bab ii tinjauan pustaka - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/bab ii.pdf ·...

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Toxocara cati 2.1.1. Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA Ordo : ASCARIDORIDA Subordo : ASCARIDICAE Family : ASCARIDIDAE Genus : Toxocara Spesies : Toxocara cati (Levine,1994). 2.1.2. Hospes dan Nama Penyakit Toxocara cati ditemukan pada kucing. Ia termasuk nematoda usus (Gandahusada, dkk. 2000). Kadang kadang cacing ini ditemukan pada manusia sebagai parasit yang berpindah - pindah (erratic parasite) dan menyebabkan penyakit yang disebut toksokariasis (Yamaguchi, 1994). 2.1.3. Morfologi (Anonim, 2014). Gambar 1. Gambar telur cacing dan cacing dewasa Toxocara cati Pada Toxocara cati dewasa bentuknya menyerupai Ascaris lumbricoides tetapi perbedaannya terletak pada ukurannya yang lebih kecil 4

Upload: others

Post on 18-Oct-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Toxocara cati

2.1.1. Klasifikasi

Kingdom : ANIMALIA

Filum : HELMINTHES

Subfilum : NEMATODA

Class : SECERNENTASIDA

Ordo : ASCARIDORIDA

Subordo : ASCARIDICAE

Family : ASCARIDIDAE

Genus : Toxocara

Spesies : Toxocara cati (Levine,1994).

2.1.2. Hospes dan Nama Penyakit

Toxocara cati ditemukan pada kucing. Ia termasuk nematoda usus

(Gandahusada, dkk. 2000). Kadang – kadang cacing ini ditemukan pada

manusia sebagai parasit yang berpindah - pindah (erratic parasite) dan

menyebabkan penyakit yang disebut toksokariasis (Yamaguchi, 1994).

2.1.3. Morfologi

(Anonim, 2014).

Gambar 1. Gambar telur cacing dan cacing dewasa Toxocara cati

Pada Toxocara cati dewasa bentuknya menyerupai Ascaris

lumbricoides tetapi perbedaannya terletak pada ukurannya yang lebih kecil

4

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

5

dari Ascaris lumbricoides dan bentuk kepala dari Toxocara cati seperti

panah dengan 2 buah cirvical lateral alae, jantan Toxocara cati berukuran

antara 4 - 6 cm dengan bentuk runcing dan ekor bengkok serta memiliki

tiga bibir dan mulut bulat. Sedangkan yang betina berukuran antara 4 – 12

cm dengan ekor lurus, susunan papila spesifik, terdapat tiga bibir dan mulut

bulat. Bentuk telur dari Toxocara cati menyerupai Ascaris lumbricoides

muda hanya lebih besar dari Ascaris lumbricoides yaitu berkisar antara 75

X 85 mikron, tidak berembrio dan lubang dangkal (Soejoto dan Soebari,

1996).

2.1.4. Siklus Hidup

(Anonim, 2014)

Gambar 2. Siklus hidup Toxocara cati

Eggs embrionate

Larvae undergo two molts to invective third-stage larvae within the egg

Humans can be infected by

ingesting embryonated eggs

Larvae migrante to internal organs (i.e. muscles, eye, central nervous system)

Non-embryonated eggs pass in faeces

Transmission to offspring : transmammary

Larvae migrate via

liver and lung to

intestine and

mature into adult

Embryonated

eggs ingested

by transport

host

Embryonated eggs survive for long periods in contaminated environments

Tissues of transport host or embryonated eggs ingestade by cat

Adult worms lay eggs in the small intestine

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

6

Siklus hidup dari Toxocara cati mirip seperti Ascaris lumbricoides

yaitu kista infektif termakan oleh kucing lalu kista tadi masuk kedalam

lambung kucing dan pecah menjadi larva. Larva ini akan bertambah besar

dan menjadi cacing dewasa, setelah itu cacing jantan dan betina

mengadakan kopulasi. Cacing gravid mulai bertelur di dalam intestinal.

Telur dewasa atau matang atau kista keluar bersama feses (Soejoto dan

Soebari, 1996).

2.1.5. Epidemiologi

Binatang peliharaan maupun liar atau lokal seperti kucing sering

dijumpai di sekitar rumah dan banyak anak – anak yang bermain

disekitaran rumah seperti di taman atau tempat bermain lainnya. Tidaklah

mengherankan apabila adanya anak kecil yang bermain di tanah yang

terkontaminasi dan binatang peliharaan yang mengeluarkan telur infektif

dapat menyebabkan timbulnya VLM. Telur akan menjadi infektif kira – kira

3 minggu dan akan tetap hidup di dalam tanah sampai berbulan – bulan.

Pemeriksaan tanah pada tempat bermain dan taman – taman di berbagai

daerah di dunia menunjukan bahwa telur Toxocara infektif merupakan

penyebab angka infeksi yang tinggi (Gracia dan Bruckner, 2002).

