4. analisis data 4.1. gambaran umum subjek penelitian 4.1 ... · 4.1.2 pemberitaan munir oleh media...
TRANSCRIPT
26
Universitas Kristen Petra
4. ANALISIS DATA
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
4.1.1. Profil Tempo Media Group dan Situs Berita Edsus.Tempo.co
Edsus.tempo.co merupakan situs berita turunan dari situs tempo.co milik
PT. Tempo Inti Media Tbk, yang juga merupakan penerbit majalah dwi-mingguan
Tempo dan media lain yang berada di bawah naungan Tempo Media Group.
Diluncurkan pertama kali pada tahun 1995, situs berita ini diberi nama Tempo
Interaktif, dengan alamatnya yaitu tempointeraktif.com. Kehadiran situs ini
diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat akan informasi yang mudah
dibaca dan terpercaya (korporat.tempo.co).
Tempo Media Group berawal sejak tahun 1971, tepatnya pada tangal 6
Maret, ketika majalah Tempo pertama kali terbit dengan PT. Grafiti Pers sebagai
penerbitnya. Tahun 1978, PT. Temprint lahir untuk mengakomodasi keperluan
percetakan majalah Tempo. Selanjutnya, pada tahun 2001 perusahaan pemilik
Tempo Media Group, PT. Arsa Raya Perdana, berganti nama menjadi PT. Tempo
Inti Media Tbk. bersamaan dengan hadirnya koran Tempo di arena persaingan
surat kabar Indonesia. Tempo Media Group semakin berkembang dengan
hadirnya majalah Tempo English, majalah Travelounge.
Keberadaan tempointeraktif.com di dunia maya menyelamatkannya dari
pembredelan pemerintah Orde Baru pada masa-masa tersebut. Tempo dibredel
pemerintah untuk pada tanggal 21 Juni 1994, setelah menyoroti keputusan B.J.
Habibie untuk membeli jet tempur eks Jerman Timur. Tidak hanya Tempo,
majalah Editor dan Detik juga terkena pembredelan oleh pemerintah
(republikpos.com).
Gambar 4.1 Logo Edsus.Tempo.co
Sumber: Edsus.Tempo.co
27
Universitas Kristen Petra
Pada kuartal akhir tahun 2011, manajemen Tempo sepakat untuk
mengganti nama Tempo Interaktif menjadi Tempo.co, beserta pergantian alamat
web menjadi tempo.co. Pergantian nama ini dilakukan sebagai bagian dari usaha
Tempo untuk meningkatkan kualitas dan penyempurnaan produk. Selain itu,
peningkatan tersebut menunjukkan bahwa Tempo serius untuk mengembangkan
media yang mengedukasi pembacanya. Tempo.co tidak hanya menyediakan berita
hard news seperti politik, hukum, dan ekonomi, namun juga menyediakan rubrik
berita lain seperti teknologi, olahraga, selebriti, fashion, dan lainnya (tempo.co).
Memasuki Orde Reformasi sekarang ini, media yang bersaing dengan
Tempo adalah Gatra, baik dalam format majalah cetak ataupun digital. Gatra yang
berdiri pada tahun 1994 dengan sokongan dana dari Bob Hassan, yang notabene
adalah kroni Soeharto, memang sengaja didirikan dengan konsep yang hampir
sama dengan Tempo. Selain itu, Gatra juga digadang sebagai “media milik
pemerintah” setelah rezim Orde Baru gagal mengakuisisi Tempo yang memilih
tutup setelah dibredel pada tahun yang sama (solopos.com).
Sejarah panjang dari media ini beserta usaha-usaha peningkatan kualitas
dan kuantitas dari waktu ke waktu, membuahkan hasil berupa beberapa awards
yang dimenangkan baik dalam skala nasional maupun internasional. Situs
tempo.co memenangkan Silver Award untuk kategori “The Best Mobile Media”
dari Asian Digital Media Award pada tahun 2011, media massa pertama yang
meraih Yap Thiam Hien Award pada tahun 2012 untuk komitmen lebih akan
penegakan keadilan dan HAM di Indonesia. Salah seorang wartawan Tempo,
Stefanus Teguh Edi Pramono, memenangkan AFP Kate Webb Prize 2013 dari
Agence France-Presse Foundation, Prancis atas liputan konflik Suriah pada tahun
2012 dan perdagangan narkoba di Jakarta (korporat.tempo.co).
Edsus.tempo.co sendiri merupakan sebuah situs berita khusus yang berisi
topik-topik tertentu yang telah dipilih oleh tim Tempo. Tidak hanya versi online,
edisi khusus Tempo juga tersedia di versi cetaknya. Topik-topik tersebut
mendapat porsi pemberitaan ekstra, sehingga menghasilkan liputan yang
mendalam dan luas (edsus.tempo.co).
28
Universitas Kristen Petra
4.1.2 Pemberitaan Munir Oleh Media Massa
Karir Munir semasa hidup dalam membela HAM di Indonesia cukup
banyak menyita perhatian masyarakat dan media massa nasional maupun
internasional. Munir ikut aktif menjadi penasihat hukum dari beberapa kasus
pelanggaran HAM selama masa Orde Baru, seperti Kasus Marsinah pada tahun
1994, lalu Tragedi Semanggi 1 pada tahun 1998 dan Semanggi 2 pada tahun 1999.
Pengabdiannya pada HAM membuat ia diganjar beberapa penghargaan nasional
maupun internasional, seperti Man Of The Year 1998 versi majalah Ummah,
masuk daftar 100 Tokoh Indonesia Abad XX versi majalah Forum Keadilan, lalu
An Honourable Mention of the 2000 UNESCO Mandanjeet Singh Prize, dan gelar
As Leader for the Millenium dari majalah Asia Week pada tahun 2000
(citizen6.liputan6.com).
Oleh karena jasa dan pengabdiannya tersebut, tidak dapat dipungkiri
bahwa berita mengenai kematian Munir dan penyelesaian dari kasus
pembunuhannya dijadikan bahan pemberitaan media, baik dari dalam negeri
maupun luar negeri, bahkan setelah cukup lama berlalu (radioaustralia.net.au).
Media massa turut membuat kematian Munir ini berdampak sangat besar
terhadap kepercayaan masyarakat kepada kemampuan dan keinginan pemerintah
untuk menyelesaikan kasus ini setelah membeberkan beberapa fakta-fakta
menarik di belakang proses penuntasan kasus ini. Beberapa pejabat Badan
Intelijen Negara (BIN) yang diduga terlibat dalam kasus ini masih berjalan bebas
menikmati udara segar. Susilo Bambang Yudhoyono dalam dua kali masa
kepemimpinannya (2004-2014) masih gagal dalam menyelesaikan kasus ini.
Presiden selanjutnya, Jokowi, juga mendapat mandat yang sama dari masyarakat
untuk menyelesaikan misteri kasus Munir ini. Walau begitu, banyak pihak,
termasuk Suciwati yang merupakan istri Munir dan sesama aktivis HAM,
meragukan niat dan kemampuan dari kabinet pimpinan Jokowi
(theconversation.com).
Tekanan terhadap pemerintah semakin besar setelah salah satu tersangka,
yaitu Pollycarpus, mendapat remisi bebas dari penjara pada bulan Oktober tahun
2014 lalu. Aktivis HAM mempertanyakan dan menuntut pemerintah untuk
menjelaskan kepada publik dasar dari keputusan tersebut. Pollycarpus seharusnya
29
Universitas Kristen Petra
mendekam selama 14 tahun di penjara akibat perbuatannya. Namun, seorang
tahanan di Indonesia setelah menjalani 2/3 masa tahanan, memiliki kesempatan
untuk mendapat remisi dari pemerintah, kecual pelaku terorisme, kejahatan
narkoba, dan korupsi (jakartaglobe.com).
Keputusan Pemerintah Kota Den Haag, Belanda, yang memberikan sebuah
jalan untuk dinamai Munir, atau Munirpad dalam bahasa Belanda pada 14 April
2015 silam pun tidak luput dari perhatian awak media yang menandakan bahwa
sampai kasus ini terselesaikan, pemberitaan mengenai Munir akan tetap berlanjut
(bbc.com).
4.2 Temuan Data
Tempo menuliskan pemberitaan mengenai 10 tahun kasus pembunuhan
Munir yang terjadi pada 7 September 2004 di edisi khusus mereka pada tahun
2014. Edisi khusus tersebut dikeluarkan baik dalam bentuk majalah cetak maupun
di situs web mereka, yaitu edsus.tempo.co. Tempo menjadi satu-satunya media di
Indonesia yang menyajikan pemberitaan 10 tahun kasus Munir ini dalam porsi
khusus. Edisi khusus “10 Tahun Munir” di situs web edsus.tempo.co mengandung
sebanyak 40 artikel berita yang tersebar dari tanggal 16 Mei 2014 hingga 11
Desember 2014. Peneliti ingin meneliti bingkai pemberitaan kasus Munir pada
edisi khusus “10 Tahun Munir” di situs edsus.tempo.co. Peneliti sendiri memilih
sejumlah 10 berita dari edisi khusus tersebut yang dipilih berdasarkan beberapa
prinsip nilai jurnalistik, yaitu significance, prominence, proximity, dan human
interest. Berikut adalah temuan data pada pemberitaan kasus Munir di edisi
khusus “10 Tahun Munir” di situs web edsus.tempo.co.
4.2.1 Problem Identification
Elemen framing yang pertama adalah definisi masalah (problem
identification). Pada berita edisi 6 September 2014, Tempo memberitakan bahwa
kediaman Munir di Batu, Jawa Timur, dibuka oleh pihak keluarga dengan nama
“Omah Munir” untuk umum sebagai tempat edukasi hak asasi manusia dan
sebagai simbol perjuangan HAM di Indonesia.
