Skripsi
ANALISIS SENYAWA HIDROKARBON AROMATIK POLISIKLIK (HAP) DALAM TEH SEDUH DENGAN KROMATOGRAFI GAS
SPEKTROMETER MASSA (GC-MS)
SYAFRIL HIDAYAT
H311 15 301
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2019
ANALISIS SENYAWA HIDROKARBON AROMATIK POLISIKLIK (HAP) DALAM TEH SEDUH DENGAN KROMATOGRAFI GAS
SPEKTROMETER MASSA (GC-MS)
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar sarjana sains
SYAFRIL HIDAYAT
H311 15 301
MAKASSAR
2019
SKRIPSI
ANALISIS SENYAWA HIDROKARBON AROMATIK POLISIKLIK (HAP) DALAM TEH SEDUH DENGAN KROMATOGRAFI GAS
SPEKTROMETER MASSA (GC-MS)
Disusun dan diajukan oleh:
SYAFRIL HIDAYAT H311 15 301
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:
Pembimbing Utama Pembimbing Pertama
Dr. Hj. Nursiah La Nafie, M.Sc Dr. H. Syarifuddin Liong, M.Si NIP. 19580523 198710 2 001 NIP. 19520505 197403 1 002
Share your knowledge
it is a way to achieve immortality
“Barangsiapa yang menempuh suatu perjalanan dalam rangka untuk menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga. Tidaklah berkumpul suatu kaum disalah satu masjid diantara masjid- masjid Allah, mereka membaca Kitabullah serta saling mempelajarinya kecuali akan turun kepada mereka ketenangan dan rahmat serta diliputi oleh para malaikat. Allah menyebut-nyebut mereka dihadapan para malaikat.” (HR. Muslim)
Karya ini kupersembahkan untuk BUNDA tercinta yang telah berkorban banyak selama ini untuk saya dan atas izin dan ridho
Allah SWT.
PRAKATA
Bismillahirrrahmanirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahi Rabbilalamin, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah
Subhanahu Wata’ala karena dengan rahmat dan hidayah-Nya kami memohon
pertolongan dan hanya kepada-Nya lah kami berharap. Tuhan Rabbulalamin yang
telah memberikan kekuatan, kesabaran dan ketabahan, sehingga penulisan skripsi
dengan judul “Analisis Senyawa Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (HAP) dalam
Teh Seduh dengan Kromatografi Gas Spektrometer Massa (GC-MS)” dapat
terselesaikan dan hadir sebagaimana mestinya.
Limpahan rasa hormat dan bakti serta do’a yang tulus, penulis
persembahkan kepada Ibunda tercinta, terkasih dan tersayang Nurhayati, S,Pd
yang telah mengasuh, mendidik, dan mendo’akan serta kasih sayang yang
diberikan dengan tulus senantiasa mengiringi perjalanan penulis dalam menuntut
ilmu. Semoga Allah Subhanahu Wata’alasenantiasa melimpahkan kesehatan,
kemuliaan dan rezki di dunia maupun di akhirat. Terima kasih pula penulis
haturkan kepada Tante Dra. St. Halimah yang senantiasa merawat dan
membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang sejak kecil hingga dewasa dan
untuk kedua kakak penulis yang dicintai Shary Rhama Indahsari dan Zulkarnain
Yamin dan segenap keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik dari
segi moril dan materil, semoga Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa
membalasnya dengan yang lebih baik.
Penulis juga menghaturkan terima kasih dan penghargaan sedalam-
dalamnya yang telah memberikan bantuan baik secara moril, materil, maupun
tenaga kepada:
1. Ibu Dr. Nursiah La Nafir, M.Sc dan Bapak Dr. Syarifuddin Liong, M.Si
yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam
membimbing dan memberikan petunjuk yang begitu berharga bagi
penulis hingga terselesainya skripsi ini.
2. Bapak Dr. Abd. Karim, M.Si selaku Ketua Departemen Kimia dan Ibu
Dr. St. Fauziah, M.Si selaku Sekertaris Departemen Kimia serta seluruh
dosen dan staf Departemen Kimia yang telah mengajarkan dan membantu
penulis dalam berbagai hal selama perjalanan menempuh pendidikan fi
Departemen Kimia Universitas Hasanuddin.
3. Panitia Ujian Sarjana Kimia, yaitu Ibu Dr. Seniwati Dali, M.Si (Ketua),
Ibu Dr. St. Fauziah, M.Si (Sekertaris), Ibu Dr. Nursiah La Nafie, M.Sc
(Ex. Officio) dan Bapak Dr. Syarifuddin Liong, M.Si (Ex.Officio).
4. Bapak Drs. L. Musa Rammang, M.Si selaku Penasehat Akademik yang
selalu menuntun dan penulis dalam kesulitan yang dihadapi selama
perkuliahan.
5. Dosen-dosen bidang ilmu kimia analitik, Bapak Prof. Alfian Noor, M.Sc,
Bapak Prof. Abd. Wahid Wahab, M.Si, Bapak Drs. L. Musa Rammang,
M.Si selaku dosen dan Penasehat Akademik penulias selama proses
perkuliahan, Ibu Dr. Nursiah La Nafie, M.Sc selaku pembimbing utama
penulis dan Bapak Dr. Syarifuddin Liong, M.Si selaku pembimbing
pertama penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Rekan panel penelitian Saudari Niluh Indria Wardani dan Annisa Iqriyah
Bangsawan terima kasih atas kerjasamanya dalam menyelesaikan
penelitian Senyawa Hidrokarbon Aromatik Polisiklik.
7. Analis Laboratorium Kimia Analitik yang terkasih kak Fibiyanthi yang
telah banyak membantu dalam proses praktikum selama perkuliahan dan
selama penelitian yang dikerjakan oleh penulis.
8. Teman-teman Kimia Angkatan 2015 yang berjuang bersama-sama selama
proses perkuliahan dan telah memberikan banyak kenangan positif yang
sulit dilupakan selama menempuh pendidikan di Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin.
9. Sahabat-sahabat penulis yaitu Wahyu Pratomo Usman, Fauzia Al-Amri,
Dalmiya Audina Pratiwi, Hasfirah Hanifah Rizal dan Astrid Pratiwi
Saliah yang selalu menyemangati penulis dalam penyusunan skripsi.
10. Teman-teman KKN Gelombang 99 Kec. Bantimurung Desa Minasa Baji
Santi Arnayanti, Melani Herman, Juwaryati Pither, Kiki Richa Malia,
Heriyanto, dan Achmad Fatony.
Penulis mengucapkan terima kasih atas kritik dan saran yang bersifat
membangun dalam penulisan selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga isi
skripsi ini dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya
Kimia Analitik.
Penulis
2019
ABSTRAK
Penelitian tentang analisis senyawa Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (HAP) pada teh seduh yang beredar di masyarakat telah dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Gas Spektrometer Massa (GC-MS). Sampel teh yang terdiri atas teh putih, teh hijau, dan teh hitam dipilih secara acak. Sampel teh dipreparasi menggunakan metode ekstraksi dan dianalisa menggunakan GC-MS. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa senyawa HAP terdapat pada teh seduh yang beredar di masyarakat. Senyawa HAP yang terdapat pada sampel teh seperti naftalen, asenaftilen, fluoren, fenantren, antrasen, fluoranten, piren, benzo[a]antrasen, krisen, benzo[b]fluoranten, benzo[a]piren, dan dibenzo[a,h]antrasen. Kadar total senyawa HAP terbesar pada teh hitam A yaitu 1724,65 ng/g dan yang terendah pada teh putih yaitu 563,61 ng/g. Senyawa benzo[a]piren juga ditemukan dengan kadar sebesar 6,03 ng/g.
Kata Kunci: Teh, Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (HAP), Kromatografi Gas
Spektrometer Massa (GC-MS).
iv
ABSTRACT
Research on the analysis of Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (HAP) compounds on brewed tea circulating in the community has been carried out using Gas Chromatography Mass Spectrometer (GC-MS). Tea samples consisting of white tea, green tea, and black tea were randomly selected. Tea samples were prepared using the extraction method and analyzed using GC-MS. The results obtained from this study indicate that HAP compounds found in brewed tea are circulating in the community. HAP compounds found in tea samples such as naphthalene, acenaphylen, fluorine, phenanthrene, anthracene, fluorantene, pyrene, anthracene benzo [a], chrisen, benzo [b] fluorantene, benzo [a] pyrene, and dibenzo [a, h] anthracene . The highest total levels of HAP compounds in black tea A were 1724.65 ng / g and the lowest in white tea was 563.61 ng / g. Benzo [a] pyrene compounds were also found at levels of 6.03 ng / g.
Key Words: Tea, Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH), Gas Chromatography
Mass Spectrometer (GC-MS).