Cacing ini tersebar secara kosmopolit sehingga ditemukan juga di

Indonesia. Di Jakarta prevalensi pada kucing sekitar 26% (Gandahusada,

dkk. 2000).

2.1.6. Patologi dan Gejala Klinis

Pada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan mengembara

di alat – alat dalam (Gandahusada, dkk. 2000). Gejala klinis dari

toksokariasis ini antara lain :

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

7

a. Ketika manusia memakan telur Toxocara spp. yang infektif, larva

yang timbul di usus akan bermigrasi ke seluruh tubuh melalui

paru – paru. Larva yang hidup akan menetap di hati, otak dan otot

untuk waktu yang lama.

b. Larva bermigrasi ke hati dan susunan saraf pusat dan

menyebabkan hipereosinofilia. Pada saat yang bersamaan terjadi

infiltrasi paru – paru yang tidak berat, demam, batuk dan

serangan asma.

c. Lesi pada mata dapat menyebabkan kebutaan pada penderita

sering dilakukan eksisi dari bola mata setelah penderita di

diagnosa sebagai retinoblastoma (Yamaguchi, 1994).

2.1.7. Diagnosa

Diagnosa pasti dengan ditemukannya telur dalam feses hewan

(Soejoto dan Soebari, 1996).

2.1.8. Pencegahan

Pencegahan yang mungkin dapat dilakukan yaitu :

a. Memberantas cacing secara periodik pada kucing agar bebas

dari infeksi.

b. Menjaga kebersihan anak – anak sewaktu makan, terutama

mencegah kontaminasi dengan tanah yang mengandung

kotoran binatang peliharaan keluarga atau tetangga.

c. Perhatikan lokasi kucing sewaktu defekasi di jalan (Gracia dan

Bruckner, 2002).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

8

2.1.9. Pengobatan

Tiabendazol efektif untuk beberapa kasus. Penghancuran larva

dengan foto koagulasi dianjurkan apabila terlihat pada mata (Gracia

dan Bruckner, 2002).

2.2. Ancylostoma braziliense

2.2.1. Klasifikasi

Kingdom : ANIMALIA

Filum : HELMINTHES

Subfilum : NEMATODA

Class : SCERNENTASIDA

Ordo : STRONGYLORIDA

Subordo : STRONGYLICAE

Family : ANCYLOSTOMATIDAE

Genus : Ancylostoma

Spesies : Ancylosoma braziliense (Levine, 1994).

2.2.2. Hospes dan Nama Penyakit

Kucing merupakan hospes definitif dari cacing ini. Cacing ini

menyebabkan creeping eruption pada manusia (Gandahusada, dkk. 2000).

2.2.3. Morfologi

(Anonim, 2014).

Gambar 3. Telur dan cacing dewasa Ancylostoma braziliense

Panjang cacing dewasa jantan berkisar antara 5 – 8 mm dengan

diameter 190 – 270 mikron sedangkan betinanya berukuran antara 6 – 9

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

9

mm dengan diameter 220 – 230 mikron, dengan telur berukuran 75 – 95 x

41 – 45 mikron. Cacing betina dewasa mengeluarkan 4000 telur setiap hari

(Levine, 1994).

2.2.4. Siklus Hidup

(Anonim, 2014).

Gambar 4. Siklus hidup Ancylostoma braziliense

Manusia mendapatkan infeksi apabila larva infektif menembus kulit.

Infeksi dengan larva juga dapat melalui mulut. Apabila larva menembus

kulit, akan menimbulkan papula dengan rasa gatal dan dalam beberapa

hari akan terbentuk alur linier yang menimbul dan vesikuler. Pergerakan

larva dalam trowongan membuat alur tersebut bertambah beberapa

milimeter setiap hari. Garukan yang hebat dapat menyebabkan infeksi

sekunder yang hebat (Gracia dan Bruckner, 2002).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

10

2.2.5. Epidemiologi

Infeksi umumnya di dapat melalui kontak larva yang berasal dari

tanah yang lembab dan berpasir. Daerah – daerah ini termasuk pantai dan

kotak – kotak pasir. Kucing cenderung melakukan defekasi di tempat –

tempat tersebut, sehingga memungkinkan terjadi infeksi secara kebetulan

oleh larva filarioform (Gracia dan Bruckner, 2002).

Parasit ini ditemukan di daerah tropik dan subtropik sehingga

ditemukan juga di Indonesia. Pemeriksaan di Jakarta menunjukan bahwa

sejumlah kucing ditemukan 72% Ancylostoma braziliense (Gandahusada,

dkk. 2000).