30
Universitas Kristen Petra
“Rumah keluarga Munir di Batu dibuka untuk umum sebagai sarana edukasi dan
dijadikan simbol perjuangan HAM di Indonesia.” (paragraf 4)
“Omah Munir dibuat untuk memperjuangkan HAM dan pusat pendidikan hak
asasi.” (paragraf 5)
Identifikasi masalah pada artikel Tempo tanggal 29 Oktober 2014
mengungkapkan hasil wawancara seorang jurnalis Amerika Serikat bernama
Allan Nairn dengan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN),
Hendropriyono. BIN diduga juga ikut berperan dalam kasus pembunuhan Munir.
“Jurnalis Amerika Serikat, Allan Nairn, melakukan wawancara dengan mantan
Kepala Badan Intelijen, Hendropriyono.” (paragraf 1)
Edsus.tempo.co edisi 12 November 2014 mengungkapkan identifikasi
masalah berupa sebuah komik yang diluncurkan oleh Komisi untuk Orang Hilang
dan Korban Tindak Kekerasan mengenai Munir semasa hidupnya. Komik ini
sendiri dianggap sebagai cara baru untuk mengenalkan Munir kepada masyarakat
dan memberi semangat kepada masyarakat untuk peduli terhadap hak asasi
manusia di Indonesia.
“Sebuah komik mengenai Munir diluncurkan oleh Komisi untuk Orang Hilang
dan Korban Tindak Kekerasan.” (paragraf 1)
Tempo dalam artikelnya pada tanggal 28 November 2014 menuliskan
identifikasi masalah berupa pelaku dari pembunuhan Munir, Pollycarpus, telah
menjalani masa hukumannya dan bebas dari Lembaga Pemasyarakatan
Sukamiskin Bandung. Kejadian ini menjadi sorotan karena Pollycarpus bebas
setelah menjalani masa hukuman yang telah mendapat banyak potongan atau
remisi.
31
Universitas Kristen Petra
“Pollycarpus keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung.”
(paragraf 1)
Identifikasi masalah dari artikel edsus.tempo.co tanggal 29 November
2014 adalah permintaan dari istri Munir, Suciwati, kepada Presiden Joko Widodo
agar menyelesaikan segala masalah hak asasi manusia yang terjadi di Indonesia.
Suciwati menganggap pemerintah yang dipimpin oleh Jokowi masih belum
mampu menyelesaikan berbagai masalah HAM.
“Istri mendiang aktivis hak asasi manusia Munir Said, Suciwati, meminta
Presiden Joko Widodo menyelesaikan masalah hak asasi manusia di Indonesia.”
(paragraf 1)
Dalam hari yang sama pula, 29 November 2014, Tempo mengungkapkan
indentifikasi masalah dari artikel lain, yaitu profil mengenai Pollycarpus,
pembunuh Munir. Tempo mengangkat profil Pollycarpus beserta awal mula
karirnya sebagai pilot hingga terlibat dalam kasus pembunuhan Munir.
“Pollycarpus. Dari namanya, orang tak menduga ia orang Jawa.” (Paragraf 1)
Tanggal 30 November 2014, Tempo mengangkat berita tentang rencana
dari Kepala Bidang Bantuan Lembaga Hukum Jakarta, Muhammad Isnur, untuk
bertemu dengan Presiden Jokowi dengan tujuan mempertanyakan pembebasan
Pollycarpus. Pembebasan Pollycarpus dipertanyakan oleh karena Polly memegang
pernanan penting dalam kasus Munir.
“Kepala Bidang Penanganan Kasus Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
Muhammad Isnur mengatakan lembaganya berencana bertemu dengan Presiden
Joko Widodo terkait dengan pembebasan bersyarat yang diterima Pollycarpus.”
(Paragraf 1)
Dalam edisi 1 Desember 2014, Tempo mengungkapkan tanggapan dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) mengenai pertanyaan
32
Universitas Kristen Petra
akan keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus HAM yang terjadi
di Indonesia. Keadaan ini tidak terlepas dari bebasnya Pollycarpus dari kurungan
penjara.
“Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly
mengklaim, pemerintah serius dalam penegakkan dan pengungkapan kasus HAM
masa lalu. Pernyataan ini disampaikan Yasonna, meski terpidana kasus
pembunuhan Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto, telah bebas.” (Paragraf 1)
8 Desember 2014 identifikasi masalah yang ditemukan oleh peneliti
adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan
penghargaan kepada mendiang Munir. Munir mendapatkan Penghargaan Hak
Asasi Manusia 2014 dari Komnas HAM yang diberikan di Omah Munir pada 8
Desember 2014.
“Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan
penghargaan kepada pejuang HAM Munir Said Thalib. Penghargaan Anugerah
Hak Asasi Manusia 2014 diberikan di Omah Munir, Batu, Senin, 8 Desember
2014.” (Paragraf 1)
Tempo menuliskan pada artikel tanggal 11 Desember 2014 bahwa motif
pembunuhan Munir hingga saat ini masih belum bisa ditentukan. Terdapat
beberapa teori mengapa Munir dibunuh, namun juga ada pihak yang mengatakan
bahwa Munir tidak termasuk orang yang layak menjadi target pembunuhan.
“Motif pembunuhan aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalid, pada 7
September 2004 masih misterius hingga kini.” (Paragraf 1)
4.2.2 Causal Interpretation
Pada tanggal 6 September 2014, peneliti menemukan bahwa Tempo
menuliskan bahwa penyebab dari dibukanya Omah Munir, yang notabene
merupakan rumah keluarga Munir, untuk umum adalah tidak terselesaikanya
kasus Munir sejak tahun 2004. Diharapkan dengan dibukanya Omah Munir,
33
Universitas Kristen Petra
masyarakat dapat terus diingatkan bahwa kasus Munir belum selesai dan
mendapat pengetahuan akan sejarah kehidupan Munir dan HAM di Indonesia.
“Omah Munir dibuat untuk memperjuangkan HAM dan pusat pendidikan hak
asasi.” (paragraf 5)
Edisi tanggal 29 Oktober 2014 memuat berita mengenai wawancara
seorang jurnalis asal Amerika Serikat, Allan Nairn dengan mantan Kepala Badan
Intelijen Negara (BIN), Hendropriyono. Teori mengenai BIN ikut terlibat dalam
kasus ini dijustifikasi oleh pengakuan Hendropriyono sendiri. Pria yang menjabat
saat Munir terbunuh ternyata mengaku bertanggung jawab secara komando dalam
pembunuhan tersebut.
“Mantan Kepala Badan Intelijen, Hendropriyono, mengaku bertanggung
jawab secara komando dalam pembunuhan Munir tahun 2004.” (paragraf 1)
Tanggal 12 November 2014, Tempo menuliskan sebuah artikel mengenai
peluncuran sebuah komik mengenai Munir oleh Komisi untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Causal Interpretation dari artikel ini adalah
Kontras ingin mengenalkan Munir kepada masyarakat, komik dipilih karena
dipercaya dapat menyampaikan pesan secara efektif dan mudah dicerna kepada
masyarakat.
“Komik diluncurkan agar masyarakat dapat lebih mudah memahami isi
pesan.” (paragraf 1)
Peneliti melihat causal interpretation dari berita mengenai dibebaskanya
Pollycarpus secara bersyarat yang terunggah pada tanggal 28 November 2014
adalah Pollycarpus telah menjalani masa hukumannya di penjara dengan
mendapat total potongan masa tahanan/remisi sebanyak 42 bulan, atau setara
dengan 4,5 tahun.
34
Universitas Kristen Petra
“Pollycarpus telah menerima remisi hukuman sebanyak 42 bulan atau 3
tahun.” (paragraf 4)
Tanggal 29 November 2014, Tempo menuliskan berita mengenai
permintaan Suciwati, istri dari Munir, kepada Presiden Jokowi untuk segera
menyelesaikan masalah hak asasi manusia di Indonesia. Peneliti menemukan
causal interpretation dari masalah ini berupa janji Jokowi selama masa kampanye
Pilpres 2014 yang akan menuntaskan kasus HAM di Indonesia. Namun, menurut
Suciwati janji itu belum terealisasi, hal itu ditandai dengan masih bebasnya
Hendropriyono, mantan Kepala BIN yang secara terus terang mengaku terlibat
dalam kasus Munir dan beberapa kasus HAM sebelumnya.
“Menurut Suciwati, janji Jokowi selama kampanye pemilihan umum lalu
harus direalisasikan. Dia menyinggung ihwal mantan Kepala Badan Intelijen
Negara, Hendropriyono, yang mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan
Munir dan Talangsari, Lampung.” (Paragraf 2)
Pada artikel lain di tanggal 29 November 2014, Tempo membahas profil
dari Pollycarpus, sang eksekutor pembunuhan. Dalam artikel tersebut, diceritakan
bagaimana asal-usul dan karir penerbangaan Pollycarpus. Tertulis juga bahwa
dengan melihat dan mendengar nama Pollycarpus, tidak ada yang menyangka
bahwa Pollycarpus merupakan orang Jawa. Memang benar, bahwa nama
Pollycarpus merupakan nama baptis Belanda yang diberikan kepada pria dengan
nama lahir Budihari Priyanto ini.
“Pollycarpus itu nama pemberian orang Belanda,” katanya. (Paragraf 1)
Tanggal 30 November 2014, Tempo memberitakan rencana Kepala
Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta untuk bertemu dengan Presiden mengenai
bebasnya Pollycarpus dari penjara. Causal interpretation yang ditemukan oleh
peneliti adalah pendapat dari Direktur LBH Jakarta, Febi Yonesta, yang
mengatakan bahwa pembebasan bersyarat memang adalah hak dari Pollycarpus.
35
Universitas Kristen Petra
Tetapi, perlu diperhatikan juga apakah bertentangan dengan rasa keadilan umum
dan kepentingan masyarakat.
