa detektor foto atau detektor panas atau detektor dioda foto,

berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubahnya

menjadi arus listrik (Suhartati, 2017).

Page 34: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

20

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan April hingga Mei 2021 di Laboratorium

Kimia, Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan di

Laboratorium Lingkungan, PT. Kersa Buana Lestari, Jakarta.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan adalah spektrofotometer Uv-Vis, kuvet, buret,

blender, desikator, kertas saring biasa, pemanas air (hot plate), corong pisah, alat

sentrifugal, oven, digestion vessel, tabung reaksi, magnetic stirrer, termometer,

pH meter, timbangan analitik, perangkat alat refluks, perangkat alat destilasi,

desikator, dan peralatan gelas lainnya.

3.2.2 Bahan

Koagulan alami sebagai bahan baku utama yang digunakan adalah biji

kelor (Moringa oleifera) dan air limbah dari sisa perebusan mie basah dan

sayuran dari Industri makanan cepat saji mie ayam. Bahan kimia yang digunakan

adalah kalium dikromat (K2Cr2O7), asam sulfat (H2SO4), merkuri (II) sulfat

(HgSO4), perak sulfat (Ag2SO4), natrium hidroksida (NaOH), natrium sulfit

(Na2SO3), asam sulfamat (H3NSO3), kalium hidrogen flatat (C8H5KO4), larutan

fenol (C6H5OH), Natrium nitroprusida (C5FeN6Na2O) 0,5%, alkalin sitrat

(C6H5Na3O7), natrium hiproklorit (NaClO) 5%, n-heksan, metil tertabutil ether

(MTBE), natrium sulfat anhidrat (Na2SO4), asam asetat (CH3COOH), kalium

iodida (KI) 10%, larutan buffer fosfat, magnesium sulfat (MgSO4), kalsium

Page 35: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

21

klorida (CaCl2), feri klorida (FeCl3.H2O), larutan glukosa-asam glutamat, larutan

asam dan basa 1 N, inhibitor nitrifikasi allythiourea(ATU), amilum.

3.3 Diagram Alir

Limbah Air Mie

Ayam

Penyaringan dengan kertas

saring

Ditambahkan biji kelor (Moringa

oleifera) halus 2,5;5;7,5 gram

pada 200mL air limbah. Diaduk

selama 1 menit, kemudian

didiamkan selama 6 jam

(Koagulasi)

Pengujian pH, TSS, COD, BOD, Ammonia, dan lemak

Hasil Analisis

Limbah Cair Mie

Ayam

Limbah Siap Buang

Sampling sampel dari 2 tempat kios

pejual berbeda

Sampel S1 Sampel S2

Page 36: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

22

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Persiapan Sampel

Limbah cair perebusan mie ayam diambil dari air sisa perebusan mie

industri makanan cepat saji mie ayam di sekitar kelurahan Pondok Karya,

Tangerang Selatan. Pengambilan sampel (sampling) dilakukan di dua tempat yang

berbeda, dimana sampel pertama (S1) didapatkan dari kios penjual makanan cepat

saji mie ayam yang berada di dalam pemukiman warga kelurahan Pondok Karya.

Sedangkan sampel kedua (S2) diambil dari kios penjual makanan cepat saji mie

ayam yang berada di jalan utama kelurahan Pondok Karya. Kedua sampel diambil

sekitar jam 12 malam, setelah selesai penjualan atau 7-8 jam sebelum perlakuan

pertama dilakukan.

Perlakuan pertama pada sampel, dilakukan penyaringan terhadap

limbah air tersebut dengan kertas saring. Setelah itu, setiap sampel dibagi menjadi

dua, yaitu dilakukan pengujian langsung, dan lainnya dilakukan proses koagulasi

dengan biokoagulan biji kelor (Moringa oleifera). Perlakuan kedua yaitu proses

koagulasi, dimana sampel limbah air perebusan mie ayam, ditambahkan

biokoagulan biji kelor (Moringa oleifera) yang telah dihaluskan sebanyak 1,25%;

2,5%; 3,75% dari limbah cair tersebut pada gelas beaker. Larutan dihomogenkan

dengan perlakuan pengadukan dengan magnetic stirrer dengan kecepatan 120 rpm

selama 1 menit. Sampel tersebut didiamkan selama 6 jam sehingga koagulasi terjadi

dengan sempurna.

3.4.2 Pengukuran Derajat Keasaman (pH)

Pengujian Pengukuran Derajat Keasaman (pH) sesuai dengan SNI 06-

6989.11-2004. Sebelum dilakukan pengujian, alat ph meter dikalibrasi terlebih

Page 37: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

23

dahulu sesuai dengan instruksi pengkalibrasian masing-masing alat. Setelah

melakukan kalibrasi, keringkan elektroda dengan tisu basah, lalu bilas dengan air

destilasi. Setelah di bilas dengan air destilasi, bilas elektroda dengan sampel.

Setelah itu, celupkan elektroda kedalam larutan sampel sampai muncul pembacaan

yang stabil. Setelah tidak menunjukan perubahan angka pada pembacaan, catat

hasil pembacaan angka pada tampilan pH meter.

3.4.3 Pengujian Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid, TSS)

Pengujian padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS)

secara gravimetri sesuai dengan SNI 06-6989.3-2004. Sebelum melakukan

penyaringan sampel, pisahkan terlebih dahulu padatan partikel besar yang

mengapung di dalam sampel. Pertama-tama basahi saringan terlebih dahulu dengan

air suling sebelum melakukan penyarinan dengan peralatan vakum. Lakukan

pengadukan sampel dengan magnetic stirrer, lalu ambil sebagian sampel dengan

pipet disaat pengadukan berlangsung. Lakukan pencucian pada kertas saring

dengan 3 x 10 mL air suling, lalu biarkan hingga kering sempurna. Setelah itu,

lakukan penyaringan pada sampel yang diambil perlahan dengan pipet, lakukan

penyaringan dengan vakum selama 3 menit hingga diperoleh penyaringan yang

sempurna. Setelah penyaringan selesai, pindahkan kertas saring yang ada

diperalatan penyaring ke wadah timbang aluminium. Keringkan kertas saring

kurang lebih 60 menit pada oven dengan suhu sekitar 103oC-105oC, lalu masukan

kedalam desikator untuk menyeimbangkan suhu dan timbang setelh suhu stabil.

Ulangi tahapan tersebut hingga didapatkan berat konstan atau sampai perubahan

berat lebih kecil dari 4% terhadap penimbangan sebelumnya.

Nilai TSS (mg/L) = (𝐴−𝐵)𝑥 1000

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖 (𝑚𝑙) …………persamaan (1)

Page 38: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

24

Keterangan : A = Berat kertas saring + residu (mg)

B = Berat kertas saring (mg)

3.4.4 Pengujian Chemical Oxygen Demand (COD) Dengan Refluks Tertutup

Secara Spektrofotometri

Pengujian kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen Demand

(COD) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri seusai dengan SNI 06-

6989.2-2009. Pertama-tama, lakukan pembuatan digestion solution pada

konsentrasi tinggi dengan melarutkan K2Cr2O7 yang telah dikeringkan pada suhu

1500 oC selama 2 jam sebanyak 10,216 gram ke dalam 500 ml aquadest,

selanjutnya ditambahkan 167 ml H2SO4 pekat dan 33.3 gram HgSO4 kemudian

didinginkan pada suhu ruang dan diencerkan sampai 1000 ml. Kemudian buat

larutan pereaksi asam sulfat Dengan 10,12 gram serbuk atau kristal Ag2SO4

ditambahkan kedalam 1000ml H2SO4 dan diaduk hingga larut. Setelah itu, buat

terlebih dahulu membuat larutan standar COD denagn konsentrasi 50; 100; 300;

600; 900 ppm dari larutan induk COD 1000 ppm. Tahapan selanjutnya adalah

melakukan proses digestion pada sampel dengan mereaksikan 2,5 ml larutan sampel

dengan digestion solution sebanyak 1,5 ml dan 3,5 ml larutan pereaksi asam sulfat

kedalam tabung reaksi yang ditutup. Lakukan pengocokan secara perlahan sampai

larutan homogen. Letakan tabung pada reaktor COD yang telah dipanaskan pada

suhu 150oC, refluks selama 120 menit. Setelah itu, ukur sampel dan larutan standar

pada spektrofotometer yang telah dioptimalisasi untuk pengujian COD. Atur

panjang gelombang pada 600 nm untuk konsentrasi tinggi, kemudian catan dan

Page 39: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

25

lakukan plot pada nilai COD. Setelah itu, buatlah kurva kalibrasi dan persamaan

garis lurus untuk mendapatkan persamaan regersi untuk mendapatkan nilai COD.

