4. analisis data 4.1 gambaran umum film ngenest · film drama komedi “ngenest” ini telah...

51
Universitas Kristen Petra 56 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest 1-3: Ketawain Hidup a la Ernest. Film ini diproduksi oleh Starvision Plus dengan berdurasi 95 menit. Sedangkan, untuk penulis naskahnya dikerjakan langsung oleh Ernest sendiri bersama Jenny Jusuf. Selain sebagai penulis naskah, Ernest juga berperan sebagai pemain utama, sekaligus sutradara. Kehadiran film ini telah berhasil memperoleh sebanyak 785.786 tiket yang mampu membuatnya menduduki posisi enam dari 10 besar film terlaris yang dirilis pada tahun 2015 (Muvila.com). Gambar 4.1 Poster Film “Ngenest” (Sumber: http://www.filmbioskopindonesia.com/sinopsis-film-ngenest- 2016/) Meskipun debut Ernest Prakasa sebagai sutradara di industri film masih terbilang baru, melalui film buatannya “Ngenest” telah mampu memborong 3 piala sekaligus yaitu pemenang penghargaan sebagai penulis skenario terbaik, pendatang baru pria terbaik, dan pendatang baru wanita terbaik dalam ajang

Upload: others

Post on 18-Oct-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

56

4. ANALISIS DATA

4.1 Gambaran Umum Film Ngenest

Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel

karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest 1-3: Ketawain Hidup a la

Ernest. Film ini diproduksi oleh Starvision Plus dengan berdurasi 95 menit.

Sedangkan, untuk penulis naskahnya dikerjakan langsung oleh Ernest sendiri

bersama Jenny Jusuf. Selain sebagai penulis naskah, Ernest juga berperan sebagai

pemain utama, sekaligus sutradara. Kehadiran film ini telah berhasil memperoleh

sebanyak 785.786 tiket yang mampu membuatnya menduduki posisi enam dari 10

besar film terlaris yang dirilis pada tahun 2015 (Muvila.com).

Gambar 4.1 Poster Film “Ngenest”

(Sumber: http://www.filmbioskopindonesia.com/sinopsis-film-ngenest-

2016/)

Meskipun debut Ernest Prakasa sebagai sutradara di industri film masih

terbilang baru, melalui film buatannya “Ngenest” telah mampu memborong 3

piala sekaligus yaitu pemenang penghargaan sebagai penulis skenario terbaik,

pendatang baru pria terbaik, dan pendatang baru wanita terbaik dalam ajang

Page 2: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

57

penghargaan Indonesia Movie Awards 2016 (IBOMA) pada 17 Maret 2016

(Mediaselebriti.com, 2016).

Film ini telah diproduksi oleh PT. Kharisma Starvision Plus atau yang

dikenal dengan Starvision atau starvision Plus. Beberapa tokoh yang terlibat

dalam pembuatan film ini adalah Ernest Prakarsa (penulis dan sutradara), Chand

Parwez Servia, Fiaz Servia (produser), Andhika Triyadi (penata musik), Cesa

David Luckmansyah (penata gambar) dan lain-lainnya. Selain itu, meski baru

seminggu dirilis film “Ngenest” telah meraih pendapatan kotor sebesar 19 milyar

(indotelko.co, 2016, par.4).

Beberapa pemain yang diceritakan di dalam film ini adalah Ernest, Meira,

Patrick, Abdul (Adjis Doaibu), Fariz (Ardit Erwanda), Bowo (Fico Fachriza),

Ipeh (Amel Carla), dan beberapa tokoh tambahan lainnya seperti orang tua Meira

yang diperankan oleh Budi Dalton dan Ade Fitria Sechan, orang tua Ernest (Ferry

Salim dan Olga Lydia), Willy (Ge Pamungkas), Irene (Anggie) sebagai teman

kantor Ernest, Nadia (Regina Rengganis) sebagai kekasih Patrick, Vania (Franda)

sebagai mantan kekasih Ernest, Jaya (Awwe), Bakri (Bakriyadi Arifin), Arie

Kriting, Mohadkly Acho, Henky Solaiman, Elkie Kwee dan lain-lain.

Gambar 4.2 Para pemain dalam Film “Ngenest”

(Sumber: http://www.muvila.com/foto/film/intip-para-pemain-ngenest-di-lokasi-

syuting-151107l-page1.html)

Page 3: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

58

4.1.1 Sinopsis film “Ngenest”

Dalam film drama komedi “Ngenest” ini menceritakan tentang Ernest,

yang ditentukan oleh nasib terlahir di dalam sebuah keluarga Cina. Dilihat dari

penampilan fisiknya Ernest memang cukup mencerminkan seperti orang Cina

kebanyakan yaitu berkulit putih, dan mempunyai mata sipit. Ernest bertumbuh di

masa Orde Baru, yang dimana diskriminasi terhadap etnis Cina masih terasa

begitu kental. Salah satunya seperti tindakan bullying yang telah menjadi

makanan sehari-hari bagi kaum minoritas seperti etnis Cina.

Semenjak hari pertama memasuki bangku sekolah dasar (SD), ia langsung

disambut dengan perlakuan bully dari teman-teman pribuminya yaitu menjadikan

Ernest sebagai bahan ejekan karena menurut mereka ia harusnya berada di kelas

1C (Cina) bukan 1B. Bukan itu saja, Ernest juga mengalami korban tindakan bully

lainnya seperti makanan bekal yang ia bawa dimakan oleh teman-temannya dan

diejek dengan sebutan “roti Cina”. Tetapi Ernest juga beruntung telah mendapat

teman baik bernama Patrick, yaitu sesama keturunan Cina yang selalu menjadi

malaikat penolongnya ketika ia menjadi korban bully.

Hal ini sepertinya terus berlanjut hingga Ernest berada di SMP. Ia juga

tetap mendapat perlakuan bully dari teman-temannya yaitu Fariz, dan kawan-

kawan. Sebelumnya, ia juga sempat menjadi korban palak dari gerombolan anak

seniornya di bus supaya memberikan isi tasnya, dan dompet. Bahkan, ia juga

berupaya untuk mencoba cara yang berbeda yaitu dengan berusaha berkawan

dengan teman-teman pribuminya (para pembully), dengan harapan apabila ia

berhasil berbaur maka ia akan terlepas menjadi korban bully.

Meskipun hal ini sempat ditentang oleh sahabatnya Patrick, Ernest tetap

melakukan caranya tersebut. Sayangnya, berbagai upaya yang sudah dilakukan

tidak berhasil. Malahan yang ada ia justru ditinggal sendiri di konser punk dalam

keadaan pingsan, hanya dimanfaatkan oleh Fariz, dan kawan-kawan supaya

mendapat tiket masuk gratis. Akhirnya, Ernest berpikir dan menyimpulkan bahwa

cara terbaik adalah ia harus memutuskan rantai diskriminasi dengan menikahi

seorang perempuan pribumi, dengan harapan kelak ia akan memiliki seorang anak

pribumi dan apa yang telah dialaminya tidak terjadi pada keturunannya.

Page 4: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

59

Setelah menyelesaikan studinya di SMA, Ernest melanjutkan kuliah di

universitas yang ia inginkan yaitu di Universitas Padjajaran, Bandung Fakultas

HI. Selama menjalani kuliah di bandung, Ernest sempat menjalin hubungan

bersama perempuan keturunan Cina juga yaitu bernama Vania. Tetapi sayangnya,

hubungan mereka akhirnya putus. Patrick, sahabatnya sejak SD kembali

menanyakan impian Ernest yang berencana mencari perempuan pribumi.

Sampai memasuki tahun ketiga ia kuliah, akhirnya Ernest berkenalan

dengan Meira, seorang gadis keturunan Sunda/Jawa di tempat kursus bahasa

mandarin. Perkenalan mereka berlangsung cukup lancar, tetapi masalah kembali

muncul ketika Ernest bertemu dengan ayah Meira yang tidak suka apabila

anaknya berpacaran dengan seorang Cina. Hal ini dikarenakan ayahnya

mempunyai pengalaman pernah hamper bangkrut akibat ditipu oleh rekan

bisnisnya yang juga Cina. Oleh karena itu, hubungan mereka sempat ditentang.

Tetapi akhirnya, Ernest telah berhasil memenangkan hati calon mertuanya

dan kemudian mereka menikah. Demi membahagiakan kedua orang tua Ernest,

mereka memutuskan untuk menikah dengan menggunakan adat Cina. Sepertinya

setelah mewujudkan impiannya untuk menikahi perempuan pribumi masih belum

menyelesaikan pergumulannya. Ernest mulai khawatir dan takut bagaimana bila

nanti anak mereka terlahir persis dengan penampilan seperti dirinya yaitu bermata

sipit. Selain itu, ia juga berpikir bagaimana bila ia tetap gagal untuk mencegah

anaknya dari bullying. Segala ketakutan inilah yang membuat Ernest menunda-

nunda keinginan untuk memiliki keturunan. Di sisi lain, Meira juga mendapat

desakan dari orang tuanya untuk segera memiliki anak. Begitu juga dengan mama

Ernest yang terus menanyakan kapan memberikan cucu untuknya.

Setelah mengalami pertengkaran, akhirnya Ernest mengalah karena takut

kehilangan istrinya, Meira. Dua tahun berikutnya usai menikah, Meira hamil.

Semakin membesarnya perut Meira, semakin besar juga rasa takut yang terus

menghantui Ernest. Puncak ketakutannya ketika Meira sudah mendekati waktu

melahirkan, tekanan yang dirasakannya semakin tinggi, dan ia menjadi stres

sehingga banyak kesalahan yang ia lakukan selama di kantor hingga membuatnya

ditegur oleh bosnya. Bahkan, Ernest juga sempat kehilangan konsentrasi ketika ia

sedang melakukan perjalanan untuk hadir dalam meeting urusan kantor bersama

Page 5: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

60

rekan kerjanya sehingga menabrak pengendara motor di depannya. Tidak kuat

menghadapi tekanan yang bertubi-tubi tersebut membuat Ernest melarikan diri ke

tempat dimana ia dan sahabatnya Patrick biasa bersembunyi ketika mereka kecil.

Sementara itu, Meira khawatir dengan suaminya Ernest yang tidak dapat

dihubungi karena telponnya tidak aktif dan berusaha mencarinya ke teman kantor,

dan sahabatnya, Patrick. Sedangkan pada saat itu, Meira sedang mengalami

kontraksi dan harus segera ke rumah sakit. Hingga akhirnya, Patrick menemukan

Ernest di tempat persembunyian mereka, dan menyadarkan Ernest untuk segera

pergi ke rumah sakit. Dengan terburu-buru, Ernest segera berangkat dan

sesampainya disana ia menemani istrinya melahirkan. Meira melahirkan seorang

bayi perempuan bermata sipit. Meskipun anaknya tampak sangat Cina seperti

dirinya, ia tetap bahagia karena kehadiran anaknya telah memberikan keberanian

untuknya dalam menghadapi hidup, apapun itu tantangannya.

4.1.2 Profil Sutradara film “Ngenest”

Gambar 4.3 Ernest Prakasa

Sutradara “Ngenest”

(Sumber: http://www.biodataartis.net/2015/11/profil-dan-biodata-ernest-

prakasa.html)

Lahir di Jakata pada 28 Januari 1982. Ernest Prakasa merupakan salah satu

nama komika yang sedang berjaya di dunia film Indonesia. Pria berketurunan

Tionghoa ini mulai dikenal oleh banyak orang semenjak ia berhasil menjadi juara

Page 6: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

61

ketiga di ajang program Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) yang pertama di

sebuah stasiun televisi swasta. Selain itu, namanya juga dikenal sebagai seorang

komedian Tionghoa-Indonesia yang sering menjadikan kehidupan etnisnya

sebagai bahan materi stand up comedy.

Sebelum terjun ke dalam dunia lawak, Ernest sempat memulai karirnya

justru di industri musik dengan bergabung bersama Universal Music dan

kemudian melanjutkan eksistensinya di dunia musik di label Sony Music. Setelah

sukses dalam ajang kompetisi yang membuat namanya dikenal, ia memutuskan

untuk terjun dan fokus total pada profesinya sebagai komika. Kemudian bersama

komika Indonesia lainnya seperti Raditya Dika, Pandji Pragiwaksono, Isman H.

Suryaman dan Ryan Adriandhy, Ernest mendirikan sebuah komunitas pelawak

tunggal pertama di Indonesia yang sampai saat ini mempunyai sub-komunitas

lebih dari 15 provinsi.

Selain menjadi seorang komika, Ernest Prakasa juga mencoba masuk ke

dalam dunia akting dan menulis. Hasil karyanya yang sudah terbit antara lain,

Dari Merem ke Melek: Catatan Seseorang Komedian (2012), Illucinati (2014),

Ngenest - Ngetawain Hidup Ala Ernest (2013), Ngenest 2 - Ngetawain Hidup Ala

Ernest (2014), Ngenest 3 – Ngetawain Hidup Ala Ernest (2015). Beberapa film

Indonesia yang pernah ia bintangi adalah Kukejar Cinta ke Negeri Cina (2014),

Comic 8 (2014), CJR The Movie (2015), dan Comic 8: Casino Kings (2015).