“Direktur LBH Jakarta Febi Yonesta menuturkan pembebasan bersyarat
memang hak Pollycarpus. Namun hal tersebut tidak bersifat absolut. Lagi pula,
kata Febi, bebas bersyarat harus memperhatikan syarat substantif, yaitu tidak
boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan rasa keadilan masyarakat.”
(Paragraf 5)
1 Desember 2014, Tempo menuliskan tanggapan dari Menteri Hukum dan
HAM, Yasonna Laoly, atas pertanyaan dari beberapa pihak akan keseriusan
pemerintah dalam menuntaskan kasus HAM di Indonesia. Yasonna mengatakan
bahwa pemerintah serius terlepas dari fakta bahwa Pollycarpus telah bebas dari
penjara. Yasonna menambahkan, bahwa pemerintah tidak berhak meninjau ulang
keputusan bebas bersyarat Pollycarpus demi mengikuti keinginan aktivis dan
masyarakat.
“Menurut Yasona, pemerintah tak bisa mengikuti desakan aktivis dan
masyarakat untuk mengkaji ulang bebas bersyarat Pollycarpus. Yasonna berjanji,
kalau Pollycarpus melanggar hukum, Kementerian Hukum dan HAM akan
menariknya kembali ke penjara.” (Paragraf 4)
Pada 8 Desember 2014, Munir mendapat penghargaan Anugerah Hak
Asasi Manusia dari Komnas HAM. Causal interpretation dalam topik ini adalah
Munir mendapat penghargaan oleh karena jasa-jasanya selama hidup dalam
membela kemanusiaan dalam kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
Beberapa kasus yang ia pernah tangani adalah buruh Marsinah dan pelanggaran
HAM di Timor Timur.
“Munir terpilih karena aktivitasnya membela nilai kemanusiaan dinilai
melebihi kepentingan untuk diri sendiri. Sejumlah kasus yang diadvokasi Munir
36
Universitas Kristen Petra
meliputi petani nipah di Madura, kasus buruh Marsinah, dan pelanggaran HAM di
Timor Timur.” (Paragraf 3)
11 Desember 2014, Tempo mengunggah berita mengenai motif dari
pembunuhan Munir. Dituliskan bahwa motif tersebut, hingga edisi khusus Munir
ini diluncurkan, masih belum jelas. Causal interpretation adalah ada beberapa
teori yang beredar bahwa Munir dibunuh karena memegang data-data penting
mengenai kebobrokan pemerintah dan pelanggaran HAM di era Orde Baru hingga
era Reformasi. Namun, semua dugaan tersebut belum disertai dengan bukti yang
konkrit.
“Ada dugaan Munir dibunuh karena memegang data penting seputar
pelanggaran hak asasi manusia seperti pembantaian di Talang Sari, Lampung,
pada 1989, penculikan aktivis 1998, referendum Timor Timur, hingga kampanye
hitam pemilihan presiden 2004.” (Paragraf 1)
4.2.3 Moral Evaluation
Pada artikel edisi 6 September 2014 moral evaluation yang diberikan oleh
Tempo adalah setiap kasus hukum yang terjadi, tidak peduli apapun masalahnya
harus segera diselesaikan, agar tidak menjadi beban tanggungan di kemudian hari.
“Setiap kasus pelanggaran hukum yang terjadi sudah seharusnya diselesaikan
secepatnya dan sebaik-baiknya.”
Tanggal 29 Oktober 2014, pada artikel yang membahas wawancara Allan
Nairn dengan Hendropriyono, moral evaluation yang didapat adalah
Hendropriyono siap menerima segala bentuk konsekuensi atas peran yang ia
jalankan dalam kasus pembunuhan Munir.
“Hendropriyono siap menerima segala konsekuensi atas perbuatannya.” (paragraf
5)
37
Universitas Kristen Petra
12 November 2014, Tempo mengeluarkan berita bahwa Kontras
meluncurkan komik mengenai sejarah hidup Munir. Moral evaluation dari artikel
berita ini adalah kebanyakan generasi muda Indonesia tidak banyak mengetahui
atau bahkan sama sekali tidak mengetahui siapa itu Munir, sehingga Kontras
meluncurkan komik ini.
“Kami ingin mengenalkan Munir kepada kawula muda. Sebab, Anak-anak muda
jaman sekarang banyak yang tidak mengetahui Munir.” (paragraf 2)
Pada artikel edisi 28 November 2014, moral evaluation yang bisa diambil
dari bebasnya Pollycarpus dari tahanan adalah Mahkamah Agung (MA)
mengabulkan permohonan peninjauan kembali Pollycarpus yang mengakibatkan
perubahan durasi penahanan Pollycarpus.
“Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali
Pollycarpus yang berakibat pengurangan masa tahanan dari 20 tahun menjadi 14
tahun.” (Paragraf 3)
Tanggal 29 November 2014, Tempo menunggah pendapat dari istri Munir,
Suciwati, mengenai kinerja Presiden Jokowi dan kabinetnya dalam menuntaskan
kasus HAM di Indonesia. Moral evaluation yang didapat adalah kutipan pendapat
Suciwati bahwa pemerintah memberikan contoh buruk bagi masyarakat tentang
penuntasan kasus hukum.
“Tapi langkah hukum apa yang dilakukan pemerintah? Ini contoh buruk sekali?
ujar Suciwati.” (paragraf 3)
Pada hari yang sama, 29 November 2014, moral evaluation yang didapat
dari artikel Tempo mengenai profil dari Pollycarpus adalah pengabdian dia selama
terbang menjadi pilot untuk misi gereja di Papua. Sebelum menjadi pilot di
Garuda Indonesia, Pollycarpus yang tumbuh besar di Papua, membantu
melaksanakan misionaris gereja.
38
Universitas Kristen Petra
"Saya sempat dua-tiga tahun menjadi pilot untuk misi (gereja). Terbang sendiri
membawa orang sakit atau sayuran," Polly berkisah. (Paragraf 2)
Artikel Tempo pada 30 November 2014 yang menceritakan rencana dari
BLH Jakarta untuk bertemu dengan Presiden untuk membahas kebebasan
Pollycarpus, menghasilkan moral evaluation berdasar kutipan Kabid Penanganan
Kasus BLH Jakarta, Muhammad Isnur mengenai belum terkuak seluruhnya siapa
saja dalang di belakang layar kasus ini.
“Menurut Isnur, kasus Munir masih menyimpan misteri. Saat ini baru
Pollycarpus yang mendapat hukuman. Sedangkan aktor di balik pembunuhan itu
belum sedikit pun tersentuh.” (Paragraf 3)
Tempo pada 1 Desember 2014 mengeluarkan artikel tanggapan
Menkumham Yasonna Laoly akan keinginan aktivis dan masyarakat kepada
pemerintah untuk meninjau kembali Pollycarpus. Moral evaluation yang
ditemukan adalah Pollycarpus telah menjalani masa hukumannya, dan bebas
bersyarat secara resmi sesuai aturan hukum yang berlaku dan pemerintah tidak
boleh semena-mena mengintervensi itu.
"Jangan membabi-buta. Dia (Pollycarpus) sudah menjalankan hukuman," kata
Yasona.” (Paragraf 3)
Senin, 8 Desember 2014, mendiang Munir Said dianugerahi penghargaan
Anugerah Hak Asasi Manusia dari Komnas HAM. Moral evaluation yang dapat
ditemukan di artikel tersebut adalah fakta bahwa Anugerah Hak Asasi Manusia
merupakan penghargaan baru yang ditujukan bagi penggiat kemanusiaan di
Indonesia, dan Munir adalah penerima pertama penghargaan tersebut.
“Penghargaan tersebut merupakan yang pertama yang diberikan Komnas HAM
yang ditujukan kepada penggiat kemanusiaan di Indonesia.” (Paragraf 2)
39
Universitas Kristen Petra
Artikel edsus.tempo.co pada edisi 10 tahun Munir tanggal 11 Desember
2014 menceritakan motif dari pembunuhan Munir yang masih belum jelas.
Peneliti menemukan moral evaluation dari artikel tersebut adalah bahwa sempat
ada anggapan bahwa Munir akan “menjual” Indonesia dengan data-data yang ia
bawa ke Belanda.
“Menurut mantan Deputi Bidang Perencanaan dan Pengendalian Operasi
Badan Intelijen Negara Budi Santoso, pernah ada rapat internal lembaganya
membahas Munir. Direktur Imparsial itu disebut akan menjual negara dengan
data-datanya, yang ia bawa ke Belanda untuk studi hukum di Utrecht
Universiteit.” (Paragraf 2)
4.2.4 Treatment Recommendation
Treatment Recommendation yang diberikan oleh Tempo untuk artikel
tanggal 6 September 2014 tentang pembukaan Omah Munir, adalah perlunya
pendidikan sejak dini mengenai HAM, agar selanjutnya masyarakat sadar akan
hak asasi yang masing-masing mereka miliki.
“Pendidikan sejak dini kepada generasi muda memungkinkan untuk mencegah hal
yang sama dapat terulang di kemudian hari.” (Paragraf 5)
Saran penyelesaian yang diberikan oleh Tempo dalam artikel tanggal 29
Oktober 2014 mengenai pengakuan Hendropriyono bahwa ia terlibat dalam
beberapa kasus pelanggaran HAM, adalah pengadilan HAM untuk segala
kesalahan Hendropriyono di masa lalu.
“Jika ada pengadilan HAM untuk saya, saya siap,” ujar Hendropriyono. (Paragraf
2)
Treatment recommendation yang ditawarkan Tempo dalam artikel tanggal
12 November 2014 mengenai peluncuran komik Munir oleh Kontras adalah
pendapat dari salah satu peneliti Kontras, yaitu Indria Fernida, yang menganggap
40
Universitas Kristen Petra
bahwa komik ini adalah salah satu cara untuk tidak melupakan kasus Munir dan
Munir sendiri.