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .................................................................................................. iv
ABSTRACT ................................................................................................ v
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. x
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 4
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ................................................. 4
1.3.1 Maksud Penelitian ........................................................... 4
1.3.2 Tujuan Penelitian............................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 6
2.1 Teh ........................................................................................... 6
2.1.1 Teh Putih ........................................................................ 7
2.1.2 Teh Hijau ........................................................................ 7
2.1.3 Teh Hitam ....................................................................... 8
2.2 Senyawa Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (HAP) ................. 9
2.3 Sumber Senyawa Hidrokarbon Aromatik Polisiklik ............... 12
2.4 Distribusi Senyawa Hidrokarbon Aromatik Polisiklik............. 13
vi
2.4.1 Udara ............................................................................... 14
2.4.2 Air .................................................................................... 14
2.4.3 Sedimen ........................................................................... 15
2.4.4 Tanah ............................................................................... 15
2.4.5 Makanan .......................................................................... 15
2.4.6 Minuman Teh .................................................................. 16
2.5 Toksisitas Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (HAP) ................ 17
2.6 Kromatografi Gas-Spektrometer Massa (GC-MS) .................. 18
BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 22
3.1 Bahan Penelitian....................................................................... 22
3.2 Alat Penelitian .......................................................................... 22
3.3 Tempat Dan Waktu Penelitian ................................................. 22
3.4 Prosedur Penelitian................................................................... 22
3.4.1 Ekstraksi Sampel ................................................................... 22
3.4.2 Analisis HAP dengan GC-MS............................................... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 25
4.1 Hasil Analisis Standar HAP ...................................................... 25
4.2 Analisis Senyawa HAP pada Sampel Teh ................................. 26
4.2.1 Analisis Sampel Teh Putih .............................................. 26
4.2.2 Analisis Sampel Teh Hijau .............................................. 27
4.2.3 Analisis Sampel Teh Hitam A ......................................... 29
4.2.4 Analisis Sampel TehHitam B .......................................... 30
4.2.5 Total Senyawa HAP pada Sampel Teh ........................... 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 33
vii
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 33
5.2 Saran .......................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 35
LAMPIRAN ............................................................................................... 39
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi senyawa kimia dalam berbagai jenis teh.............................. 9
2. Sifat fisik dan kimia 16 senyawa HAP .................................................. 11
3. Jenis-jenis gas pembawa pada GC-MS .................................................. 19
4. Jenis fase diam dan penggunaanya ........................................................ 21
5. Data Senyawa pada larutan standar + internal standar .......................... 26
6. Senyawa HAP pada Sampel Teh Putih .................................................. 27
7. Senyawa HAP pada Sampel Teh Hijau .................................................. 28
8. Senyawa HAP pada Sampel Teh Hitam A ............................................. 29
9. Senyawa HAP pada Sampel Teh Hitam B ............................................. 30
10. Konsentrasi Total Senyawa HAP Pada Sampel Teh(ng/g) .................. 32
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Teh SEDUH DAN DAUN TEH ............................................................ 6
2. Teh Putih ................................................................................................ 7
3. Teh Hijau ................................................................................................ 8
4. Teh Hitam ............................................................................................... 8
5. Nama Dan Struktur HAP Menurut SCF, UE, dan EPA ........................ 10
6. Asap Pabrik Salah Satu Sumber HAP..................................................... 13
7. Kromatografi Gas-Spektrometer Massa (GC-MS) ................................ 19
8. Kromatogram Standar HAP + Internal Standar ..................................... 25
9. Kromatogram Sampel Teh Putih ............................................................ 26
10. Kromatogram Sampel Teh Hijau ......................................................... 28
11. Kromatogram Sampel Teh Hitam A .................................................... 29
12. Kromatogram Sampel Teh Hitam B .................................................... 30
13. Ekstrak Hasil Sonikasi ......................................................................... 41
14. Proses Penyaringan .............................................................................. 41
15. Proses Pemekatan dengan Rotary Evaporator ..................................... 41
16. Proses Purging dengan Gas Nitrogen .................................................. 41
x
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
Istilah/Singkatan Kepanjangan/Pengertian
DCM Diklorometana
DW Dry Weight
DNA Deoxyribonucleic acid
EPA Environmental Protection Agency
GC-MS Gas Chromatography-Mass Spectrometry
HAP Hidrokarbon Aromatik Polisiklik
DHHS Department of Health and Human Services
IARC International Agency for Research on Cancer
EPA Environmental Proection Agency
SCF Scientific Committee for Food
EU European Union
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Kerja Penelitian ......................................................................... 39
2. Bagan Kerja ........................................................................................... 40
3. Dokumentasi Penelitian ......................................................................... 41
4. Perhitungan ............................................................................................ 42
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teh adalah minuman yang sangat populer dikonsumsi oleh masyarakat
dunia. Minuman ini diseduh dari daun teh (Camellia sinensis) yang telah diolah
(Soni dkk., 2015). Minuman teh berasal dari negara Cina, dan merupakan
minuman kafein yang sangat populer, paling tua, serta minuman yang tidak
mengandung alkohol (Khumar dan Shruthi, 2014).
Indonesia merupakan negara produsen teh curah pada urutan ke tujuh di
dunia setelah Cina, India, Kenya, Sri Lanka, Turki dan Vietnam. Berdasarkan data
dari Internatioanal Tea Committee (ITC) pada tahun 2015 total produksi teh
Indonesia mencapai 129 ribu ton. Jumlah produksi teh di Sulawesi Selatan
sebesar 142 ton pada tahun 2017 (Hendaryati dan Yanuar, 2017). Sebagian besar
produksi teh Indonesia yaitu sekitar 65%, ditujukan untuk pasar ekspor dan
volume ekspor teh Indonesia sekitar 94% dan masih dalam bentuk teh curah
(Suprihatini, 2005).
Menurut Katoch dan Satyanarayan (2017), teh merupakan minuman yang
paling banyak dikonsumsi setelah air. Kebiasaan minum teh telah menjadi tradisi
bagi masyarakat dunia. Selain air putih, teh merupakan minuman yang paling
banyak dikonsumsi oleh manusia. Rata-rata konsumsi teh penduduk dunia adalah
120 mL/hari per kapita. Jenis teh terdiri dari tiga macam yang umum dikonsumsi
yaitu teh hitam yang banyak dikonsumsi oleh bangsa Eropa, Amerika Utara, dan
Afrika Utara (kecuali Moroko), teh hijau yang banyak dikonsumsi oleh bangsa
1
Asia (termasuk Indonesia), dan teh oolong yang banyak dikonsumsi oleh
penduduk Cina dan Taiwan (Besral, dkk., 2007).
Jenis teh yang paling banyak diproduksi dan dikonsumsi oleh masyarakat
adalah teh hijau, teh oolong, dan teh hitam, warna teh sesuai dengan perlakuan
pasca panen dan cita rasa khas pada wilayah tertentu (Soni dkk., 2015). Tiga jenis
teh tersebut masing-masing memiliki warna hasil seduhan yang berbeda karena
melalui proses oksidasi seperti teh hijau tidak teroksidasi, teh oolong sebagian
teroksidasi, dan teh hitam teroksidasi secara sempurna (Khumar dan Shruthi,
2014). Teh yang dikonsumsi di seluruh dunia sebagian besar terbuat dari daun teh
muda yang dapat terkontaminasi selama pemetikan di lapangan, saat pengeringan,
proses fermentasi, maupun pada saat pengolahan dengan bahan kimia yang
berbahaya bagi kesehatan manusia karena mengandung senyawa karsinogen
seperti hidrokarbon aromatik polisiklik (HAP) (Adisa dkk, 2015).
Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (HAP) merupakan kelompok senyawa
organik yang tersusun dari dua atau lebih cincin aromatik (benzene), yang banyak
terdapat di lingkungan. Hidrokarbon aromatik polisiklik terbentuk dari
pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan organik, seperti bahan bakar fosil.
Beberapa senyawa HAP memiliki sifat toksik, mutagenik atau karsinogenik
(Syahrir, 2012; Edward, 2017). Senyawa HAP mengandung racun yang
mengalami biotransformasi menjadi metabolit toksik yang dapat diikat secara
makromolekul seluler seperti protein, DNA dan RNA, yang dapat menyebabkan
kerusakan sel, mutagenesis dan karsinogenesis (Igwe dan Ukaogo, 2015).
Senyawa HAP yang masuk ke dalam tubuh dapat melalui makanan,
minuman, atau melalui kulit dan juga dapat dipengaruhi oleh adanya senyawa lain
2
yang mungkin terpapar bersamaan dengan HAP. Asap rokok, kayu, batu bara, dan
asap dari lokasi industri mungkin mengandung HAP (ATSDR, 1995). Kayali-
Sayadi, dkk. (1998) dalam penelitiannya mengatakan bahwa senyawa HAP
banyak ditemukan pada makanan, termasuk minyak nabati, buah-buahan,
makanan laut, daging panggang dan bakar, ikan asap, teh dan kopi. Khususnya
senyawa benzo[a]piren yang ditemukan dalam sampel di atas dengan konsentrasi
antara 0,1 hingga 100 µg/kg.
Khiadani dkk (2013) menunjukkan bahwa, senyawa hidrokarbon aromatik
polisiklik telah ditemukan pada delapan jenis sampel teh hitam yang dianalisis.
Senyawa HAP yang paling besar konsentrasinya adalah fenantren (182 µg/kg).
Fred-Ahmadu dan Nsikak (2017) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa dari
23 jenis sampel teh yang telah dianalisis terdiri atas 11 teh hijau, 8 teh herbal, dan
4 teh hitam terbukti mengandung 16 senyawa HAP termasuk benzo[a]piren yang
memiliki sifat karsinogenik dan mutagenik yang berpotensi menyebabkan kanker
dan mutasi gen. Hasil analisis dari sampel teh, telah ditemukan senyawa HAP
dengan empat cincin yaitu benzo[a]antrasen dan krisen, serta lima cincin yaitu
benzo[b]fluoranten dan benzo[a]piren merupakan senyawa yang paling banyak
ditemukan dalam sampel teh (Kowalski dkk, 2015).
Resiko kanker seumur hidup (Lifetime Cancer Risk/LCR) dapat digunakan
untuk menilai resiko kanker yang ditimbulkan oleh HAP (Sun, dkk., 2015).
Senyawa HAP yang diidentifikasi paling karsinogenik adalah dibenzo[a,l]piren,
walaupun terdapat pada konsentrasi yang sangat rendah (Boström dkk, 2002).
Penelitian mengenai kandungan HAP pada teh seduh yang diminum oleh
masyarakat di Indonesia belum diketahui. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
3
untuk menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif senyawa hidrokarbon aromatik
polisiklik dalam teh seduh yang beredar di kalangan masyarakat dengan
menggunakan kromatografi gas spektrometer massa yang memiliki ketelitian dan
sensitifitas tinggi.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. apa saja jenis senyawa HAP yang terdapat pada teh seduh yang beredar di
Indonesia?
2. berapa kadar senyawa HAP yang terdapat pada teh seduh yang beredar di
Indonesia?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui jenis dan kadar senyawa HAP
yang terdapat pada sampel teh seduh yang beredar di Indonesia.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin diicapai dari penelitian ini adalah:
1. menentukan jenis senyawa HAP yang terdapat pada teh seduh yang
beredar di Indonesia,
2. menghitung kadar senyawa HAP yang terdapat pada teh seduh yang
beredar di Indonesia.
4
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. memberi informasi tentang jenis dan kadar senyawa HAP dalam teh seduh
yang beredar di Indonesia,
2. memberi tambahan ilmu kepada penulis dan pembaca mengenai senyawa
HAP pada teh seduh.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teh
Teh (Camelia sinensis) merupakan tanaman yang biasa hidup di daerah
dataran tinggi. Teh merupakan salah satu minuman yang sangat populer.
Minuman teh pertama kali ditemmukan di negeri tirai bambu atau lebih dikenal
dengan negara Cina. Tanaman ini telah banyak dibudidayakan oleh masyarakat di
berbagai negara, salah satunya Indonesia. (Khan dan Hasan, 2013).
Gambar 1. Teh seduh dan daun teh
Kandungan senyawa kimia dalam daun teh digolongkan menjadi 4
kelompok besar yaitu: golongan fenol (seperti katekin dan flavanol), golongan
non-fenol (seperti karbohidrat, pektin, alkaloid, protein dan asam amino, klorofil,
asam organik, resin, vitamin, dan mineral), golongan aromatis dan golongan
enzim (Anonim, 2013). Secara umum, teh terbagi menjadi 3 jenis yaitu teh putih,
teh hijau dan teh hitam. Jenis teh ini terbagi berdasarkan warna dan proses
pengolahannya.