Dikenal sebagai komika sekaligus aktor, Ernest Prakasa mencoba langkah

besar melalui film buatannya yaitu berjudul “Ngenest”. Dalam film ini, ia

memegang tiga peran penting sekaligus, yakni sebagai pemeran Ernest ketika

dewasa, penulis skenario, sekaligus sutradara film. Seperti halnya yang dilakukan

oleh Raditya Dika (Malam Minggu Miko, Marmut Merah Jambu, Single, dan

lainnya), dan Kemal Palevi (Youtubers). Film ini sendiri diadaptasi dari trilogi

novel yang Ernest buat dengan judul yang sama dan diangkat berdasarkan kisah

nyatanya sebagai seorang minoritas.

Page 7: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

62

4.1.3 Profil Pemeran Film “Ngenest”

4.1.3.1 Kevin Anggara sebagai Ernest semasa remaja

Gambar 4.4 Kevin Anggara / Ernest semasa remaja

(Sumber: http://www.muvila.com/film/artikel/inilah-pemeran-ernest-prakasa-

remaja-dalam-film-ngenest--150822k.html)

Lahir di Jakarta pada 16 Maret 1997. Pemilik nama asli Kevin Anggara

Wirawan merupakan seorang blogger di kevinanggara.com, dan bisa juga disebut

sebagai penulis karena ia sudah menerbitkan 3 judul buku, salah satunya Student

Guidebook for Dummmies. Namun, namanya mulai dikenal oleh banyak orang

semenjak ia menjadi instagramer karena suka membuat video-video di instagram.

Selain itu, Kevin juga adalah seorang youtubers karena ia juga mempunyai hobi

membuat video di youtube, vlog, dan lain-lain.

Melihat ketenaran Kevin Anggara melalui dunia maya ini, membuat

produksi Starvision langsung meloloskan tanpa ada audisi untuk menjadi salah

satu pemain dari film buatannya “Ngenest” yang diarahkan oleh Ernest Prakasa

sendiri. Sebelumnya, pemilihan nama Kevin ini sebenarnya adalah hasil dari

rekomendasi teman-teman Ernest di media sosial ketika mencari pemain dengan

kriteria Chinese dan komedian. Setelah itu ia coba memberikan kandidat tersebut

ke Starvision untuk mendapat persetujuan dan hasilnya mereka setuju.

Dalam film “Ngenest” ini Kevin berperan menjadi seorang Ernest saat

remaja, yang berada di bangku SMP dan SMA. Meskipun dulunya belum pernah

terlibat dalam dunia akting, tetapi melalui film perdananya ini ia langsung

mendapat penghargaan sebagai Pendatang Baru Pria Terbaik dalam Indonesia

Page 8: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

63

Box Office Movie Awards (IBOMA) 2016. Baginya perjuangan selama berakting

sebagai Ernest muda waktu dibully tidak sia-sia.

4.1.3.2 Brandon Salim sebagai Patrick semasa remaja

Gambar 4.5 Brandon Nicholas Salim / Patrick semasa remaja

(Sumber: http://www.biodataartis.net/2015/08/biodata-lengkap-brandon-nicholas-

salim.html)

Lahir di Jakarta, pada 19 September 1996. Pemilik nama asli Brandon

Nicholas Salim, atau yang biasa disapa dengan nama Brandon. Ia merupakan

seorang aktor. Sebelum terjun ke dalam dunia akting, Brandon memulai karirnya

sebagai gitaris sekaligus penulis lagu dalam bandnya yang bernama Lights On

semenjak tahun 2008. Namun namanya mulai dikenal oleh semenjak ia ikut

bermain sinetron Taman Langit di RCTI bersama Verrell Bramasta. Selain itu,

Brandon juga sering muncul menjadi salah satu bintang tamu di beberapa acara

televisi seperti YKS dan Show Imah.

Setelah itu, putra dari Ferry Salim ini kembali muncul dalam salah satu

daftar pemain film buatan komika Ernest Prakasa yang berperan menjadi sahabat

baik Ernest semasa remaja, bernama Patrick. Meskipun film “Ngenest” ini bukan

pertama kalinya bagi dia dalam bermain film tetapi tetap ada tantangannya yaitu

harus berperan menjadi seorang anak SMP. Ternyata dibalik urusan pembuatan

film ini, salah satu alasan Brandon bersedia menerima tawaran untuk berman film

ini karena ngefans dengan sosok Ernest Prakasa yang juga menjadi sutradara

sekaligus penulis naskah, dan pemeran utama di “Ngenest”.

Page 9: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

64

4.1.3.3 Morgan Oey sebagai Patrick semasa dewasa

Gambar 4.6 Morgan Oey / Patrick semasa dewasa

(Sumber: http://www.21cineplex.com/slowmotion/ngenest-bikin-morgan-oey-

ketagihan-main-film-komedi,6450.html

http://www.biodataartis.net/2015/10/profill-dan-biodata-morgan-oey.html)

Lahir di Kalimantan Barat, pada 25 Mei 1990. Pemilik nama asli Handi

Morgan Winata mulai dikenal semenjak ia tergabung dalam boyband Smash

tahun 2010 lalu. Setelah tiga tahun, Morgan resmi keluar dari boyband yang

sudah membesarkan namanya dan mulai melebarkan karirnya di dunia perfilman

Indonesia. Beberapa judul film layar lebar yang pernah ia bintangi adalah

Assalamualaikum Beijing, Dreams, Air Mata Surga, dan lainnya.

Setelah sukses membintangi banyak film layar lebar, Morgan tertarik

untuk mencoba tantangan baru dengan beralih dari perannya yang selalu serius

menjadi bermain komedi. Dalam film “Ngenest”, ia mendapat kesempatan untuk

memerankan Patrick sebagai sahabat karib dari Ernest Prakasa semasa dewasa.

Semenjak mengikuti proses syuting film tersebut, Morgan menjadi ketagihan

untuk terjun ke dunia komedi lebih jauh.

Page 10: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

65

4.1.3.4 Lala Karmela sebagai istri Ernest

Gambar 4.7 Lala Karmela / Meira

(Sumber: http://kisahartis.net/biodata-lala-karmela/

http://www.biodatartis.com/2012/12/profil-biografi-si-cantik-lala-karmela.html

http://wartakota.tribunnews.com/2015/12/28/lala-karmela-hampir-menolak-

ditawari-peran-di-film-ngenest)

Lahir di Bandung, pada 2 April 1985. Pemilik nama lengkap Karmela

Mudayatri Herradura Kartodirdjo merupakan seorang perempuan berdarah

campuran antara Filipina dan Indonesia. Namanya mulai dikenal oleh publik

semenjak ia menyanyikan lagu “Satu Jam Saja” yang menjadi soundtrack dari

salah satu film Indonesia. Sebelum terjun di dunia musik, ia sempat mengawali

karirnya dengan membintangi beberapa sinetron remaja seperti Senandung Masa

Puber, Di Sini Ada Cinta, dan Incredible Tales. Selain itu, ia juga sempat telibat

dalam jingle iklan coca cola, “bukalah semangat baru”.

Setelah lama vakum di dunia akting dengan alasan ingin berfokus dengan

karirnya sebagai penyanyi, Lala Karmela kembali hadir dalam dunia film. Salah

satunya tawaran untuk memerakan salah satu tokoh utamanya dalam film layar

lebar perdananya “Ngenest” yaitu Meira sebagai pacar sekaligus istri Ernest.

Meski sebelumnya sempat hampir menolak tawaran peran tersebut karena sedang

fokus mengerjakan skripsi, ia akhirnya tertarik untuk terlibat dengan alasan

kagum dengan isi ceritanya yang menarik. Debut aktingnya dalam film ini telah

berbuah manis dengan keberhasilan yang diraih pada ajang Indonesia Box Office

Movie Awards (IBOMA) 2016 sebagai Pendatang Baru Wanita Terbaik.

Page 11: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

66

4.2 Profil Informan

4.2.1 Informan 1 Olivia

4.2.1.1 Profil: Olivia (Keturunan Tionghoa Asli Masa Orde Baru Berakhir)

Narasumber pertama adalah Olivia (bukan nama sebenarnya) yang saat ini

sedang menjalani profesi sebagai staff marketing dari salah satu perusahaan hotel

yang ada di Surabaya. Ia sudah menjalani profesi tersebut semenjak 2 tahun yang

lalu. Selain itu Olivia juga sibuk membantu menjaga toko perhiasaan orang

tuanya yang berada di pasar. Perempuan yang lahir di Jakarta pada tanggal 25

Januari 1985, saat ini telah berusia 31 tahun. Sebelum memutuskan berpindah ke

Surabaya untuk bekerja, ia tinggal bersama orang tua dan keempat kakak laki-

lakinya. Selain itu, ada juga Michael (bukan nama sebenarnya) yang merupakan

anak Olivia dari hasil korban perkosaan. Olivia merupakan anak kelima dari lima

bersaudara yang berasal dan berdomisili di Jakarta. Ia merupakan seorang

perempuan yang mandiri, tanggung jawab, dan penyayang keluarga. Hal ini

terlihat dari hubungan kedekatan antara Olivia dengan ibunya.

Secara garis keturunan dari orang tuanya, ia termasuk keturunan Tionghoa

suku Hakka atau di Indonesia lebih dikenal dengan bahasa “Khek” dengan

mengikuti nama marga ayahnya yaitu“Lim”. Sedangkan untuk ibunya memang

berasal dari keturunan Tionghoa tetapi masih ada campuran darah Inggris

sehingga tidak ada marga khusus yang membuat Olivia selalu diingatkan mencari

pasangan yang berasal dari keturunan Tionghoa asli supaya bisa tetap mendapat

marga, dan harus mengerti jelas keluarganya seperti apa misalnya berasal dari

suku (hokkian, hakka, kwantong, dan lain-lain).

Dalam kebiasaan sehari-harinya, Olivia juga masih menjalankan tradisi

atau adat yang dianut oleh keluarganya yaitu sampai saat ini tetap diharuskan

untuk menggunakan bahasa Mandarin di rumah. Hal ini sengaja diajarkan supaya

ketika masuk di dunia kerja lebih diperhatikan oleh orang-orang, terutama saat

berbicara dengan orang keturunan Tionghoa yang lebih tua. Termasuk juga ketika

beribadah, ia akan ikut ke gereja Kristen ayahnya yang jemaatnya didominasi oleh

orang keturunan Tionghoa semua. Olivia juga masih merayakan Imlek bersama

keluarga besarnya sehingga setiap kali akan imlek selalu ada tradisi khusus seperti

membakar lembaran kertas atau uang orang mati, dan baju- baju karena dianggap

Page 12: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

67

supaya pendahulu tidak kekurangan uang, dan bajunya banyak. Ia juga masih

merayakan Hari Raya Cap Go Meh yang dipercaya sebagai tradisi dari penutup

serangkaian perayaan Imlek untuk keturunan Tionghoa.

Selain itu, Olivia mempercayai tentang hal yang sifat-sifatnya gaib seperti

ketika menjelang Imlek mereka sekeluarga akan meletakkan kain merah di bawah

bantal anaknya. Kepercayaan itu juga selalu diterapkan untuk keturunan generasi

selanjutnya. Di usianya yang sudah memasuki kepala 30 tahun ke atas, ia masih

belum menikah dan tidak mau menikah sampai saat ini. Oleh karena itu setiap kali

menghadiri acara pernikahan saudaranya orang tua Olivia selalu menyuruhnya

untuk makan kue dari pengantin supaya cepat dapat pacar dan yang belum

menikah bisa cepat menyusul. Menurut orang tuanya, kepercayaan mitos tersebut

memang benar dan harus dilakukan.

Sedangkan untuk masalah pergaulan, semenjak kecil Olivia dan semua

kakak laki-lakinya memang tidak diperbolehkan untuk terlalu dekat dengan orang

pribumi terutama untuk suku Jawa karena bagi orang tuanya stereotipe mengenai

orang Jawa adalah penjilat dan tidak tahu diri.

4.2.1.2 Setting Penelitian

Wawancara 1 : Minggu, 8 Mei 2016

Pertemuan pertama peneliti dengan Olivia di rumhanya, ketika informan

mempunyai waktu senggang untuk menanyakan kesediannya untuk diwawancarai

sebagai salah satu informan, dan peneliti menceritakan dahulu mengenai maksud

dari penelitian ini. Setelah ada persetujuan, peneliti mulai bertanya pada Olivia

untuk melengkapi kebutuhan data profil informan. Kemudian, peneliti dan

informan membuat janji untuk bertemu kembali karena pada saat itu informan ada

keperluan untuk pergi sehingga proses wawancara terpaksa harus berhenti dan

dilanjutkan di lain hari.

Wawancara 2: Minggu, pada tanggal 15 Mei 2016

Pada pukul 15.30 WIB, peneliti sudah sampai di rumah informan sesuai

dengan kesepakatan yang sudah ditentukan. Peneliti sengaja membuat janji

dengan Olivia untuk melakukan wawancara di kediamannya yang berada di

daerah Surabaya Barat dengan alasan supaya bisa lebih kondusif dan akrab

Page 13: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

68

Pada saat peneliti tiba di kediamannya, Olivia dengan menggunakan kaos

oblong pink muda, dan menggunakan celana kulot sambil tersenyum langsung

mempersilahkan untuk masuk ke dalam ruang tamu, kemudian informan pergi

sebentar ke dapur untuk mengambilkan air putih. Setelah kembali ke ruang tamu,

peneliti memulai wawancara dengan Olivia dengan aroma bau dupa yang kuat.

Di rumah bertingkat dua ini, terlihat sekali ornamen serba merah yang ada

di setiap sudut ruangan. Setelah itu juga ada patung kucing keberuntungan

(Maneki Neko), dan hiasan keramik China berupa piring, mangkuk, teko yang

menghiasi seisi ruang tamunya. Bahkan, juga tampak tersedia meja berisi lengkap

untuk sembayang pada leluhurnya, dan di samping pintu rumah juga terdapat hio

yang menandakan bahwa keluarganya masih kental dengan tradisi adatnya.