“Ini adalah salah satu langkah positif untuk ‘melawan lupa’ terhadap Munir.”
(paragraf 6)
Tempo dalam edisi 28 November 2014 menuliskan kejadian tentang
keluarnya Pollycarpus dari tahanan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin,
Bandung. Treatment recommendation yang diberikan adalah kutipan dari Kepala
Keamanan LP, Heru Tri, mengenai Pollycarpus yang memang mendapatkan surat
bebas bersyarat dari Kemenkumham dan sudah pergi dari LP.
"Dia sudah dapat pembebasan bersyarat. Siang tadi sudah diantar ke
Kejaksaan dan Bapas (Balai Pemasyarakatan) Bandung," ujar Kepala Keamanan
Lapas Sukamiskin Bandung Heru Tri. (Paragraf 1)
Terdapat dua artikel pada tanggal 29 November 2014, yang pertama
adalah opini dari Suciwati, istri Munir, mengenai janji Jokowi untuk
menyelesaikan permasalahan HAM di Indonesia. Tempo menawarkan treatment
recommendation berupa kutipan dari tekad Suciwati untuk memperjuangkan
setiap kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan di Indonesia.
“Saya akan terus menyuarakan bahwa pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia
belum selesai.” (paragraf 4)
Artikel kedua pada tanggal 29 November 2014 menceritakan tentang
profil dari Pollycarpus Budihari Priyanto, eksekutor pembunuhan Munir. Dalam
artikel ini, treatment recommendation yang bisa diambil mengenai asal-usul
Pollycarpus dan karirnya sebagai pilot adalah penjelasan dari saudara-saudaranya
bahwa nama Pollycarpus merupakan nama baptis pemberian orang Belanda ketika
ia tumbuh besar di Papua.
41
Universitas Kristen Petra
“Menurut saudara-saudaranya di Ungaran, Jawa Tengah, Polly besar di Papua.
Nama baptis itu ia peroleh di sana.” (Paragraf 1)
Keinginan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta untuk bertemu dengan
Presiden Jokowi mengenai bebasnya Pollycarpus tertulis dalam artikel tanggal 30
November 2014. Tempo menawarkan treatment recommendation yang
merupakan kutipan opini Kepala Bidang Penanganan Kasus BLH Jakarta, Isnur
Muhammad, bahwa kasus Munir ini sudah dinantikan sejak lama oleh publik agar
segera diselesaikan, dan pemerintah diharapkan segera melakukan itu.
"Ada penantian panjang agar kasus Munir ini segera diselesaikan, jadi
jangan sampai berhenti di tengah jalan. Kami ingin ada pengkajian ulang kasus ini
oleh Kemenkumham," ujar Isnur. (Paragraf 2)
1 Desember 2014, Tempo mengunggah berita mengenai tanggapan
Menkumham, Yasonna Laoly, atas desakan aktivis HAM dan masyarakat kepada
pemerintah untuk meninjau ulang pembebasan bersyarat Pollycarpus. Treatment
recommendation yang peneliti temukan dalam artikel ini adalah pemerintah akan
berusaha mencari aktor di belakang layar dalam kasus ini.
"Pemerintah akan berusaha mencari aktor intelektual," kata Yasonna. (Paragraf 2)
Pada tanggal 8 Desember 2014, Komnas HAM memberikan penghargaan
kepada mendiang Munir di kediamanya, di Batu, Jawa Timur. Treatment
recommendation yang ditawarkan Tempo dalam artikel ini adalah harapan dari
istri Munir, Suciwati, kepada Komnas HAM bahwa dengan adanya penghargaan
tersebut diharapkan kedepannya terwujud keadilan HAM di Indonesia.
"Komnas HAM memiliki tanggung jawab untuk mendorong Pengadilan
HAM serta menuntaskan kasus kematian Munir," katanya mengingatkan.
(Paragraf 4)
42
Universitas Kristen Petra
Artikel pada tanggal 11 Desember 2014 bercerita mengenai apa motif
sesungguhnya dari pembunuhan Munir. Terdapat beberapa teori mengenai
mengapa Munir dibunuh. Salah satunya adalah Munir membawa dokumen-
dokumen penting mengenai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di era Orde
Baru ke Belanda untuk “dijual”. Treatment recommendation yang Tempo
tawarkan merupakan opini dari istri Munir sendiri, yaitu Suciwati mengenai sosok
Munir dan perihal dokumen negara tersebut. Suciwati tidak percaya bahwa Munir
dibunuh oleh karena memegang dokumen rahasia negara.
“Dokumen penting itu, ya, Munir sendiri. Dia dokumen hidup,” ujar Suciwati.
(Paragraf 4)
4.3 Analisis Data dan Interpretasi
Dalam melakukan analisis data dan interpretasi data, peneliti juga
melakukan triangulasi untuk mempertajam analisis dan interpretasi. Menurut
Moleong, triangulasi digunakan untuk membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan satu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda (Moleong, 2009, p.331). Peneliti menggunakan triangulasi teori yang
berarti membandingkan hasil penelitian dengan teori-teori yang ada, atau bisa
disebut dengan penjelasan banding (rival explanation). Pada akhirnya, dengan
menyertakan teori pembanding, derajat kepercayaan data akan timbul (Moleong,
2009, p. 331-332). Selain itu, peneliti juga menggunakan triangulasi data atau
sumber. Triangulasi data atau sumber berarti mengecek data yang telah diperoleh
melalui beberapa sumber. Data dari sumber tersebut tidak bisa dirata-ratakan
seperti di dalam penelitian kuantitatif, tetapi dideskripsikan, dikategorisasikan,
mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana spesifik dari sumber data
tersebut (Sugiyono, 2011, p. 274).
4.3.1 Problem Identification
Problem identification merupakan poin pertama dari metode framing milik
Robert Entman. Poin ini menekankan pengertian wartawan terhadap suatu
peristiwa. Artikel dalam edisi khusus tempo.co pada tanggal 6 September 2014
43
Universitas Kristen Petra
berjudul “Kenang Munir, Suciwati Putar Film HAM”. Problem identification
dalam artikel ini seperti yang tertulis dalam paragraf lima, yaitu:
“Omah Munir dibangun di kediaman Munir di Batu. Bentuk asli rumah
keluarga Munir dipertahankan agar terkesan alami. Tak ubah lanskap, hanya
merenovasi rumah menjadi lebih terbuka.” (paragraf 5)
Peneliti melihat Tempo menganggap peristiwa pemutaran film di Omah
Munir untuk memperingati 10 tahun kematian Munir adalah bagian kecil dari
sesuatu yang lebih besar lagi, yaitu Omah Munir itu sendiri. Tempo menganggap
dibukanya sebuah kediaman pribadi untuk umum, terlebih rumah tersebut milik
seorang tokoh yang disegani oleh masyarakat, yaitu Munir, seorang aktivis HAM
yang kasus kematianya belum terselesaikan hingga kini merupakan sebuah
fenomena yang menarik untuk diketahui lebih dalam tujuanya. Berita itu sendiri
termasuk dalam soft news yang berarti, “reportase yang tidak mengutamakan
unsur penting yang hendak diberitakan, melainkan sesuatu yang menarik bagi
para pembacanya.” (Ishwara, 2005, p.59).
Tanggal 29 Oktober 2014, tempo.co menuliskan sebuah artikel mengenai
adanya sebuah wawancara yang dilakukan oleh Allan Nairn, seorang jurnalis asal
Amerika Serikat dengan Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intelijen Negara
(BIN) tahun periode 2001-2004. Berikut kutipan artikel yang juga menjadi
problem identification di artikel edisi ini.
“Jurnalis Amerika Serikat, Allan Nairn, melakukan wawancara dengan mantan
Kepala Badan Intelijen, Hendropriyono.” (paragraf 1)
Dalam artikel ini dapat dilihat bahwa Tempo menganggap bahwa
wawancara yang dilakukan oleh Allan dengan Hendropriyono merupakan
peristiwa menarik, oleh karena pada periode kepemimpinanya Munir terbunuh,
tepatnya pada tahun 2004. BIN juga dicurigai ikut berperan di belakang layar
dalam peristiwa tersebut. Diharapkan dari wawancara ini dapat menghasilkan
fakta baru untuk menyelesaikan kasus Munir.
44
Universitas Kristen Petra
Allan Nairn sendiri merupakan seorang jurnalis investigatif yang telah
lama memantau kondisi politik Indonesia sejak era Orde Baru hingga sekarang.
Allan Nairn pada tahun 2001 juga pernah melakukan wawancara dengan Prabowo
Subianto, seorang perwira Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang cukup
kontroversial. Dalam wawancara yang baru dirilis pada bulan Juni 2014 itu,
Prabowo menceritakan peranya dalam beberapa pelanggaran HAM yang
dilakukan pemerintah Indonesia di era Orde Baru beserta “dosa-dosa” lain
pemerintah pada masa itu. (allannairn.org).
Pada edisi 12 November 2014, Tempo menuliskan berita mengenai adanya
sebuah komik mengenai Munir yang diterbitkan oleh Komisi untuk Orang Hilang
dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Berikut problem identification yang
peneliti temukan:
“Sebuah komik mengenai Munir diluncurkan oleh Komisi untuk Orang Hilang
dan Korban Tindak Kekerasan.” (paragraf 1)
Dengan problem identification seperti di atas, peneliti melihat Tempo
ingin mengangkat poin bahwa bentuk penghargaan dan untuk mengingat jasa
seseorang, dalam hal ini Munir, dapat berupa banyak hal salah satunya melalui
komik. Komik sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
suatu bentuk cerita yang disertai gambar (kbbi.co.id). Komik untuk Munir ini
menurut peneliti juga merupakan peristiwa yang menarik untuk Tempo jadikan
berita bagi pembacanya karena mengandung unsur berita human interest yang
tinggi.