Nilai COD (mgO2/L) = C . Fp …….. persamaan (1)

Keterangan : C = konsentrasi sampel hasil pengukuran

Fp = Faktor pengenceran

3.4.5 Pengujian Kebutuhan Oksigen Biokimia / Biochemical Oxygen Demand

(BOD)

Pengujian kebutuhan oksigen biokimia atau Biochemical Oxygen

Demand (BOD) bedasarkan SNI 06-6989.72-2009. Menyiapkan 2 botol DO untuk

tiap sampel yang ditandai masing-masing tanda A1 dan A2. Setiap sampel yang

telah di encerkan dengan konsentrasi 1;2;3;4;5% dimasukan kedalam botol DO A1

dan A2; sampai meluap, dan ditutup masing-masing botol secara hati-hati untuk

menghindati terbentuknya gelembung udara. Kocok beberapa kali botol DO,

kemudian tambahkan aquadest pada sekitar mulut botol DO yang telah ditutup.

Botol A2 disimpan dalam lemari inkubator 20 oC ± 1oC selama 5 hari. Pada larutan

dalam botol A1 dilakukan pengukuran oksigen terlarut dengan alat DO meter yang

sudah terkalibrasi sesuai dengan metoda titrasi secara iodometri (modifikasi Azida)

sesuai dengan SNI 06-6989.14-2004. Hasil pengukuran, merupakan nilai oksigen

terlarut nol hari (A1). Pengukuran oksigen terlarut pada nol hari dilakukan paling

lama 30 menit setelah pengenceran. Lakukan pengukuran DO pada botol A2 yang

telah diinkubasi 5 hari ± 6 jam. Hasil pengukuran yang diperolah dari pengukuran

merupakan nilai oksigen terlarut 5 hari (A2). Selanjutnya lakukan uji DO kembali

terhadap larutan pengencer tanpa contoh uji (blanko) pada nol hari (B1) dan 5 hari

Page 40: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

26

(B2). Kemudian lakukan hal yang sama pada penetapan larutan kontrol standar

mengunakan larutan glukosa-asam glutamat sehingga didapatkan nilai oksigen

terlarut nol hari (C1) dan Nilai oksigen terlarut 5 hari (C2). Nilai BOD dapat

dihitung dengan :

BOD = (𝐴1−𝐴2)−(

(𝐵1−𝐵2)

𝑉𝐵)𝑉𝑐

𝑃 …… persamaan (1)

Keterangan : A1 = Kadar oksigen terlarut contoh uji sebelum inkubasi (0 hari)

(mg/L)

A2 = Kadar oksigen terlarut contoh uji setelah inkubasi (5 hari)

(mg/L)

B1 = Kadar oksigen terlarut blanko sebelum inkubasi (0 hari) (mg/L)

B2 = Kadar oksigen terlarut blanko setelah inkubasi (5 hari) (mg/L)

VB = Volume suspensi mikroba (mL) dalam botol DO blanko

VC = Volume suspensi mikroba dalam botol contoh uji (mL)

P = perbandingan volume contoh uji (V1) per volume total (V2)

3.4.6 Pengujian Oksigen Terlarut Secara Yodometri (Modifikasi Azida)

Pengujian Oksigen terlarut secara yodometri ini bedasarkan SNI 06-

6989.14-2004. Pertama-tama, ambil larutan sampel yang tealh disiapkan, lalu pipet

1 mL MnSO4 dan 1 mL alakali iodide azida tepat di permukaan larutan sampel.

Tutup segera sampel lalu homogenkan hingga gumpalan terbentuk sempurna.

Tunggu 5 menit sampai dengan 10 menit, hingga gumpalan mengendap. Pipet 1 mL

H2SO4 pekat kedalam sampel, segera tutup dan homogenkan sampel hingga

endapan terlarut sempurna. Ambil 50 mL larutan tersebut dan masukan kedalam

Page 41: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

27

erlenmeyer 150 mL. selanjutnya, larutan tersebut dititrasi dengan Na2S2O3 dengan

indicator amilum/kanji sampai warna biru hianag tepat.

Oksigen terlarut (mg / L) = 𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 8000 𝑥 𝐹

50 ……… persamaan (1)

Keterangan : V = Volume Na2S2O3 (mL)

N = Normalitas Na2S2O3

F = Faktor

3.4.7 Pengujian Kadar Amonia Dengan Spektrofotometer Secara Fenat

Pengujian kadar amonia dengan spektrofotometer secara fenat didasari

SNI 06-6989.30-2005. Pertama-tama buat terlebih dahulu larutan baku ammonia

1000 mg N/L dari 3,819 gram ammonium klorida yang telah dikeringkan pada suhu

100oC, yang dilarutkan kedalam 1000 mL labu ukur dengan aquades hingga tanda

tera, lalu dihomogenkan. Buat larutan baku ammonia 100 mg N/L dari larutan baku

ammonia 1000 mg N/L, lalu buat larutan baku ammonia 10 mg N/L dari larutan

baku ammonia 100 mg N/L. Kemudian, dari larutan baku ammonia 10 mg N/L,

buat larutan kerja amonia 0,0; 0,1; 0.2; 0,3; 0,4; 0,5 mg N/L sebagai acuan

pembuatan kurva kalibrasi. Larutan kerja tersebut dipipet sebanyak 25 ml dan

masukan masing-masing ke dalam Erlenmeyer. Kemudian tambahkan 1 mL larutan

fenol, homogenkan, tambahkan 1 mL natrium nitroprusid, homogenkan dan 2,5 mL

larutan pengoksidasi, homogenkan. Setelah itu, tutup erlenmeyer tersebut dengan

parafin film, dan biarkan selama 60 menit untuk terjadinya pembentukan warna.

Masukan larutan tersebut kedalam kuvet pada alat spektrofotometer, lakukan

pembacaan dan catat serapannya pada pajang gelombang 640 nm. Lakukan langkah

yang sama terhadap sampel. Dari data serapan pada larutan kerja ammonia buat lah

kurva kalibrasi dan tentukan persamaan garis lurusnya. Dari data serapan sampel,

Page 42: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

28

masukan kedalam persamaan garis lurus dari kurva kalibrasi larutan kerja ammonia

tersebut, sehingga dapat di tentukan konsentrasi ammonia pada sampel.

3.4.8 Pengujian Minyak dan Lemak Secara Gravimetri

Pengujian minyak dan lemak secara gravimetri bedasarkan SNI 06-

6989.10-2004. Pertama yang dilakukan adalah masukan larutan sampel ke corong

pisah, lalu bilas botol sampel dangan 30ml pelarut organik dan masukan kedalam

corong pisah beserta pelarut pencuci. Lakukan pengocokan corong pisah selama 2

menit, lalu diamkan hingga terjadi pemisahan lapisan. Setelah itu keluarkan lapisan

air (lapisan paling bawah dekat corong), lalu keluarkan lapisan pelarut melalui

corong. Gunakan kertas saring dan Na2SO4 anhidrat 10gram pada labu Erlenmeyer

penampung larutan pelarut, lalu kertas saring dan Na2SO4 anhidrat dicuci dengan

pelarut, kedalam labu bersih yang telah ditimbang. Jika lapisan pelarut yang tidak

jernih, dan terdapat emulsi lebih dari 5 mL, lakukan sentrifugasi selama 5 menit

pada putaran 2400 rpm. Pindahkan bahan yang disentrifugasi ke corong pisah dan

keringkan lapisan pelarut melalui corong dengan kertas saring dan 10 g Na2SO4,

yang keduanya telah dicuci sebelumnya, ke dalam labu bersih yang telah ditimbang.

Gabungkan lapisan air dan emulsi sisa atau padatan dalam corong pisah. Ekstraksi

2 kali lagi dengan pelarut 30 mL tiap kalinya, sebelumnya cuci dahulu wadah

contoh uji dengan tiap bagian pelarut. Jika masih ditemukan emulsi pada hasil

ekstraksi, ulangi langkah sebelumnya hingga tidak ditemukan emulsi. Gabungkan

seluruh ekstrak yang didapat ke dalam labu destilasi yang telah ditimbang, termasuk

cucian terakhir dari saringan dan Na2SO4 anhidrat dengan tambahan 10 mL sampai

dengan 20 mL pelarut. Destilasi pelarut dalam penangas air pada suhu 85°C. Ketika

terlihat pelarut berhenti terkondensasi, pindahkan labu dari penangas air. Dinginkan

Page 43: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

29

ke dalam desikator selama 30 menit, pastikan labu kering dan timbang sampai

diperoleh berat tetap.