6
2.1.1 Teh Putih
Teh putih pada proses pengolahannya tidak mengalami tahapan fermentasi.
Tahapan pengeringan dan penguapan dilakukan dengan waktu yang sangat
singkat. Teh putih diambil dari daun teh belum mekar sempurna. Daun teh yang
dipetik adalah pucuk daun muda, kemudian dikeringkan menggunakan metode
penguapan (steam dried) atau dibiarkan kering oleh udara (air dried). Teh putih
merupakan jenis yang paling sedikit mengalami pemrosesan dari semua jenis teh.
Proses yang lebih singkat menghasilkan kandungan zat katekin yang tinggi,
sehingga memiliki khasiat yang lebih baik dari jenis teh lainnya.
Gambar 2. Teh Putih
2.1.2 Teh Hijau
Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi (oksidasi enzimatis), yaitu
dibuat dengan cara menginaktifkan enzim fenolase yang ada pada pucuk dauh teh.
Daun teh akan memberikan aroma dan rasa yang lebih kuat melalui proses
pemanggangan dibandingkan pemberian uap panas. Teh hijau memiliki
kandungan polifenol cukup tinggi yang bermanfaat untuk membunuh bakteri-
bakteri jahat.
7
Gambar 3. Teh Hijau
2.1.3 Teh Hitam
Teh hitam merupakan jenis teh yang paling banyak diproduksi di Indonesia,
dimana Indonesia sendiri merupakan pengekspor teh hitam ke-5 terbesar di dunia.
Teh hitam diperoleh melalui proses fermentasi, dalam hal ini fermentasi tidak
menggunakan mikrobia sebagai sumber enzim, melainkan dilakukan oleh enzim
fenolase yang terdapat di dalam daun teh itu sendiri. Pada proses ini, sebagian
besar katekin dioksidasi menjadi teaflavin dan tearubigin, suatu senyawa
antioksidan yang tidak sekuat katekin. Teh hitam merupakan daun teh yang paling
banyak mengalami pemrosesan fermentasi, sehingga dapat dikatakan pengolahan
teh hitam dilakukan dengan fermentasi penuh. Tahap pertama, daun diletakkan di
rak dan dibiarkan layu selama 14 sampai 24 jam.
Gambar 4. Teh Hitam
8
Tabel 1. Komposisi senyawa kimia dalam berbagai jenis teh (Chacko dkk, 2010; Millin, 1969)
Senyawa Teh Hijau Teh Hitam %DW %DW
Protein 15 15 Asam Amino 4 4
Kafein 3-4 3-4 Karbohidrat 7 7
Serat 26 26 Lemak 7 7
Polisakarida 14 14 Mineral 5 5
Senyawa Fenol 30 5
2.2 Hidrokarbon Aromatik Polisiklik
Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (HAP) dalam sampel teh dapat berasal
dari proses pengoksidasian atau pengeringan, karena pada proses tersebut
dibutuhkan suhu yang bervariasi tergantung dari jenis teh yang dianalisis.
Semakin gelap warna suatu teh maka semakin tinggi juga suhu yang digunakan
selama pengeringan, sebaliknya apabila warna teh semakin cerah maka suhu
pengeringan semakin rendah. Proses pelayuan pada teh biasanya dilakukan secara
manual dibawah sinar matahari selama 12-16 jam. Setelah proses pelayuan
tersebut barulah teh tersebut masuk kedalam mesin untuk di potong dan digiling
menjadi serbuk teh, setelah di giling serbuk teh tersebut di fermentasi selama
kurang lebih 1-2 jam pada suhu 76-78 °F. setelah proses fermentasi, serbuk teh
akan dikeringkan pada suatu ruangan yang suhunya 200-220 °F. Pada saat
pelayuan dan pengeringan ini dapat menimbulkan senyawa karsinogen, seperti
senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik (HAP) (Adisa, dkk., 2015; Zachara,
dkk., 2017; NEDFi, 2017).
9
2
2
8
Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (HAP) merupakan sekelompok senyawa
hidrokarbon aromatik yang memiliki dua atau lebih cincin benzen. HAP terbentuk
dan dilepaskan selama proses pembakaran tidak sempurna atau pirolisis dari
bahan-bahan organik seperti limbah, proses pengolahan makanan, pabrik industry
dan aktivitas manusia lainnya. Hidrokarbon Aromatik Polisiklik pada umumnya
memiliki sifat non polar atau tidak dapat larut dalam air, karena adanya
peningkatan jumlah cincin benzen dan berat molekul senyawa (Food Safety, 2015;
Canadian Council, 2010).
1 2 1 2 8 9
8 3 8 3 7 7 6
2
1 3 1 14 13
2 4 12 5
3 11 4 7 4
6 5 6 5
5 10 4 6 7
8 10 9
Asenaften Asenaftilen Antrasen Benzo[a]antrasen
7 6 5 1 2 8 7
8 4 12 3 9 6 1 2
9 10 3
11 4
5 10
5 10 11 12 3
10 11
12 1 9 8 7 6 11 12 9 8 7 4
Benzo[a]piren Benzo[b]fluoranten 1 3 6 5
1 12 1 2 Benzo[g,h,I]perilen Benzo[k]fluoranten
2 11 10 10
3
6 5 4 3
8 1 3
4 9 9 4 7 2
5 8 5
6 7 7 6
7 2 6 3
8 1 5 4 9
Krisen Fluoranten Fluoren Naftalen
1 12 2 11
3 10 4 9
1 10 2 9
3 8 4
1 10 2 9
3 8
5 6 7 8 5 7 4 7 6 5 6
Indeno[1,2,3-cd]piren Fenantren Piren
Gambar 5. Nama dan struktur HAP menurut SCF, UE, dan EPA (Lerda, 2011)
4
10
Hidrokarbon Aromatik Polisiklik memiliki sifat fisik dan kimia yang
berbeda-beda, tergantung dari berat molekul (Tabel 2) dan struktur molekul
(Gambar 2). Hidrokarbon Aromatik Polisiklik dapat membahayakan kesehatan
pada kondisi tertentu. Beberapa HAP, termasuk benzo[a]antrasen, benzo[a]piren,
benzo[b]fluoranten, benzo[j]fluoranten, benzo[k]fluoranten, krisin,
dibenzo[a,h]anthrasen, dan indeno[1,2,3-c,d]piren, telah menyebabkan tumor saat
menghirup zat-zat ini di udara, memakannya, atau ketika kontak kulit yang lama.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa apabila seseorang terpapar oleh senyawa
yang mengandung HAP baik melalui pernapasan maupun berkontak dalam waktu
yang cukup lama dapat menyebabkan kanker (ATSDR, 1995).
Tabel 2. Sifat fisik dan kimia 16 senyawa HAP (Kumar dkk, 2014)
Nama Senyawa Rumus
Molekul Mr
(g/mol)
Titik Leleh (°C)
Titik Didih (°C)
Asenaften C12H10 154,21 93,4 279
Asenaftilen C12H8 152,19 78-82 280
Antrasen C14H10 178,23 218 340
Benzo[a]antrasen C18H12 228,28 158 438
Benzo[a]piren C20H12 252,31 179 495
Benzo[b]fluoranten C20H12 252,309 168 228,6
Benzo[g,h,i]perilen C22H12 276,34 278 500
Benzo[k]fluoranten C20H12 252,31 217 228,6
Krisen C18H12 228,28 254 448
Fluoranten C16H10 202,26 375 110,8
Fluoren C13H10 166,223 295 116-117
Indeno[1,2,3-cd]piren C22H12 276,337 162-164 497,101
Naftalen C10H8 128,17 218 80,26
Fenantren C14H10 178,23 101 332
Piren C16H10 202,25 145-148 404
11
Senyawa HAP yang memiliki sifat yang sangat karsinogen pada tubuh
manusia yaitu: benzo[a]antrasen, benzo[a]piren, benzo[b]fluoranten,
benzo[j]fluoranten, benzo[k]fluoranten, krisen, dibenzo[a,b]antrasen,
benzo[g,h,i]perilen dan indeno[1,2,3-c,d]piren (Canadian Council, 2010).
2.3 Sumber Hidrokarbon Aromatik Polisiklik
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan senyawa HAP masuk ke
lingkungan bisa berasal dari sumber alami maupun antropogenik. Sumber alami
dapat berasal dari letusan gunung berapi, kebakaran hutan, dan sintesis
mikrobiologis, sedangkan sumber antropogenik dapat berasal dari pembakaran
tidak sempurna dan juga dari kegiatan manusia sehari-hari, seperti asap
kendaraan, aktivitas pabrik, dan sebagainya (Guo, dkk., 2011). Kadar HAP yang
ditimbulkan secara alami umumnya lebih rendah dibandingkan dari sumber
antopogenik (Culotta, dkk., 2006). Menurut Maher, dkk., (1979) dan Khozanah
dan Deny (2017) tingkat kepekatan HAP tertinggi dapat diperoleh dalam sedimen
laut yang dekat dari perkotaan. Hal tersebut disebabkan karena pola umum HAP
yang cenderung berkumpul dalam sedimen yang berada dekat dari pemukiman
masyarakat di perkotaan. Hidrokarbon Aromatik Polisiklik sangat mudah
mengendap ke dasar perairan dan sangat beracun bagi organisme yang hidup di
kawasan tersebut, terutama organisme yang hidup diperairan.
12
Gambar 6. Asap pabrik salah satu sumber HAP
Beberapa peneliti menjelaskan bahwa HAP lebih banyak ditemukan atau
tersebar di sedimen dibandingkan dalam air, karena sifatnya tidak dapat larut
dalam air. Menurut Igwe dan Ukaogo (2015) bahwa hidrokarbon aromatik
polisiklik memiliki sifat lipofilik yang menyebabkan senyawa lebih mudah larut
dalam lemak daripada air. Sifat-sifat inilah yang menyebabkan HAP dapat masuk
ke lingkungan dan banyak ditemukkan di tanah, sedimen, dan zat berminyak.
Hidrokarbon aromatik polisiklik dapat tersebar melalui udara dan air karena gas-
gas hasil pembakaran tidak sempurna dibuang melalui udara.
2.4 Distribusi Hidrokarbon Aromatik Polisiklik
Hidrokarbon Aromatik Polisiklik dapat tersebar ke lingkungan dengan
mudah melalui air, udara, maupun tanah yang disebabkan oleh mikroorganisme,
bahan kimia, zat beracun dan limbah. Hidrokarbon Aromatik Polisiklik
didistribusikan ke udara, air, sedimen, dan tanah dalam bentuk partikel atau fase
uap dan terdestruksi padat. Penyebaran HAP di lingkungan tergantung dari
karakteristik suatu senyawa HAP. Meskipun HAP memiliki karakteristik
13
biodegradabilitas dan fotolisis di beberapa media lingkungan, dan dapat bertahan
dengan mudah di lingkungan untuk waktu yang lama (Guo, dkk., 2011).