28 November 2014, Tempo mengeluarkan sebuah artikel mengenai
bebasnya tersangka kasus pembunuhan Munir, Pollycarpus. Sehingga, problem
identification yang peneliti temukan adalah sebagai berikut:
“Pollycarpus keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung.”
(paragraf 1)
45
Universitas Kristen Petra
Kutipan artikel di atas menunjukkan bahwa Tempo menganggap bahwa
keluarnya Pollycarpus dari penjara merupakan sebuah babak baru dalam
kelanjutan kasus ini. Status bebas yang diterima oleh Pollycarpus sebagai
eksekutor pembunuhan dan satu-satunya pihak yang dihukum penjara dalam
kasus ini membuat Tempo ingin bertanya kepada pemerintah dasar dari keputusan
bebas tersebut dan kelanjutan dari penyelesaian kasus ini.
Pada hari selanjutnya, yaitu tanggal 29 November 2014, Tempo
mengeluarkan berita mengenai pendapat dari istri mendiang Munir, Suciwati,
seputar bebasnya Pollycarpus dan langkah pemerintah selanjutnya untuk
menyelesaikan kasus ini. Peneliti akhirnya menemukan problem identification
sebagai berikut:
“Istri mendiang aktivis hak asasi manusia Munir Said, Suciwati, meminta
Presiden Joko Widodo menyelesaikan masalah hak asasi manusia di Indonesia.”
(paragraf 1)
Peneliti melihat bahwa melalui pendapat yang diutarakan Suciwati, Tempo
ingin melihat bagaimana tanggapan dari pihak keluarga yang menjadi korban
mengenai bebasnya Polly. Selanjutnya, melalui ini Tempo juga ingin
mempertanyakan keseriusan pemerintah, dalam hal ini Jokowi sebagai Presiden,
untuk menyelesaikan kasus ini dan kasus-kasus lain mengenai pelanggaran hak
asasi manusia di Indonesia. Tempo menekankan bahwa sebaiknya seorang
pemimpin yang baik tidak hanya sekedar mengungkapkan sebuah niat atau
rencana saja, tetapi juga melakukan tindakan konkrit untuk menyelesaikan
masalah tersebut.
Pada tanggal yang sama, 29 November 2014, Tempo mengulas mengenai
sosok Pollycarpus. Problem identification yang peneliti temukan adalah sebagai
berikut:
“Pollycarpus. Dari namanya, orang tak menduga ia orang Jawa.” (Paragraf 1)
46
Universitas Kristen Petra
Melalui pemberitaan ini, peneliti melihat Tempo ingin memberikan
informasi yang lebih lengkap kepada masyarakat mengenai profil sang eksekutor.
Selain itu, melalui topik ini Tempo ingin menunjukan keseimbangan dalam porsi
pemberitaan. Tempo tidak hanya memberitakan sosok Munir sebagai korban,
namun juga Pollycarpus sebagai pelaku. Peneliti juga menganggap topik ini
menarik untuk diberikan oleh karena memberikan fakta-fakta baru atau menarik
mengenai kehidupan pribadi dan karir seorang Pollycarpus yang selama ini
tertutupi oleh statusnya sebagai pelaku dalam kasus pembunuhan Munir.
Edsus.tempo.co mengeluarkan artikel berjudul “Pollycarpus Bebas, LBH
Ingin Tagih Jokowi” pada tanggal 30 November 2014. Peneliti melihat problem
identification dari potongan artikel berikut:
“Kepala Bidang Penanganan Kasus Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
Muhammad Isnur mengatakan lembaganya berencana bertemu dengan Presiden
Joko Widodo terkait dengan pembebasan bersyarat yang diterima Pollycarpus.”
(Paragraf 1)
Melalui kutipan pendapat Kepala Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Jakarta di atas peneliti melihat Tempo, sekali lagi, ingin menyampaikan
pertanyaan mengenai keseriusan pemerintah dalam menangani kasus Munir ini.
Tempo juga ingin mengingatkan pemerintah dan publik bahwa walau kasus ini
telah terjadi bertahun-tahun yang lalu, masih ada pihak-pihak selain dari keluarga
Munir yang peduli dan menanti akan titik ujung dari kasus ini.
Selain itu, dengan pandangan yang diberikan oleh Tempo dalam artikel
ini, ditunjukan juga bahwa demokrasi yang berlaku di Indonesia sudah berjalan
dengan cukup baik, dimana masyarakat dapat mengungkapkan pendapat dan
pertanyaan kepada pemerintah dengan bebas namun bertanggung jawab.
1 Desember 2014, Tempo mengeluarkan sebuah artikel yang berisi
tanggapan dari pemerintah akan bebasnya Pollycarpus dari penjara, berikut
problem identification yang ditemukan peneliti:
47
Universitas Kristen Petra
“Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham)Yasonna Laoly
mengklaim, pemerintah serius dalam penegakkan dan pengungkapan kasus HAM
masa lalu. Pernyataan ini disampaikan Yasonna, meski terpidana kasus
pembunuhan Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto, telah bebas.” (Paragraf 1)
Dalam kesempatan kali ini, Tempo menunjukan kepada masyarakat
mengenai keseimbangan pemberitaan yang mereka laksanakan. Setelah
menyampaikan kritik kepada pemerintah melalui pendapat keluarga dan LSM,
Tempo menyampaikan tanggapan dari pemerintah akan kritik tersebut. Namun,
melalui kutipan tersebut, peneliti melihat bahwa Tempo “meragukan” keseriusan
pemerintah melalui pernyataan Yasonna yang bertolak belakang dengan
kenyataan bahwa sang eksekutor pembunuhan, Pollycarpus, telah bebas dari
penjara:
“Pernyataan ini disampaikan Yasonna, meski terpidana kasus pembunuhan Munir,
Pollycarpus Budihari Priyanto, telah bebas.” (paragraf 1)
Keraguan Tempo akan keseriusan pemerintah ini pada akhirnya terbukti
benar hingga pada bulan Oktober 2016, kasus ini belum terselesaikan dan bahkan
pemerintah kehilangan data-data yang ditemukan oleh Tim Pencari Fakta (TPF)
mengenai kasus ini (news.detik.com).
8 Desember 2014, edsus.tempo.co mengunggah artikel berjudul “Munir
Raih Penghargaan HAM di Hari Lahirnya”. Problem identification yang peneliti
temukan adalah:
“Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan
penghargaan kepada pejuang HAM Munir Said Thalib. Penghargaan Anugerah
Hak Asasi Manusia 2014 diberikan di Omah Munir, Batu, Senin, 8 Desember
2014.” (Paragraf 1)
Melalui problem identification tersebut, peneliti melihat Tempo ingin
menunjukan kepada masyarakat bahwa walaupun Munir telah meninggal sejak
48
Universitas Kristen Petra
lama, ia tetap dianggap sebagai aktivis HAM paling berpengaruh di Indonesia.
Selain itu, Tempo juga melihat bahwa dengan semangat yang dimiliki oleh Munir
serta kinerjanya, ia pantas menjadi panutan bagi siapapun yang ingin membela
HAM di Indonesia.
Selanjutnya pada tanggal 11 Desember 2014, Tempo menuliskan sebuah
artikel dengan judul “Munir Dibunuh karena Sejumlah Motif, Apa Saja?” Peneliti
menemukan problem identification sebagai berikut:
“Motif pembunuhan aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib, pada 7
September 2004 masih misterius hingga kini.” (Paragraf 1)
Pernyataan Tempo di atas menunjukan bahwa hingga 10 tahun setelah
meninggalnya Munir, motif dari pembunuhan Munir belum diketahui. Dengan
menuliskan pernyataan masih misteriusnya motif pembunuhan Munir, selain
memberitakan fakta yang ada, Tempo juga mengisyaratkan bahwa proses
pengusutan kasus ini berjalan lambat atau bahkan terkesan tidak ada kemajuan
yang dihasilkan dari usaha pemerintah.
4.3.2 Causal Interpretation
Elemen kedua dalam metode framing milik Robert Entman adalah causal
interpretation, yang berarti melihat siapa atau apa yang menjadi penyebab dari
sebuah masalah. Dalam artikel pada tanggal 6 September 2014, masalah yang
diangkat oleh Tempo adalah rumah milik Munir dibuka untuk umum dengan
nama Omah Munir, berikut causal identification dari artikel tersebut:
“Omah Munir dibuat untuk memperjuangkan HAM dan pusat pendidikan hak
asasi.” (paragraf 5)
Tempo melihat penyebab dibukanya rumah Munir untuk umum adalah
sebagai sarana bagi masyarakat untuk belajar mengenai HAM, terutama di
Indonesia, serta sejarah pelanggaran HAM di Indonesia dan sebagai bentuk
perjuangan untuk menyelesaikan masalah HAM di Indonesia serta kasus Munir
itu sendiri. Dibukanya Omah Munir juga dianggap sebagai bentuk konkrit dari
49
Universitas Kristen Petra
keinginan para aktivis HAM untuk menyebarkan kesadaran kepada masyarakat
akan pentingnya hak asasi setiap individu masyarakat.
29 Oktober 2014, Tempo menuliskan sebuah artikel berisi terjadinya
wawancara antara Allan Nairn dengan Hendropriyono. Berikut kutipan artikel
yang menjadi causal interpretation:
“Mantan Kepala Badan Intelijen, Hendropriyono, mengaku bertanggung jawab
secara komando dalam pembunuhan Munir tahun 2004.” (paragraf 1)
Melalui artikel tersebut, Tempo seakan menjustifikasi kecurigaan akan
terlibatnya BIN dalam kasus pembunuhan Munir. Selain itu, pengakuan langsung
dari Hendropriyono tersebut diharapkan dapat membuka harapan baru akan
diketahuinya pihak-pihak yang terlibat di “belakang layar” dalam kasus
pembunuhan ini dan pada akhirnya akan menuntaskan kasus yang telah lama tidak
kunjung selesai ini.