Selain itu, cacing ini juga dapat ditemukan di Afrika, Amerika Utara,

Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Asia. Cacing ini umum pada kucing

di sepanjang Pantai Teluk Amerika Serikat bahkan cacing ini sudah

ditemukan di daerah Illinois (Levine, 1994).

2.2.6. Patologi dan Gejala Klinis

Pada manusia, larva tidak menjadi dewasa dan menyebabkan

kelainan kulit yang disebut creeping eruption, creeping disease atau

cutaneous larva migrans. Creeping eruption adalah suatu dermatitis

dengan gambaran khas berupa kelainan intrakutan serpiginosa. Pada

tempat filariform menembus kulit terjadi papel keras, merah dan gatal.

Dalam beberapa hari terbentuk trowongan intrakutan sempit, yang tampak

sebagai garis merah, sedikit menimbul, gatal sekali dan bertambah panjang

menurut gerakan larva di dalam kulit. Sepanjang garis yang berkelok –

kelok, terdapat vesikel – vesikel kecil dan dapat terjadi infeksi sekunder

karena kulit digaruk. Kelainan kulit terutama ditemukan pada kaki penderita

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

11

dan yang lain terdapat pada lengan bawah, punggung dan pantat

(Gandahusada, dkk. 2000).

2.2.7. Diagnosa

Diagnosa yang biasa dilakukan dengan ditemukannya telur atau larva

pada pemeriksaan tinja (Levine, 1994).

2.2.8. Pencegahan

Usaha pencegahan yang spesifik adalah dengan menutupi semua

kotak pasir bila tidak terpakai serta tidak membiarkan kucing berkeliaran di

pantai (Gracia dan Bruckner, 2002).

2.2.9. Pengobatan

Pengobatan dilakukan dengan :

a. Semprotan kloretil.

b. Albendazol, dosis tunggal 400mg selama tiga hari berturut – turut

cukup efektif. Pada anak di bawah 2 tahun diberikan dalam

bentuk salep 2% (Gandahusada, dkk. 2000).

2.3. Hymenolepis diminuta

2.3.1. Klasifikasi

Kingdom : ANIMALIA

Filum : PLATYHELMINTHES

Subfilum : CESTODA

Class : EUKESTOSIDA

Ordo : HYMENOLEPIDIDEORINA

Family : HYMENOLEPIDIDAE

Genus : Hymenolepis

Spesies : Hymenolepis diminuta (Levine, 1994).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

12

2.3.2. Hospes dan Nama Penyakit

Tikus, mencit dan kadang – kadang manusia merupakan hospes

definitif cacing ini, sedangkan yang bertindak sebagai hospes perantara

adalah serangga terutama pinjal tikus dan kumbang tepung dewasa.

Berbagai serangga misalnya pinjal – pinjal lainnya, lipas (famili Blattidae),

myriapoda dan kumbang serta lepidoptera lainnya dapat bertindak sebagai

tuan rumah dari cacing ini. Nama peyakit yang ditimbulkan oleh cacing ini

adalah Hymenolepiasis (Soedarto, 1991).

2.3.3. Morfologi

(Anonim, 2014).

Gambar 5. Telur dan cacing dewasa Hymenolepis diminuta

Cacing dewasa jantan mempunyai ukuran panjang antara 20 - 60 cm

dan lebar badan antara 3 - 5 mm. Skoleks berbentuk gada dengan rostelum

yang mengalami kemunduran dan tidak mempunyai kait. Terdapat 4 buah

alat isap berukuran kecil dan segmen matur berbentuk panjang dengan

panjang 2,5 mm. Segmen matur berukuran 2,5 mm dengan bentuk mirip

segmen Hymenolepis nana.Segmen gravid mengandung uterus berbentuk

kantung yang penuh dengan telur cacing. Telur cacing berbentuk bulat

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

13

dengan ukuran 58 x 86 mikron mirip dengan telur Hymenolepis nana tapi

tanpa filamen (Soedarto, 1991).

2.3.4. Siklus Hidup

(Anonim, 2014).

Gambar 6. Siklus hidup Hymenolepis diminuta

Dalam tubuh pinjal atau kumbang tepung dewasa, telur akan

menetas menjadi larva sistiserkoid yang infektif. Bila sistiserkoid ini tertelan

oleh hospes definitif, dalam waktu 20 hari akan berubah menjadi cacing

dewasa. Manusia terinfeksi cacing ini karena pencemaran makanan oleh

serangga yang infektif atau melalui tangan yang tercemar stadium infektif

parasit ini. Infeksi pada manusia umumnya ringan dan cacing ini hanya hidup

di dalam usus manusia selama 5 sampai 7 minggu (Soedarto, 1991).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

14

2.3.5. Epidemiologi

Penyebaran dari cacing ini kosmopolit sehingga ditemukan juga di

Indonesia. Hospes definitif mendapatkan infeksi bila hospes perantara yang

mengandung parasit tertelan secara kebetulan (Gandahusada, dkk.2000).