2.4.1 Udara
Kontaminasi melalui udara biasanya disebabkan oleh pembakaran fosil
yang asapnya mengandung HAP terbuang melalui cerobong dan masuk kedalam
atmosfer. Ribuan ton HAP yang dilepaskan ke atmosfer setiap tahunnya di seluruh
dunia. Kontaminasi ini yang dapat menyebabkan bahan kimia berbahaya masuk
kedalam tubuh manusia dan membuat ketidaknyamanan bagi manusia dan dapat
merusak organisme lain. Secara umum diketahui bahwa senyawa dengan berat
molekul yang rendah cenderung stabil pada fasa gas karena dapat bergabung
dengan partikel-partikel yang ada di lingkungan. Senyawa yang memiliki 4 cincin
atau kurang biasanya teradsorbsi oleh partikel dan fasa gas, sedangkan senyawa
yang memiliki 5 hingga 6 cincin teradsorbsi oleh partikel yang ada di lingkungan
sepertia abu terbang (fly ash) dan jelaga (Igwe dan Ukaogo, 2015; Guo, dkk.,
2011).
2.4.2 Air
Kontaminasi HAP telah terjadi pada air danau, sungai, laut, maupun air
tanah. Kontaminaasi pada air dapat disebabkan oleh adanya bahan kimia tertentu
yang merupakan hasil pembuangan dari suatu pabrik (Igwe dan Ukaogo, 2015).
Konsentrasi masing-masing HAP yang ditemukan di daerah perairan pantai
umumnya berkisar 10-50 µg/L, tergantung dari titik sumber perindustrian dan
galangan kapal. HAP dapat terkontaminasi pada air minum yang sering
14
dikonsumsi melalui pipa dengan lapisan tar batubara yang mendistribusikan air
minum (WHO, 2003).
2.4.3 Sedimen
Hidrokarbon Aromatik Polisiklik lebih banyak ditemukan dalam sedimen
dibandingkan dalam air karena sifat HAP yang sukar larut dalam air. Senyawa
HAP lebih mudah terikat oleh sedimen karena memiliki koefisien adsorbsi yang
tinggi pada oktanol-air (KOW) dan karbon organic (KOC). HAP yang mengendap
di dalam sedimen kurang mengalami fitokimia dan oksidasi biologis (Guo, dkk.,
2011). Kadar HAP relatif tinggi dalam sedimen yang berada di muara, pantai, dan
dasar kontinen dibandingkan yang timbul secara antropogenik (Nikolaou, dkk.,
2009).
2.4.4 Tanah
Tanah merupakan salah satu media yang dapat mengalami kontaminasi
oleh HAP. Tanah yang terkontaminasi HAP biasanya disebabkan oleh
penyimpanan tangki bawah tanah, pengaplikasian pestisida, hingga pembuangan
limbah (Igwe dan Ukaogo, 2015). Hidrokarbon Aromatik Polisiklik yang berada
di dalam tanah sebagian besar beraasal dari hasil pembakaran tidak sempurna.
Ketika HAP masuk kedalam tanah maka akan bergabung dengan senyawa organik
yang akan terakumulasi dan tersimpan didalam tanah selama bertahun-tahun.
Konsentrasi HAP bervariasi tergantung iklim, pada iklim sedang dan tropis HAP
akan terdegradasi lebih cepat oleh mikroba (Guo, dkk., 2011).
2.4.5 Makanan
Menurut WHO (2003) HAP banyak terdeteksi pada sayur-sayuran, buah-
buahan dan sereal hasil dari pengendapan HAP melalui udara, khususnya yang
15
berada dekat daerah perindustrian atau perkotaan yang padat. HAP juga
ditemukan pada kerang, siput, dan ikan yang perairannya terkontaminasi. HAP
juga memiliki kadar yang tinggi pada minyak nabati dan margarin, yang
diperkirakan timbul pada saat pengolahan. HAP juga dapat terbentuk pada saat
proses pengolahan makanan, seperti pemanggangan, pembakaran, atau
menggoreng. Kadar tertinggi yang perah ditemukan dalam asap dan hasil
pemanggangan pada sampel daging dan ikan yaitu 200 µg/kg.
2.4.6 Minuman Teh
Kontaminasi pada minuman juga dapat terjadi, bisa diakibatkan karena
proses pengolahannya yang membutuhkan suhu yang tinggi. Teh merupakan salah
satu minuman yang menggunakan suhu yang tinggi yaitu sekitar 200-220 °F pada
saat pengolahannya (NEDFi, 2017). Untuk proses pengeringannya pun
dibutuhkan suhu yang berbeda-beda tergantung warna teh yang diinginkan.
Semakin gelap warna suatu teh maka semakin tinggi suhu yang digunakan selama
proses pengeringan, begitupula sebaliknya apabila warna teh yang diinginkan
lebih natural maka suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi. Adisa dkk., (2015)
dan Drabova dkk., (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdeteksi
senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik dengan konsentrasi yang berbeda-beda
pada teh seperti benzo[a]antrasen, benzo[a]piren, krisen, benzo[b]fluoranten,
antrasen, fluoren, dan indeno[1,2,3-cd]piren.
Penelitian Locatelli dkk., (2014) menyimpulkan bahwa fenantren,
fluoranten, piren, benzo[a]antrasen, benzo[a]piren, dibenzo[a,h]antrasen, dan
benzo[g,h,i]perilen adalah senyawa HAP yang terkandung dalam sampel teh.
Kandungan HAP total tergantung pada suhu yang digunakan selama pengeringan.
16
Kemudian Schlemitz dan Pfannhauser (1997) dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa sebesar 0,30-542,26 μg/kg senyawa benzo[a]piren dan 0,74-1825,0,6 μg/kg
senyawa fenantren yang terdapat pada sampel teh. Belum ada aturan khusus yang
menetapkan batas maksimum konsentrasi benzo[a]piren dan fenantren dalam teh.
2.5 Toksisitas Hidrokarbon Aromatik Polisiklik
Berbagai jenis efek toksisitas yang ditimbulkan oleh HAP. Beberapa
penelitian, ditemukan bahwa HAP dapat merusak jaringan sel DNA dan
menyebakan terjadinya mutasi, bahkan efek yang sangat buruk yang ditimbulkan
adalah kanker (Igwe dan Ukaogo, 2015). Paparan HAP yang tersebar di
lingkungan dapat menyebabkan efek yang sangat serius, seperti yang dijelaskan
oleh penelitian bidang epidemiologis bahwa apabila terlalu lama terpapar oleh
HAP baik terhirup (melalui udara) atau kontak langsung dengan kulit dapat
menyebakan kanker paru-paru, kanker kulit, kanker payudara, kanker
kerongkongan dan kanker prostat (Guo, dkk., 2011).
Departemen Kesehatan dan Pelayanan Manusia (DKPM) Amerika Serikat
menyatakan bahwa senyawa HAP yang memiliki sifat karsinogenik pada makhluk
hidup yaitu benzo[a]antrasen, benzo[b]fluoranten, benzo[j]fluoranten,
benzo[k]fluoranten, benzo[a]piren, dibenzo[a,h]antrasen, dan indeno[1,2,3-
cd]piren. Menurut Badan Internasional Penelitian Kanker (IARC) menyatakan
bahwa benzo[a]antrasen, benzo[a]piren, benzo[b]fluoranten, benzo[j]fluoranten,
benzo[k]fluoranten, dan indeno[1,2,3-cd]piren memiliki sifat karsinogenik
terhadap manusia, antrasen, bezo[g,h,i]perilen, benzo[e]piren, krisin, fluoranten,
fluoren, fenantren, dan piren tidak dapat diklasifikasikan sebagai senyawa yang
17
karsinogenik terhadap manusia. Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) telah
menentukan bahwa benzo[a] antrasen, benzo[a]piren, benzo[b]fluoranten,
benzo[k]fluoranten, krisin, dibenzo[a,h]antrasen, dan indeno[1,2,3-cd]piren
kemungkinan bersifat karsinogen pada manusia dan asenaftilen, antrasen,
benzo[g,h,i]perilen, fluoranten, fluoren, fenantren, dan pirene tidak dapat
diklasifikasikan sebagai karsinogenisitas manusia. Asenaften belum
diklasifikasikan untuk efek karsinogenik oleh DHHS, IARC, atau EPA (ATSDR,
1995).
2.6 Kromatografi Gas-Spektrometer Massa (GC-MS)
Kromatografi gas merupakan teknik yang digunakan dalam proses
pemisahan suatu senyawa kimia yag memiliki sifat yang mudah menguap
(volatile) tanpa mengalamai dekomposisi. Spektroskopi massa adalah salah satu
metode untuk mengetahui berat molekul suatu senyawa dengan mencari
perbandingan massa terhaadap muatan dari ion muatannya. Teknik analisis ini
sering digunakan dalam analisis pada bidang toksikologi, forensik, ilmu pangan,
dan penelitian lingkugan. Kromatografi Gas Spektrometer Massa tidak hanya
dapat memisahkan komponen volatile dari campuran kompleks, tetapi dapat juga
mendeteksi spectrum massa dari masing-masing komponen. Instrumen ini dapat
memberikan dua dimensi informasi yang terpisah tentang komponen-komponen
dalam sampel yaitu waktu retensi GC dan spektrum massa ionisasi elektron (EI).
Waktu retensi GC terkait dengan sifat kimia spesifik dari molekul yang dimaksud
(mis. volatilitas, polaritas, keberadaan gugus fungsi spesifik) sementara berat
molekul (berasal dari spektrum massa) merupakan indikasi komposisi atom
(Clement dan Taguchi, 1989).