12 November 2014 Tempo menuliskan bahwa terdapat sebuah komik yang
menceritakan tentang Munir semasa hidup. Causal interpretation dari berita
tersebut adalah sebagai berikut:
“Komik diluncurkan agar masyarakat dapat lebih mudah memahami isi pesan.”
(paragraf 1)
Berdasar kutipan di atas, Tempo ingin menekankan bahwa dibuatnya
komik mengenai Munir selain agar masyarakat kembali teringat dengan kasus ini,
namun juga memberitahukan bahwa pesan yang terkandung dalam sebuah
informasi akan lebih mudah dipahami bila disertai dengan gambar.
Pada tanggal 28 November 2014, edsus.tempo.co mengunggah sebuah
artikel yang menceritakan kebebasan Pollycarpus dari Lembaga Pemasyarakatan.
Berikut causal interpretation yang peneliti temukan dalam berita tersebut:
“Pollycarpus telah menerima remisi hukuman sebanyak 42 bulan atau 3 tahun 6
bulan.” (paragraf 4)
50
Universitas Kristen Petra
Melalui kutipan berita di atas, secara tidak langsung Tempo
mengisyaratkan bahwa pemerintah juga ikut berperan dalam bebasnya
Pollycarpus. Peran pemerintah dapat dilihat dari pemberian remisi hukuman
kepada Pollycarpus yang durasi waktunya mencapai 42 bulan.
29 November 2014 Tempo mengeluarkan berita mengenai permintaan dari
istri Munir, Suciwati, kepada Presiden Jokowi untuk menyelesaikan permasalahan
pelanggaran HAM di Indonesia. Berikut causal interpretation dari isu yang
diangkat di artikel tersebut:
“Menurut Suciwati, janji Jokowi selama kampanye pemilihan umum lalu
harus direalisasikan. Dia menyinggung ihwal mantan Kepala Badan Intelijen
Negara, Hendropriyono, yang mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan
Munir dan Talangsari, Lampung.” (Paragraf 2)
Tempo menuliskan dengan jelas pada paragraf 2 artikel tersebut, bahwa
penyebab masalah adalah Presiden Jokowi yang menurut Suciwati hanya sekedar
berjanji ketika pada masa pemilihan umum. Namun, nyatanya setelah terpilih
menjadi presiden pun, Jokowi masih belum melaksanakan janjinya untuk
menuntaskan masalah pelanggaran HAM di Indonesia. Bahkan, mantan Kepala
BIN, Hendropriyono, yang sudah secara gamblang mengaku bertanggung jawab
atas beberapa kasus pelanggarn HAM di masa Orde Baru masih melenggang
bebas tanpa ada tuntutan hukum.
Pada tanggal yang sama, 29 November 2014, Tempo mengeluarkan
sebuah artikel yang berisi mengenai data diri dan kehidupan pribadi Pollycarpus,
sang pembunuh Munir. Causal interpretation yang peneliti temukan dalam
potongan artikel tersebut adalah sebagai berikut:
“Pollycarpus itu nama pemberian orang Belanda,” katanya. (Paragraf 1)
Pernyataan Tempo di atas tersebut membenarkan problem identification
untuk artikel itu sendiri yang menyatakan bahwa nama “Pollycarpus” bukan
51
Universitas Kristen Petra
berasal dari suku Jawa. Selain itu, pada potongan paragraf di atas, dijelaskan pula
bahwa nama “Pollycarpus” merupakan pemberian dari orang Belanda.
Dalam artikel edsus.tempo pada tanggal 30 November 2014 yang
memberitakan keinginan dari LBH Jakarta untuk bertanya kepada Presiden
Jokowi, peneliti menemukan causal interpretation dari masalah tersebut dalam
kutipan paragraf di bawah ini:
“Direktur LBH Jakarta Febi Yonesta menuturkan pembebasan bersyarat
memang hak Pollycarpus. Namun hal tersebut tidak bersifat absolut. Lagi pula,
kata Febi, bebas bersyarat harus memperhatikan syarat substantif, yaitu tidak
boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan rasa keadilan masyarakat.”
(Paragraf 5)
Melalui pernyataan Direktur LBH Jakarta di atas, Tempo memandang
bahwa penyebab dari masalah yang ada adalah bebasnya Pollycarpus secara
bersyarat yang dirasa tidak sesuai dengan rasa keadilan dan kemanusiaan, dimana
kasus ini belum selesai diusut namun pelaku sudah dibebaskan. Pemerintah juga
secara tidak langsung disorot dalam hal pemberian keputusan bebas bersyarat
yang terkesan sangat mudah dan tidak memandang kepentingan umum yang lebih
luas, yaitu penyelesaian kasus pembunuhan Munir itu sendiri.
Peneliti selanjutnya menemukan causal interpretation dari artikel pada
tanggal 1 Desember 2014 yang mengungkap masalah mengenai klaim keseriusan
dari pemerintah dalam menyelesaikan kasus ini, walau nyatanya sang pelaku
dibebaskan dari penjara. Berikut kutipan paragraf sebagai causal interpretation:
“Menurut Yasona, pemerintah tak bisa mengikuti desakan aktivis dan
masyarakat untuk mengkaji ulang bebas bersyarat Pollycarpus. Yasonna berjanji,
kalau Pollycarpus melanggar hukum, Kementerian Hukum dan HAM akan
menariknya kembali ke penjara.” (Paragraf 4)
Tempo menuliskan dalam kutipan tersebut bahwa penyebab dari
permasalahan yang ada adalah ketidakmampuan pemerintah untuk mengikuti
52
Universitas Kristen Petra
permintaan masyarakat agar Pollycarpus tidak dibebaskan dahulu. Selanjutnya,
Tempo melihat janji Yasona yang akan menarik Pollycarpus kembali ke penjara
jika memang melanggar hukum adalah untuk menenangkan dan meyakinkan
publik bahwa keputusan yang telah diambil oleh pemerintah tidak salah dan telah
sesuai aturan.
Pada artikel tanggal 8 Desember 2014 yang berjudul “Munir Raih
Penghargaan HAM di Hari Lahirnya”, Tempo mengungkapkan masalah berupa
Munir yang mendapatkan penghargaan dari Komnas HAM. Peneliti pun
menemukan causal interpretation dari problem identification tersebut pada
kutipan paragraf berikut:
“Munir terpilih karena aktivitasnya membela nilai kemanusiaan dinilai
melebihi kepentingan untuk diri sendiri. Sejumlah kasus yang diadvokasi Munir
meliputi petani nipah di Madura, kasus buruh Marsinah, dan pelanggaran HAM di
Timor Timur.” (Paragraf 3)
Dapat dilihat bahwa Tempo dengan gamblang merujuk kepada karya dan
kerja Munir dalam pembelaan beberapa kasus pelanggaran HAM di Indonesia
yang membuat ia layak diganjar penghargaan oleh Komnas HAM. Selanjutnya,
Tempo melihat dedikasi Munir yang bahkan sampai harus kehilangan nyawa
akibat pekerjaanya tersebut menjadi bukti bahwa ia adalah seorang pejuang HAM
sejati yang layak mendapat penghargaan tinggi dan menjadi teladan.
Artikel pada tanggal 11 Desember 2014 menghasilkan suatu isu yaitu,
motif dari pembunuhan Munir Said Thalib belum jelas hingga kini. Peneliti
selanjutnya menemukan causal identification sebagai berikut:
“Ada dugaan Munir dibunuh karena memegang data penting seputar
pelanggaran hak asasi manusia seperti pembantaian di Talang Sari, Lampung,
pada 1989, penculikan aktivis 1998, referendum Timor Timur, hingga kampanye
hitam pemilihan presiden 2004.” (Paragraf 1)
53
Universitas Kristen Petra
Pada potongan artikel di atas terlihat memang benar bahwa motif
pembunuhan tersebut memang masih belum jelas. Terdapat beberapa dugaan
mengenai latar belakang terjadinya kasus ini, salah satunya seperti yang Tempo
ungkapkan dalam paragraf di atas. Ada dugaan bahwa Munir dibunuh akibat
memegang data-data penting mengenai kasus pelanggaran HAM di Indonesia,
sejak jaman Orde Baru hingga Reformasi.
4.3.3 Moral Evaluation
Moral evaluation adalah elemen ketiga dari metode framing milik Robert
Entman. Pada elemen ini ditawarkan pesan atau nilai moral yang dapat diambil
dari suatu permasalahan. Artikel pada tanggal 6 September 2014 menyajikan
permasalahan berupa dibukanya rumah keluarga Munir untuk umum dengan nama
Omah Munir, diakibatkan oleh keinginan dari istrinya, Suciwati, untuk
menjadikan rumah Munir sebagai tempat edukasi dan simbol perjuangan HAM di
Indonesia. Pesan moral yang dapat diambil dari permasalahan ini adalah sebagai
berikut:
“Sepak bola menjadi salah satu cara mempersatukan anak yang terlibat dalam
konflik agama.” (paragraf 3)
Pada artikel ini Tempo melihat dari event pemutaran film Cahaya dari
Timur: Beta Maluku di Omah Munir yang menawarkan nilai moral berupa suatu
kegiatan olahraga, dalam hal ini sepak bola, dapat mempersatukan segala
perbedaan yang dimiliki setiap manusia, salah satunya agama.