Kadar minyak dan lemak (mg/L) = (𝐴−𝐵)𝑥 1000

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖 (𝑚𝑙) …… persamaan (1)

Keterangan : A = Berat labu + ekstrak (mg)

B = Berat labu (mg)

Page 44: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …
Page 45: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisis Sampel Limbah Cair Mie Ayam

Hasil analisis dari sampel limbah cair mie ayam, pada sampel limbah cair mie

ayam S1 didapatkan pH sebesar 5,2 dan pH pada sampel S2 sebesar 5,6.

Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa pH sampel limbah cair mie ayam tidak

sesuai dengan baku mutu air limbah domestik PermenLHK No. P.68 tahun 2016

yang pH sebesar 6 – 9. Sebagai pembanding, air limbah domestik rumah makan

cepat saji di daerah Pontianak memiliki pH sebesar 6.1 (Utomo et al, 2018).

A B

Keterangan : A = Limbah cair mie ayam Sampel S1

B = Limbah cair mie ayam Sampel S2

Gambar 3. Sampel Limbah Cair Mie Ayam

Menurut Sulistia dan Septisya (2020), nilai pH air menunjukkan tingkat

keasaman atau jumlah ion hidrogen yang berada dalam suatu larutan yang akan

memengaruhi kehidupan biologi didalamnya. Derajat keasaman air seharusnya

netral, tidak boleh terlalu asam atau terlalu basa. Rentang pH baku mutu yaitu

sekitar 6-9 menunjukkan pH netral yang akan aman apabila limbah domestik aman

untuk dibuang ke lingkungan. Pembuangan limbah domestik akan memberi

perubahan keasaman air, baik ke arah alkali maupun asam, sehingga akan sangat

Page 46: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

32

mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya. Selain itu, kondisi pH juga

dapat memengaruhi tingkat toksisitas suatu senyawa kimia, proses biokimiawi

perairan, dan proses metabolisme organisme air. Derajat keasaman merupakan

faktor yang penting dalam proses pengolahan air untuk perbaikan kualitas air

(Djoharam et al. 2018). Sehingga pH awal dari sampel dapat mempengaruhi hasil

dari proses koagulasi pada sampel limbah cair mie ayam nanti.

Hasil pengujian parameter BOD (Biochemical Oxygen Demand) pada sampel

limbah cair mie ayam S1, didapatkan sebesar 1725 mg/L dan sampel S2 sebesar

2670 mg/L. Berdasarkan baku mutu air limbah domestik PermenLHK No. P.68

tahun 2016, sampel limbah cair mie ayam S1dan S2 melewati kadar yang telah

ditentukan yaitu sebesar 30 mg/L. Air limbah domestik rumah makan cepat saji di

daerah Pontianak, sebagai pembanding, memiliki kadar BOD sebesar 1010,73

mg/L (Utomo et al, 2018). Kadar BOD yang tinggi pada Sampel S1 dan S2

menunjukan potensi limbah cair mie ayam sebagai pencemar organik didalam

perairan. Kandungan nilai BOD yang tinggi di sungai dapat menyebabkan

timbulnya bau dan pendangkalan akibat sedimentasi di sungai. Hal ini dikarenakan

berkurangnya kadar oksigen dalam air yang masuk sehingga biota akan mengalami

kematian (Suprihatin, 2014).

Hasil pengujian parameter COD (Chemical Oxygen Demand) pada sampel

limbah cair mie ayam S1, didapatkan sebesar 2310 mg/L dan sampel S2 sebesar

3570 mg/L. Berdasarkan baku mutu air limbah domestik PermenLHK No. P.68

tahun 2016, sampel limbah cair mie ayam S1 dan S2 melewati kadar yang telah

ditentukan yaitu sebesar 100 mg/L. Sebagai pembanding, air limbah domestic pada

rumah makan pizza di MERR Surabaya, memiliki kadar COD sebesar 1689,60

Page 47: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

33

mg/L (Farahdiba et al, 2019). Nilai COD merupakan ukuran bagi pencemaran air

oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses

mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air

(Mubin 2016).

Hasil pengujian parameter TSS (Total Suspended Solid) pada sampel limbah

cair mie ayam S1, didapatkan sebesar 765 mg/L dan sampel S2 sebesar 1440 mg/L.

Berdasarkan baku mutu air limbah domestik PermenLHK No. P.68 tahun 2016,

sampel limbah cair mie ayam S1 dan S2 melewati kadar yang telah ditentukan yaitu

sebesar 30 mg/L. Jika dilakukan komparasi, air limbah domestik pada rumah makan

cepat saji di daerah Pontianak, kadar TSS yang dihasilkan sebesar 776,00 mg/L.

Nilai konsentrasi TSS yang tinggi dapat menurunkan aktivitas fotosintesa dan

penambahan panas di permukaan air sehingga oksigen yang dilepaskan tumbuhan

air menjadi berkurang dan mengakibatkan ikan-ikan menjadi mati (Budianto dan

Hariyanto, 2017).

Tabel 5. Perbandingan Hasil Analisis Sampel Limbah Cair Mie Ayam dengan Baku

Mutu Standar Air Limbah Domestik PermenLHK Nomor P.68 Tahun

2016

Parameter Satuan

Baku Mutu

PermenLHK

No. P.68 Tahun

2016

Sampel

Limbah Cair

Mie Ayam S1

Sampel

Limbah Cair

Mie Ayam S2

pH - 6-9 5,2 5,6

BOD mg/L 30 1725 2670

COD mg/L 100 2310 3570

TSS mg/L 30 765 1440

Minyak &

lemak mg/L 5 90 90

Ammonia mg/L 10 75 120

Page 48: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

34

Pada parameter kadar minyak & lemak, sampel limbah cair mie ayam S1

didapatkan sebesar 90 mg/L dan sampel S2 sebesar 90 mg/L. Berdasarkan baku

mutu air limbah domestik PermenLHK No. P.68 tahun 2016, sampel limbah cair

mie ayam S1 dan S2 melewati kadar yang telah ditentukan yaitu sebesar 5 mg/L.

Pada parameter kadar ammonia, sampel limbah cair mie ayam S1 didapatkan

sebesar 75 mg/L dan sampel S2 sebesar 120 mg/L. Berdasarkan baku mutu air

limbah domestik PermenLHK No. P.68 tahun 2016, sampel limbah cair mie ayam

S1 dan S2 melewati kadar yang telah ditentukan yaitu sebesar 10 mg/L.

Jika dibandingkan dengan karakteristik khas muatan organik dari air limbah

industri makanan di Georgia, AS (Tabel 2), pada parameter BOD (Biochemical

Oxygen Demand) limbah cair dari mie ayam memiliki kemiripan dengan air limbah

pada industri roti (yang berbahan dasar karbohidrat), industri produk daging dan

unggas dan industri susu. Sedangkan, pada parameter TSS (Total Suspended Solid)

limbah cair dari mie ayam memiliki kemiripan dengan air limbah pada industri

produk daging dan unggas dan industri susu. Disisi lain, pada parameter kadar

minyak dan lemak, sampel limbah cair mie ayam ini masih jauh dibawah kadar

minyak dan lemak industri makanan lain seperti industri produk susu dan industri

produk daging dan unggas.

Dari hasil analisis diatas, menunjukan limbah cair dari industri makanan cepat

saji mie ayam, mempunyai potensi sebagai pencemar pada saluran pembuangan air

domestik. Perlu adanya penanganan limbah dari industri makanan cepat saji mie

ayam tersebut. Pengolahan dari limbah cair mie ayam tersebut mengunakan

biokoagulan biji kelor (Moringa oleifera) menjadi pembahasan selanjutnya dari

penelitian ini.