4.2.2 Informan 2 Denny

4.2.2.1 Profil: Denny (Keturunan Jawa Masa Orde Baru Berakhir)

Denny (bukan nama sebenarnya) merupakan seorang pria yang berasal

dari suku Jawa berusia 31 tahun. Anak kedua dari dua bersaudara ini lahir di

Surabaya pada tanggal 1985. Saat ini ia sedang menjalani profesi sebagai seorang

wartawan di salah satu stasiun televisi lokal yang berada di Surabaya. Ia sudah

menekuni pekerjaannya selama hampir 11 tahun. Secara garis keturunan dari

orang tua, Denny masih ada unsur “Kejawen” yang cenderung relatif taat dengan

agama Islam yang dianutnya sehingga disebut sebagai Islam “Kejawen”. Sebelum

memutuskan kembali untuk tinggal bersama dengan orang tuanya, ia sempat

pernah berkeluarga dan belum mempunyai anak tetapi akhirnya setelah dua tahun

mereka telah bercerai. Hal ini dikarenakan Denny merasa terlalu tegesa-gesa

dalam memutuskan menikah padahal masa perkenalan sangat singkat sehingga

terjadi kegagalan di komunikasi.

Denny merupakan orang yang tegas, santai tetapi tetap mementingkan

adanya komunikasi. Dalam kepercayaan kejawen ini masih sangat kental dengan

aturan yang mengharuskan melaksanakan adat dan budaya yang tidak menentang

agamanya, dan menjauhi larangan-larangan yang ada. Beberapa kebiasaan atau

adat yang masih dianut oleh Denny adalah seperti mencium tangan sebagai tanda

hormat pada orang tua, ketika berbicara dengan orang lain atau yang lebih tua

Page 14: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

69

secara halus dan tidak dengan nada meninggi, menunduk dalam menyampaikan

sesuatu. Selain melakukan shalat 5 waktu, ia juga masih menjalankan hari-hari

penting yang ada dalam Kejawen; Suran (Tahun Baru 1 Sura), melaksanakan Hari

Raya Islam, melakukan ziarah pada malam-malam tertentu sesuai dengan

kalender Jawa, melakukan kirim do’a atau yassin tahlil, dan lain-lainnya. Semua

kebiasaan yang dilakukan di atas merupakan upayanya sebagai seorang pewaris

dari keturunan Jawa untuk menjaga jati dirinya sebagai orang pribumi.

Sedangkan untuk ajaran yang selalu diterapkan oleh orang tuanya untuk

tetap menjaga warisan leluhurnya, Denny selalu diberi pesan oleh kedua orang

tuanya untuk tidak qodho (dalam bahasa ngoko di dalam Jawa) yaitu tidak

memanggil yang lebih tua dengan sapaan yang tidak pada tempatnya, tetap taat

pada agama yang dinanut, dan dianjurkan untuk mencari pasangan yang berasal

dari suku dan keyakinan yang sama. Di dalam keluarganya Denny dididik secara

demokratis sehingga cara orang tuanya menyampaikan segala sesuatu bisa

diterima dan dipatuhi dengan baik, tidak memberontak ataupun membantah

terhadap nasihat yang diberikan untuknya. Hal tersebut karena dilatarbekalangi

oleh profesi dari kedua orang tuanya yang dahulu juga berasal dari dunia media

sehingga memberikan kebebasan sebebasnya untuk anaknya tetapi masih tetap

berada di dalam batas aturan yang ada.

4.2.2.2 Setting Penelitian

Wawancara 1 : Rabu, 27 April 2016

Sebelum bertemu dengan Denny untuk melakukan wawancara, peneliti

membuat janji dulu melalui sms untuk menemui informan. Peneliti akhirnya

sepakat untuk bertemu pada hari Rabu, 27 April 2016 pada pukul 04.30 WIB

setelah Denny menyelesaikan pekerjaannya. Saat sampai di kantor informan,

peneliti langsung mencari informan ke ruang kerjanya. Setelah bertemu dengan

informan, peneliti langsung dipersilahkan untuk duduk, dan mulai berbincang-

bincang seputar penelitian film. Peneliti sengaja untuk mencari tempat yang sepi

dengan tujuan supaya tidak banyak gangguan selama wawancara berlangsung.

Kemudian, peneliti dan informan membuat janji untuk bertemu kembali minggu

depan untuk melanjutkan proses wawancara selanjutnya.

Page 15: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

70

Wawancara 2 : Rabu, 18 Mei 2016

Pada pukul 06.35 WIB, peneliti kembali melakukan proses wawancara

bersama informan. Wawancara yang kedua ini dilakukan di tangga darurat tempat

informan bekerja dengan alasan supaya tidak terganggu oleh teman-temannya

yang sedang melakukan persiapan live program. Ketika proses wawancara sedang

berlangsung Denny dengan menggunakan kaos hitam, dan celana jeans biru tua

beralas kaki sandal jepit sambil merokok menjawab pertanyaan yang peneliti

tanyakan.

Saat proses wawancara Denny juga sempat bercerita banyak yang sifatnya

pribadi sekali mengenai pengalaman yang pernah dialaminya berkaitan dengan

film yang peneliti tunjukkan. Hal ini juga tampak lewat mimik wajahnya yang

serius tetapi juga diselingi tertawa kecil karena jadi mengingat kejadian yang

tidak mengenakan dan membuka lama.

4.2.3 Informan 3 Vanessa

4.2.3.1 Profil: Vanessa (Keturunan Tionghoa Asli Masa Pasca Orde Baru)

Narasumber ketiga dalam penelitian ini adalah bernama Vanessa (bukan

nama sebenarnya), yang sekarang berusia 21 tahun. Saat ini ia sedang menempuh

pendidikan di salah satu universitas swasta Surabaya jurusan Ilmu Komunikasi

semester 8. Vanessa merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ia tinggal

bersama orang tua dan kakak laki-lakinya di Makassar tetapi ketika memasuki

masa kuliah Vanessa harus merantau ke Surabaya untuk melanjutkan studinya.

Perempuan yang lahir di Makassar pada tanggal 14 Maret 1995 ini merupakan

orang Indonesia asli yang memiliki keturunan Tionghoa. Vanessa merupakan

orang yang pendiam, serba tertata, dan mudah tertekan. Secara garis keturunan

dari orang tua, ia termasuk orang Tionghoa yang bersuku “Hokkian” (dalam

bahasa mandarin disebut fu jian ren) yang artinya adalah penduduk yang berasal

dari provinsi Fujian di bagian tenggara-selatan China.

Sedangkan untuk masalah kebiasaan atau adat yang masih dianut sampai

saat ini yang diturun temurunkan dari keluarga inti yaitu untuk menggunakan

nama belakang dari marga atau fam dari ayah “Oei” (dalam bahasa Hokkian),

yang dalam mandarin disebut Huang. Kata “Oei” dianggap masih ejaan lama

Page 16: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

71

dalam kata serapan Bahasa Indonesia. Nama belakang Vanessa sendiri mengikuti

marga dari ayah Winarko, berasal dari kata dasar “Oei” yang kemudian

diterjemahkan ke dalam ejaan baru menjadi “Wi”. Dalam kesehariannya bersama

orang tua dan kakak laki-lakinya, ia menggunakan bahasa mandarin untuk

berkomunikasi. Meskipun sudah dipengaruhi oleh penggunaan bahasa Indonesia

dengan lingkungan sekitarnya di sekolah, teman-teman Vanessa masih lancar atau

fasih dalam percakapan bahasa mandarin karena sudah dibiasakan sejak kecil.

Selain itu, dalam memanggil anggota keluarga dengan sebutan khusus

yang diadopsi dari bahasa hokkian seperti kakek dari ayah (angkong) – nenek dari

ayah (amma), sedangkan untuk kakek dari ibu (guakong) – nenek dari ibu

(guama). Untuk kakak laki-laki dari ayah yang pertama (Tua)pe, dan kedua (Ji)pe.

Berbeda lagi untuk sebutan panggilan kakak perempuan dari ayah yaitu (Tua)ko.

Istilah “tua” menunjukkan paman atau bibi yang paling besar atau tua. Sebutan

untuk adik laki-laki dari ayah (Si)ce, (Be)ce, dan untuk adik perempuan ayah

(Be)ko. Istilah “be” menunjukkan paman atau bibi yang paling bungsu. Begitu

pula dengan saudara-saudari dari ibu juga mempunyai sebutan sendiri untuk

kakak laki-laki dari ibu: pertama (Tua)ku, kedua (Ji)ku, ketiga (Sa)ku, empat

(Si)ku, lima (Go)ku, dan seterusnya. Dalam bahasa Hokkian 2 artinya ji, 3 artinya

sa, 4 artinya si, 5 artinya go, dan seterusnya. Sedangkan untuk sebutan kakak

perempuan dari ibu (Tua)i.

Vanessa juga masih merayakan Imlek dan berkunjung ke rumah keluarga

besar. Namun, keluarganya tidak terlalu menerapkan mitos-mitos yang ada. Yang

dilakukan seperti menggunakan baju baru dan tidak boleh menyapu rumah saat

imlek. Hal ini dikarenakan keluarganya berasal dari agama Kristen Protestan.

Termasuk juga dalam tradisi dalam memberi dan menerima angpao saat Hari

Raya Imlek, ulang tahun, dan hari pernikahan seperti orang yang sudah menikah

harus memberikan angpao kepada orang yang belum menikah, anak yang sudah

menikah memberikan angpao kepada orang tuanya, dan yang belum menikah

menerima angpao dari orang yang sudah menikah.

Ajaran yang selalu diterapkan oleh orang tuanya terhadap Vanessa adalah

sebagai orang berketurunan Tionghoa dianggap cerdik dan giat dalam bekerja

sehingga harus bisa bijak dalam menggunakan ataupun mengatur uang. Ia juga

Page 17: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

72

dianjurkan menggunakan Bahasa Mandarin dalam percakapan sehari-hari supaya

warisan Bahasa Mandarin masih tetap ada pada generasi muda saat ini. Hal

tersebut merupakan didikan dari orang tuanya yang harus ia ingat dan dibiasakan

karena melihat banyak anak keturunan Tionghoa generasi sekarang sudah tidak

menggunakan bahasa mandarin dalam kesehariannya, atau bahkan ada yang tidak

mengerti sama sekali. Begitu juga untuk masalah pasangan atau menikah,

terutama bagi perempuan ia dianjurkan untuk memperhatikan jarak umur

pasangan yang dianggap tidak baik seperti 3, 6, dan 9 tahun yaitu dengan cara

mencari laki-laki yang usianya lebih tua dan berasal dari keturunan yang sama.

Selain itu Vanessa juga diajarkan untuk memiliki usaha sendiri khususnya

dalam bidang bisnis daripada bekerja pada orang lain. Bagi orang tuanya, untuk

fresh graduate mencari pengalaman dulu masih diperbolehkan, tetapi yang tetap

harus dipatuhi adalah tidak disarankan bekerja pada orang lain sampai tua.

Alasannya karena lebih baik bekerja mengembangkan usaha sendiri daripada

bekerja mengembangkan usaha orang lain. Jadi, jika mempunyai usaha sendiri

maka kita sebagai pemilik atau orang sendiri yang akan menikmati hasilnya

tersebut. Oleh karena itu, banyak juga orang keturunan Tionghoa yang berpikiran

sama mengenai hal tersebut dan mewariskan hasil usaha mereka kepada anaknya

untuk dilanjutkan atau kelola keluarga sendiri.

4.2.3.2 Setting Penelitian

Wawancara 1 : Selasa, 26 April 2016

Wawancara yang dilakukan peneliti pada informan kedua bernama

Vanessa. Pertemuan untuk wawancara pertama kali dilakukan pada hari Selasa

tanggal 26 April, pukul 15.00 WIB di kos daerah Surabaya Timur. Sebelumnya

kami sudah membuat janji terlebih dahulu untuk melakukan wawancara di kos

supaya tidak terganggu dan jauh dari suara ramai. Sesampai di depan kamar kos

informan, peneliti mendapat sambutan yang ramah dengan logat Makassarnya

yang masih kental untuk menyuruh segera masuk.

Setelah dipersilahkan untuk duduk di kursi yang sudah disediakan, peneliti

memulai pertanyaan pada informan dan mengatur janji untuk bertemu kembali

melakukan proses wawancara.

Page 18: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

73

Wawancara 2 : Senin, 16 Mei 2016

Pada pukul 18.15 WIB peneliti kembali datang ke kos Vanessa untuk

melanjutkan wawancara. Saat itu Vanessa menggunakan kaos kuning pucat, dan

untuk bawahannya menggunakan celana bali. Pada saat itu dengan ditemani

suasana langit yang mendung dan hujan, peneliti dan informan mulai melakukan

sesi tanya jawab yang berkaitan dengan pembahasan penelitian. Selama proses

wawancara berlangsung, Vanessa juga sambil makan snack ringan.

4.2.4 Informan 4 Nancy

4.2.4.1 Profil: Nancy (Keturunan Jawa Masa Pasca Orde Baru)

Narasumber keempat adalah Nancy (bukan nama sebenarnya) yang

sekarang berusia 20 tahun. Nancy adalah anak pertama dari dua bersaudara yang

lahir di Surabaya pada tanggal 13 Desember 1995. Nancy berdomisili di Surabaya

bersama ayah dan adik perempuannya saja karena sudah lama berpisah sejak ia

duduk di bangku SMP, dan sejak kecil memang lebih dekat dengan ayahnya. Saat

ini Nancy sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta Surabaya

Jurusan Hukum semester 6. Nancy merupakan orang yang terbuka, ramah dan

mudah beradaptasi dengan sekitarnya.