18
Gambar 7. Kromatografi Gas Spectrometer Massa (GC-MS)
Komponen-komponen yang terdapat pada kromatografi gas spektrometer
massa (GC-MS) terdiri atass beberapa bagian, seperti:
a. Gas Pembawa (Carrier Gas)
Gas yang digunakan pada dasarnya bersifat inert. Kondisi ini
dibutuhkan karena gas pembawa dapat bereaksi dan mempengaruhi gas
atau sampel yang akan diidentifikasi. Gas pembawa digunakan untuk
membawa sampel melalui kolom hingga ke detector. Adapun fase
gerak yang sering digunakan, seperti pada Tabel 3:
Tabel 3. Jenis-jenis gas pembawa pada GC-MS
Jenis Gas Mr (g/mol) Konduktivitas
termal Viskositas
Ar 39,95 5,087 270,2
CO2 44,01 5,06 197,2
He 4,00 39,85 234,1
H2 2,02 49,94 104,6
N2 28,01 7,18 212,0
O2 32,00 7,43 248,5
19
b. Tempat injeksi (Injection Port)
Fungsi dari sistem injektor adalah menerima sampel dan membawa
sampel dalam bentuk uap ke dalam kolom. Sistem injektor harus dapat
dipanaskan agar sampel yang bukan gas dapat diubah menjadi uap dan
volume yang dimasukkan harus kecil.
c. Oven
Oven berfungsi untuk memanaskan kolom pada suhu tertentu agar
mempermudah proses pemisahan komponen pada sampel. Suhu
jangkauan oven mulai 30°C - 320°C.
d. Kolom
Kolom merupakan komponen utama dari kromatografi gas. Ada
beberapa bentuk kolom, diantaranya lurus, bengkok, dan
kumparan/spiral. Secara umum kolom terdiri atas 2 jenis yaitu Packed
column (kolom yang dikepak) umumnya terbuat dari glass atau stailess
steel coil dengan panjang 1-5 m dengan diameter ±5 mm. Sedangkan
Capillary column (kolom kapiler terbuka) umumnya terbuuat dari
purified silicate glass sehingga tidak mudah patah, panjang kolom ini
biasanya 10-100 m dengan diameter kurang dari 1 mm (berkisar antara
0,3-0,5 mm).
e. Fase Diam (Stasionary Phase)
Fase diam yang digunakan pada kromatografi gas memiliki beberapa
syarat seperti: tidak mudah menguap, tahan panas, dapat digunakan
berulang, inert terhadap sampel, dan memiliki nilai K yang sedang.
20
Fasa diam yang digunakan untuk analisis suatu golongan senyawa
serta kepolarannya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis fase diam dan penggunaanya
Fase Diam Golongan Sampel Polaritas Suhu Maksimum
(°C)
Squalen Hidrokarbon Non Polar 125
Apiezon L Hidrokarbon, ester,
eter Non Polar 300
Metil silicon Steroid, pestisida,
alkaloid, ester Non Polar 300
Dionil ptalat Semua jenis Semi Polar 175
Dietilen
glikosuksinat Ester Polar 200
Carbowax 20M Alkohol, amina
aromatik, keton Polar 250
Kromatografi Gas Spektrometer Massa (GC-MS) terdiri atas dua
komponen utama yaitu kromatografi gas (GC) dan spektrometer massa (MS).
Kromatografi gas memiliki fasa gerak (mobile phase) yang merupakan sebuah
operator gas yang akan membawa sampel ke dalam kolom. Fasa gerak pada GC
adalah gas inert dan tidak reaktif pada senyawa lain, misalnya Argon, Helium,
Nitrogen, dan Hidrogen. Fasa diam (stationary) merupakan lapisan cair atau
polimer yang mendukung gas pembawa yang berada pada kolom. Spektrometer
massa menghasilkan berkas ion dengan memilah ion menjadi spectrum yang
sesuai dengan perbandingan massa terhadap muatannya (Karasek dan Clement,
1989).
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian adalah sampel teh (teh putih,
teh hijau dan teh hitam), diklorometana, aseton, nanopure water, fluorisil, kertas
saring Whatman, larutan standar HAP, dan internal standar 4,4ˈ Dibromobifenil.
3.2 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Erlenmeyer,
ultrasonik Soniclean 160 HT, botol vial, gelas ukur, corong, pipet tetes, sendok
tanduk, purging, labu alas bulat, rotary evaporator, syringe, GC-MS 2010 Plus
Shimadzu.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan April hingga Mei tahun 2019 yang
diawali dengan pengambilan sampel selanjutnya dilakukan preparasi sampel di
Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin dan analisis HAP dengan
menggunakan GC-MS dilakukan di Science Building, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Ekstraksi Sampel Teh
Sampel teh ditimbang dengan tepat sebanyak ±5 gram, kemudian
diekstraksi dengan 30 mL diklorometana dengan menggunakan ultrasonik
Soniclean 160 HT. Ekstraksi dilakukan sebanyak 2 kali masing-masing selama
22
20 menit. Hasil sonikasi tersebut di saring menggunakan kertas saring Whatman
yang berisi bubuk fluorisil yang bertujuan untuk memisahkan fasa padat dan fasa
cair, serta mengabsorbsi steroid, ester, lakton, gliserida, alkaloid, senyawa
nitrogen dan karbohidrat dari hasil sonikasi. Kemudian hasil penyaringan tersebut
dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan dipekatkan dengan rotary evaporator
hingga volume kurang lebih 1 mL. Sampel hasil evaporasi disaring kembali
menggunakan kertas saring Whatman yang berisi bubuk fluorisil yang bertujuan
untuk memisahkan sisa fasa padat yang tertinggal dan dibilas dengan
diklorometana. Hasil penyaringan kedua dipekatkan kembali dengan alat purging
yang menggunakan gas nitrogen hingga volume 1 mL. (Lin, dkk., 2004; Morales,
2016; Sumomba, dkk., 2017).
3.4.2 Analisis Senyawa Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (HAP) dengan Kromatografi Gas Spektrometer Massa (GC-MS)
Sampel sebanyak 1 mL dan larutan standar HAP 50 ppb masing-masing
ditambahkan 10 µL larutan internal standar 4,4ˈ Dibromobifenil 60 ppb. Sampel
dan standar kemudian dianalisis menggunakan Kromatografi Gas Spektrometer
Massa. Analisis senyawa HAP dilakukan dengan instrumen Gas Kromatografi
dengan detektor Spektrofotometer Massa (GC-MS 2010 Plus Shimadzu). Kondisi
GC saat sampel diinjeksi adalah suhu injektor diatur pada 300 °C, dengan mode
splitless, kolom kapiler jenis SH-Rxi-5Sil MS dengan panjang 30 m, diameter
0,25 mm dan ketebalan lapisan film 0,25 μm (5% difenil:95% dimetil
polisiloksan). Gas yang digunakan adalah gas helium dengan kecepatan alir pada
kolom 1,32 mL/min. Suhu kolom diatur pada suhu 75 oC selama 1 menit
kemudian suhu dinaikkan 5 °C per menit dengan gradien 75-300 oC secara
23
perlahan. Setelah mencapai suhu akhir 300 oC instrumen dibiarkan selama 4
menit. Suhu penghubung dan sumber ion diatur pada suhu 300 oC dan 250 oC
(Sumomba, dkk., 2017).
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Standar HAP
Kromatogram hasil analisis senyawa HAP yang terdapat pada larutan
standar HAP yang telah ditambahkan larutan internal standar 4,4’-Dibromobifenil
ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 8. Kromatogram Standar HAP + Internal Standar
Berdasarkan dari hasil kromatogram pada Gambar 8, dapat diketahui data
waktu retensi, luas puncak, tinggi puncak, dan konsentrasi standar yang
ditunjukkan pada Tabel 5. Pada larutan standar ini terdapat 16 senyawa HAP yaitu
naftalen, 2-metinaftalen, asenaftilen, aseaften fluoren, fenantren, antrasen,
fluoranten, piren, benzo[a]antrasen, krisen, benzo[b]fluoranten,
benzo[k]fluoranten, benzo[a]piren, dibenzo[a,h]antrasen, benzo[ghi]perilen
dengan masing-masing konsentrasi 50 ppb. Waktu retensi tiap senyawa berbeda-
beda karena waktu yang dibutuhkan tiap senyawa untuk bergerak menuju detektor
berbeda-beda. Senyawa HAP yang memiliki waktu retensi terendah yaitu naftalen
sebesar 7,260 dengan luas area 2941, sedangkan senyawa HAP yang memiliki
25
waktu retensi tertinggi yaitu benzo[ghi]perilen sebesar 44,393 dengan luas area
2113.
Tabel 5. Data Senyawa pada larutan standar + internal standar
No Nama Senyawa Waktu Retensi Luas Tinggi Konsentrasi (ppb)
1. Naftalen 7,260 2941 979 50 2. 2-Metilnaftalen 9,921 1507 650 50 3. Asenaftilen 13,446 17573 4583 50 4. Asenaften 14,306 5356 1928 50 5. Fluoren 16,662 6553 2144 50 6. Fenantren 20,949 7163 2332 50 7. Antrasen 21,162 5348 1689 50 8. 4,4’-Dibromobifenil 25,404 41151 14526 60 9. Fluoranten 26,573 6564 1913 50 10. Piren 27,470 7485 2099 50 11. Benzo[a]antrasen 33,366 6850 1328 50 12. Krisen 33,479 8679 2799 50 13. Benzo[b]fluoranten 38,181 9254 2518 50 14. Benzo[k]fluoranten 39,355 4495 1637 50 15. Benzo[a]piren 40,146 911 610 50 16. Dibenz[a,h]antrasen 43,474 1742 632 50 17. Benzo[ghi]perilen 44,393 2113 688 50
4.2 Analisis Senyawa HAP pada Sampel Teh
Hasil analisis senyawa HAP yang terkandung dalam teh dengan
menggunakan Kromatografi Gas Spektrometer Massa, diperoleh data
kromatogram seperti pada Gambar 6, Gambar 7, Gambar 8, dan Gambar 9.
4.2.1 Analisis Sampel Teh Putih
Kromatogram hasil analisis senyawa HAP yang terkandung pada sampel
teh putih dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 9. Kromatogram Sampel Teh Putih
26
Pada Gambar 9, terdapat 7 senyawa HAP yaitu naftalen, asenaftilen,
fenantren, antrasen, fluoranten, piren dan benzo[a]antrasen. Senyawa HAP yang
memiliki luas puncak tertinggi yaitu naftalen dengan luas puncak 337236 dan
senyawa yang memiliki luas puncak terendah yaitu benzo[a]antrasen dengan luas
puncak 96. Senyawa HAP yang terdapat pada sampel teh putih ditunjukkan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Senyawa HAP pada Sampel Teh Putih
No.
Senyawa HAP
Luas Puncak Kadar HAP Sampel Teh Putih
(ng/g) Larutan Standar
Sampel Teh Putih
1. Naftalen 2941 337236 522,14 2. Asenaftilen 17573 4356 1,13 3. Fenantren 5356 40288 25,61 4. Antrasen 6553 2590 2,21 5. Fluoranten 7163 11047 7,66 6. Piren 5348 7878 4,79 7. Benzo[a]antrasen 7485 96 0,06
Total senyawa HAP 563,61
Senyawa HAP dengan konsentrasi tertinggi yang terdapat pada sampel teh
putih adalah Naftalen, sedangkan senyawa HAP dengan konsentrasi terendah
adalah Benzo[a]antrasen.