Pada artikel tanggal 29 Oktober 2014 yang membahas tentang wawancara
jurnalis Allan Nairn dengan Hendropriyono, peneliti menemukan nilai moral yang
Tempo tawarkan melalui kutipan artikel berikut ini:
“Hendropriyono siap menerima segala konsekuensi atas perbuatannya.” (paragraf
5)
Melalui kesediaan Hendropriyono untuk menanggung segala akibat dari
perbuatanya selama menjadi Kepala BIN, Tempo menekankan bahwa setiap
54
Universitas Kristen Petra
perbuatan pasti ada akibatnya, baik itu buruk. Selanjutnya, sudah seharusnya
pihak yang melakukanya menerima segala akibat tersebut, bukan lari dan
sembunyi atau menyangkal perbuatanya tersebut.
Selanjutnya, pada tanggal 12 November 2014, edsus.tempo mengunggah
sebuah berita mengenai peluncuran komik mengenai Munir oleh Kontras. Peneliti
menemukan nilai moral yang Tempo angkat adalah sebagai berikut:
“Anak-anak muda jaman sekarang banyak yang tidak mengetahui Munir.”
(paragraf 2)
Melalui pernyataan tersebut, Tempo melihat bahwa generasi muda di era
sekarang ini tidak banyak mengetahui tentang Munir, yang dapat juga diartikan
bahwa generasi muda tidak banyak mengetahui sejarah ataupun tokoh Indonesia
yang turut berperan dalam membentuk keadaan Indonesia saat ini. Kenyataan ini
selaras dengan tujuan dari Kontras dalam menerbitkan komik ini, dalam hal ini
peneliti mengutip pernyataan dari Eko Prasetyo, penulis naskah dari komik ini:
“Kami ingin mengenalkan Munir kepada kawula muda.” (paragraf 2)
Pada tanggal 28 November 2014, Tempo menuliskan sebuah artikel
mengenai bebasnya Pollycarpus dari lembaga pemasyarakatan. Peneliti melihat
nilai moral yang Tempo angkat berdasar kutipan artikel berikut:
“Rincian remisinya, Polly beroleh remisi Hari Kemerdekaan RI selama
sebulan dan hari raya Natal 2008 sebulan. Pada 2009, dia mendapat remisi Hari
Kemerdekaan RI selama 3 bulan dan Natal 1 bulan. Pada 2010, dia diganjar
remisi Hari Kemerdekaan RI selama 7 bulan 10 hari dan Natal 2 bulan. Pada
2011, Polly kembali mendapat remisi Hari Kemerdekaan RI 9 bulan 5 hari dan
Natal 1 bulan 15 hari. Polly diganjar remisi Hari Kemerdekaan RI selama 6 bulan
20 hari dan Natal 1 bulan 15 hari pada 2012. Pada 2013, bekas pilot ini beroleh
remisi Hari Kemerdekaan RI selama 8 bulan dan Natal 2 bulan.” (paragraf 4-5)
55
Universitas Kristen Petra
Melalui rincian remisi yang diterima oleh Pollycarpus selama di penjara,
peneliti melihat Tempo ingin mengangkat nilai moral jikalau seseorang
menunjukan perubahan perilaku menjadi baik dan mempunyai keinginan untuk
tidak melakukan kesalahan yang sama, maka seseorang tersebut layak mendapat
pengampunan atau kesempatan berikutnya untuk berbuat baik.
Tanggal 29 November 2014, Tempo mengunggah sebuah artikel mengenai
tanggapan Suciwati akan fakta bahwa Pollycarpus telah bebas dari kurungan
penjara. Kutipan artikel berikut peneliti jadikan moral evaluation:
“Jadi jangan jualan soal hak asasi manusia saja,” (paragraf 1)
Tempo menyorot sikap dari Jokowi yang terkesan hanya menyatakan janji
tetapi tidak menepatinya. Janji Jokowi selama masa pemilihan umum yang akan
menyelesaikan segala masalah HAM di Indonesia nyatanya tidak terlaksana
hingga sekarang. Tempo ingin memberitahukan bahwa sebaiknya jika sebuah janji
telah terlontar, sudah seharusnya ditepati. Jika dirasa tidak mampu untuk
melakukanya, tidak perlu mengucapkan janji. Terlebih, jika yang melakukan hal
itu adalah seorang pemimpin, dimana sosok tersebut adalah panutan bagi yang
dipimpin. Hal ini didukung juga oleh tanggapan lain dari Suciwati berikut:
“Tapi langkah hukum apa yang dilakukan pemerintah? Ini contoh buruk sekali?”
(paragraf 3)
Pada artikel lain dalam hari yang sama, 29 November 2014, Tempo
mengeluarkan artikel yang menceritakan profil dari Pollycarpus, tersangka
pembunuh Munir. Peneliti menemukan moral evaluation berdasar pengakuan
Pollycarpus berikut ini:
"Saya sempat dua-tiga tahun menjadi pilot untuk misi (gereja). Terbang sendiri
membawa orang sakit atau sayuran," Polly berkisah. (Paragraf 2)
56
Universitas Kristen Petra
Melalui kisah Pollycarpus di atas, Tempo menyorot nilai moral yang
Pollycarpus tunjukan, yaitu memanfaatkan waktu dan kemampuan yang dimiliki
untuk membantu mereka yang membutuhkan. Pollycarpus yang berprofesi
sebagai pilot memutuskan untuk bergabung dengan sebuah kegiatan keagamaan
(misi/misionaris) dalam membantu masyarakat di pedalaman Papua untuk
mendapatkan fasilitas kesehatan atau barang kebutuhan pokok. Menurut KBBI
sendiri, seorang misionaris adalah seseorang yang melakukan penyebaran Injil
kepada orang yang belum mengenal Kristen. (kbbi.web.id)
Edsus.tempo pada tanggal 30 November 2014 mengeluarkan artikel
mengenai keinginan dari LBH Jakarta untuk mempertanyakan keputusan
pemerintah kepada Jokowi untuk membebaskan Pollycarpus. Nilai moral yang
peneliti dapat adalah sebagai berikut:
“Menurut Isnur, kasus Munir masih menyimpan misteri. Saat ini baru
Pollycarpus yang mendapat hukuman. Sedangkan aktor di balik pembunuhan itu
belum sedikit pun tersentuh.” (Paragraf 3)
Melalui pendapat Muhammad Isnur selaku Kepala Bidang Penanganan
Kasus LBH Jakarta tersebut, nilai moral yang Tempo ingin sampaikan adalah
bahwa seharusnya ketika mengusut suatu permasalahan, harus dituntaskan hingga
ke dasarnya. Kenyataan yang terjadi adalah baru sang eksekutor, Pollycarpus,
yang mendapat hukuman. Sedangkan “otak” dari kasus tersebut masih belum
diketahui.
Pada tanggal 1 Desember 2014, terunggah sebuah artikel dari Tempo yang
berisi pernyataan dari pemerintah bahwa pemerintah serius dalam mengusut kasus
pembunuhan Munir terlepas dari fakta telah bebasnya Pollycarpus. Melalui
kutipan di bawah ini, peneliti menemukan moral evaluation dari permasalahan
tersebut:
"Jangan membabi-buta. Dia (Pollycarpus) sudah menjalankan hukuman," kata
Yasona. (Paragraf 3)
57
Universitas Kristen Petra
Pernyataan dari Yasona Laoly selaku Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia (Menkumham) akan bebasnya Pollycarpus tersebut, Tempo menawarkan
sebuah nilai moral, yaitu ketika melihat suatu fakta yang ada, harus dilihat secara
keseluruhan dan tidak boleh menilai secara sempit. Bebasnya Pollycarpus dari
penjara oleh karena ia telah menjalani masa hukuman yang sebelumnya telah
ditentukan oleh pemerintah, sehingga hal tersebut merupakan hak yang pantas ia
dapatkan, terlepas dari fakta bahwa kasus pembunuhan yang ia lakukan belum
sepenuhnya tuntas diselidiki.
Senin, 8 Desember 2014, Tempo mengunggah artikel mengenai sebuah
penghargaan yang Munir terima dari Komnas HAM pada hari lahirnya. Peneliti
pun melihat nilai moral yang ada berdasar pernyataan dari Komnas HAM berikut
ini:
“Penghargaan tersebut merupakan yang pertama yang diberikan Komnas HAM
yang ditujukan kepada penggiat kemanusiaan di Indonesia.” (Paragraf 2)
Melalui fakta tersebut, nilai moral yang diangkat oleh Tempo adalah setiap
orang yang memperjuangkan kebenaran dalam bentuk apapun, pantas mendapat
penghargaan atau apresiasi. Munir yang menghabiskan masa hidupnya untuk
memperjuangkan nilai kemanusiaan di Indonesia memang selayaknya
mendapatkan penghargaan atas dedikasinya tersebut.
Tanggal 11 Desember 2014, terdapat sebuah artikel yang berisi informasi
berupa beberapa motif dibelakang peristiwa terbunuhnya Munir pada 2004 lalu.
Berdasar kutipan artikel di bawah ini, peneliti menemukan nilai moral yang bisa
diambil:
“Menurut mantan Deputi Bidang Perencanaan dan Pengendalian Operasi
Badan Intelijen Negara Budi Santoso, pernah ada rapat internal lembaganya
membahas Munir. Direktur Imparsial itu disebut akan menjual negara dengan
data-datanya, yang ia bawa ke Belanda untuk studi hukum di Utrecht
Universiteit.” (Paragraf 2)
58
Universitas Kristen Petra
Peneliti melihat nilai moral yang Tempo angkat melalui artikel ini adalah
rasa nasionalisme. Rencana Munir untuk “menjual” Indonesia kepada pihak luar
atau negara asing dapat diartikan tidak adanya rasa nasionalisme kepada negara
sendiri. Walau memang, yang Munir coba lakukan adalah membuka fakta jelek
tentang pemerintah Indonesia mengenai beberapa kasus pelanggaran HAM
kepada pihak luar agar mendapat dukungan untuk menyelesaikan kasus-kasus
tersebut.