Secara garis keturunan dari orang tuanya, ia berasal dari suku Jawa yang

masih termasuk dalam silsilah dengan keturunan Raja Hamengkubuwono VI

sehingga masih ada darah keraton asli Yogyakarta. Meskipun berasal dari

keturunan Jawa yang masih memegang erat adatnya, ia tidak dididik secara

konservatif tetapi sudah lebih open minded. Hal ini dipengaruhi oleh latar

belakang pendidikan dari keluarga besar orang tuanya yang berasal dari salah satu

sekolah swasta katolik di Surabaya, yang mayoritas berisi keturunan Tionghoa

semua.

Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh latar belakang profesi nenek dan

kakeknya yang dulunya sebelum meninggal pernah menjadi kepala sekolah salah

satu sekolah swasta katolik dan rektor salah satu universitas swasta. Nancy

bersama adiknya semenjak kecil selalu dididik oleh orang tuanya untuk membaur

sehingga mereka tidak pernah menjauhkan diri dari orang yang berbeda suku atau

Page 19: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

74

sebagai orang Jawa tidak boleh berteman dengan orang Tionghoa atau begitu juga

sebaliknya.

Sedangkan, untuk masalah kepercayaan terhadap kebiasaan atau adat yang

masih dianut oleh Nancy sebagai keturunan Jawa adalah mencium tangan atau

salim ketika bertemu atau pamit untuk menujukkan rasa hormat terhadap orang

tua atau yang lebih tua. Baginya, hal ini merupakan salah satu kebiasaan yang

telah diajarkan secara turun menurun. Menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil

yang halus untuk berbicara dengan orang tua sebagai tanda menghormati, dan

biasanya ketika ia mengunjungi keluarga besarnya yang berada di Yogyakarta,

Nancy juga dibiasakan untuk menggunakan bahasa bagongan seperti “henggeh”

artinya iya, “mboya” artinya “mboten” atau tidak, “puniki” artinya ini, dan masih

banyak lainnya.

Selain itu, untuk tanda mengucapkan syukur terhadap suatu kesuksesan,

keberuntungan yang terjadi biasanya tradisi yang dilakukan oleh Nancy sebagai

penganut agama Katolik adalah mengikutsertakan ucapan terima kasih ke dalam

intensi misa di gereja, pergi berkunjung (nyekar) ke tempat makam leluhur untuk

menghormati. Bahkan, di dalam rumahnya juga masih menujukkan suasana

keturunan Jawa yang masih kental yaitu warisan dari keluarga besarnya seperti

banyaknya patung berpasangan atau pengantin, yang menurut kepercayaan orang

Jawa apabila sedang banyak retaknya maka mereka sedang berkelahi atau “tidak

akur”.

Nancy juga selalu diajarkan oleh ayah dan keluarga besarnya mengenai

adat sebagai turunan dari suku Jawa yaitu harus bisa “njawa” atau berakhlak. Jadi

dalam bertutur kata harus halus, bersikap sopan dalam tingkah laku maupun budi

bahasa sebagai tanda menghormati orang lain atau yang lebih tua, menggunakan

pakaian yang sopan dan rapi ketika pergi bertamu ke tempat orang lain, apabila

melewati yang lebih tua agak membungkuk, dan ketika orang tua baru datang

harus membawakan barang bawaannya sebagai tanda santun, serta diajarkan

untuk mempersilahkan orang tua dahulu di meja makan. Setelah itu, ia juga

diajarkan ketika ada masalah dengan orang, maka harus tersenyum saja karena

bagi orang Jawa, senyum itu adalah senjata yang ampuh untuk membalas mereka.

Page 20: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

75

4.2.4.2 Setting Penelitian

Wawancara 1 : Minggu, 24 April 2016

Pada pukul 15.40 WIB, peneliti bersama informan keempat bernama

Nancy sepakat untuk melakukan wawancara yang pertana di kediamaannya yang

berada di daerah Surabaya Selatan. Pada saat sesampai di depan rumahnya,

peneliti dipersilahkan untuk masuk dulu dengan pembantunya. Beberapa menit

selanjutnya, Nancy datang menyambut dengan senyum yang ramah. Peneliti

sengaja memilih untuk melakukan proses wawancara di kediaman informan

dengan alasan bisa lebih santai ketika melakukan wawancara. Setelah berbincang-

bincang, peneliti membuat janji lagi dengan informan untuk melakukan

wawancara di hari lain.

Wawancara 2 : Selasa, 17 Mei 2016

Pukul 19.20 WIB, peneliti kembali mendatangi kediaman informan untuk

melanjutkan proses wawancara. Pada wawancara yang kedua ini, bertempat di

teras depan rumah informan sambil menikmati teh hangat. Saat itu, Nancy dengan

menggunakan kaos merah dan bawahan running pants keluar dari kamar untuk

menemui dan menyapa peneliti yang baru datang.

Dari luar, rumah Nancy memang tampak seperti bangunan lama apalagi

ketika memasuki ruang tamu masih terlihat kental sekali dengan ornament khas

Jawa. Dalam ruang tamu, terlihat patung sepasang pengantin Jawa yang

diletakkan di beberapa sudut. Bahkan, meja dan kursi yang ada di ruang tamu juga

berasal dari kayu yang diukir-ukir.

4.3 Temuan Data

Untuk mengetahui lebih dalam mengenai penerimaan informan dalam fim

Ngenest maka peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan informan

yang sudah dipilih. Selanjutnya peneliti, memilih adegan yang sesuai dengan

reaksi verbal ataupun non verbal yang ditampilkan oleh informan. Berikut

merupakan temuan data dan hasil wawancara dengan para informan :

Page 21: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

76

4.3.1 Definisi diskriminasi

Informan 1 (Olivia) :

Olivia menceritakan bahwa ketika menyaksikan film layar lebar Ngenest

ini, dia menangkap ada lumayan banyak adegan yang menujukkan diskriminasi

etnis Tionghoa yang diperlihatkan secara jelas dari awal cerita film ini dimulai.

Dari banyaknya adegan tersebut, Olivia menarik kesimpulan bahwa diskriminasi

merupakan cara seseorang memperlakukan orang lain dengan berbeda dengan

menunjukkan adanya rasa tidak suka terhadap orang yang bersangkutan tersebut.

Saat peneliti menanyakan hal ini, terlihat wajah Olivia sangat serius, dan hanya

tersenyum sinis saja. Berikut merupakan salah satu kutipan dari Olivia :

“Kalo menurutku diskriminasi itu ya berarti perlakuan’e berbeda

seh, jadine kesan’e kayak gak dianggep gitu lah trus juga misale

karena aku ngerasa kamu kok gini ya akhire aku jadi males gak mau

sama kamu” (Wawancara, Olivia, 2016).

Olivia juga menjelaskan bahwa memang secara individu bisa terjadi tetapi

itu hanya bisa terlihat di dalam individu saja. Sedangkan menurutnya sebagian

besar lebih sering dilakukan oleh antar kelompok yang telah dipengaruhi oleh

pemikiran yang belum tentu benar mengenai sekelompok terhadap kelompok lain.

Bagi Olivia, dalam teks yang ada di dalam film Ngenest terlihat sekali bagaimana

nasib seorang anak dari keturunan etnis Tionghoa yang mendapat perlakuan

diskriminasi oleh teman-teman pribuminya hanya karena dia sebagai kaum

minoritas. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Olivia dengan intonasi yang

tinggi karena dia pernah mempunyai pengalaman pahit sebelumnya. Hal ini juga

mempengaruhi dia dalam menentukan sekolah, pergaulan dan pasangan. Berikut

merupakam kutipan dari Olivia :

“Soale kalo kelompok itu bakal lebih nunjukkin banget gak seneng’e

kayak apa makae pas di jamanku itu lak sering seh ada kerusuhan

apalagi buat keturunan kayak aku tionghoa ya terancam. Apalagi

mamaku pernah dibully di sekolah negeri jadine sama kayak di film

ini aku juga disuruh masuk sekolah swasta, trus sebisa mungkin

bergaul sama yag keturunan sama dan cari pasangan yang sama

biar ada marganya yang diturunin” (Wawancara, Olivia, 2016).

Page 22: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

77

Informan 2 (Denny) :

Melalui film Ngenest, Denny menemukan gambaran yang jelas mengenai

banyaknya adegan yang menujukkan diskriminasi. Baginya, beberapa kalimat-

kalimat yang muncul telah mewakili bagaimana keresehan pada era itu dan itulah

yang memang sering terjadi di masyarakat. Pemahaman Denny sendiri mengenai

diskriminasi adalah tindakan yang merendahkan, atau membagi ke dalam sebuah

kelompok-kelompok tertentu. Berikut merupakan salah satu kutipan dari Denny :

“Diskriminasi itu merendahkan sebetulnya, lebih ke arah

pembedaan atau mengkotak-kotakan seseorang sih, jadi misal kita

berada di sekumpulan lingkungan yang isinya ada orang jawa 10,

orang tionghoa 3 dan orang madura 2 nah akhirnya muncul yang

namanya skala mayoritas dan minoritas trus buat jadi mengkotak-

kotakan” (Wawancara, Denny, 2016).

Denny juga sempat menceritakan bahwa secara konteks bahasan yang

dibawa itu sebenarnya adalah masalah serius tetapi ketika diimplementasikan ke

dalam film malah bisa menjadi sesuatu yang lucu dengan parodi-parodi yang ada.

Selain itu, bagi dia diskriminasi juga biasanya lebih sering dilakukan oleh suatu

kelompok dan sudah ada semenjak seseorang berada di tingkat sekolah dasar.

Kata Denny seperti yang ditunjukkan di dalam film ketika Ernest masih berada di

tingkat dasar tetapi sudah harus mengalami yang namanya bullying atau yang

tidak lain adalah bahasa keren dari diskriminasi untuk saat ini. Tindakan ini juga

biasanya karena dipengaruhi oleh lingkungan yag ada di sekitarnya, termasuk apa

yang dicerna, dilihat, dan status sosial. Denny juga mengatakan bahwa tindakan

yang dilakukan oleh kelompok mampu mempengaruhi mental seseorang untuk

menyangkal tentang siapa dirinya dan berusah menjadi sama seperti kelompok

tersebut. Berikut merupakan salah satu kutipan dari Denny :

“Ya karena sebetulnya di tingkatan SD aja diskriminasi itu sudah

ada, belum lagi kalo dia nanti sudah beranjak ke SMP atau

selanjutnya tapi juga balik lagi sih tergantung darimana sudut

pandang orang itu yang lihat jadi lebih situasional aja. Tapi untuk

masalah pergaulan bapak sama ibu tidak pernah mengajarkan aku

untuk memilih-milih sih jadi ya siapa aja bisa, sekolah juga bebas

karena kebetulan bapak dulunya juga masuk sekolah Kristen tapi

kita muslim” (Wawancara, Denny, 2016).

Page 23: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

78

Informan 3 (Vanessa) :

Pada saat menyaksikan film Ngenest ini, Vanessa telah melihat ada

lumayan banyak adegan yang memperlihatkan diskriminasi etnis Tionghoa. Bagi

dia, secara teks yang ada di dalam film Olivia merasa bahwa adanya adegan yang

bully atau ejek-ejekan itu dia agak kurang suka karena kasar dan tidak seharusnya

sampai segitunya. Vanessa memahami diskriminasi itu berarti merasa bahwa

dirinya atau kelompoknya sendiri itu yang paling baik dibandingkan dengan

kelompok yang lain. Berikut kutipan yang diungkapkan oleh Vanessa:

“Diskriminasi itu menurutku kita merasa eksklusif dengan kaumnya

kita sendiri jadi kayak beranggapan kalo kelompoknya kita itu yang

paling baik, ekslusif, dan kelompoknya mereka itu tidak baik, dan

kita tidak pengen bersatu dengan mereka” (Wawancara, Vanessa,

2016)

Vanessa juga mengatakan bahwa diskriminasi bisa terjadi karena

dilakukan oleh antar kelompok. Menurutnya, sebelum diskriminasi terjadi maka

akan muncul yang namanya stereotipe terlebih dahulu dan itu tidak hanya

melibatkan satu orang saja melainkan karena merasa punya kubu atau kelompok

sendiri. Berikut merupakan kutipan dari Vanesa :

“Harusnya sih antara kelompok dengan individu sih, kayak di film

ini yang jadi sorotan diskriminasi cuma Ernest aja toh padahal

sahabatnya juga keturunan Tionghoa tapi ndak dibully. hmm...

mungkin karna Patrick lebih mirip pribumi secara fisik ya dan kalo

Ernest kan keliatan dari matanya sipit, sama kulitnya putih jadi ya

lebih bisa mempresentasikan kelompoknya itu tadi” (Wawancara,

Vanessa, 2016)

Informan 4 (Nancy) :

Menurut Nancy, adanya keberanian dengan memunculkan film ngenest ini

ke dalam layar lebar telah membuktikan bahwa di era yang sekarang sebuah

masalah yang dulunya begitu sensitif sudah bisa dikonsumsi oleh publik, dan

bahkan melalui teksnya dapat memperlihatkan secara jelas beberapa adegan yang

menunjukkan bahwa itu diskriminasi, seperti ya memang itu yang terjadi. Tetapi

baginya, pemahaman mengenai diskriminasi adalah berarti mengambil alih atau

merampas yang semestinya diperbolehkan juga untuk dirasakan oleh orang lain.