4.2.2 Analisis Sampel Teh Hijau
Kromatogram hasil analisis senyawa HAP yang terkandung pada sampel
teh hijau dapat dilihat pada Gambar 10. Terdapat 10 senyawa HAP yaitu
asenaftilen, fluoren, fenantren, antrasen, fluoranten, piren, benzo[a]antrasen,
krisen, benzo[b]fluoranten dan dibenzo[a,h]antrasen.
27
Gambar 10. Kromatogram Sampel Teh Hijau
Senyawa HAP yang memiliki luas puncak tertinggi yaitu fenantren dengan
luas puncak 345162 dan senyawa yang memiliki luas puncak terendah yaitu
dibenzo[a,h]antrasen dengan luas puncak 3673. Senyawa HAP yang terdapat pada
sampel teh putih ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Senyawa HAP pada Sampel Teh Hijau
No.
Senyawa HAP
Luas Puncak Kadar HAP Sampel Teh Hijau
(ng/g) Larutan Standar
Sampel Teh Hijau
1. Asenaftilen 17573 123268 42,85 2. Fluoren 6553 22998 21,44 3. Fenantren 7163 345162 294,33 4. Antrasen 5348 51160 58,43 5. Fluoranten 6564 280883 261,38 6. Piren 7485 307431 250,88 7. Benzo[a]antrasen 6850 52655 46,95 8. Krisen 8679 79688 56,08 9. Benzo[b]fluoranten 9254 7027 4,64 10. Dibenzo[a,h]antrasen 1742 3673 12,88
Total Senyawa HAP 1049,86
Senyawa HAP dengan konsentrasi tertinggi yang terdapat pada sampel teh
hijau adalah Fenantren, sedangkan yang terendah adalah Benzo[b]fluoranten.
Senyawa dibenzo[a,h]antrasen yang terdapat pada sampel teh hijau serupa dengan
penelitian Fred-Ahmadu dan Nsikak (2017) yang konsentrasi
dibenzo[a,h]antrasen berada pada rentang 1,86 – 13,29 µg/kg.
28
4.2.3 Analisis Sampel Teh Hitam A
Kromatogram hasil analisis senyawa HAP yang terkandung pada sampel
teh hitam A dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Kromatogram Sampel Teh Hitam A
Pada Gambar 11, terdapat 6 senyawa HAP yaitu naftalen, asenaftilen,
fenantren, antrasen, fluoranten, dan piren. Senyawa HAP yang memiliki luas
puncak tertinggi yaitu fenantren dengan luas puncak 206027 dan senyawa yang
memiliki luas puncak terendah yaitu asenaftilen dengan luas puncak 494.
Senyawa HAP yang terdapat pada sampel teh putih ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Senyawa HAP pada Sampel Teh Hitam A
No.
Senyawa HAP
Luas Puncak Kadar HAP Sampel Teh
Hitam A (ng/g) Larutan Standar
Sampel Teh Hitam A
1. Naftalen 2941 118740 558,21 2. Asenaftilen 17573 82793 65,14 3. Fenantren 7163 206027 397,67 4. Antrasen 5348 45797 118,40 5. Fluoranten 6564 123171 259,44 6. Piren 7485 176381 325,80
Total Senyawa HAP 1724,65
Senyawa HAP yang memiliki konsentrasi tertinggi pada sampel teh hitam
A adalah naftalen dan senyawa HAP yang terendah adalah asenaftilen.
Konsentrasi fenatren dan piren pada sampel teh hitam A serupa dengan kosentrasi
29
fenantren yang diperoleh Khidani, dkk (2013) berada pada rentan 19,30-551,38
µg/kg dan konsentrasi piren pada rentan 4,87-379,90 µg/kg.
4.2.4 Analisis Sampel Teh Hitam B
Kromatogram hasil analisis senyawa HAP yang terkandung pada sampel
teh hitam B dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Kromatogram Sampel Teh Hitam B
Pada Gambar 12, terdapat 10 senyawa HAP yaitu asinaftilen, fluoren,
fenantren, antrasen, fluoranten,piren, benzo[a]antrasen, krisen,
benzo[b]fluoranten, dan benzo[a]piren. Senyawa HAP yang terdapat pada sampel
teh putih ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Senyawa HAP pada Sampel Teh Hitam B
No.
Senyawa HAP
Luas Puncak Kadar HAP Sampel Teh
Hitam B (ng/g) Larutan Standar
Sampel Teh Hitam B
1. Asenaftilen 17573 153358 66,66 2. Fluoren 6553 19434 22,65 3. Fenantren 7163 311031 331,65 4. Antrasen 5348 44569 63,65 5. Fluoranten 6564 193763 225,46 6. Piren 7485 208737 213,00 7. Benzo[a]antrasen 6850 34172 38,10 8. Krisen 8679 55494 48,84 9. Benzo[b]fluoranten 9254 10043 8,29 10. Benzoo[a]piren 911 719 6,03
Total Senyawa HAP 1024,34
30
Senyawa benzo[a]piren yang merupakan senyawa yang paling beracun dan
karsinogenik ditemukan pada sampel teh hitam B dengan konsentrasi 6,03 ng/g,
konsentrasi ini serupa dengan hasil analisis kadar benzo[a]piren dalam sampel teh
hitam pada penelititan Fred-Ahmadu dan Nsikak (2017) yang berada pada
konsentrasi 6,22 µg/kg. Konsentrasi fenatren, piren, dam krisen pada sampel teh
hitam B serupa dengan kosentrasi fenantren yang diperoleh Khidani, dkk (2013)
berada pada rentan 19,30-551,38 µg/kg, konsentrasi piren pada rentan 4,87-379,90
µg/kg dan konsentrasi krisen pada rentan 39,90-119,05 µg/kg.
4.2.5 Total Senyawa HAP pada Sampel Teh
Konsentrasi total dari 16 senyawa HAP (dapat dilihat pada Tabel 5) dalam
empat jenis sampel teh yang telah dianalisis berada pada rentang 561,61-1724,65
ng/g. Sampel teh yang telah dianalisis terdiri atas empat jenis yaitu, teh putih, teh
hijau, teh coklat dan teh hitam. Senyawa asenaftilen, fenantren, antrasen,
fluoranten, dan piren terdapat pada keempat sampel teh, sedangkan senyawa HAP
yang lain ditemukan hanya pada beberapa sampel. Konsentrasi senyawa
asenaftilen tertinggi pada sampel teh hitam B dan terendah pada sampel teh putih.
Konsentrasi fenantren yang tertinggi terdapat pada sampel teh hitam A, sedangkan
konsentrasi terendah pada sampel teh putih. Konsentrasi senyawa antrasen
tertinggi terdapat pada sampel teh hitam A dan konsentrasi terendah terdapat pada
sampel teh putih. Konsentrasi senyawa fluoranten tertinggi terdapat pada sampel
teh hijau dan terendah pada sampel teh putih yaitu. Konsentrasi senyawa piren
tertinggi terdapat pada sampel teh hitam A dan terendah pada sampel teh putih.
31
Konsentrasi senyawa benzo[a]antrasen tertinggi terdapat pada sampel teh hijau
dan terendah pada teh putih.
Tabel 10. Konsentrasi senyawa HAP pada masing-masing sampel (ng/g)
Senyawa HAP Jenis-Jenis Sampel
Rata-Rata Teh Putih Teh Hijau Teh
Hitam A Teh
Hitam B Naftalen 522,14 tt 558,21 tt 540,18 2-Metilnaftalen tt tt tt tt tt Asenaftilen 1,13 42.85 65,14 66,66 43,94 Asenaften tt tt tt tt tt Fluoren nd 21.44 tt 22,65 22,04 Fenantren 25,61 294.33 397,67 331,65 262,32 Antrasen 2,21 58.43 118,40 63,65 60,67 Fluoranten 7,66 261.38 259,44 225,46 188,49 Piren 4,79 250.88 325,80 213,00 198,62 Benzo[a]antrasen 0,06 46.95 tt 38,10 28,37 Krisen tt 56.08 tt 48,84 52,46 Benzo[b]fluoranten tt 4.64 tt 8,29 6,46 Benzo[k]fluoranten tt tt tt tt tt Benzo[a]piren tt tt tt 6,03 6,03 Dibenzo[a,h]antrasen tt 12.88 tt tt 12,88 Benzo[ghi]perilen tt tt tt tt tt ƩHAP 563,61 1049,86 1724,65 1024,34 1406,28 Catatan: tt: tidak terdeteksi
Konsentrasi total senyawa HAP tertinggi terdapat pada sampel teh hitam A
sebesar 1724,65 ng/g dan konsentrasi total terendah terdapat pada sampel teh
putih sebesar 563,61 ng/g. Konsentrasi senyawa HAP pada masing-masing
sampel berbeda-beda, hal ini dapat disebabkan oleh suhu yang digunakan pada
saat pelayuan dan pengeringan yang berbeda-beda dan dapat pula disebabkan oleh
keadaan lingkungan sekitar perkebunan teh yang dilalui oleh kendaraan bermotor
yang mengeluarkan asap kendaraan (polutan).
32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah senyawa HAP
yang terdapat pada semua sampel teh memiliki konsentrasi (ng/g) yang berbeda-
beda. Senyawa HAP yang terdapat pada sampel teh putih adalah naftalen
(522,14), asenaftilen (1,13), fenantren (25,61), antrasen (2,21), fluoranten (7,66),
piren (4,79), dan benzo[a]antrasen (0,06). Senyawa HAP yang terdapat pada
sampel teh hijau adalah asenaftilen (42,85), fluoren (21,44), fenantren (294,33),
antrasen (58,43), fluoranten (261,38), piren (250,88), benzo[a]antrasen (46,95),
krisen (56,08), benzo[b]fluoranten (4,64), dan debienzo[a,h]antrasen (12,88).
Senyawa HAP yang terdapat pada sampel teh hitam A adalah naftalen (558,21),
asenaftilen (65,14), fenantren (397,67), antrasen (118,40), fluoranten (259,44),
dan piren (325,80). Senyawa HAP yang terdapat pada sampel teh hitam B adalah
asenaftilen (66,66), fluoren (22,65), fenantren (331,65), antrasen (63,65),
fluoranten (225,46), piren (213,00), benzo[a]antrasen (38,10), krisen (48,84),
benzo[b]fluoranten (8,29), dan benzo[a]piren (6,03).
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar dilakukan perbandingan
kadar senyawa HAP terhadap suhu pelayuan, pengeringan dan penggilingan pada
proses produksi daun teh, agar hasil yang diperoleh dapat dihubungkan dengan
suhu yang digunakan pada saat proses produksi.
33
DAFTAR PUSTAKA
Adisa, A., Angelica J., Cara W., Kevin A., Thao N., dan Mahmoda A.S., 2015, Determination of polycyclic aromatic hydrocarbons in dry tea, Journal of Environmental Science and Health, Part B, 50: 552-559.