Page 49: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

35

4.2 Pengaruh Pengunaan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap Perubahan

pH

Sampel S1 limbah mie ayam yang) memiliki terjadi kenaikan nilai pH

tertinggi pada penambahan biokoagulan biji kelor (Moringa oliefera) sebesar

3,75%, dengan perubahan nilai pH dari 5,2 menjadi 5,6. Sedangkan pada

penambahan 2,5% koagulan biji kelor (Moringa oliefera) sampel limbah mie ayam

S1 terjadi penuruan terhadap nilai pH menjadi 4,9. Penambahan koagulan optimum

pada sampel limbah cair mie ayam S1 terjadi pada penambahan 3,75% koagulan

biji kelor, karena hasil perubahan pH mendekati pH baku mutu dari air limbah

domestik menurut PermenLHK No. P.68 Tahun 2016, yaitu pada pH 6 – 9.

Gambar 4. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan pH Sampel S1 Limbah Cair Mie Ayam

Sampel limbah cair mie ayam S2, terjadi penurunan nilai pH pada

penambahan konsentrasi koagulan biji kelor (Moringa oliefera) sebesar 1,25% dan

2,5%. Penurunan nilai pH terjadi secara berturut-turut dari nilai pH awal sebesar

5,6 menjadi 5,5. Dan 5,4. Hasil optimum pada sampel limbha cair mie ayam S2

didapatkan pada penambahan koagulan biji kelor (Moringa oliefera) sebesar

6

5,25,5

4,9

5,6

0

1

2

3

4

5

6

7

pH

Sampel

Baku Mutu

Sampel S1

1,25%

2,50%

3,75%

Page 50: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

36

3,75%, karena terjadi kenaikan nilai pH menjadi 5,8. Perubahan pH tersebut

mendekati nilai pH yang sesuai dengan PermenLHK No. P.68 Tahun 2016 tentang

baku mutu dari air limbah domestik, yaitu pada pH 6 – 9.

Gambar 5. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan pH Sampel S2 Limbah Cair Mie Ayam

Kenaikan nilai pH pada sampel limbah cair mie ayam di sebabkan asam

amino yang bersifat basa pada protein yang terdapat di dalam biji kelor (Moringa

oleifera) melepaskan gugus hidroksil yang membuat larutan menjadi basa

(Amagloh, 2009). Menurut Wibraham et al (1982) pH optimum biokoagulan biji

kelor (Moringa oleifera) yaitu pada ph 6-8. Proses koagulasi pada pH tersebut, asam

amino mengalami ionisasi menghasilkan ion karboksilat dan proton, muatan proton

menarik elektron termasuk koloid pengotor bermuatan negatif akhirnya membentuk

kelompok netral lalu menghasilkan flok.

Penurunan nilai pH yang terjadi pada sampel S2 dengan konsentrasi

koagulan 1,25% dan 2,5% dikarenakan interaksi asam amino pada koagulan dengan

koloid pengotor tidak optimal dan tidak terbentuk flok seperti pada konsentrasi

3,75. Hal tersebut bisa dioptimalkan dengan melarutkan koagulan terlebih dahulu

6

5,6

5,5

5,4

5,8

5,1

5,2

5,3

5,4

5,5

5,6

5,7

5,8

5,9

6

6,1

pH

Sampel

Baku Mutu

Sampel S2

1,25%

2,50%

3,75%

Page 51: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

37

kedalam air, sehingga asam amino terlebih dahulu terionisasi dan dapat berinteraksi

dengan koloid pengotor dengan optimal. Selain itu, pengenceran pada sampel

sebelum dilakukan treatment, juga menjadi cara untuk mengoptimalkan interaksi

protein koagulan dengan pengotor dan memperbesar kemungkinan terbentuknya

flok.

4.3 Pengaruh Pengunaan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap COD

(Chemical Oxygen Demand)

Sampel limbah cair mie ayam S1 mengalami penurunan kadar COD

(Chemical Oxygen Demand) terendah pada penambahan koagulan biji kelor

(Moringa oliefera) sebesar 2,5%. Dengan penambahan tersebut kadar dari sampel

S1 hanya terjadi penurunan dari kadar awal 2310 mg/L menjadi 1850 mg/L.

Penambahan 3,75% koagulan biji kelor (Moringa oliefera) pada sampel S1 terjadi

penurunan kadar COD terbesar yaitu sebesar 1140 mg/L. Hasil tersebut menjadikan

penambahan koagulan biji kelor (Moringa oliefera) sebesar 3,75%, sebagai

penuruan optimum kadar COD pada sampel limbah cair mie ayam S1, dengan

persentase penurunan sebesar 50,65%. Perurunan kadar COD pada sampel S1,

menunjukan bahwa koagulan biji kelor memiliki kemampuan dalam menurukan

kadar senyawa organik dengan cara koagulasi. Menurut Irmayana, et al (2017)

penurunan bahan tersebut akan menyebabkan berkurangnya oksigen yang

dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan tersebut sehingga nilai COD akan

turun.

Page 52: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

38

Gambar 6. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar COD Sampel S1 Limbah Cair Mie Ayam

Sampel limbah cair mie ayam S2, dengan penambahan koagulan biji kelor

(Moringa oliefera) sebesar 1,25%, terjadi penurunan kadar COD terbesar. Dengan

penurunan kadar COD sampel S2 dari 3570 mg/L menjadi 2720 mg/L. Hasil

tersebut menjadikan penambahan koagulan biji kelor (Moringa oliefera) sebesar

1,25%, sebagai penuruan optimum kadar COD pada sampel limbah cair mie ayam

S2, dengan persentase penurunan sebesar 23,81%. Di sisi lain pada penambahan

koagulan biji kelor (Moringa oliefera) pada konsentrasi 2,5 %, dan 3,75%

menunjukan kenaikan kadar COD pada sampel S2. Hasil pada sampel S2 tersebut,

menunjukan ketidaksesuaian dengan teori, dimana semakin besar penambahan

konsentrasi koagulan, semakin besar pula penurunan kadar COD dalam sampel. Hal

tersebut mungkin terjadi karena, penambahan koagulan yang berlebih pada sampel

S2 menyebabkan kejenuhan senyawa organik pada sampel.

100

2.310

1.660

1.850

1.140

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500K

adar

CO

D (

mg/

L)

Sampel

Baku Mutu

Sampel S1

1,25%

2,50%

3.75%

Page 53: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

39

Gambar 7. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar COD Sampel S2 Limbah Cair Mie Ayam

Pada penelitian ini, penurunan kadar COD pada limbah cair mie ayam sampel

S1 dan S2 terjadi akibat proses kimia saat koagulan berikatan dengan partikel

pengotor (proses koagulasi), dan juga dipengaruhi oleh proses floktasi. Terjadinya

turbulensi pada limbah pada saat proses floktasi, membantu meningkatkan suplai

oksigen (Masduqi dan Slamet, 2002). Menurut Alaerts dan Santika (1987) Suplai

oksigen merupakan factor yang sangat berperan dalam penurunan kadar COD.

4.4 Pengaruh Pengunaan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap BOD

(Biochemical Oxygen Demand)

Penurunan kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) pada sampel limbah

cair mie ayam S1, menunjukan hasil optimum pada sampel limbah cair mie ayam

S1 pada penambahan koagulan biji kelor (Moringa oliefera) dengan konsentrasi

3,75%. Pada penambahan 3,75% koagulan biji kelor (Moringa oliefera) terjadi

perubahan kadar BOD menjadi 1100 mg/L, dengan persentase penurunan sebesar

36,23%. Penambahan 2,5% biji kelor (Moringa oliefera) menjadi penurunan kadar

100

3.570

2.720

3.400

4.290

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

5.000

Kad

ar C

OD

(m

g/L)

Sampel

Baku Mutu

Sampel S2

1,25%

2,50%

3,75%

Page 54: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

40

BOD (Biochemical Oxygen Demand) terendah pada sampel S1. Dengan

penambahan tersebut kadar dari sampel S1 hanya terjadi penurunan dari kadar awal

1725 mg/L menjadi 1420 mg/L.

Gambar 8. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar BOD Sampel S1 Limbah Cair Mie Ayam

Penurunan optimum kadar BOD pada sampel limbah cair mie ayam S2,

terjadi dengan penambahan koagulan biji kelor (Moringa oliefera) sebesar 1,25%.