Insiden semua umur, terutama pada anak – anak < 3 tahun dan

manusia terinfeksi karena makanan atau minuman yang terkontaminasi

serangga yang mengandung sistiserkoid (Soejoto dan Soebari, 1996).

2.3.6. Patologi dan Gejala Klinis

Parasit ini tidak menimbulkan gejala. Infeksi biasanya terjadi secara

kebetulan saja (Gandahusada, dkk. 2000).

2.3.7. Diagnosa

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telurnya dalam tinja.

Sesekali cacing dapat ditemukan pada sampel feses (Gandahusada, dkk.

2000).

2.3.8. Pencegahan

Tidak ada pencegahan secara khusus. Mengingat cacing ini dapat

menginfeksi melalui hospes perantara dan kontak langsung jadi menjaga

kebersihan sangat penting seperti menjaga makanan agar terhindar dari

serangga dan membersihkan tangan dengan benar setelah menyentuh

sesuatu atau sebelum dan sesudah makan dengan benar (Soejoto dan

Soebari, 1996).

2.3.9. Pengobatan

Pemberian kuinakrin atau atabirin seperti halnya infeksi cacing pita

lainnya sangat efektif (Soedarto, 1991).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

15

2.4. Toxoplasma gondii

2.4.1. Klasifikasi

Kingdom : ANIMALIA

Filum : PROTOZOA

Subfilum : APICOMPLEXA

Kelas : SPOROZOASIDA

Subkelas : COCCIDIA

Ordo : EUCOCCIDIIDA

Subordo : EIMERIINA

Family : Sarcocystidae

Genus : Toxoplasma

Spesies : Toxoplasma gondii (Natadisastra, 2009).

2.4.2. Hospes dan Nama Penyakit

Hospes definitif dari Toxoplasma gondii adalah kucing dan binatang

sejenisnya (Felidae). Hospes perantaranya adalah manusia, mamalia lainnya

dan burung. Parasit ini menyebabkan toxoplasmosis kongenital dan

toxoplasmosis akuistika pada manusia (Gandahusada, dkk. 2000).

2.4.3. Morfologi

(Anonim, 2014).

Gambar 7. Ookista dan trofozoit Toxoplasma gondii

Trofozoit tampak menyerupai bulan sabit dengan panjang 3,5 – 6 µm

dan lebar 1,5 – 3 µm, satu ujung lebih tumpul dari ujung yang lainnya.

Umumnya parasit ditemukan intraseluler, terletak dalam vakuola, pada

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

16

sitoplasma, serta menimbulkan sedikit kemunduran pada sel yang diserang.

Dalam sel, dapat tunggal, berpasangan, dalam kelompok menyerupai rosette

atau berkelompok dalam 10 – 128 buah berbentuk piriform atau bulat.

Ditemukan juga pada ekstra seluler pada kultur jaringan, cairan badan dan

pulasan jaringan.

Pada infeksi akut, pseudokista terjadi dalam 8 – 10 hari, dindingnya

merupakan sel tuan rumah, cepat menggembung disebabkan karena

multiplikasi parasit yang cepat, menghasilkan sel selapis membran tipis, inti

sel dikelilingi parasit. Dindingnya mudah pecah dan parasit akan bebas dan

kista terjadi pada infeksi kronis terutama dalam otak dan paru – paru.

Membran disekresikan oleh parasit dengan elastisitas tinggi, liat dan susah

robek. Dalam 4 buah kista tumbuh dari 8 µm mencapai ukuran antara 30 – 60

µm. Berisi 3.000 parasit atau lebih (Natadisastra, 2009).

2.4.4. Siklus Hidup

(Anonim, 2014).

Gambar 8. Siklus hidup Toxoplasma gondii

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

17

Menurut Zaman, dkk (1988) siklus hidup dari Toxoplasma gondii ini

ada dua fase yaitu :

a. Fase pada Kucing

Bentuk infektif yaitu sporozoit, kistozoit dan endozoit bila tertelan akan

masuk usus kucing. Bentuknya bulat dan tumbuh di dalam sel. Pertama,

perkembang biakan aseksual terjadi dan merizoit di bentuk. Merizoit ini

masuk sel epitel usus lainnya dan mulai lagi pembiakan aseksual sampai

kurang lebih lima kali siklus. Beberapa merozoit berubah bentuk menjadi

bentuk seksual dan mulailah gametogoni. Makrogamet dibuahi oleh

mikrogamet dan terbentuk zigot, yang kemudian mengeluarkan sekret

dan berubah menjadi ookista. Ookista masuk dalam tinja, bila sel usus

sampai pecah. Pada sporogoni maka dua sporoblas membentuk satu sel,

kemudian menjadi sporokista dengan membentuk dinding kista. Tiap

sporokista mempunyai empat sporozoit. Toxoplasma gondii berbeda

dengan coccidia lainnya, karena perkembangan ekstra intestinal terjadi

bila merozoit dari sel epitel usus masuk dalam sistem limfa dan peredaran

darah. Bentuk – bentuk ekstra intestinal ialah kista dan pseudokista.