Page 24: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

79

Hal ini diungkapkan oleh Nancy dengan nada tegas dengan diselingi tertawa.

Berikut merupakan salah satu kutipannya :

“Diskriminasi itu kalo setauku ya perebutan hak, kalo menjelek-

jelek’an seseorang itu mungkin masih level ringannya aja kalo yang

sudah di level berat ya itu tadi ketika sesuatu yang harusnya boleh

dilakukan tapi karna dia punya label ini itu jadi tidak boleh”

(Wawancara, Nancy, 2016).

Bagi Nancy, sebenarnya tindakan diskriminasi itu bisa dilakukan oleh

siapa aja bergantung pada kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya tetapi yang

jelas dan pasti akan dilakukan oleh mayoritas ke yang minoritas. Dia juga

menceritakan kalau di dalam film ini juga ditunjukkan bahwa yang mendapat

perlakuan berbeda adalah minoritas yaitu Ernest dan temannya. Mereka terpaksa

harus menerima perlakuan diskriminasi dari mayoritas pribumi yang ada di

sekolahnya. Tetapi Nancy merasa bersyukur meskipun dia berasal dari suku Jawa

dan sejak sekolah selalu berada di lingkugan yang mayoritas beretnis Tionghoa

semua tidak membuatnya dianggap sebagai minoritas oleh teman-temannya.

Berikut kutipan dari Nancy:

“Sepengalamanku di sekolah dulu juga aku ngeliatnya malah yang

dibully itu yang pribumi karena mungkin mereka secara basically

berbeda dari yang mayoritas, tapi beda lagi ya kalo di Jakarta kan

yang tionghoanya lebih sedikit soalnya mereka minoritas. Makanya

liat lingkungannya dulu” (Wawancara, Nancy, 2016).

4.3.2 Bentuk Diskriminasi

Informan 1 (Olivia) :

Setelah menonton, Olivia mengatakan bahwa di dalam film ini dia melihat

bagaimana etnis Tionghoa dibahas secara jelas sekali mulai dari karakter orang

Tionghoa itu seperti apa, kebiasaan atau budaya apa saja yang ada, dan termasuk

juga diskriminasi yang dirasakan oleh kaum mereka. Hal tersebut semakin jelas

terlihat melalui mimik wajahnya yang serius dan agak kesal ketika mengucapkan

bahwa ada banyak adegan yang tidak adil ditunjukkan antara perlakuan orang

pribumi ke tionghoa. Berikut salah satu kutipan dari Olivia :

“Ya lumayan banyak seh… kayak misale ngejek Ernest di depan

kelas soale dee masuk kelas 1B bukan 1C Cina Cipit, trus waktu

malakin makanan’e, trus juga pas keluarga’e dari yang pribumi

Page 25: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

80

sempet gak ngebolehin soale pernah punya pengalaman buruk

ditipu sama orang Tionghoa” (Wawancara, Olivia, 2016).

Menurut Olivia, selain dari perkataan atau ucapan yang kerap dilontarkan

oleh teman-temannya ke Ernest seperti yang ada dalam film ini juga ada bentuk

lain yang bisa membuat terjadi diskriminasi tanpa disadari. Bentuk lain yang

dimaksudkan adalah lewat media sosial, mungkin sepele tapi bagi dia itu malah

bisa jadi alat yang ampuh untuk menyindir atau menghina seseorang. Berikut

merupakan kutipan dari Olivia :

“Ada seh kayak dari kata-kata misal’e, di film ini pas awal-awal kan

juga sempet ada seh. Ehmm….. mungkin menurutku lewat media

sosial ya bisa, salah satune instagram kan banyak post’an yang gak

bener kayak misal’e frontal gapapa tapi kan keliatan mana frontal

biasa, guyonan apa punya maksud tertentu. Trus aku juga pernah

liat kasus dipublish di facebook tentang orang tionghoa dianggep

sengaja nabrak pribumi dan itu diprovokasi padahal polisi aja

bilang enggak. Maka’e sekarang gak kata-kata atau fisik ae yang

termasuk diskriminasi tapi meddia sosial juga bisa” (Wawancara,

Olivia, 2016)

Informan 2 (Denny) :

Menurut Denny, setelah menyaksikan bersama teman-temannya di

bioskop yang dia lihat dalam film ini adalah ingin menyampaikan bahwa sebisa

mungkin yang namanya perbedaan itu tidak ada tetapi yang terjadi memang

perbedaan itu benar-benar ada dan meskipun dari diri kita suka tidak suka ataupun

mau tidak mau tetap ada. Sebenarnya bagi dia hal ini bisa menjadi sedikit

berkurang apabila secara pribadi ada keinginan untuk tenggang rasa satu sama

lain. Denny menjelaskan bahwa dari sekian banyaknya adegan yang mengandung

adanya unsur diskriminasi, dia tidak bisa mengingat semuanya secara jelas hanya

saja yang menurutnya paling frontal. Berikut kutipan dari Denny:

“Wah ya banyak banget kalo adegan, tapi salah satu yang aku inget

itu waktu ada adegan yang ngomongnya ekstrim… kalo gak salah

inget sih kayak kata-kata mata sipit yang diucapin Meira waktu

ditelpon Ernest pertama kali, trus juga banyak bahasa-bahasa yang

sering digunakan di kehidupan sehari-hari dan itu ngena banget

apalagi untuk yang pernah ngalami ya” (Wawancara, Denny, 2016).

Denny menceritakan bahwa sebenarnya untuk masa sekarang ini bentuk

dari diskriminasi sudah berkurang malahan hampir tidak ada, entah itu dilihat dari

Page 26: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

81

sudut pandang manapun karena bentuknya juga semakin samar-samar dan

perbedaan mengenai SARA sudah menjadi bahan candaan sehingga tidak

membuat sakit hati. Terkadang bisa saja masih ada tetapi itu hanya karena

ditentukan dari dasar kelompok, pergaulan atau harga diri saja. Termasuk juga

masalah dekat atau tidaknya seseorang dalam pergaulan bisa mempengaruhi

seseorang dalam menerima perlakuan diskriminasi. Berikut kutipan dari Denny :

“Mungkin yang masih ada ya…kan kebanyakan pengusaha di

Surabaya itu 80% dari keturunan Tionghoa dan buruhnya berasal

dari orang Jawa atau ya pribumi dan yang bisa berdekatan dengan

mereka kalo tidak sesama etnisnya sendiri ya ada dari berbeda suku

tapi punya kemampuan di atas rata-rata. Ohya, soal bercandaannya

anak Surabaya ini kadang ngawur karena kaitannya bisa macem-

macem mulai dari agama, suku kek” (Wawancara, Denny, 2016).

Informan 3 (Vanessa) :

Menurut Vanessa, pertama kali yang masih dia ingat waktu berada di

bangku bioskop melihat film ini adalah satu hal yang muncul di pikirannya yaitu

begitu terasa rasis sekali sampai terlihat jelas juga diskriminasinya itu seperti apa.

Menurutnya, adegan-adegan dari diskriminasi yang diperlihatkan dalam film

Ngenest ini, secara konteksnya dia menangkap bahwa ingin semakin menguatkan

bahwa perlakuan yang dilakukan oleh orang pribumi ke orang Tionghoa itu untuk

membuktikan rasa tidak sukanya mereka karena mempunyai anggapan yang tidak

baik mengenai orang Tionghoa seperti anggapan bahwa orang Tionghoa itu

sombong, pelit, dan beda dengan kelompoknya.Seringkali juga muncul kata-kata

yang sebenarnya mungkin hanya ingin dibuat lucu tetapi bagi Vanessa hal ini

justru kesannya seperti menghina. Salah satu adegan yang masih dia ingat adalah

ketika Ernest sempat diejek lebih mirip dengan vampire Cina kesetrum genset

oleh teman-teman pribuminya. Berikut merupakan kutipan dari Vanessa :

“Waktu Ernest pergi ke konser itu kan dia sampe ditinggal toh sama

temen-temennya, trus dikucilin waktu sd, diambil makanannya dan

dipalakin di dalam bis… ya mungkin kan di satu sisi memang

diskriminasi yang dirasakan orang Tionghoa di film ini harus

dibuka untuk diperlihatkan karena itu kan cerminan dari kehidupan

kita. Cuma kok saya pikir ini kan sebuah film, kalo saya liat ini

mungkin bisa jadi positif tetapi untuk yang tidak tau bukannya untuk

belajar malah bisa tambah parah karna menganggap hal ini betul

makanya jadi makin membully orang” (Wawancara, Vanessa, 2016)

Page 27: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

82

Sedangkan Vanessa juga menceritakan mengenai bentuk lain dari

diskriminasi di masa sekarang itu sudah seperti apa, dia mengungkapkan dengan

sedikit tersenyum sambil membenarkan posisi duduknya bahwa untuk saat ini

bentuknya sudah lebih lembut. Baginya, adanya perubahan ini juga dipengaruhi

oleh faktor lingkungkan dan keluarganya juga karena saat ini Vanessa sedang

jauh dari orang tuanya sehingga dia lebih bisa terbuka dengan sekitar bahwa

semua orang tidak bisa digeneralisasikan. Berikut kutipan dari Vanessa :

“Secara tidak sadar ya dari tutur atau perkataan itu misalnya

mengolok cina, cina gitu. Meskipun menganggap bercanda tapi kan

itu sebenernya sudah termasuk diskriminasi juga, sesama temenku

Tionghoa pun juga sering gitu kalo semisal ada yang pelit langsung

dibilang eh dasar kamu Cina tapi sambil ketawa” (Wawancara,

Vanessa, 2016).

Data Informan 4 (Nancy) :

Menurut Nancy, ketika sedang menonton film ini dia melihat bahwa ada

stereotipe-stereotipe yang terus dimunculkan mengenai Tionghoa seperti misalnya

ditunjukkan jika orang Tionghoa itu pelit, dan identikkan dengan selalu

berdagang. Selain itu, bagi Nancy konteks diskriminasi yang terjadi di dalam film

ini karena sebagai wujud dari terbentuknya stereotipe yang sudah lebih dahulu

ada dari turun-temurun yang mewariskan generasi selanjutnya untuk berpikiran

yang sama tanpa melihat kebenaran terlebih dahulu. Hal ini semakin dipertegas

dari balik senyum sambil menutupi hidungnya. Berikut kutipan dari Nancy :

“Misalnya kayak adegannya Ernest ngobrol sama temennya itu kan

lagi bicarain tentang anaknya yang bonyok digebukin temen-temen

sekolahnya, itu aja uda nunjukkin diskriminasi banget kalo orang

Tionghoa itu buat pulang ke rumah dengan aman aja susah mesti

ngerasain namanya digebukin dulu” (Wawancara, Nancy, 2016).

Menurut Nancy memang konteks diskriminasi yang ada di dalam film

diperlihatkan bagaimana dilakukan melalui bentuk fisik, atau juga verbal. Tetapi

dia berpikiran bahwa untuk masa yang sekarang sepertinya hal tersebut sudah

tidak bisa dipermasalahkan, tetapi juga kembali lagi tergantung dari orangnya

yang menerima diskriminasi. Hal ini juga karena pengaruh dari pemerintahan

yang sudah tidak separah dulu, semenjak pimpinan Gus Dur Bangsa Tionghoa

Page 28: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

83

mulai disuarakan dan akhirnya berlanjut hingga sampai saat ini. Berikut

merupakan kutipan dari Nancy :

“Apa ya…. kalo sekarang mungkin cuman nyebut kamu cina kamu

jawa itu menurutku biasa aja sih karena mungkin segumbulanku

juga gitu semua dan uda deket jadi ya menurutku itu bukan

diskriminasi lagi dan pikiran jaman sekarang lebih terbuka aja sih.

Tapi mungkin juga masih ada yang beranggepan itu diskriminasi

tapi itu kemungkinan besar karna didikan atau pernah ngalamin

orba dulunya gatau lagi tapi kan itu tergantung sama orangnya

sih” (Wawancara, Nancy, 2016)

Nancy juga menceritakan bahwa dari faktor keluarga sangat berpengaruh

sekali dalam membentuk dirinya untuk terbuka dalam memandang segala sesuatu,

dan tidak membatasi lingkup dirinya dari siapapun. Selain dalam keluarga,

pergaulan yang ada di sekitarnya juga membantu dia untuk membuka pikirannya

untuk tidak menyudutkan seseorang yang berasal dari keturunan yang berbeda,

jadi semua itu sama aja dasarnya. Hal itu yang mempengaruhi Nancy untuk tidak

mempermasalahkan apalagi menganggap diskriminasi ketika jadi bahan sindirian

di kelas karena dia orang Jawa. Berikut kutipan dari Nancy:

“Jadi waktu itu guruku kan orang Tionghoa, nah dia pernah

bilang ke temen sebelahku yang juga Tionghoa biar jangan sampe

kalah sama wana gitu, mungkin kalo aku pribadi sih biasa aja asal

ga bener-bener disenggol banget tapi yang lain kan belum tentu

juga bisa sama kayak aku nerimanya…itu juga karena kebetulan

temenku juga banyak yang Tionghoa jadi kadang suka lucu aja

kalo mereka ngerasani orang Jawa ke aku kayak seakan akan aku

ini bukan orang Jawa, kadang bingung juga harus jawab gimana”

(Wawancara, Nancy, 2016)

4.3.3 Dampak dari Diskriminasi

Data Informan 1 (Olivia) :

Menurut Olivia, apabila seseorang mengalami perlakuan diskriminasi dari

orang lain biasanya akan mengalami trauma berat, dan menjadi dendam karena

sudah terlanjur menempel di kepala pernah diperlakukan secara tidak baik

sehingga akan cenderung memilih untuk membatasi diri dari orang lain. Tetapi

yang Olivia tangkap lewat film Ngenest ini adalah kepahitan yang terus menerus

dirasakan dan melekat pada diri Ernest inilah yang membuatnya jadi mengalami

ketakutan sendiri untuk mempunyai anak, dan dia juga merasa susah untuk punya

Page 29: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

84

temen kecuali hanya Patrick yang sama-sama berasal dari etnis Tionghoa.