Penambahan koagulan biji kelor pada konsentrasi dapat menurunkan kadar BOD

dari 2670 mg/L menjadi 2040 mg/L atau dalam persentase, terjadi penurunan

sebesar 23,60%. Di sisi lain pada penambahan koagulan biji kelor (Moringa

oliefera) pada konsentrasi 2,5 %, dan 3,75% menunjukan kenaikan kadar BOD

pada sampel S2. Pada penambahan 2,5% biji kelor (Moringa oliefera) terjadi

perubahan kadar BOD menjadi 2580 mg/L, sedangkan penambahan 3,75%

koagulan biji kelor (Moringa oliefera) terjadi perubahan kadar BOD menjadi 3240

mg/L. Hasil pada sampel S2 tersebut, menunjukan ketidaksesuaian dengan teori,

dimana semakin besar penambahan konsentrasi koagulan, semakin besar pula

penurunan kadar BOD dalam sampel. Hal tersebut mungkin terjadi karena,

30

1725

1210

1420

1100

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

Kad

ar B

OD

(m

g/L)

Sampel

Baku Mutu

Sampel S1

1,25%

2,50%

3,75%

Page 55: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

41

penambahan koagulan yang berlebih pada sampel S2 menyebabkan kejenuhan

senyawa organik pada sampel, dikarenakan sampel yang terlampau pekat.

Gambar 9. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar BOD Sampel S2 Limbah Cair Mie Ayam

Penurunan konsentrasi BOD saat penambahan biokoagulan biji kelor

menunjukan bahwa bakteri gram positif dan negatif dapat terflokulasi oleh protein

yang terdapat dalam biji kelor. Terjadinya kenaikan konsentrasi pada penambahan

biokoagulan biji kelor pada sampel S2 terjadi akibat kandungan koagulan yang

berupa koagulan alami/biokoagulan yang memiliki sifat antimikroba sehingga

mengakibatkan kematian mikroorganisme yang berperan untuk mendegradasi

bahan organik dalam sampel (Irmayana et al, 2017)

4.5 Pengaruh Pengunaan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap TSS (Total

Suspended Solid)

Sampel limbah cair mie ayam S1, terjadi kenaikan nilai TSS (Total Suspended

Solid) ketika dilakukan penambahan koagulan biji kelor (Moringa oliefera) ditiap

konsentrasi. Kenaikan kadar TSS tertinggi terjadi pada penambahan 2,5% biji kelor

30

2.670

2.040

2.580

3.240

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

Kad

ar B

OD

(m

g/L)

Sampel

Baku Mutu

Sampel 2

1,25%

2,50%

3.75%

Page 56: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

42

(Moringa oliefera) dengan kadar awal 765 mg/L menjadi 5300 mg/L. Kenaikan

nilai TSS yang tinggi pada Sampel S1 disinyalir akibat kurangnya penyerapan

kation oleh partikel koloid sehingga masih banyak partikel yang memiliki muatan

negatif dan masih melayang-layang di dalam air (Ramadhani et al, 2013). Pelarutan

koagulan dalam air sebelum dilakukannya treatment, menjadi salah satu cara untuk

meningkatkan penyerapan kation oleh partikel koloid.

Gambar 10. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar TSS Sampel S1 Limbah Cair Mie Ayam

Sampel limbah cair mie ayam S2, mengalami penurunan kadar TSS terbesar

pada penambahan konsentrasi koagulan biji kelor (Moringa oliefera) sebesar 2,5%.

Penambahan 2,5 % koagulan biji kelor (Moringa oliefera) dapat menurunkan kadar

TSS sampel S2 dari 1440 mg/L menjadi 540 mg/L, atau dengan persentase

penurunan sebesar 62,5%. Namun, penambahan 3,75% koagulan biji kelor

(Moringa oliefera) tidak terjadi penurunan kadar TSS yang signifikan pada sampel

S2 yang awalnya 1440 mg/L menjadi 1260 mg/L. Penyimpangan ini mungkin

30

765 860

5.300

940

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

Kad

ar T

SS (

mg/

L)

Sampel

Baku Mutu

Sampel S1

1,25%

2,50%

3,75%

Page 57: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

43

disebabkan karena pada waktu tersebut tidak semua partikel koagulan bereaksi

membentuk flok-flok dalam limbah cair mie ayam (Bangun et al,2013).

Gambar 11. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar TSS Sampel S2 Limbah Cair Mie Ayam

Kenaikan kadar TSS oleh koagulan tepung biji kelor dikarenakan waktu

tunggu analisa yang terlalu lama sehingga terjadi proses dekomposisi koloid pada

sampel. Selain itu ukuran koagulan juga mempengaruhi kondisi tersebut. Ukuran

koagulan yang tidak seragam pada Tepung Biji Kelor menyebabkan partikel-

partikelnya tertinggal dan mengkoagulasi Kembali (restabilisasi). Sehingga pada

saat proses penyaringan, berat kertas saring menjadi bertambah. Restabilisasi ini

juga disebabkan air sampel yang terlalu lama dibiarkan sehingga adsorbsi kation

oleh partikel koloid menjadi berlebih, hal ini mengakibatkan tidak semua partikel

dapat diendapkan, sebagian pertikel masih dapat disaring dan tertahan oleh kertas

saring (Budiman et al, 2008).

30

1.440

1.080

540

1.260

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

Kad

ar T

SS (

mg/

L)

Sampel

Baku Mutu

Sampel S2

1,25%

2,50%

3,75%

Page 58: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

44

4.6 Pengaruh Pengunaan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap Minyak dan

Lemak

Sampel limbah cair mie ayam S1 mengalami hasil penurunan kadar minyak

dan lemak yang optimum pada penambahan koagulan biji kelor (Moringa oliefera)

sebesar 1,25% dan 2,5%. Penambahan koagulan biji kelor pada konsentrasi tersebut

dapat menurunkan kadar minyak dan lemak sampel S1 dari 90 mg/L menjadi 60

mg/L atau dengan persentase penurunan sebesar 33,33%. Namun, pada

penambahan konsentrasi koagulan 3,75% pada sampel S1, penurunan kadar minyak

dan lemak lebih kecil dibanding penurunan pada penambahan koagulan pada

konsentrasi yang lebih kecil. Penyimpangan ini mungkin disebabkan karena pada

waktu tersebut tidak semua partikel koagulan bereaksi membentuk flok-flok dalam

limbah cair mie ayam (Bangun et al,2013).

Gambar 12. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar Minyak & Lemak Sampel S1 Limbah Cair Mie Ayam

5

90

60 60

70

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Kad

ar (

mg/

L)

Sampel

Baku Mutu

Sampel S1

1,25%

2,50%

3,75%

Page 59: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

45

Sampel limbah cair mie ayam S2 mengalami hasil penurunan kadar minyak

dan lemak yang optimum pada penambahan koagulan biji kelor (Moringa oliefera)

sebesar 1,25% dan 2,5%.. Penambahan koagulan biji kelor pada konsentrasi

tersebut dapat menurunkan kadar minyak dan lemak sampel S2 dari 90 mg/L

menjadi 60 mg/L atau dengan persentase penurunan sebesar 33,33%. Namun, pada

penambahan konsentrasi koagulan 3,75% pada sampel S2 tidak terjadi penurunan

ataupun terjadi kenaikan kadar minyak dan lemak pada sampel. Keterbatasan atas

sumber referensi pada pengaruh koagulan biji kelor terhadap kadar minyak dan

lemak, membuat penulis tidak dapat memberikan kesimpulan terhadap fenomena

tersebut.

Gambar 13. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar Minyak & Lemak Sampel S2 Limbah Cair Mie Ayam

5

90

60 60

90

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Kad

ar (

mg/

L)

Sampel

Baku Mutu

Sampel S2

1,25%

2,50%

3,75%

Page 60: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

46

4.7 Pengaruh Pengunaan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap Ammonia

Sampel limbah cair mie ayam S1, pada penambahan koagulan biji kelor

(Moringa oliefera) sebesar 1,25% dan 3,75% terjadi penuruan kadar ammonia dari

75 mg/L menjadi 60 mg/L. Pada penambahan 2,5% biji kelor (Moringa oliefera)

terjadi perubahan kadar ammonia menjadi 40 mg/L. Hasil optimum pada sampel

limbah cair mie ayam S1 didapatkan pada penambahan koagulan biji kelor

(Moringa oliefera) sebesar 2,5%, karena terjadi penurunan kadar ammonia terbesar

dari kadar awal sampel S1 sebesar 46,67%.