b. Fase pada manusia

Infeksi terjadi dengan tertelannya bentuk ookista kucing atau makanan

daging yang mengandung kista atau pseudokista yang di masak tidak

sampai matang. Daging yang mengandung stadium infektif tersebut dapat

berupa daging babi, kambing, daging sapi dan daging ayam. Hanya

bentuk aseksual yang ada pada manusia dan ookista tidak di bentuk

dalam sel epitel usus. Merozoit dari hasil biakan aseksual, masuk dalam

limfa dan peredaran darah dan membentuk pseudokista dan kista dalam

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

18

berbagai alat dalam badan manusia. Penularan manusia ke manusia lain

dapat melalui plasenta dan menyebabkan toksoplasmosis kongenital.

2.4.5. Epidemiologi

Toxoplasma gondii merupakan protozoa yang mengenai sebagian

besar mamalia termasuk manusia. Anggota keluarga kucing merupakan

satu – satunya pejamu definitif yang diketahui dan kucing merupakan

reservoir utama untuk infeksi manusia. Ookista yang di eksresi dalam tinja

kucing tertelan oleh banyak hewan, dimana siklus aseksual terjadi dalam

jaringan yang selanjutnya di makan oleh kucing.

Menurut Mandal, dkk (2008) manusia menjadi terinfeksi :

a. Dengan tertelannya ookista.

b. Dengan makan daging yang di masak kurang matang.

c. Secara transplasenta.

d. Sangat jarang saat transplantasi, transfusi darah atau bahaya

akibat kerja pada pekerja laboratorium.

Infeksi memiliki prevalensi tinggi di seluruh dunia, lebih sering terjadi

pada iklim hangat. Seropositifitas meningkat seiring dengan usia (prevalensi

di Inggris 8% pada anak – anak < 10 tahun yang meningkat menjadi 47%)

dengan angka serokonveksi 0,5 – 1%/tahun (Mandal, dkk. 2008).

10 – 15% wanita usia subur di Amerika Serikat positif. Prevalensi yang

tinggi di Perancis 85%, kemungkinan berkaitan dengan lebih tingginya

konsumsi daging yang dimasak kurang matang. Transmisi in utero paling

rendah pada trimester pertama yaitu 15% dan tertinggi pada timester ketiga

yaitu 60% (Mandal, dkk. 2008).

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

19

Keparahan paling besar bila infeksi terjadi pada trimester pertama.

Akan tetapi toksoplasmosis konginetal tidak sering terjadi, < 20 kasus

dilaporkan setiap tahun di Inggris dan Wales. Menyebabkan infeksi subklinis

pada 80 – 90% kasus. Ini diperkirakan menyebabkan 5% kasus

limfodenopati yang bermakna secara klinis. Merupakan penyebab utama

penyakit neurologis pada pasien terinfeksi HIV yang mengalami

immunocompromised berat (Mandal, dkk. 2008). Parasit ini merupakan

parasit kosmopolit (Gandahusada, dkk. 2000).

2.4.6. Patologi dan Gejala Klinis

Setelah invasi terjadi di usus, parasit masuk ke dalam sel atau

difagositosis. Sebagian sel akan mati karena difagositosis dan sebagian

lainnya berkembangbiak dalam sel menyebabkan sel hospes pecah dan

meyerang selain. Dengan adanya parasit di dalam makrofag dan limfosit,

maka penyebaran ke seluruh tubuh mudah terjadi. Parasitemia berlangsung

selama beberapa minggu. Toxoplasma gondii dapat menyerang semua

organ dan jaringan tubuh hospes, kecuali sel darah merah karena tidak

berinti.

Kista di bentuk bila sudah ada kekebalan dan dapat ditemukan di

berbagai jaringan, mungkin untuk seumur hidup. Kerusakan yang terjadi

tergantung pada tiga hal yaitu

a. Umur, biasanya kerusakan pada bayi lebih berat dari orang dewasa.

b. Virulensi “strain” Toxoplasma.

c. Jumlah parasit.

d. Organ yang di serang (Gandahusada, dkk. 2000).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

20

Menurut Soejoto dan Soebari (1996) toxoplasmosis yang nampak

pada manusia ada dua yaitu:

a) Toxoplasmosis kongeital.