Bahkan, bagi Olivia adanya perlakuan diskriminasi yang dirasakan oleh Ernest

mampu merubah pandangannya mengenai orang pribumi dan orang Tionghoa

seperti menolak untuk masuk sekolah yang mayoritas Tionghoa semua, dan juga

sampai akhirnya terobsesi mencari perempuan pribumi supaya anaknya kelak

tidak dibully. Olivia juga mengatakan bahwa dalam film ini dengan menujukkan

gambaran konteks diskriminasi ini bisa memberikan efek trauma.

Menurutnya ada pengaruh juga yang diperoleh dalam kesehariannya

setelah menonton film ini, Olivia mengatakan iya dengan nada agak ketus dan

sambil menghela nafas panjang. Berikut adalah kutipan dari Olivia :

“Sebenere sebelum nonton aku sudah punya trauma sendiri seng

bikin jadi ngerasa takut apalagi untuk ngobrol sama orang pribumi

atau orang yang kulit’e lebih gelap dari aku, apalagi setelah aku

tau ternyata film ini bahas masalah serius tapi malah dibuat bahan

ketawane orang-orang ya malah bikin aku makin sakit hati lah. Aku

juga sekarang lebih menutup diri karna aku merasa kayak dihantui

sendiri dan aku juga gak berpikiran untuk pengen menikah sih”

(Wawancara, Olivia, 2016).

Olivia juga sempat mengatakan bahwa seorang Ernest ini termasuk anak

muda yang aneh karena terlalu memikirkan pendapat dari orang lain mengenai

etnisnya sebagai keturunan Tionghoa itu seperti apa. Padahal menurutnya, Ernest

sudah mendapat perlakuan yang kurang enak dari kelompok mayoritas tersebut.

Berikut kutipan dari Olivia :

“Aku ae yang cuma diceritain mama pernah ngerasain dibully

soale punya kulit paling putih trus dibilang mayat hidup tapi sek

tetep berjuang cari pasangan yang suku’e sama, ini malah sampe

nikah sama orang diluar keturunan’e dee. Lek aku jadi Ernest wes

gak tak reken omongan’e mereka apalagi yang mulai duluan juga

mereka jadi aku mending milih buat gak ngedeket aja daripada

harus ditanggepi percuma bikin jengkel sendiri toh juga tetep aja

salah gak salah orang tionghoa mesti kena imbas’e juga kok”

(Wawancara, Olivia, 2016)

Data Informan 2 (Denny) :

Menurut Denny, apabila seseorang mengalami perlakuan diskriminasi dari

orang lain dampak yang akan diperoleh adalah psikologisnya menjadi terganggu.

Apalagi jika diskriminasi yang dirasakan tersebut terjadi secara terus menerus,

Page 30: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

85

dan dilakukan oleh orang-orang terdekatnya itu akan lebih membahayakan.

Bahkan, keluarga pun juga termasuk mempengaruhi dalam pembentukan awal

mental seorang anak. Seperti yang ada di dalam film Ngenest ini, Denny melihat

bahwa Ernest telah mengalami ketakutan yang terus terbawa sampai menikah dan

membuatnya untuk terus menunda memiliki anak, dan membuat dirinya menjadi

menyangkal sebagai orang Tionghoa. Secara konteks diskriminasi yang ada, hal

itu memberikan tekanan pada Ernest karena perlakuan yang diberikan oleh teman-

teman pribuminya sebegitu mempengaruhiya. Bagi Denny, setelah menonton film

ini tidak ada pengaruh yang diperoleh dalam keseharian, karena dia hanya

penasaran bagaimana kalo dijadikan sebuah film itu akan menjadi seperti apa.

Berikut merupakan kutipan dari Denny :

“Mungkin karena dari didikan keluargaku yang demokratis itu

jadinya ya cuma sekedar nonton film itu aja untuk tau seperti apa

sih kalo kejadian-keadian yang ada di dalam seputar dunia kita

sehari-hari itu dibikin jadi film dan bakal gimana sih diterima

masyarakat tapi ya nyatanya memang ngena untuk sebagian besar

orang” (Wawancara, Denny, 2016)

Denny sambil tersenyum mengatakan bahwa sosok Ernest yang dilihatnya

itu adalah orang yang down to earth sehingga tidak terlalu mempermasalahkan

dia mau bergaul dengan siapa saja. Meskipun di dalam film terlihat secara jelas

dari ekspresinya bahwa Ernest telah mengalami tekanan yang berat, dan sempat

mengalami yang namanya krisis kepribadian sampai mempertanyakan tentang

banyak hal. Tetapi setelah lama akhirnya dia bisa menerima dirinya sendiri dan

berusaha untuk menikmati hidupnya yang terlahir sebagi orang Tionghoa. Berikut

merupakan kutipan dari Denny :

“Kalopun aku tidak mendapat perlakuan yang sama persis seperti

Ernest, tapi aku tetap pernah mengalami rasanya diskriminasi itu

gimana jadi ya aku marah, jengkel tapi untungnya sih aku tidak

sampe merasa di titik oh Tuhan itu tidak adil… Sampai saat ini aku

juga masih memegang teguh ajaran agamaku dan lebih memilih

untuk tersenyum dan pergi aja karena kalo makin tak ladenin yang

ada malah mereka yang puas berhasil kayak yes korbanku kena”

(Wawancara, Denny, 2016)

Page 31: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

86

Data Informan 3 (Vanessa) :

Menurut Vanessa, apabila seseorang telah diperlakukan secara tidak adil

oleh orang lain maka orang yang menjadi korban dari diskriminasi tersebut juga

akan ikut melakukan hal yang sama terhadap orang lain. Seperti yang ditunjukkan

di dalam film ini ketika Ernest mendapat tekanan karena merasa tidak diterima

sehingga membawa dampak untuk dirinya sendiri jadi tidak mau menerima apa

adanya sebagai orang Tionghoa karena merasa serba terbatas ketika ingin

melakukan sesuatu, dan hanya dipandang sebelah mata. Bagi Vanessa, perlakuan

yang Ernest terima juga mampu membuat dirinya jadi membenci kaumnya sendiri

tetapi untungnya tidak sampai merusak hubungan relasi dengan keluarga dan

teman-teman sesama Tionhoa. Menurut Vanessa secara pribadi konteks yang ada

pada film ini tidak mempengaruhinya dalam keseharian karena karena semenjak

kecil dia sudah berada di pergaulan yang lingkungannya adalah mayoritas dari

keturunan Tionghoa semua, termasuk selama menempuh pendidikan berada di

swasta. Berikut merupakan kutipan dari Vanessa :

“Malahan kadang karna saya terlalu lama berada di lingkungan

yang sesama dari keturunan saya trus jadi waktu liat yang berbeda

dari etnis saya secara tidak sadar merasa aneh dengan mereka.

Tapi itu dulu sih, sekarang saya lebih terbuka karna sudah jauh

dari pengaruh orang tua dan menurut yang saya lihat tidak semua

orang Pribumi itu jahat dan orang Tionghoa baik karena orang

Tionghoa juga ada yang kayak bandit-bandit gitu” (Wawancara,

Vanessa, 2016).

Bagi Vanessa, Ernest termasuk orang yang berpikiran pendek sampai

menunda mempunyai anak karena takut bermata sipit seperti dirinya dan memilih

menghilang dari kenyataan dengan mengabaikan istrinya sampai menjelang

kelahiran. Selain itu yang Vanessa lihat dalam teks film ini, Ernest juga tetap

memberikan respon yang positif pada teman-temannya bukannya jengkel atau

benci sama mereka yang sudah memberikan perlakuan diskriminasi tetapi malah

dia lebih menyalahkan dirinya sendiri, berkeinginan untuk menjadi sama dengan

mereka (pribumi), dan berusaha untuk terus menyangkal bahwa dirinya sebagai

orang Tionghoa. Tetapi meskipun Ernest merasa jengkel dengan kaumnya sendiri,

dia tetap menjalankan budayanya sebagai keturunan Tionghoa ketika menikah.

Berikut merupakan kutipan dari Vanessa :

Page 32: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

87

“Mungkin memang Ernest lebih milih untuk menerobos aja dan

nekat menikah sama pribumi, trus juga masuk ke negeri untuk

ajang pembuktian kan, tapi kalo saya akan diam saja tidak

membalas hanya berusaha untuk menghapuskan batasan yang ada

bahwa orang Tionghoa tidak seperti yang mereka bayangkan”

(Wawancara, Vanessa, 2016).

Data Informan 4 (Nancy) :

Menurut Nancy, apabila seseorang memperlakuan orang lain secara tidak

adil dapat memberikan dampak mendasar seperti hilangnya rasa self esteem atau

kepercayaan diri yang dimiliki seseorang. Selanjutnya, orang yang merasakan

diskriminasi juga merasa tidak terima, dan berkeinginan untuk memperlakukan

orang lain sama seperti yang dirasakannya. Hal ini akhirnya menjadi sebuah rantai

yang terus menerus berlanjut dan tidak ada habisnya. Bagi Nancy, secara konteks

diskriminasi yang ditampilkan melalui film Ngenest ini menunjukkan bagaimana

seorang Ernest merasakan menjadi bagian dari minoritas atau outgroup bahan

bullying. Nancy juga menceritakan bahwa ada dampak unik yang Ernest rasakan

karena dia malah menjadi rishi dengan bangsanya sendiri sampai terobsesi untuk

mempunyai keturunan yang tidak seperti orang Tionghoa sehingga akhirnya dia

berusaha untuk mencari jodoh dari keturunan pribumi. Menurutnya, adanya

perlakuan diskriminasi yang ada dalam film ini tidak mempengaruhi

kesehariannya karena didikan dari faktor keluarganya yang sudah diterapkan.

Berikut adalah kutipan dari Nancy :

“Kalo di film ditunjukkan gimana Ernest sampe parno untuk punya anak

karna pengalaman pahit semasa kecilnya hingga berimbas ke istrinya,

tapi kalo aku pribadi gak berpengaruh apa-apa sih karena dari kecil

mungkin uda dibiasain buat gak beda-bedain sekitarku” (Wawancara,

Nancy, 2016)

Nancy menceritakan bahwa Ernest merupakan seorang orang yang punya

rasa ingin tahunya lumayan besar tapi sebenarnya ga seberapa masalah karena dia

juga lucu-lucu aja menurutku. Tetapi bagi Nancy, apa yang dia tangkap

berdasarkan teks pada film Ngenest ini Ernest bukan orang berontak, atau radikal

seperti pada jaman Orde Baru waktu itu tetapi dia lebih memilih untuk mengatasi

permasalahan diskriminasinya dengan mencari caranya sendiri untuk bisa keluar

dari stereotipe yang sudah dibuat oleh orang pribumi. Berikut merupakan kutipan

dari Nancy :

Page 33: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

88

“Mungkin kalo di film ini Ernest lebih pengen orang pribumi itu

ngerubah stereotipe kelompoknya mereka sampe usaha cari cara

jadi kayak mereka biar dibilang sama.. kalo semisalnya itu aku ya

aku gak akan ada niatan sampe memusuhi sih karena mboh ya

dengan usiaku yang sekarang ini aku mikir kalo yang namanya beda

dari kita itu pasti ada yasudah toh biatin apalagi sampe cari temen

buat ngebales segala” (Wawancara, Nancy, 2016)

4.3.4 Penyebab dari Diskriminasi

Data Informan 1 (Olivia) :

Menurut Olivia, ketika menceritakan mengenai apa penyebab dari

terjadinya diskriminasi dia mengatakan bahwa sebenarnya semua yang ada itu

tidak mungkin terjadi secara begitu saja tetapi dimulai dari pemikiran setiap orang

yang akhirnya menciptakan situasi dan menjadi mengalir secara begitu saja.

Seperti yang telah ditunjukkan dalam film Ngenest tersebut, bagi dia Ernest

mengalami perlakuan diskriminasi karena berasal dari keturunan Tionghoa. Hal

ini karena adanya sterotipe yang kurang baik mengenai orang keturunan Tionghoa

di mata orang pribumi, maka dari itu dia terpaksa harus merasakan dibedakan

oleh kaum pribumi. Terutama di masa itu yang dianggap orang-orang dari

Tionghoa sendiri suka mengeksklusifkan diri. Berikut adalah kutipan dari Olivia :

“Pengalaman buruk yang pernah dialami seh lek menurutku trus

juga biasa’e ada kayak cuci otak dulu yang bikin orang itu jadi ikut

kebawa soale bangsa terus-terus’an dikasih tunjuk tentang asumsi

yang belum tentu kejadian sampe akhire jadi mancep wes di setiap

pemikiran’e orang” (Wawancara, Olivia, 2016)

Olivia mengatakan bahwa diskriminasi sampai kapanpun itu akan tetap

ada dan tidak akan pernah bisa hilang apalagi ini berada Indonesia meskipun

Bhinneka Tunggal Ika tetapi tetap saja tidak bisa dihilangkan begitu saja karena

sudah terlanjur ada garis di antara satu kelompok dengan kelompok yang lain.