4.3.3 Treatment Recommendation
Treatment recommendation adalah elemen terakhir dalam metode framing
milik Robert Entman. Elemen ini menawarkan solusi akan masalah yang sedang
terjadi. Pada tanggal 6 September 2014, dalam sebuah artikel yang memberitakan
dibukanya rumah Munir untuk umum dengan nama Omah Munir, peneliti
menemukan solusi yang ditawarkan oleh Tempo sebagai berikut:
“Pendidikan sejak dini kepada generasi muda memungkinkan untuk mencegah hal
yang sama dapat terulang di kemudian hari.” (paragraf 6)
Melalui kutipan pada paragraf 6 tersebut, Tempo memberikan solusi
berupa pendidikan HAM sejak dini kepada generasi yang akan datang, sehingga
di masa depan semakin banyak masyarakat yang paham mengenai HAM dan
mampu berbuat sesuatu untuk membela korban pelanggaran atau melakukan kritik
kepada pihak-pihak yang melakukan atau membiarkan terjadinya pelanggaran
tersebut.
29 Oktober 2014, Tempo mengeluarkan sebuah artikel mengenai
wawancara Allan Nairn dan Hendropriyono. Solusi dari masalah tersebut datang
langsung dari Hendropriyono seperti yang terkutip di paragraf berikut:
“Jika ada pengadilan HAM untuk saya, saya siap." ujar Hendropriyono (paragraf
2)
Tertulis jelas di atas bahwa satu-satunya solusi yang memungkinkan
menurut Tempo, mengenai pengakuan Hendropriyono akan keterlibatanya dalam
59
Universitas Kristen Petra
kasus Munir, adalah menyidangkan Hendropriyono di pengadilan HAM. Dengan
solusi tersebut, diharapkan akan ditemukan titik terang mengenai misteri kasus
ini. Selanjutnya, diharapkan pula Hendropriyono dapat atau mau mengungkapkan
pihak-pihak lain yang terlibat.
Melalui pendapat peneliti Kontras, Indria Fernida, di bawah ini, terdapat
solusi yang ditawarkan oleh Tempo untuk isu pada tanggal 12 Oktober 2014,
yaitu terbitnya sebuah komik mengenai Munir yang dibuat oleh Kontras:
“Ini adalah salah satu langkah positif untuk "melawan lupa" terhadap Munir.”
(paragraf 6)
Secara tidak langsung secara umum Tempo ingin memberitakan bahwa
dengan membuat suatu karya yang ditujukan untuk pihak tertentu, maka pihak
tersebut akan selalu diingat atau publik teringat kembali mengenai suatu pihak
atau kejadian tersebut. Dalam konteks ini, pihak yang dimaksud adalah Munir
beserta kasusnya yang belum terselesaikan. Dengan adanya komik ini, diharapkan
masyarakat tidak akan lupa akan kasus ini, dan keadaanya yang belum
terselesaikan.
Tanggal 28 November 2014, Tempo mengunggah sebuah artikel yang
mengangkat isu mengenai bebasnya Pollycarpus dari penjara. Treatment
recommendation yang Tempo tawarkan akan isu tersebut terdapat pada kutipan
Kepala Keamanan Lapas Sukamiskin berikut:
"Dia sudah dapat pembebasan bersyarat. Siang tadi sudah diantar ke
Kejaksaan dan Bapas (Balai Pemasyarakatan) Bandung," ujar Kepala Keamanan
Lapas Sukamiskin Bandung Heru Tri. (Paragraf 1)
Keterangan dari Heru Tri di atas hanya sekedar menjadi penyelesaian
masalah atas masalah yang ada di dalam artikel tersebut, yaitu Pollycarpus yang
bebas dari tahanan. Tempo melihat permasalahan tersebut hanya terbatas di Lapas
tersebut dan keluarnya Pollycarpus. Sehingga, treatment recommendation yang
60
Universitas Kristen Petra
diberikan Tempo tidak signifikan jika mengacu pada skala yang lebih besar, yaitu
kasus itu sendiri.
29 November 2014, Tempo mengunggah kritik dari Suciwati, istri
mendiang Munir, akan realisasi dari janji Jokowi untuk menuntaskan
permasalahan HAM di Indonesia. Peneliti menemukan treatment recommendation
permasalahan tersebut dalam kutipan pendapat Suciwati berikut:
“Suciwati mengatakan akan terus berjuang agar kasus Munir bisa
diselesaikan. Salah satunya dengan meneruskan perjuangan program Menolak
Lupa. Dia tidak ingin mengandalkan pemerintah. Saya akan terus menyuarakan
bahwa pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia belum selesai.” (paragraf 4)
Solusi yang ditawarkan oleh Tempo adalah, sembari menunggu proses
pengusutan kasus ini oleh pemerintah, secara pribadi Suciwati akan terus berusaha
dan mengingatkan publik dan pemerintah bahwa kasus Munir dan beberapa kasus
pelanggaran HAM sebelumnya juga belum selesai. Secara tidak langsung juga
Tempo juga bermaksud untuk memberitahukan bahwa tidak setiap saat
pemerintah dapat diandalkan untuk menyelesaikan masalah, sehingga perlu
adanya usaha pribadi secara individu atau kelompok untuk menyelesaikanya.
Masih pada tanggal yang sama, 29 November 2014, Tempo mengeluarkan
treatment recommendation untuk artikel yang membahas mengenai profil diri
Pollycarpus. Berikut kutipan informasi dari saudara Pollycarpus yang berisi
penyelesaian masalah:
“Menurut saudara-saudaranya di Ungaran, Polly besar di Papua. Nama baptis itu
ia peroleh di sana.” (Paragraf 1)
Berdasar kutipan di atas, dapat dilihat bahwa treatment recommendation
yang diberikan adalah memang Pollycarpus tumbuh besar di Papua, sehingga
memungkinkan untuk mendapatkan nama baptis dari orang asing. Oleh karena itu,
nama yang ia miliki tidak mengindikasikan ia berasal dari Pulau Jawa. Tempo
melihat penyelesaian masalah ini hanya terbatas pada profil diri Pollycarpus.
61
Universitas Kristen Petra
Edsus.tempo.co tanggal 30 November 2014 mengangkat isu mengenai
keinginan LBH Jakarta untuk mempertanyakan Jokowi akan penyelesaian kasus
Munir. Melihat hal itu, Tempo menawarkan treatment recommendation sebagai
berikut:
"Ada penantian panjang agar kasus Munir ini segera diselesaikan, jadi
jangan sampai berhenti di tengah jalan. Kami ingin ada pengkajian ulang kasus ini
oleh Kemenkumham," ujar Isnur. (Paragraf 2)
Melalui pernyataan Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta,
Muhammad Isnur tersebut, penyelesaian masalah yang ditawarkan Tempo adalah
mengkaji ulang kasus ini oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Tuntutan ini lahir dari keputusan bebas bersyarat yang diterima oleh Pollycarpus,
selaku eksekutor Munir, dan kondisi kasus ini yang terkesan terbengkalai.
1 Desember 2014, Tempo mengeluarkan artikel yang mengangkat
tanggapan dari pemerintah mengenai keseriusan pemerintah untuk menyelesaikan
kasus Munir, dalam hal ini diwakili oleh Yasonna Laoly selaku Menteri Hukum
dan HAM (Menkumham). Berikut treatment recommendation yang Tempo
tawarkan:
"Pemerintah akan berusaha mencari aktor intelektual," kata Yasonna. (Paragraf 2)
Dengan jelas tertulis solusi yang ditawarkan Kompas atas keraguan
terhadap keseriusan pemerintah adalah pemerintah akan berusaha mencari aktor
intelektual di belakang kasus ini. Namun solusi tersebut tidak disertai dengan
keterangan yang lengkap akan jalan atau prosedur apa yang ditempuh pemerintah
untuk menemukan aktor intelektual tersebut. Sehingga, solusi yang ditawarkan
terkesan tidak signifikan.
Tempo pada tanggal 8 Desember 2014 mengeluarkan sebuah artikel yang
mengangkat isu diberikanya sebuah penghargaan kepada Munir oleh Komisi
Nasional HAM (Komnas HAM). Treatment recommendation yang ditawarkan
oleh Tempo adalah sebagai berikut:
62
Universitas Kristen Petra
"Komnas HAM memiliki tanggung jawab untuk mendorong Pengadilan
HAM serta menuntaskan kasus kematian Munir," katanya mengingatkan.
(Paragraf 4)
Jalan keluar yang diberikan Tempo adalah mengingatkan Komnas HAM
untuk menyelesaikan kasus Munir dan mendorong terjadinya pengadilan HAM
pada setiap kasus pelanggaran HAM. Treatment recommendation ini sangat
signifikan terhadap penyelesaian kasus Munir secara garis besar, karena mengajak
Komnas HAM untuk bersama-sama mengusut dan mengadili siapapun yang
bersalah dalam kasus Munir.
11 Desember 2014, Tempo mengeluarkan artikel yang mengangkat
kemungkinan beberapa motif dari peristiwa terbunuhnya Munir. Treatment
recommendation yang Tempo berikan adalah berdasar opini dari Suciwati, istri
Munir, berikut ini:
“Dokumen penting itu, ya, Munir sendiri. Dia dokumen hidup,” ujar Suciwati.
(Paragraf 4)
Pernyataan di atas adalah jalan keluar sekaligus penyangkalan atas dugaan
yang menyebutkan bahwa Munir dibunuh oleh karena ingin membuka bobrok
Indonesia di luar negeri melalui data-data akan kasus pelanggaran HAM di
Indonesia. Dengan pernyataan seperti di atas, maka tidak mungkin Munir
memiliki data-data tersebut dalam bentuk fisik, Munir sendiri adalah saksi hidup
segala kebobrokan HAM di Indonesia. Treatment recommendation tersebut
sekaligus menjadikan motif pembunuhan masih menjadi misteri hingga sekarang.