ATSDR, 1995, Public Health Statement: Polycyclic Aromatic Hidrocarbons
(PAHs), Giorgia, Amerika Serikat.
Anonim, 2013, Kandungan Senyawa Kimia Pada Daun Teh, Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, 19(3): 12-16.
Besral, Lia M., Junaiti S., 2007, Pengaruh Minum Teh Terhadap Kejadian
Anemia Pada Usila Di Kota Bandung, Makara, Kesehatan, 11(1): 38-43.
Boström, C., Per G., Annika H., Bengt J., Christer J., Titus K., Agneta R., Margareta T., Katarina V., and Roger W., 2002, Cancer Risk Assessment, Indicators, and Guidelines for Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in the Ambient Air, Environmental Health Perspectives, 110(3): 451-488.
Canadian Council of Minister of the Environment, 2010, Canadian
Environmental Quality Guidelines: Canadian Soil Quality Guidelines for the Protection of Enviromental and Human Health, Canada.
Chacko, S.M., Priya T.T., Ramadasan K., dan Ikuo N., 2010, Beneficial Effect of
Green Tea: A Literature Review, Chinese Medicine, 5(13): 1-9.
Clement, R.E., dan Taguchi V.Y., 1989, Techniques For The Gas Chromatography Mass Spectrometry Identification Of Organic Compounds In Effluents, Queen’s Printer for Ontario.
Culotta, L., Concetta D.S., Antonio G., Maria R.M., Santino O., 2006, The PAH
composition of surface sediments from Stagnone coastal lagoon, Marsala (Italy), Marine Chemistry, 99: 117-127.
Drabova, L., Jana P., Kamila K., Monika T., Vladimir K., dan Jana H., 2012,
Rapid determination of polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) in tea using two-dimensional gas chromatography coupled with time of flight mass spectrometry, Talanta, 100: 207-216.
Edward, 2017, Pengamatan Awal Konsentrasi Senyawa Polisiklik Aromatik
Hidrokarbon (PAH) dalam Sedimen di Perairan Delta Mahakam, Kalimantan Timur, Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 9(2): 453- 464.
34
Fred-Ahmadu, O.H., dan Nsikak U.B., 2017, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) Occurrence and Toxicity in Camelia sinensis and Herbal Tea, Taylor and Francis Group.
Food Safety Authority of Ireland, 2015, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons
(PAHs) in Food, Toxicology Factsheet Series, Issue No. 2.
Guo, Y., Kusheng, W., Xia, H., Xijin, X., 2011, Sources, Distribution, and Toxicity of Polycyclic Aromatic Hidrocarbons, Journal of Environmental Health, 73(9): 22-25.
Hendaryati, D.D., dan Yanuar A., 2017, Statistik Perkebunan Indonesia 2015-
2017, Direktorat Jendral Perkebunan.
Igwe, J.C., dan Ukaogo P.O., 2015, Environmental Effects of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons, Journal of Natural Sciences Research, 5(7): 117-131.
Karasek, F.W., dan Clement R.E., 1989, Basic Gas Chromatography-Mass
Spectrometry: Principles and techniques, Elsevier, Ontario.
Katoch, M., dan Satyanarayan M.M., 2017, Pests and diseases of tea (Camelia sinensis), International Journal of Science, Engineering and Management (IJSEM), 2(7): 55-62.
Kayali-Sayadi, M.N., Rubio-Barroso S., Cuesta-Jimenez M.P., dan Polo-Díez
L.M., 1998, Rapid determination of polycyclic aromatic hydrocarbons in tea infusion samples by high-performance liquid chromatography and fluorimetric detection based on solid-phase extraction, Analyst, 123: 2145- 2148.
Khiadani, M., Mohammad M.A., Fariborz M.B., Afshin E., Marziyeh F., Fazel
M.M., 2013, Determination of polycyclic aromatic hydrocarbons concentration in eight brands of black tea which are used more in Iran, International Journal of Environmental Health Engineering, 2(3): 1-5.
Khan, N., dan Hasan M., 2013, Tea and Health: Studies in Humans, Curr Pharm
Des., 19(34): 6141-6147.
Khozanah dan Deny, Y., 2017, Pengaruh Aktifitas Antropogenik Terhadap Sebaran dan Jumlah Jenis Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) dalam Air Laut dan Sedimen di Perairan Teluk Jakarta, Jurnal Geologi Kelautan, 15(2): 63-72.
Khumar, P.V., dan Shruthi B.S., 2014, Tea: An Oral Elixir, Scholars Academic
Journal of Pharmacy (SJAP), 3(1): 9-18.
Kowalski, J., Amanda R., dan Jack C., 2015, Analytical Method for Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) in Yerba Mate Tea Using Modified
35
QuEChERS, Solid Phase Extraction and GC-TOFMS and GC-MS/MS, RESTEK Pure Chromatography.
Kumar, S.N., Pankaj V., Banajit B., dan Arum K.J., 2014, Health Risk
Assessment of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons: A Review, Journal Pathology and Toxicology, 1: 16-30.
Lerda, D., 2011, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) Factsheet 4th Edition,
European Union, Belgium.
Lin, D., Youying T., Lizhong Z., 2005, Concentrations and health risk of polycyclic aromatic hydrocarbons in tea, Food and Chemical oxicology, 43:41-48.
Locatelli, M., Luca F., Francesco S., Roberta C., Vincenzo F., dan Giuseppe C.,
Extraction and Detection Techniques for PAHs Determination in Beverages: A Review, Current Chromatography, 1: 122-138.
Maher, W.A., Bagg J.,, dan Smith, D.J., 1979, Determination on Polycyclic
Aromatic Hydrocarbons in Marine Sedimens Using Solvent Extraction, Thinlayer Chromatography and Spectrofluorimetry. Int. J.Environ. Anal. Chem. 7(1): 1-11.
Millin, D.J., David J.C., dan Darwent S., 1969, Nonvolatile Components of Black
Tea and Their Contribution to the Character of the Beverage, J. AGR. FOOD CHEM, 17(4): 717-722.
Morales, Guadalupe María Guatemala, Elisa Alejandra Beltrán-Medina, Mario
Alfonso Murillo-Tovar, Priscilla Ruiz-Palomino, Rosa Isela Corona- González, dan Enrique Arriola-Guevara, 2016, Validation of analytical conditions for determination of polycyclic aromatic hydrocarbons in roasted coffee by gas chromatography–mass spectrometry, Food Chemistry, 197: 747–753.
Nikolaou, A.D., Maria K., Giusy L., dan Sureyya M., 2009, Determination of PAHs in Marine Sediments: Analytical Methods and Environmental Concerns, Global NEST Journal, 11(4): 391-405.
North Eastern Development Finance Corporation (NEDFi), 2017, Project Report
on Tea Processing (Mini Tea Factory), Guwahati, India.
Schlemitz, S., dan Pfannhauser W., 1997, Supercritical fluid extraction of mononitrated polycyclic aromatic hydrocarbons from tea-correlation with the PAH concentration, Z. Lebensm UntersForsch A., 205: 305-310.
Soni, R.P., Mittu K., Ashish K., Rajesh L., dan Paarmod V., 2015, Tea:
Production, Composition, Consumption and its Potential an Antioxidant and Antimicrobial Agent, Intl. J. Food. Ferment. Technol,. 5(2): 95-106.
36
Sumomba, T., Nursiah La Nafie, dan Adiba Arief, 2017, Analysis of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) Compounds From Sediment In The Waters Kayu Bangkoa Port And Degradation Of Fenantren In Sediment By Using Kmno4 Oxidizer, International Journal Marina Chimica Acta The University of Hasanuddin, 18(1): 38-46.
Sun, C., Jiquan Z., Qiyun M., Feng Z., dan Yanan C., 2015, Risk Assessment of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) in Sediments From a Mixed- Use Reservoir, Human and Ecological Risk Assessment: An International Journal.
Suprihatini, R., 2005, Daya saing ekspor teh di Indonesia di pasar teh dunia,
Jurnal Agro Ekonomi, 23(1): 1-29.
Syahrir, M., 2012, Tingkat Selektivitas, Faktor Kapasitas, Jumlah Pelat Teoritik dan Waktu Retensi Analisis PAH dengan GC-FID Menggunakan Kolom RTX-5-MS dan Kolom CP-Sil 8 CB, Jurnal Chemica, 13(2): 59-66.
World Health Organization (WHO), 2003, Polynuclear aromatic hydrocarbons in
Drinking-water, Geneva.
Zachara, A., Dorota G., dan Leslaw J., 2018, Contamination of Tea and Tea Infusion with Polycyclic Aromatic Hiydrocarbons, International Journal of Environmental Research and Public Health, 15(45): 1-15.
37
Sampel Teh
Ekstrak Hasil Sonikasi
Ektrak HAP
Hasil
Kesimpulan
Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian
• Sonikasi
• Filtrasi dan pemekatan
• Ditambahkan internal standard 4,4ˈ-dibromobifenil
• Dianalisis dengan GCMS
• Kromatogram
• Interpretasi
38
Filtrat Residu
Filtrat Residu
5 g sampel teh
Hasil ultrasonikasi
Ekstrak HAP
Lampiran 2. Bagan Kerja
1. Ekstraksi Sampel Teh (Morales, 2016; Sumomba, dkk., 2017).
• Ditimbang dengan teliti
• Diekstraksi dengan 30 mL diklorometana dengan menggunakan
ultrasonik Soniclean 160 HT (Ekstraksi dilakukan sebanyak 2 kali
masing-masing selama 20 menit)
• Disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman yang berisi
bubuk florisil
• Diambil dan dimasukkan ke dalam labu alas bulat
• Dipekatkan dengan rotary evaporator pada 120 rpm, 45 °C
suhu penangas, 5 °C suhu kondensor dan 54.18 kPa vakum
hingga volume kurang lebih 1 mL
• Disaring kembali dengan menggunakan kertas saring Whatman
yang berisi bubuk florisil
• Dipekatkan menggunakan purging dengan gas
nitrogen hingga 1 mL
39
Ekstrak HAP
Data
Hasil
Kesimpulan
Larutan standar 16 HAP 50 ppb
Data
Hasil
Kesimpulan
2. Analisis Senyawa Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (HAP) dengan
Kromatografi Gas Spektrometer Massa (GC-MS)
a. Analisis Snyawa HAP dalam Sampel
• Dimasukkan 1 mL ke dalam vial
• Ditambahkan 10 μL internal standard 4,4ˈ-Dibromobifenil 60 ppb
• Dianalisis menggunakan Kromatografi Gas Spektrometer Massa.