Berikut merupakan kutipan dari Olivia :

“Kalo menurutku ya jauh wes lebih mending sekarang lah ya

daripada jamanku dulu, bukti’e sekarang aja masalah serius kayak

gitu ae wes dianggep kayak enteng, guyonan padahal gatau toh

mereka kalo itu gak lucu blas apalagi buat aku pribadi yang

ngerasain gimana sereme’e keadaan banyak orang pribumi seng

anti sama Cina” (Wawancara, Olivia, 2016)

Page 34: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

89

Data Informan 2 (Denny) :

Menurut Denny, tindakan diskriminasi dapat terjadi karena disebabkan

oleh berbagai macam faktor, termasuk juga seperti darimana asal muasal dasarnya

permasalahan yang terjadi tetapi bagi Denny yang menjadi faktor utamanya

adalah karena lingkungan. Selain itu, sebenarnya mempunyai atribut yang bisa

bergaul dan tidak juga bisa mempengaruhi bagaimana seseorang bisa di terima di

suatu kelompok. Denny juga menceritakan kalau dia menangkap konteks

diskriminasi yang ada pada film bisa terjadi karena sudah terbentuk terlebih

dahulu pandangan yang buruk mengenai keturunan Tionghoa sehingga kaum

pribumi akan cenderung menggap mereka berbeda dengan kelompoknya.

Berikut adalah kutipan dari Denny :

“Sebetulnya sulit ya kalo ditanya penyebabnya karena apa, tapi aku

yakin kalo diskriminatif atau bullying itu muncul karena lingkungan

sih jadi kalo memang lingkungannya itu tidak mendukung terjadinya

diskriminatif ya bakal tereduksi sendiri karena seleksi alam tapi kalo

memang mendukung betul ya secara sadar atau tidak sadar, ataupun

tersirat maupun tidak tersirat ya pasti akan terpelihara dan semakin

kuat” (Wawancara, Denny, 2016)

Denny juga mengatakan bahwa untuk saat ini sepertinya terjadinya

diskriminasi sudah terasa lebih baik. Menurutnya, hal ini juga karena dipengaruhi

oleh faktor pendidikan sehingga sudah lumayan bisa tereduksi dengan baik. Dia

juga sempat menceritakan bahwa selain pendidikan, faktor dari pergaulan yang

ada di lingkungan pendidikannya juga mempengaruhinya karena beberapa dari

temannya merupakan keturunan Tionghoa tetapi di antara mereka tidak ada

namanya saling memisahkan diri, atau bahkan sampai menganggap berbeda itu

tidak terjadi. Berikut merupakan kutipan dari Denny :

“Kalo kita melihat kota besar kayak Surabaya gini kan uda jarang

terjadi karena skala mayortitasnya itu uda sama jadi seperti aku

pribumi, kamu non pribumi trus kita kerja di satu perusahaan yang

sama, gajiku dapet 3 juta, kamu juga 3 juta. Yaudah tidak ada

bedanya kan, kita satu kantin dan satu bolo. Nah beda lagi kalo di

kota kecil mungkin diskriminasi masih ada semisal karena aku anak

lurah ya jadi aku tidak akan sembarangan untuk pilih teman”

(Wawancara, Denny, 2016)

Page 35: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

90

Data Informan 3 (Vanessa) :

Menurut Vanessa, melalui film Ngenest ini menunjukkan bahwa

perlakuan diskriminasi dikarenakan adanya nilai-nilai penting yang tidak sesuai

dengan antara kelompok etnis Tionghoa dan pribumi sehingga membuat cara

memandangnya juga beda, itupun juga karena mengikuti mindset yang sudah

ditanamkan sejak orang tua lahir yang terus dibawa sampai generasi selanjutnya

dan biasanya cenderung pemikiran yang negatif. Hal itulah yang akhirnya

digunakan untuk melihat orang lain dan terjadi yang namanya ketidaksesuaian.

Tetapi Ernest tidak menggunakan cara berpikir itu, dia tidak langsung

memberikan judge pada mereka (kaum pribumi) tetapi mencari tahu dulu apa

yang membuatnya diperlakukan sebegitunya bahkan dia sampe mencoba masuk

ke dalam dunia pribumi. Bagi Vanessa, tindakan diskriminasi dapat terjadi karena

disebabkan oleh setiap individu yang selalu melihat apa yang menjadi kekurangan

dari seseorang dan apa yang menjadi kelebihan dari dirinya sendiri hingga

akhirnya karena rasa iri hati itu tadi akhirnya memasang label terhadap seseorang

tersebut atau disebut dengan labelling dan setelah itu baru terjadi yang namanya

diskriminasi. Berikut kutipan dari Vanessa :

“Jadi ya sebelumnya itu karena pola pikirnya yang sudah ada dulu

seperti berprasangka negatif tentang orang itu yang akhirnya

diturun-temurunkan menjadi meluas dan ada juga provokator yang

akhirnya membuat sebuah stereotipe atau labelling terhadap

seseorang dan berujung muncul adanya batasan-batasan tertentu”

(Wawancara, Vanessa, 2016).

Vanessa mengatakan bahwa diskriminasi yang terjadi di Indonesia

sebenarnya sudah membaik karena ada beberapa hal yang dahulunya sangat ketat

sekali peraturananya, tetapi sekarang sudah lebih terlihat saling terbuka dan

menghargai satu sama lain. Kata Vanessa, hal ini karena dipengaruhi dari cara

berpikir kita yang sudah lebih maju sehingga bisa meredam sendiri dari apa yang

telah kita lihat, dan rasakan sendiri, tidak asal menilai begitu aja. Menurutnya,

dari faktor lingkungan yang ada di sekitarnya juga sangat membantu dia dalam

menilai seseorang yang bukan berasal dari keturunan Tionghoa. Berikut

merupakan kutipan dari Vanessa :

“Ya sudah agak membaik sih karena seingetku waktu jamannya

Megawati memerintah dulu di Makassar tarakan itu Tionghoanya

Page 36: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

91

lebih kerasa daripada di Surabaya jadi waktu Imlek tidak boleh

diekspos, dan dulunya juga bukan tanggal merah tapi sekarang

sudah jadi tanggal merah, trus nda boleh ada barongsai juga.

Bahkan di kampus negeri seperti Universitas Indonesia sudah mulai

ada jurusan sastra Tionghoa” (Wawancara, Vanessa, 2016).

Data Informan 4 (Nancy) :

Nancy mengatakan bahwa sebenarnya tindakan diskriminasi itu bisa

muncul karena adanya prasangka dan mindset terlebih dahulu yang sudah

ditentukan berdasarkan apa yang telah dialami atau pengalaman pribadinya.

Berikut merupakan kutipan dari Nancy :

“Menurutku sendiri ya karna prasangka dan mindset seseorang itu

terbentuk lebih dulu, kan gak ada sih ceritanya orang yang dilahirin

tiba-tiba uda rasis gitu makanya bergantung juga dari didikan

sekitarnya dan yang pasti dari orang tuanya. Gak itu aja, tapi dari

situ juga akhirnya muncul anggapan menyamaratakan semua orang

yang berasal dari keturunan sama” (Wawancara, Nancy, 2016).

Bagi Nancy mengenai tindakan diskriminasi yang terjadi di Indonesia,

untuk wujudnya dapat terus berubah mengikuti jaman yang ada. Seperti saat ini

sesuatu yang benar-benar menujukkan diskriminasi buat Nancy adalah kalau

sudah mulai menyangkut permasalahan tentang hak seseorang yang seharusnya

dimiliki, tetapi hanya karena mempunyai label dan latar belakang tertentu menjadi

korban dari tindakan diskriminasi . Berikut adalah kutipan dari Nancy :

“Sebenernya diskriminasi yang sekarang itu sudah berubah bentuk

sih, jadi kalo misalnya dulu ilok-ilok’an kata Cina Jawa itu sudah

dibilang diskriminasi tapi sekarang itu justru kayak biasa aja malah

yang lebih keliatan banget diskriminasinya itu di pemerintahan,

terutama ke orang Tionghoa selalu dipersulit” (Wawancara, Nancy,

2016).

4.4 Analisis Data dan Interpretasi Data

4.4.1 Pemaknaan Diskriminasi di Mata Generasi Berbeda

Setiap individu pasti mempunyai pandangan yang berbeda tentunya

mengenai pemahaman diskriminasi etnis Tionghoa yang ada pada film Ngenest,

tetapi menurut gambaran dari para informan yang telah peneliti temukan mereka

memiliki pemahaman yang kurang lebih hampir sama pada dasarnya. Secara

keseluruhan mereka mengatakan bahwa diskriminasi merupakan cara yang

Page 37: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

92

dilakukan seseorang dengan memperlakukan orang lain secara berbeda hanya

karena merasa dirinya atau kelompoknya yang paling baik. Di sisi yang lain, salah

satu informan menambahkan bahwa tindakan itu diskriminasi berarti

menunjukkan merendahkan dan akhirnya berujung memunculkan yang namanya

skala mayoritas dan minoritas. Namun berbeda halnya dengan tanggapan yang

diberikan Nancy bahwa diskriminasi sesungguhnya itu ketika sudah sampai

merebut atau merampas hak dari seseorang karena punya label tertentu jadi tidak

diperbolehkan.

Berdasarkan pemahaman yang sudah diuraikan di atas tersebut, semua

informan dapat menangkap dan memakani teks tentang diskriminasi dalam film

Ngenest yang ada bahkan mereka juga bisa memberikan detail yang jelas

berdasarkan cultural setting masing-masing. Apabila dilihat secara pengalaman

pribadinya, Olivia pernah menjadi salah satu korban perkosaan Mei 1998 yang

menyebabkan dirinya mengalami trauma berat dan membenci orang yang berkulit

lebih gelap dari dirinya. Selain itu, karena hubungan kedekatan dengan ibunya

akhirnya secara pola pikir menjadi ikut berpengaruh seperti ajaran dari orang

tuanya yang melarang untuk berteman dengan orang diluar keturunannya, dan

penglaman orang tuanya yang dahulu pernah mengalami bully juga ikut

mempengaruhi dirinya dalam memaknai konteks diskriminasi menyangkut

persoalan suku/etnis yang ada di dalam film ini. Berikut merupakan penuturan

Olivia terhadap diskriminasi dalam film Ngenest :

“Ya soale mama pernah kepaitan dibilang mayat hidup sama orang

Jawa atau orang yang kulit’e lebih gelap waktu di sekolah negeri

jadi pemikirane wes buruk sama orang pribumi yang akhire ngimbas

ke aku apalagi aku pribadi juga ngerasain gimana serem’e keadaan

di jaman banyak pribumi yang anti Cina padahal aku gak ngerti

apapun pas itu dan malah ikutan kena yaudah semakin gasuka sama

mereka” (Wawancara, Olivia, 2016).

Berbeda dengan pendapat Denny yang juga merasakan di masa

berakhirnya Orde Baru dalam memaknai film Ngenest ini, dia lebih dipengaruhi

oleh konteks keluarganya yang dididik secara demokratis, dan kepercayaan adat

dan budaya “kejawen” yang dianutnya sehingga cenderung taat dengan aturan

yang ada. Meskipun secara pengalaman, Denny pernah mengalami perang batin

dengan adanya perbedaan di antara orang Tionghoa dan Jawa karena direndahkan

Page 38: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

93

dan dianggap tidak pantas oleh orang Tionghoa maka hal itu sempat membuatnya

untuk membenci keturunan Tionghoa yang bermata sipit. Tetapi karena

lingkungannya akhirnya mulai tereduksi dan mulai memahami bahwa tidak

semuanya orang yang berasal dari keturunan Tionghoa itu sama. Apalagi sampai

sat ini, ia sendiri juga berteman dengan mayoritas keturunan Tionghoa. Oleh

karena itu, secara lingkungan tersebut yang ikut mempengaruhinya dalam

memaknai konteks diskriminasi yang ada di dalam film ini untuk lebih bisa

menerima.

Sedangkan, untuk Vanessa dan Nancy juga lebih dilatarbelakangi oleh

faktor lingkungan yang ada di sekitarnya, dan keluarga. Mereka terbiasa lama

dibesarkan dan bersama dengan lingkungan temannya yang berasal dari etnis

Tionghoa juga sehingga mereka lebih berpikir secara terbuka dan ikut

berpengaruh dalam menerima dan memaknai konteks diskriminasi yang ada

dalam film “Ngenest”. Berikut salah satu pernyataan dari Nancy :

“Kalo aku pribadi ya biasa aja kalo gak bener-bener disenggol

banget karena aku dari kecil juga uda dibiasain buat gak beda-

bedain sekitar… dan aku juga bersyukur meskipun pribumi yang

minoritas di pergaulanku yang mayoritas Tionghoa gak ngebuat

aku dikucilkan sih” (Wawancara, Nancy, 2016).