Gambar 14. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar Ammonia Sampel S1 Limbah Cair Mie Ayam

Hasil yang ditunjukan pada sampel limbah cair mie ayam S2, penambahan

biokoagulan biji kelor (Moringa oliefera) sebesar 1,25% terjadi perubahan kadar

ammonia menjadi 80 mg/L. Pada penambahan 2,5% biji kelor (Moringa oliefera)

terjadi perubahan kadar ammonia menjadi 140 mg/L. Pada penambahan 3,75%

koagulan biji kelor (Moringa oliefera) terjadi perubahan kadar ammonia menjadi

10

75

60

40

60

-

10

20

30

40

50

60

70

80

Kad

ar (

mg/

L)

Sampel

Baku Mutu

Sampel S1

1,25%

2,50%

3,75%

Page 61: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

47

130 mg/L. Hasil optimum pada sampel limbah cair mie ayam S2 didapatkan pada

penambahan koagulan biji kelor (Moringa oliefera) sebesar 1,25%, karena terjadi

penurunan ammonia terbesar dari kadar awal sampel S2 sebesar 33,33%.

Gambar 15. Grafik Pengaruh Koagulan Biji Kelor (Moringa oliefera) Terhadap

Perubahan Kadar Ammonia Sampel S2 Limbah Cair Mie Ayam

Penurunan konsentrasi ammonia degan penambahan biokoagulan biji kelor

(Moringa oleifera), menurut Irmayana et al, (2017), menunjukan bahwa proses

koagulasi antara koagulan biji kelor dengan limbah cair mie ayam dapat bereaksi

dimana molekul asam amino mengandung ion karboksilat (COO-) suatu ion

amonium, karena asam amino bersifat amfoter yang berarti asam amino dapat

bereaksi dengan asam maupun basa, yang akan menghasilkan kation atau anion.

Penurunan kosentrasi ammonium dikarenakan pembentukan polielektrolit kationik

gugus -NH3+ sudah terbentuk sehingga mampu mengendapkan amonium meskipun

penurunannya tidak signifikan, di dalam air nitrogen amonia berada dalam 2

10

120

80

140130

-

20

40

60

80

100

120

140

160

Konsentrasi Amonia

Kad

ar (

mg/

L)

Sampel

Baku Mutu

Sampel S2

1,25%

2,50%

3,75%

Page 62: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

48

bentuk, yaitu amonia (NH3) dan amonium (NH4+) menurut reaksi keseimbangan

berikut:

NH3 + H2O NH4+ + OH-

Keseimbangan antara amonia dan amonium dipengaruhi oleh temperatur, akan

tetapi perbandingan antara amonia dan amonium sangat dipengaruhi pH. Amoniak

banyak terkandung dalam limbah cair, baik limbah domestik, limbah pertanian,

maupun limbah pabrik, terutama pabrik pupuk nitrogen (Irmayana et al, 2017).

Biokoagulan biji kelor diduga terjadi mekanisme koagulasi dengan protein

kationik. Proses tersebut terjadi akibat saling berinteraksinya protein kationik

membentuk partikel lebih besar. Protein memiliki rantai Panjang, dimana satu

sisinya mengabsorbsi partikel koloid, dan sisi lainya meluas kedalam larutan

sehingga dapat berikatan dengan koloid lain dan membentuk jembatan Bersama

partikel-partikel lain, sehingga membentuk flok yang lebih besar (Bolto dan

Gregory, 2007).

Gambar 16. Mekanisme koagulasi dugaan dengan protein kationik. (Bolto dan

Gregory, 2007)

Hasil kurang optimum yang didapatkan dari penelitian ini mungkin terjadi

akibat tidak terjadinya interaksi antara protein kationik pada biji kelor dengan

Page 63: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

49

partikel senyawa organik yang ada di sampel limbah cair mie ayam. Hal ini juga

ditunjukan oleh Rehansyah et al (2017), dimana pada penambahan massa

biokogulan biji kelor yang berlebih dapat meningkatkan kadar senyawa organik

pada sampel air gambut, yang sebelumnya dapat menurunkan kadar senyawa

organik dari kadar awal sebesar 428 mg/L menjadi 107, mg/L pada penambahan

massa koagulan biji kelor 0,5 gram.

Hasil optimum yang didapatkan pada koagulasi sampel 1, terjadi pada

penambahan konsentrasi biokoagulan biji kelor (Moringa oliefera) sebesar 3,75%.

Hasil dari penambahan biokoagulan biji kelor (Moringa oliefera) dengan

konsentrasi 3,75% menghasilkan kenaikan nilai pH dari 5,2 ke 5,6. Pengujian

diparameter COD (chemical oxygen demand) menunjukan penurunan konsentrasi

sebesar 50,65%, begitu juga dengan pengujian di parameter BOD (Biochemical

Oxygen Demand) terjadi penurunan konsentrasi sebesar 36,23%. Namun, terjadi

konsentrasi pada pengujian diparameter TSS (Total Suspended Solid), dengan

kenaikan konsentrasi sebesar 22,87%.

Berbeda dengan sampel 1 dari limbah cair mie ayam, sampel 2 limbah cair

mie ayam menunjukan hasil optimum pada penambahan konsentrasi biokoagulan

biji kelor (Moringa oliefera) sebesar 1,25%. Pada parameter COD (chemical

oxygen demand) , terjadi penurunan konsentrasi sebesar 23,81%. Penurunan

konsentrasi juga terjadi pada parameter BOD (Biochemical Oxygen Demand),

dengan penurunan konsentrasi sebeasar 23,60%. Pengujian diparameter TSS (Total

Suspended Solid) juga mengalami penurnan konsentrasi sebesar 25%. Namun, pada

pengujian pH, terjadi penurunan nilai pH dari 5,6 menjadi 5,5.

Page 64: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

50

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik simpulan sebagai

berikut:

1. Kualitas kedua sampel limbah cair mie ayam melebihi batas baku dalam

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia

Nomor P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 tentang baku mutu air limbah

domestik, nilai COD, BOD dan TSS pada sampel S1 adalah 2310 mg/L,

1725 mg/L dan 765 mg/L.

2. Metode koagulasi dengan biokoagulan biji kelor (Moringa oliefera) mampu

meningkatkan kualitas limbah cair mie ayam pada parameter BOD dan

COD, tetapi tidak mampu menurunkan nilai TSS.

3. Konsentrasi biokoagulan biji kelor (Moringa oliefera) menghasilkan

penurunan kadar optimum pada limbah cair mie ayam adalah: pada sampel

S1 didapatkan hasil optimum pada konsentrasi biokoagulan biji kelor

sebesar 3,75%, dengan penuruan konsentrasi pada parameter BOD dan

COD sebesar 50,65% dan 36,23%.

5.2 Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut dalam pengolahan limbah cair dari mie

ayam. Pelarutan biokoagulan biji kelor(Moringa oliefera) dengan air dan

pengenceran sampel yang terlalu pekat sebelum dilakukan treatment pada sampel

limbah cair mie ayam, menjadi saran agar proses koagulasi terjadi sempurna.

Page 65: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

51

Sehingga didapatkan hasil pengolahan yang sesuai dengan standar baku mutu air

limbah domestik yang diatur oleh PermenLHK No.P.68 tahun 2016

Page 66: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

52

DAFTAR PUSTAKA

Adany, F. 2017. Review: Proses Pengolahan Air Limbah Secara Fisika, Kimia, dan

Biologi. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

https://www.researchgate.net/publication/322086421_REVIEW_Proses_Pen

golahan_Air_Limbah_Secara_Fisika_Kimia_dan_Biologi (Diakses pada 10

februari 2021).

Alaerts G dan Santika SS. 1987. Metode penelitian air. Surabaya: Usaha Nasional,

309.

Amagloh FK dan Benang A. 2009. Effectiveness of Moringa oleifera seed as

coagulant for water purification. African Journal of Agricultural Research, 4

(1), pp. 119-123

Andreozzi R, Caprio V, Insola A, Maritta R, dan Sanchirico R. 2000. Advanced

oxidation processes for the treatment of mineral oilcontaminated wastewater.

Water Resource. 34(2): 620-628.

Apriyanti D, Santi VI dan Siregar YD. 2013. Pengkajian metode analisis amonia

dalam air dengan metode salicylate test kit. Ecolab, 7(2), pp.60-70.

Aslamiah SS. 2013. Aktivitas koagulasi Ekstrak Biji Kelor (Moringa oleifera L.)

dalam Larutan NaCl terhadap Limbah Cair IPAL PT. SierPier Pasuruan.