Toxoplasmosis ini sebagian besar terjadi melalui plasenta

transmission (transplasenta) yaitu selama bayi dalam kandungan ibu yang

menderita toxoplasmosis. Anak yang lahir prematur atau belum cukup

umur gejala klinis lebih berat dan dapat disertai dengan

hepatosplenomegali, ikterus, limfadenopati, kelainan susunan saraf pusat

dan lesi pada mata. Tapi jika ibu terserang saat trimester pertama dapat

menyebabkan abortus atau bayi lahir mati.

b) Toxoplasmosis akuisita

Infeksi pada orang dewasa biasanya tidak diketahui karena jarang

menimbulkan gejala. Tapi pada seorang ibu yang sedang hamil

mendapatkan infeksi primer, maka ia akan melahirkan anak dengan

toxoplasmosit kongenital. Manifestasi klinis yang paling sering dijumpai

pada toxoplasmosis akuisita adalah limpodenopati dan rasa lelah disertai

demam dan sakit kepala.

2.4.7. Diagnosa

Diagnosa tergantung pada ookista dalam sampel feses segar. Teknik

pemekatan feses menggunakan pengecatan biasanya diperlukan

(Brooks.dkk, 2005).

2.4.8. Pencegahan

Tindakan pencegahan yang paling efektif :

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

21

a. Hindari makan daging yang kurang matang, kista jaringan

dalam daging tidak infektif lagi bila sudah dipanaskan sampai

660C atau di asap.

b. Setelah memegang daging mentah sebaiknya tangan di cuci

bersih dengan sabun.

c. Makanan harus di tutup rapat supaya tidak di jamah lalat atau

lipas.

d. Sayur – sayuran sebagai lalap harus di cuci bersih atau di

masak.

e. Kucing peliharaan sebaiknya di beri makanan matang dan di

cegah berburu tikus dan burung (Gandahusada, dkk. 2000).

2.4.9. Pengobatan

Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk pengobatan penderita

toxoplasmosis :

a. Untuk pasien immunocompromised dengan lokasi serebral atau

lokasi sistemik lainnya dapat menggunakan pirimetamin dengan

sulfadiazin atau klindamisin.

b. Untuk toxoplasmosis kongenital dapat menggunakan

pirimetamin dan sulfadiazin atau spiramisin.

c. Untuk wanita hamil yang baru saja terinfeksi dapat

menggunakan spiramisin (sepanjang kehamilan) atau

pirimetamin dan sulfadiazin setelah trimester pertama (Mandal.

dkk, 2008 ).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

22

2.5. Pemeriksaan Laboratorium

2.5.1. Pengambilan Sampel Pemeriksaan

Pengambilan feses untuk bahan pemeriksaan harus feses dalam

keadaan segar atau belum lama didefekasi oleh kucing karena jika feses

yang digunakan kering maka akan sangat berpengaruh pada hasil

pemeriksaan. Karena protozoa akan cepat mati di luar tubuh. Sampel harus

tetap hangat selama pemeriksaan protozoa ini berlangsung. Feses cair yang

mengandung pengawet adalah cara yang paling baik untuk menemukan

trofozoit (Soejoto dan Soebari, 1996).

2.5.2. Pengumpulan Sampel Pemeriksaan

Feses dikumpulkan pada wadah penampungan yang bersih, kering,

bermulut lebar dan tertutup rapat gunanya agar sampel tidak terkontaminasi

dan tidak tumpah saat dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan.

Feses yang padat atau keras dapat dibawa ke laboratorium dalam keadaan

segar sedangkan feses yang cair memerlukan pengawetan. Kista dan telur

dapat diawetkan dengan melarutkan feses dalam formalin 5% (Soejoto dan

Soebari, 1996).

2.5.3. Pengawetan Sampel

Agar telur maupun larva tidak berkembang dan tidak berubah bentuk

atau mengawetkan morfologinya, maka specimen perlu diawetkan secara

langsung segera setelah specimen dikeluarkan atau diterima di laboratorium.

Berikut adalah larutan atau pengawet yang biasa digunakan menurut

Gracia dan Bruckner (2002) :

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

23

a) Methoilate-Iodine-Formalin (MIF)

MIF sangat berguna untuk melindungi feses yang

mengandung telur cacing, kista dan larva agar tidak rusak saat

digunakan untuk pemeriksaan laboratorium selanjutnya.

b) Polivinil Alkohol (PVA)

PVA merupakan bahan pengawet untuk mengawetkan telur

cacing, larfa dan tropozoit.

c) Larutan Schauddin

Larutan ini digunakan sebagai bahan pengawet untuk

mengawetkan tropozoit.

d) Sodium Acetate-Aceticacid-Formalin (SAF)

Sodium Acetate-Aceticacid-Formalin biasanya digunakan

untuk pengawetan telur cacing dan kista.

e) Formalin 5% atau 10%

Formalin 5% atau 10% adalah larutan yang paling sering

digunakan sebagai pengawet sampel karena dapat mengawetkan

kista dan telur cacing.