• Interpretasi
b. Preparasi dan Injeksi Standar HAP + IS
• Dimasukkan 1 mL ke dalam vial
• Ditambahkan 10 μL internal standard 4,4ˈ-Dibromobifenil 60 ppb
• Dianalisis menggunakan Kromatografi Gas Spektrometer Massa.
• Interpretasi
40
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian
Gambar 13. Ekstrak Hasil Sonikasi Gambar 14. Proses Penyaringan
Gambar 15. Proses Pemekatan
dengan Rotary
Evaporator
Gambar 16. Proses Purging dengan
Gas Nitrogen
Lampiran 4. Perhitungan
4.1 Perhitungan Respon Faktor (Rf) Ast × C[IS]
Rf = [IS] × Cst
Rf : Faktor respon dari standar analisis HAP dan internal standar
Ast : Luas peak HAP pada standar kalibrasi
A[IS] : Luas peak internal standar untuk standar kalibrasi
Cst : Konsentrasi HAP dari larutan standar kalibrasi
C[IS] : Konsentrasi internal standard untuk larutan standar kalibrasi
4.1.1 Naftalen 2941 × 60
Rf = 41151 × 50
= 0,085762 4.1.9 Piren
7485 × 60
4.1.2 2-Metilnaftalen Rf = 41151 × 50 = 0,218269
1507 × 60 Rf =
41151 × 50
4.1.3 Asenaftilen 17573 × 60
Rf = 41151 × 50
4.1.4 Asenaften 5356 × 60
Rf = 41151 × 50
4.1.5 Fluoren 6553 × 60
Rf = 41151 × 50
4.1.6 Fenantren 7163 × 60
Rf = 41151 × 50
4.1.7 Antrasen 5348 × 60
Rf = 41151 × 50
4.1.8 Fluoranten 6564 × 60
Rf = 41151 × 50
= 0,043945 = 0,512444 = 0,156186 = 0,191091 = 0,208879 = 0,155952 = 0,191412
4.1.10 Benz[a]antrasen 6850 × 60
Rf = 41151 × 50 = 0,199752
4.1.11 Krisen 8679 × 60
Rf = 41151 × 50 = 0,253087
4.1.12 Benzo[b]fluoranten 9254 × 60
Rf = 41151 × 50 = 0,269855
4.1.13 Benzo[k]fluoranten 4495 × 60
Rf = 41151 × 50 = 0,131078
4.1.14 Benzo[a]piren 911 × 60
Rf = 41151 × 50 = 0,026566
4.1.15 Dibenz[a,h]antrasen 1742 × 60
Rf = 41151 × 50 = 0,050798
4.1.16 Benzo[ghi]perilen
A
42
2113 × 60 Rf = 41151 × 50 = 0,061617
4.2 Perhitungan HAP Hasil Ekstraksi pada Sampel Teh
AHAP × X[IS] XHAP = A[IS]S × Rf
XHAP : Jumlah HAP hasil ekstraksi sampel
AHAP : Area HAP dari sampel
A[IS]S : Area internal standar dari sampel
X[IS] : Jumlah internal standar yang ditambahkan ke dalam sampel
Rf : Faktor respon
4.2.1 Naftalen
a. Sampel Teh Putih 337236 × 60
XHAP = 90360 × 0,085762
= 2611,04
b. Sampel Teh Hitam A 118740 × 60
XHAP = 29762 × 0,085762
= 2791,20
4.2.2 Asenaftilen
a. Sampel Teh Putih 4356 × 60
XHAP = 90360 × 0,512444
= 5,64
b. Sampel Teh Hijau 123268 × 60
XHAP = 67369 × 0,512444
= 214,24
c. Sampel Teh Hitam A 82793 × 60
XHAP = 29762 × 0,512444
= 325,71
d. Sampel Teh Hitam B 153358 × 60
XHAP = 53876 × 0,512444
= 333,39
4.2.3 Fluoren
a. Sampel Teh Hijau 22998 × 60
XHAP = 67369 × 0,191091
= 107,19
b. Sampel Teh Hitam B 19434 × 60
XHAP = 53876 × 0,191091
= 113,26
4.2.4 Fenantren
a. Sampel Teh Putih 40288 × 60
XHAP = 90360 × 0,208879
= 128,07
b. Sampel Teh Hijau 345162 × 60
XHAP = 67369 × 0,208879
= 1471,70
c. Sampel Teh Hitam A 206027 × 60
XHAP = 29762 × 0,208879
= 1988,46
d. Sampel Teh Hitam B 311031 × 60
XHAP = 53876 × 0,208879
= 1658,30
43
4.2.5 Antrasen c. Sampel Teh Hitam A
a. Sampel Teh Putih 2590 × 60
XHAP
176381 × 60 =
29762 × 0,218269
= 1629,10
XHAP = 90360 × 0,155952
= 11,03 d. Sampel Teh Hitam B
b. Sampel Teh Hijau 51160 × 60
XHAP
208737 × 60 =
53876 × 0,218269
= 1065,03
XHAP = 67369 × 0,155952
= 292,17
c. Sampel Teh Hitam A 45797 × 60
XHAP = 29762 × 0,155952
= 592,02
d. Sampel Teh Hitam B 44569 × 60
XHAP = 53876 × 0,155952
= 318,27
4.2.6 Fluoranten
4.2.8 Benzo[a]antrasen
a. Sampel Teh Putih 96 × 60
XHAP = 90360 × 0,199752
= 0,32
b. Sampel Teh Hijau 52655 × 60
XHAP = 67369 × 0,199752
= 234,77
c. Sampel Teh Hitam B
a. Sampel Teh Putih 11047 × 60
XHAP
34172 × 60 =
53876 × 0,199752
= 190,52
XHAP = 90360 × 0,191412
= 38,32
b. Sampel Teh Hijau 280883 × 60
XHAP = 67369 × 0,191412
= 1306,92
c. Sampel Teh Hitam A 123171 × 60
XHAP = 29762 × 0,191412
= 1297,26
d. Sampel Teh Hitam B
4.2.9 Krisen
a. Sampel Teh Hijau 79688 × 60
XHAP = 67369 × 0,253087
= 280,42
b. Sampel Teh Hitam B 55494 × 60
XHAP = 53876 × 0,253087
= 244,20
4.2.10 Benzo[b]fluoranten
XHAP 193763 × 60
= 53876 × 0,191412
= 1127,35
a. Sampel Teh Hijau 7027 × 60
4.2.7 Piren
a. Sampel Teh Putih 7878 × 60
XHAP = 90360 × 0,218269
= 23,97
b. Sampel Teh Hijau
XHAP = 67369 × 0,269855
= 23,19
b. Sampel Teh Hitam B 10043 × 60
XHAP = 53876 × 0,269855
= 41,45
4.2.11 Benzo[a]piren
XHAP 307431 × 60
= 67369 × 0,218269
= 1254,43 a. Sampel Teh Hitam B
719 × 60 XHAP =
53876 × 0,269855 = 30,14
44
4.2.12 Dibenzo[a,h]antrasen
a. Sampel Teh Hijau 3673 × 60
XHAP = 67369 × 0,269855
= 64,40
4.3 Konsentrasi HAP dalam Sampel Teh (ng/g)
C(ng/g) =
XHAP massa sampel
C : Konsentrasi HAP dalam sampel (ng/g)
XHAP : Jumlah HAP hasil ekstraksi sampel
m : Massa sampel (g)
4.3.1 Naftalen
a. Sampel Teh Putih 2611,037
4.3.3 Fluoren
a. Sampel Teh Hijau 107,187
C = 5,0006 = 522,14 ng/g
b. Sampel Teh Hitam A 2791,196
C = 5,0001 = 21,44 ng/g
b. Sampel Teh Hitam B 113,260
C = 5,0003 = 558,21 ng/g
4.3.2 Asenaftilen
a. Sampel Teh Putih 5,644
C = 5,0001 = 22,65 ng/g
4.3.4 Fenantren
a. Sampel Teh Putih 128,072
C = 5,0006 = 1,13 ng/g
b. Sampel Teh Hijau 214,237
C = 5,0006 = 25,61 ng/g
b. Sampel Teh Hijau 1471,697
C = 5,0001 = 42,85 ng/g
c. Sampel Teh Hitam A 325,7137
C = 5,0001 = 294,33 ng/g
c. Sampel Teh Hitam A 1988,463
C = 5,0003 = 65,14 ng/g
d. Sampel Teh Hitam B 333,285
C = 5,0003 = 397,67 ng/g
d. Sampel Teh Hitam B 1658,303
C = 5,0001 = 66,66 ng/g C = 5,0001 = 331,65 ng/g
45
4.3.5 Antrasen
a. Sampel Teh Putih 11,028
C = 5,0006 = 2,21 ng/g
b. Sampel Teh Hijau 292,166
C = 5,0001 = 58,43 ng/g
c. Sampel Teh Hitam A 592,017
c. Sampel Teh Hitam A 1629,102
C = 5,0003 = 325,80 ng/g
d. Sampel Teh Hitam B 1065,032
C = 5,0001 = 213,00 ng/g
4.3.8 Benzo[a]antrasen
a. Sampel Teh Putih 0,319
C = 5,0003 = 118,40 ng/g
d. Sampel Teh Hitam B 318,271
C = 5,0006 = 0,06 ng/g
b. Sampel Teh Hijau 234,768
C = 5,0001 = 63,65 ng/g
4.3.6 Fluoranten
a. Sampel Teh Putih 38,322
C = 5,0006 = 7,66 ng/g
b. Sampel Teh Hijau 1306,915
C = 5,0001 = 46,95 ng/g
c. Sampel Teh Hitam B 190,518
C = 5,0001 = 38,10 ng/g
4.3.9 Krisen
a. Sampel Teh Hijau 280,423
C = 5,0001 = 261,38 ng/g
c. Sampel Teh Hitam A 1297,263
C = 5,0001 = 56,08 ng/g
b. Sampel Teh Hitam B 244,192
C = 5,0003 = 259,44 ng/g
d. Sampel Teh Hitam B 1127,346
C = 5,0001 = 225,46 ng/g
4.3.7 Piren
a. Sampel Teh Putih 23,966
C = 5,0006 = 4,79 ng/g
b. Sampel Teh Hijau 1254,439
C = 5,0001 = 250,88 ng/g
C = 5,0001 = 48,84 ng/g
4.3.10 Benzo[b]fluoranten
a. Sampel Teh Hijau 23,192
C = 5,0001 = 4,64 ng/g
b. Sampel Teh Hitam B 41,447
C = 5,0001 = 8,29 ng/g
4.3.11 Benzo[a]piren
a. Sampel Teh Hitam B 30,142
C = 5,0001 = 6,03 ng/g
46
4.3.12 Dibenzo[a,h]antrasen
a. Sampel Teh Hijau 64,397
C = 5,0001 = 12,8791 ng/g
46