[Skripsi]. Malang: Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Islam Negeri (UIN) Malang

Astawan, M. 2004. Mie dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya.

Bangun, AR, Aminah S, Hutahaean RA dan Ritonga MY, 2013. Pengaruh kadar

air, dosis dan lama pengendapan koagulan serbuk biji kelor sebagai alternatif

pengolahan limbah cair industri tahu. Jurnal Teknik Kimia USU, 2(1), pp.7-

13.

Bertus MYP, Suherman S dan Sabang SM. 2014. Karakterisasi FTIR Poliblend

Adsorben Serbuk Biji Buah Kelor (Moringa Oleifera) Dan Cangkang Ayam

Ras Untuk Pengolahan Air Gambut Di Daerah Palu Barat. Jurnal Akademika

Kimia, 3(1), pp.21-29.

Bolto B dan Gregory J. 2007. Organic polyelectrolytes in water treatment. Water

research, 41(11), pp.2301-2324.

Bratby, J. 2006. Coagulation and Floculation in Water and Waste Water Treatment.

London: IWA.

Page 67: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

53

Budianto S dan Hariyanto T. 2017. Analisis perubahan konsentrasi Total

Suspended Solids (TSS) dampak bencana lumpur Sidoarjo menggunakan Citra

Landsat Multi Temporal (Studi Kasus: Sungai Porong, Sidoarjo). Jurnal

Teknik ITS. 6(1): 130-135. Budima, A, Wahyudi C, Irawaty W, dan Hindarso H. 2008. Kinerja Koagulan Poly

Aluminium Chloride (PAC) dalam Penjernihan Air Sungai Kalimas Surabaya

Menjadi Air Bersih. Widya Teknik. 7(1): 25-34.

Day RA dan Underwood AL. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Ed ke-6. Sopyan I,

Wibi HH, Simarmata L, penerjemah; Jakarta:Erlangga. Terjemahan dari:

Quantitative Analysis.

Departemen Perindustrian. 2007. Pengolahan Limbah Industri Pangan. Jakarta:

Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah.

Djoharama V, Rianib E dan Yanic M. 2018. Analisis kualitas air dan daya tampung

beban pencemaran Sungai Pesanggrahan Di Wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 8(1): 127-133.

Duke JA. 1998. Handbook of Nuts. Boca Rotan. CRC Pr.

Farahdiba AU, Purnomo YS, Sakti SN dan Kamal MF. 2019. Pengolahan Limbah

Domestik Rumah Makan Dengan Proses Moving Bed Biofilm Reactor

(MBBR). Jukung (Jurnal Teknik Lingkungan), 5(1).

Firrizeqisfi M. 2020. Makhluk hidup dari air Perspektif Zaghlul Najjar: tafsir Ilmi

atas Ayat-Ayat Penciptaan [Disertasi]. Surabaya: Universitas Islam Negeri

Sunan Ampel Surabaya.

Grubben GJH. 2004. Plant Resources of Tropical Africa 2 Vegerables. Belanda:

Prota Foundation.

Hadyana PA. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hendrawati H, Syamsumarsih D dan Nurhasni N. 2013. Penggunaan Biji Asam

Jawa (Tamarindus indica L.) dan Biji Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus

L.) Sebagai Koagulan Alami Dalam Perbaikan Kualitas Air Tanah. Jurnal

Kimia Valensi, 3(1).

Husniati H, Nurdjanah S dan Prakasa R. 2015. The Application of Encapsulated

Gluten on Tapioca Wet Noodle Making Processing. Biopropal Industri, 6(1),

pp. 29-36.

Irmayana I, Hadisantoso EP dan Isnaini S. 2017. Pemanfaatan Biji Kelor (Moringa

oleifera) sebagai koagulan alternatif dalam proses penjernihan limbah cair

industri tekstil kulit. Jurnal Istek, 10(2).

Page 68: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

54

Katayon S, Ng SC, Johari MM dan Ghani LA. 2006. Preservation of coagulation

efficiency of Moringa oleifera, a natural coagulant. Biotechnology and

bioprocess engineering, 11(6), pp. 489-495.

Koswara S. 2009. Teknologi Pengolahan Mie. http://tekpan.unimus.ac.id/wp-

content/uploads/2013/07/Teknologi-Pengolahan-Mie-teori-dan-praktek.pdf.

(Diakses pada 26 februari 2021)

Liu SX. 2007. Food and agricultural wastewater utilization and treatment (Vol.

705). Ames, IA : Blackwell Publishing.

Magbunua B. 2000. An Assessment of the Recovery and Potential of Residuals and

By Products from the Food Processing and Institutional Food Sectors in

Georgia. Athens, GA: University of Georgia Engineering Outreach Services.

Masduqi A and Slamet A.2002. Satuan Operasi untuk pengolahan air. Surabaya:

Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Teknologi Sepuluh Nopember.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Peraturan Menteri Lingkungan

Hidup dan Kehutanan Nomor 68 tahun 2016: Baku Mutu Air Limbah

Domestik. Jakarta: Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Muharto, Kuswytasari ND, Aunurohim. 2007. Biji kelor (Moringa oleifera) sebagai

bahan penyerap untuk menurunkan kadar detergen logam berat serta bakteri

dalam air jernih. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Surabaya: Institut

Teknologi Surabaya.

Nuraini S dan Yanti H. 2020. Validasi metode pengujian amonia menggunakan

metode uji cepat Hanna HI 96733. Jurnal Penelitian Sains, 22(1), pp.32-36.

Rahmani A. 2019. Pengelolaan Air dalam Industri Pangan. Bandung : Institut

Teknologi Bandung.

Ramadhan D. 2016. Peran Koagulasi dalam Meningkatkan Efisiensi Pemrosesan

dan Efektivitas Biaya dalam Proses Pengolahan Air dan Air Limbah. [Skripsi].

Bandung : Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung.

Ramadhani S, Sutanhaji AT dan Widiatmono BR. 2013. Perbandingan Efektivitas

Tepung Biji Kelor (Moringa oleifera lamk), Poly Alumunium Chloride (PAC),

dan Tawas sebagai Koagulan untuk Air Jernih. Jurnal Keteknikan Pertanian

Tropis dan Biosistem, 1(3).

Skoog DA, West DM dan Holler FJ. 1996. Fundamentals of Analytical Chemistry

7th edition. USA: Sounders College.

Page 69: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

55

Standar Nasional Indonesia. 2004. SNI 06-6989.10. 2004 Air dan air limbah: Cara

uji minyak dan lemak secara gravimetri. Jakarta: Badan Standardisasi

Nasional.

Standar Nasional Indonesia. 2004. SNI 06-6989.11. 2004 Air dan air limbah: Cara

uji derajat keasaman (pH) dengan menggunakan alat pH meter. Jakarta:

Badan Standardisasi Nasional.

Standar Nasional Indonesia. 2004. SNI 06-6989.3. 2004 Air dan air limbah: Cara

uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri.

Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.

Standar Nasional Indonesia. 2005. SNI 06-6989.30. 2005 Air dan air limbah: Cara

uji kadar ammonia dengan spektrofotometer secara fenat. Jakarta: Badan

Standardisasi Nasional.

Standar Nasional Indonesia. 2009. SNI 6989.2:2009 Air dan airlimbah: Cara uji

kebutuhan oksigen kimia (Chemical Oxygen Demand/COD) dengan refluks

tertutup secara spektrofotometri. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Standar Nasional Indonesia. 2009. SNI 6989.72:2009 Air dan air limbah: Cara uji

kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand/BOD). Jakarta:

Badan Standardisasi Nasional.

Sulistia S dan Septisya AC. 2020. Analisis Kualitas Air Limbah Domestik

Perkantoran. Jurnal Rekayasa Lingkungan, 12(1).

Suprihatin H. 2014. Kalilo river pollution due to limited land settlement and human

behavior along the Kalilo riverbanks. Journal of Degraded and Mining Lands

Management, 1(3), pp.143-148.

Sutherland JP, Folkard dan Grant WD. 1990. Natural coagulant for appropriate

water treatment. a novel approach. J. Waterlines, 8, pp. 30-32.

Suyanti. 2008. Membuat Mie Sehat Bergizi dan Bebas Pengawet. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Syukri. 1999. Kimia Dasar. Volume Ke-2. Bandung: ITB Pr.