2.5.4. Teknik Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Makroskopis

1. Warna

Feses kucing normal berwara kuning, hitam atau keabu –

abuan. Warna feses tergantung pada jenis makanan yang di makan.

2. Bau

Bau pada feses umumnya agak asam. Bau lain biasanya

dipengaruhi oleh makanan atau bisa juga karena infeksi dari kuman.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

24

3. Konsistensi

Konsistensi pada feses normal biasanya keras. Pada saat

diare konsistensi feses akan lembek atau cair.

4. Darah

Bila pada feses terdapat darah kemungkinan terjadi gangguan

di usus kucing baik gangguan dari parasit tertentu atau dikarenakan

jenis makanan yang tidak cocok dengan usus (Widman, 1995).

b. Pemeriksaan Mikroskopis

Pada sampel feses yang normal biasanya hanya terdapat

serat – serat sisa makanan sedangkan pada feses yang abnormal bisa

saja ditemukan protozoa terutama kista, telur cacing, cacing dewasa,

jamur atau tuma (Soejoto dan Soebari, 1996).

Menurut Natadisatra (2009) pada pemeriksaan mikroskopis

feses ini ada dua cara yaitu :

1. Pemeriksaan Langsung (direct)

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling

sederhana, paling awal dan paling baik dilakukan di lapangan karena

selain caranya yang cukup mudah, hasil dapat diperoleh dengan cepat

dan dapat menggambarkan ada tidaknya infeksi. Ada dua cara dalam

pemeriksaan secara langsung ini :

a. Pemeriksaan dengan larutan Eosin 2% dan NaCl 0,85% :

1. Larutan NaCl 0,85% 1 – 2 tetes dieteskan pada bagian sebelah

kiri kaca obejek.

2. Larutan Eosin 2% 1 – 2 tetes diteteskan pada bagian sebelah

kanan kaca objek.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

25

3. Dengan lidi, feses diambil kira – kira 1 – 2 mm3 dan ditaruh

pada masing – masing larutan tadi.

4. Lalu mencampur feses dengan Larutan tadi sampai homogen

dan jangan menggunakan lidi yang sama untuk mencampur

feses dengan larutan.

5. Suspensi diratakan dan ditutup dengan kaca penutup. Hindari

adanya gelembung udara saat menutup dengan kaca penutup.

6. Memberi label keterangan pada ujung sisi kanan kaca objek.

7. Pemeriksaan dilakukan di bawah mikroskop dengan objektif 10

kali atau perbesaran 100 kali.

b. Pemeriksaan dengan Lugol Iodine :

1. Larutan Lugol Iodine 1 – 2 tetes diteteskan pada kaca objek.

2. Feses diambil kira – kira 1 – 2 mm3 dengan lidi.

3. Feses dihancurkan dengan cara mengaduknya dengan lidi

sampai benar – benar homogen.

4. Suspensi feses ditutup dengan kaca penutup, tanpa gelembung

5. Sediaan diberi keterangan disisi sebelah kanan kace objek.

6. Sediaan diamati dibawah mikroskop pada objektif 10 kali atau

perbesaran 100 kali.

2. Pemeriksaan Tidak Langsung (indirect)

Pemeriksaan cenderung membutuhkan waktu dan kurang

cocok bila digunakan di lapangan karena hasil tidak dapat segera

diketahui. Adapun cara yang digunakan sebagai berikut :

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

26

a. Metode Apung

Cara kerja dari metode ini berdasarkan berat jenis (BJ) telur –

telur yang lebih ringan daripada BJ larutan yang digunakan. Teknik ini

berhasil untuk telur – telur Nematoda, Schistosoma, Dibotriosefalus,

dan familiaTaeniidae. Caranya ada dua yaitu :

1. Tanpa centrifugasi :

a. Feses 10 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

dicampur dengan 200 ml NaCl jenuh, diaduk sampai larut.

b. Didiamkan selama 20 – 30 menit sampai terlihat adanya

endapan. Jika terdapat serat – serat selulosa, dilakukan

penyaringan terlebih dahulu.

c. Larutan permukaan diambil dengan Öse dan ditaruh di atas

kaca objek, lalu ditutup dengan kaca penutup. Hindari

gelembung udara.

d. Diamati di bawah mikroskop pada objektif 10 kali atau

perbesaran 100 kali.