Utomo KP, Saziati O dan Pramadita S. 2018. Coco Fiber Sebagai Filter Limbah

Cair Rumah Makan Cepat Saji. Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah,

6(2), pp.130-139.

Wibawarto DK , Syafrudin S dan Nugraha WD. 2017. Study Penurunan Turbidity,

TSS, COD Menggunakan Biji Kelor (Moringa oleifera) Sebagai

Nanobiokoagulan dalam Pengolahan Air Limbah Domestik (Grey Water).

Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1. Semarang (ID): Universitas

Diponegoro.

Page 70: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

56

Wibraham C, Antony M dan Michael S. 1982. Introduction to Organic and

Biological Chemistry. Diterjemahkan oleh Suminar Achmadi, Bandung : ITB,

1992.

Widiyanto AF , Yuniarno S dan Kuswanto K. 2015. Polusi air tanah akibat limbah

industri dan limbah rumah tangga. KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat,

10(2), pp.246-254.

Yudo S dan Setiyono. 2008. Perencanaan instalasi pengolahan limbah domestik di

rumah susun Karang Anyar Jakarta. Jurnal Teknik Lingkungan. 9(1): 31-40.

Yuliastri IR. 2010. Penggunaan serbuk biji kelor (Moringa oleifera) sebagai

koagulan dan flokulan dalam perbaikan kualitas air limbah dan air tanah

[Skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Zahra LZ. 2015. Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter

Aerobik [Disertasi]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Page 71: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

57

LAMPIRAN

Lampiran 1. Sampel S1 Limbah Cair Mie Ayam

Parameter

Standar

Baku Mutu

PermenLHK

No. P.68

2016

Sampel

Limbah

Cair Mie

Ayam

sampel S1

S1 +

Koagulan

Biji Kelor

1,25%

S1 +

Koagulan

Biji Kelor

2,5%

S1 +

Koagulan

Biji Kelor

3,75%

pH 6 - 9 5,2 5,5 4,9 5,6

COD

(mg/L)

100 2310 1660 1850 1140

BOD

(mg/L)

30 1725 1210 1420 1100

TSS

(mg/L)

30 765 860 5300 940

Minyak &

Lemak

(mg/L)

5 90 60 60 70

Ammonia

(mg/L)

10 75 60 40 60

Page 72: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

58

Lampiran 2. Sampel S2 Limbah Cair Mie Ayam

Parameter

Standar

Baku Mutu

PermenLHK

No. P.68

2016

Sampel

Limbah

Cair Mie

Ayam

sampel S1

S1 +

Koagulan

Biji Kelor

1,25%

S1 +

Koagulan

Biji Kelor

2,5%

S1 +

Koagulan

Biji Kelor

3,75%

pH 6 - 9 5,6 5,5 5,4 5,8

COD

(mg/L)

100 3570 2720 3400 4290

BOD

(mg/L)

30 2670 2040 2580 3240

TSS

(mg/L)

30 1440 1080 540 1260

Minyak &

Lemak

(mg/L)

5 90 60 60 90

Ammonia

(mg/L)

10 120 80 140 130

Page 73: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

59

Lampiran 3. Perhitungan Kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) Pada

Sampel Limbah Cair Mie Ayam

Sampel Faktor

Pengenceran (P)

Volume

Mikroba (mL) DO0 DO5

Blanko S1 0,25 2,5 8,01 2,42

Sampel S1 0,05 3,17 7,97 1,65

BOD = (𝐴1−𝐴2)−(

(𝐵1−𝐵2)

𝑉𝐵)𝑉𝑐

𝑃

BOD Sampel S1 = (7,92−1,65)−(

(8,01−2,42)

2,5)3,17

0,05

= 114,95 =115

Dilakukan pengenceran sebelum dilakukukan uji sebesar 15 kali pada sampel S1,

jadi, Kadar BOD dari limbah cair mie ayam sampel S1 sebesar:

Kadar BOD = BOD S1 x Fp

= 114,95 x 15

= 1724,25 mg/L

Page 74: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

60

Lampiran 4. Perhitungan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) Pada Sampel

Limbah Cair Mie Ayam

Persamaan regresi = y = 0,0004x + 0,0021

a = 0,0021

b = 0,0004

r2 = 0,9996

Nama Sampel Abs C (mg/L) Fp

Sampel S1 0,066 154 15

1,25% 0,071 166 10

2,5% 0,079 185 10

3,75% 0,062 144 10

Nilai COD (mg/L) = C. Fp

Nilai COD Sampel S1 = 154 . 15

= 2310 mg/L

C (mg/L) Abs

0.00 0.000

100.00 0.046

200.00 0.086

300.00 0.127

400.00 0.167

500.00 0.210

Page 75: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

61

Lampiran 5. Perhitungan Kadar TSS (Total Suspended Solid) Pada Sampel

Limbah Cair Mie Ayam

Nama Sampel

Berat Kertas

Saring +

Residu (mg)

Berat Kertas

Saring (mg)

Volume

Sampel (mL)

Faktor

pengenceran

Sampel S1 3,3274 3,32485 50,00598 15

1,25% 2,9803 2,9760 50,00598 10

2,5% 2,7892 2,7627 50,00598 10

3,75% 2,9533 2,9486 50,00598 10

Nilai TSS (mg/L) = (𝐴−𝐵)𝑥 1000

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖 (𝑚𝑙)

Keterangan : A = Berat kertas saring + residu (mg)

B = Berat kertas saring (mg)

Kadar TSS Sampel S1 = (3,3274−3,32485)𝑥 1000

50,00598

= 52 mg/L

Dilakukan pengenceran sebelum dilakukukan uji sebesar 15 kali pada sampel S1,

jadi, Kadar TSS dari limbah cair mie ayam sampel S1 sebesar:

Kadar TSS = TSS S1 x Fp

= 52 x 15

= 765 mg/L

Page 76: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

62

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Amonia Pada Sampel Limbah Cair Mie Ayam

Persamaan regresi = y = 0,0035 + 1,1311x

a = 0.0035

b = 1.1311

r ² =0.9991

Nama Sampel Abs C (mg/L) Fp

Sampel S1 0,235 0,2045 24,90745

1,25% 0,262 0,229 24,90745

2,5% 0,180 0,156 24,90745

3,75% 0,259 0,226 24,90745

Kadar Ammonia Sampel S1 = C x Fp

= 0,2045 x 24,90745

= 5,2 5 mg/L

Dilakukan pengenceran sebelum dilakukukan uji sebesar 15 kali pada sampel S1,

jadi, Kadar Amonia dari limbah cair mie ayam sampel S1 sebesar:

Kadar Amonia = Amonia S1 x Fp

= 5 x 15 = 75 mg/L

C (mg/L) Abs

0.00 0.000

0.10 0.109

0.20 0.236

0.30 0.351

0.40 0.465

0.50 0.561

0.60 0.678

Page 77: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

63

Lampiran 7. Perhitungan Kadar Minyak dan Lemak Pada Sampel Limbah Cair

Mie Ayam

Nama Sampel Berat Labu +

Ekstrak (mg)

Berat Labu

(mg)

Volume

Sampel (mL)

Faktor

pengenceran

Sampel S1 185,6450 185.6512 10 15

1,25% 187.5393 187.5457 10 10

2,5% 153.5274 153.5336 10 10

3,75% 151.9654 151.9721 10 10

Kadar Minyak dan Lemak (mg/L) = (𝐴−𝐵)𝑥 1000

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖 (𝑚𝑙)

Keterangan : A = Berat labu + ekstrak (mg)

B = Berat labu (mg)

Kadar TSS Sampel S1 = (185,6450−185.6512)𝑥 1000

10

= 6,2 6 mg/L

Dilakukan pengenceran sebelum dilakukukan uji sebesar 15 kali pada sampel S1,

jadi, Kadar minyak dan lemak dari limbah cair mie ayam sampel S1 sebesar:

Kadar Minyak dan Lemak = Minyak dan Lemak S1 x Fp

= 6 x 15

= 90 mg/L

Page 78: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

64

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian

Gambar Biji Kelor

Gambar Serbuk Biji Kelor

Sampel S1 + 1,25% Biji Kelor

Sampel S2 + 1,25% Biji Kelor

Sampel S1 + 2,5% Biji Kelor

Sampel S2 + 2,5% Biji Kelor

Page 79: PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MIE AYAM DENGAN …

65

Sampel S1 + 3,75% Biji Kelor

Sampel S2 + 3,75% Biji Kelor