2. Dengan centrifugasi :

a. NaCl jenuh 200 ml dengan 10 gram feses dicampur,

kemudian disaring dengan penyaring, lalu dituangkan ke

dalam tabung sentrifugasi.

b. Tabung tadi diletakan ke dalam sentrifuge dan diputar

dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit.

c. Dengan Öse diambil larutan bagian permukaan dan di

taruh di atas kaca objek, lalu di tutup dengan kaca penutup.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

27

d. Diamati di bawah mikroskop pada objektif 10 kali atau

perbesaran 100 kali.

b. Modifikasi Metode Mertiolate Iodine Formaldehyde (MIF):

Metode ini baik untuk mendiagnosis secara laboratoris

adanya telur cacing Nematoda, Trematoda dan Cestoda, juga

Amoeba dan Giardia lambia di dalam feses. Zat yang dipakai

adalah :

1. Larutan dari campuran 250 ml aquades, 200 ml Thimerasol

(Merthiolate) dengan pengenceran 1:1000; 25 ml formaldehyde

35% dan 5 ml gliserin.

2. Larutan lugol 55 segar (tidak boleh disimpan lebih dari 3

minggu).

Kedua larutan disimpan dalam botol berwarna coklat. Cara

kerja dari metode ini :

a. 5 ml larutan (1) dengan larutan lugol sebanyak 0,5 ml,

kemudian 0,5 gram feses dimasukkan ke dalam tabung

reaksi dicampur sampai homogen.

b. Larutan tadi disaring dengan dua lapis kain kasa ke dalam

tabung sentrifuge, kemudian ditambah 7 ml eter

(temperatur 40C).

c. Tabung tersebut ditutup rapat dengan sumbat karet dan

dikocok sampai campuran benar –benar homogen. Jika

belum homogen, tambahkan air dan dikocok kembali

sampai homogen.

d. Sumbat dibuka dan dibiarkan selama 2 menit.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

28

e. Kemudian disentrifuge selama 1 menit dengan kecepatan

1000 – 3000 rpm.

f. Semua cairan di buang dan endapan diambil dengan pipet,

ditaruh di atas kaca objek dan di tutup dengan kaca

penutup.

g. Hasilnya dapat dilihat di bawah mikroskop pada objektif 10

kali atau perbesaran 100 kali, pada endapan ini tampak

bentuk tropozoid dan telur cacing.

c. Teknik Sediaan Tebal

Teknik ini menggunakan selopan atau cellophane tape

sebagai pengganti kaca penutup. Dengan teknik ini lebih banyak

telur cacing yang dapat diperiksa karena pada pemeriksaan ini

membutuhkan feses lebih banyak. Teknik ini juga dianjurkan untuk

pemeriksaan masal karena lebih sederhana dan murah. Morfologi

telur cacing cukup jelas untuk dibuat diagnosis. Cara kerja dari

teknik ini sebagai berikut :

1. Feses diambil sebanyak 20 – 50 mg atau sebesar kacang

merah.

2. Diletakan di atas kaca objek dan diratakan.

3. Tutup dengan selopan.

4. Tekan selopan dengan kaca objek atau tutup botol karet untuk

meratakan feses agar menyebar di bawah selopan. Keringkan

larutan yang berlebih dengan kertas saring.

5. Biarkan sediaan yang sudah dibuat selama 20 – 30 menit.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

29

6. Periksa sediaan di bawah mikroskop pada objektif 10 kali atau

perbesaran 100 kali.

d. Metode Sedimentasi Formal Ether

Metode ini baik digunakan untuk sampel feses yang diambil

beberapa hari yang lalu. Cara kerjanya sebagai berikut :

1. Feses 0,5 ml diambil, dimasukan ke dalam tabung lalu di

tambah dengan 1 – 2 ml aquades, dikocok dan ditambah lagi

10 – 12 ml aquades, dikocok kembali sampai homogen.

2. Disaring dengan kain kasa, cairan filtrasi ditampung pada

tabung sentrifuge sebanyak 15 ml.

3. Filtrasi disentrifuge selama 1 menit dengan kecepatan 1000

rpm, lalu cairan bagian atas dibuang.

4. Formalin 10% 1 ml ditambahkan pada endapan tadi, dikocok

dan ditambahkan lagi 8 ml Formalin 10%. Didiamkan selama 10

menit.

5. Ether 3 ml ditambahkan, tabung ditutup, kemudian dikocok

sampai homogen kira – kira 10 – 20 detik.

6. Sentrifuge kembali selama 1 – 2 menit dengan kecepatan 2000

rpm.

7. Lalu diambil dengan pipet sampai batas ether dengan formalin

dan buang cairan sisa.hati – hati saat mengambil, jangan

sampai cairan sisa ikut terpipet.

8. 1 tetes sedimen dipindahkan pada kaca objek yang

sebelumnya telah ditetesi dengan 1 tetes larutan Iodin.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.setiabudi.ac.idrepository.setiabudi.ac.id/2065/6/BAB II.pdf · Klasifikasi Kingdom : ANIMALIA Filum : HELMINTHES Subfilum : NEMATODA Class : SECERNENTASIDA

30

9. Ditutup dengan kaca penutup dan amati hasilnya di bawah

mikroskop pada objektif 10 kali atau perbesaran 100 kali.