Hal lain yang melatarbelakangi kedua informan yang ada di atas dalam

mempengaruhi memberikan pemaknaan konteks diskriminasi di film Ngenest

adalah karena mereka juga tidak lahir di masa Orde Baru sehingga merasakan

Pasca Orde Baru yang sudah tidak begitu kental diskriminasinya. Pernyataan dari

berbagai informan tersebut secara keseluruhan hampir menyerupai dengan

pengertian mengenai diskriminasi terkait masalah suku/etnis yang ternyata juga

sejalan dengan Theodorson & Theodorson (dalam Fulthoni, 2009, p.3) bahwa

diskriminasi merupakan perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan atau

kelompok yang biasanya didasari oleh suku/etnis. Biasanya selalu diidentikan

dengan tindakan yang dilakukan oleh pihak mayoritas yang dominan ke minoritas

yang dianggap lemah sehingga muncul perilaku yang kurang baik.

Tidak hanya itu, perbedaan pemaknaan yang diberikan oleh setiap

informan juga karena dipengaruhi masa kelahiran yang berbeda yaitu Masa Orde

Baru berakhir (1998) dan Pasca Orde Baru. Hal tersebut juga membuat informan

Page 39: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

94

jadi memiliki pengalaman dan pengetahuan yang berbeda tentang diskriminasi

etnis Tionghoa. Untuk orang-orang yang mengalami dan lahir pada Masa Orde

Baru (1966-1998) dulunya pernah merasakan diskriminasi dalam bidang

pemerintahan yang pada saat itu untuk perayaan Imlek saja tidak boleh diekspos,

barongsai pun juga tidak diperbolehkan untuk ada. Tidak hanya itu, tetapi kerap

kali juga banyak kebencian yang diluapkan melalui kerusuhan-kerusuhan karena

adanya kontroversi antara orang Tionghoa dan Pribumi.

Sementara itu untuk mereka yang lahir setelah Orde Baru (1998-Sekarang)

cenderung lebih terbuka dengan adanya perbedaan sehingga untuk masa sekarang

sudah jauh lebih baik dengan menetapkan Imlek sebagai tanggal merah, dan

barongsai juga sudah diperbolehkan. Bahkan, yang lebih menarik lagi adalah

salah satu kampus Negeri di Jakarta sudah ada jurusan Sastra Tionghoa.

Hal ini juga sejalan dengan Tan (2008, p.273-274) bahwa semenjak

pemerintahan Soekarno diskriminasi terhadap orang etnis Tionghoa sudah ada

dan kehadirannya dinamakan sebagai hubungan “cinta dan benci” (love and hate

relationhsip) antara minoritas etnis Tionghoa dan mayoritas etnis Indonesia.

Tetapi semenjak pasca tragedi Mei 1998, Indonesia telah mengalami reformasi

dan demokratisasi antara orang-orang Tionghoa-Indonesia jadi lebih tercairkan

dengan adanya asimilasi sehingga bukan lagi mencari cara untuk mengatasi atau

menyingkirkan perbedaan yang ada di Orde Baru tetapi lebih ke arah “hidup

dengan” perbedaan. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa klasifikasi warga

Negara antara pribumi dan non pribumi selama rezim Orde Baru masih tetap

tertinggal sehingga orang Tionghoa tidak pernah mampu melepaskan identitas

mereka sebagai “orang asing” dan kelompok etnis itu akan tetap ada (Hoon, 2012,

p.4-5).

4.4.2 Pelecehan Verbal Melalui Film Sudah Bukan Hal Tabu

Setelah para informan menonton film “Ngenest”, mereka menyampaikan

bahwa secara konteks diskriminasi etnis yang diperlihatkan sebagian besar

didominasi oleh bentuk verbal. Secara verbal sendiri biasanya bisa melalui tulisan

dan lisan. Bagi semua informan, mereka lebih banyak menangkap bentuk

diskriminasi verbal secara lisan di dalam film Ngenest karena mereka juga tidak

Page 40: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

95

menemukan secara jelas melalui verbal tulisan. Dalam pesan verbal sendiri ada

sifatnya yang konkrit dari Bahasa Indonesia seperti misalnya kata “Eh ada Cina”

yang bukan dimaksudkan untuk menyebut bangsa Tionghoa tetapi lebih ke sapaan

yang sengaja menyindir untuk mengejek. Tidak hanya itu saja, tetapi juga ada

maksud tersirat yang bukan berasal dari Bahasa Indonesia seperti misalnya kata

“Cipit” yang sebenarnya diambil dari “Sipit”.

Terkait dengan hal tersebut, ada informan yang menyampaikan bahwa

bentuk diskriminasi verbal lisan yang muncul di dalam film ini sebenarnya sudah

tidak bisa dianggap sebagai bagian dari diskriminasi lagi karena semakin lama

bentuknya sudah semakin memudar. Bahkan, untuk masa sekarang perbedaan

mengenai SARA juga sudah dijadikan sebagai bahan bercanda. Sedangkan

informan yang lain juga menambahkan bahwa di dalam sesama orang Tionghoa

sendiri juga sering mengolok secara verbal lisan apabila salah satu dari mereka

dianggap sebagai pelit karena merasa hal itu konteksnya hanya bercanda saja.

Namun, juga kembali lagi dari faktor lingkungan yang ada di sekitarnya seperti

misalnya hubungan relasi yang mereka jalin juga bisa mempengaruhi seseorang

dalam menerima perlakuan diskriminasi verbal lisan tersebut, itulah pernyataan

yang diungkapkan oleh informan yang lain menurut pemahamannya sendiri. Jadi,

untuk sekarang juga sudah bukan masanya lagi untuk merasa sakit hati karena

verbal lisan. Sama halnya dengan ungkapan yang disampaikan oleh Nancy bahwa

sudah tidak perlu dipermasalahkan karena itu sudah bukan diskriminasi kecuali

apabila sudah mulai membawa masalah hak orang lain itu baru namanya

diskriminasi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan informan yang mengatakan

sebagai berikut :

“Apa ya…. kalo sekarang mungkin cuman nyebut kamu cina kamu

jawa itu menurutku biasa aja sih karena mungkin segumbulanku

juga gitu semua dan uda deket jadi ya menurutku itu bukan

diskriminasi lagi dan pikiran jaman sekarang lebih terbuka aja sih.

Tapi mungkin juga masih ada yang beranggepan itu diskriminasi

tapi itu kemungkinan besar karna didikan atau pernah ngalamin

orba dulunya gatau lagi tapi kan itu tergantung sama orangnya sih”

(Wawancara, Nancy, 2016)

Jika secara keseluruhan memang ketiga informan yang ada di atas

sebelumnya mengatakan bahwa verbal lisan yang sekarang memang ada

Page 41: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

96

hanya untuk sekedar bercanda karena pandangan yang sudah lebih terbuka.

Berbeda dengan tanggapan yang Olivia sampaikan dalam memaknai verbal

secara lisan di dalam film Ngenest sebagai hal konkrit yang menganggap hal

itu sengaja dilakukan untuk menyindir orang lain, dan secara tidak langsung

itu adalah bagian dari diskriminasi.

Selain itu, para informan juga mengerti bahwa ketika mulai Ernest

kecil sampai dewasa diskriminasi secara verbal itu tetap ada di film ini

tetapi mereka merasa tidak ada perbedaan karena apa yang dikatakan

sewaktu kecil sampai besar sama. Hanya saja ketika sudah dewasa, secara

diskriminasi verbal lisan yang disampaikan menjadi lebih halus melalui

stereotipe-stereotipe yang dibentuk mengenai orang Tionghoa.

Dalam memaknai dan menerima teks dalam film ini di antara mereka

berbeda karena jika ketiga informan tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor

lingkungan yang sudah lebih terbuka terhadap perbedaan, dan mereka juga

sudah terbiasa dengan teman-teman yang berasal dari keturunan yang lain

(diluar keturunan Tionghoa) yang juga sering membawa masalah etnis

menjadi bahan bercandaan, tetapi mereka tidak menanggapi hal tersebut

secara serius sebagai hinaan. Sedangkan untuk Olivia, lebih dilatarbelakangi

oleh faktor keluarganya yang secara pengalaman ibunya pernah mengalami

bully dulunya sehingga membiasakan anak-anaknya untuk berteman dengan

sesama Tionghoa saja yang akhirnya membuatnya menutup diri dari

keturunan lain. Selain itu juga karena pengaruh pengalaman traumatis Mei

1998 yang terus terbawa hingga dewasa membentuk dirinya menganggap

segala sesuatunya menjadi serius termasuk dalam memaknai film Ngenest

ini, Olivia menganggap pelecehan verbal sebagai hal konkrit yang sengaja

dilakukan untuk menghina atau menyudutkan seseorang.

Berdasarkan pernyataan informan di atas, ada beberapa adegan-

adegan yang mendukung sebagai berikut :

Page 42: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

97

Gambar 4.8 Potongan adegan Ernest kecil ingin masuk ke dalam kelas

Cuplikan percakapan dalam film Ngenest :

Fariz dkk : “Weh diem tuh ada anak Cina… hahaha anak Cina”

Ernest kecil : “Saya Ernest… saya mau ke kelas 1B”

Fariz dkk : “Eh cung yakin lu kelas 1B bukannya lu kelas 1C Cina.. yah

(tertawa) atau ngak cipit”

Gambar 4.9 Potongan adegan ketika bekal makanan Ernest kecil diejek roti

“Cina” oleh temen-temen pribuminya

Gambar 4.10 Potongan adegan Ernest remaja ke konser punk bersama Fariz dkk

Page 43: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

98

Cuplikan percakapan dalam film Ngenest :

Ernest remaja : “Woiii… sori sori gue terlambat, eh gue uda mirip kan sama Billy

Joe?”

Fariz dkk : “Lu mah lebih mirip kayak vampire kesetrum genset… (tertawa)”

4.11 Potongan adegan Ernest dewasa bertemu keluarga Meira

Cuplikan dari percakapan di atas:

Papa Meira : “Kamu Cina ya?”

Ernest : “Iya om. Saya memang keturunan Cina”

Papa Meira : “Tuh kan cuman mastiin aja… siapa tau dia orang Arab tapi

berwajah oriental”

Dari adegan-adegan yang ada di atas menjelaskan bahwa di dalam film ini

memperlihatkan mengenai diskriminasi verbal lisan secara frontal yaitu dengan

berbicara ekstrim mengenai fisik seseorang. Pernyataan yang diungkapkan oleh

berbagai informan juga menyimpulkan bahwa bentuk diskriminasi secara verbal

lisan yang ditunjukkan dalam film Ngenest sebagian besar terjadi di lingkungan

sekolah dan keluarga. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikatakan oleh

Liliweri (2005, p.223) bahwa institusi perkawinan dan keluarga seperti melarang

menikah antaretknik/antarras, serta institusi pendidikan juga termasuk dalam

contoh tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh kelompok etnik/ras tertentu.

Hal ini juga ditambahkan oleh Dabady dan Blank (2004, p.56) adanya pelecehan

Page 44: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

99

verbal dan non verbal merupakan langkah awal yang bisa menghubungkan bahaya

dan perbuatan antarras.

4.4.3 Trauma Masa Lalu Membentuk Pribadi Seseorang

Menurut gambaran para informan akan ada banyak dampak yang terjadi

dalam perlakuan diskriminasi. Setelah menonton film “Ngenest”, pemahaman

yang dimiliki oleh setiap informan mayoritas sama bahwa pengalaman mampu

membentuk pola pemikiran seseorang dalam mempengaruhi menilai orang lain.

Pemaknaan yang diberikan dalam teks film ini juga dipengaruhi oleh cultural

setting yang berbeda masing-masing informan. Bagi salah satu informan,

pengalaman dari seseorang biasanya terlebih dahulu ditentukan oleh lingkungan

yang ada di sekitarnya karena diskriminasi bisa saja tidak terjadi apabila

lingkungannya tidak mendukung. Berbeda halnya, apabila lingkungan yang ada

mendukung maka secara sadar atau tidak sadar yang namanya diskriminasi akan

terus terpelihara dan semakin kuat.

Hal ini karena dipengaruhi oleh faktor pengalaman yang dulunya pernah

merasa direndahkan bahwa orang Jawa dianggap hanya ingin memanfaatkan

posisi dan uang yang dimiliki oleh pihak orang tua mantannya yang berasal dari

Tionghoa. Berikut merupakan ungkapan yang dinyatakan oleh Denny untuk

memperkuat :

“Kalopun aku tidak mendapat perlakuan yang sama persis seperti

Ernest, tapi aku tetap pernah mengalami rasanya diskriminasi itu

gimana jadi ya aku marah, jengkel tapi untungnya sih aku tidak

merasa di titik oh Tuhan itu tidak adil… Sampai saat ini aku juga

masih memegang teguh ajaran agamaku dan lebih memilih untuk

tersenyum dan pergi aja karena kalo makin tak ladenin yang ada

malah mereka yang puas berhasil kayak yes korbanku kena”

(Wawancara, Denny, 2016)

Sedangkan, untuk informan yang lain menyampaikan bahwa diskriminasi

ada karena diawali dengan pemikiran yang muncul dari latar belakang seseorang

yang pernah mempunyai pengalaman buruk, atau juga bisa dari hasil cuci otak

yang diperoleh dari asumsi-asumsi yang terus diperlihatkan ke masyarakat sekitar

sehingga akhirnya terus menempel di pemikiran setiap masing-masing individu

untuk menilai orang lain. Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya latar belakang

Page 45: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

100

pengalaman pribadinya. Berikut merupakan pernyataan salah satu informan lain

yang memperkuat :

“Sebenere sebelum nonton aku sudah punya trauma sendiri seng

bikin jadi ngerasa takut apalagi untuk ngobrol sama orang pribumi

atau orang yang kulit’e lebih gelap dari aku, apalagi setelah aku

tau ternyata film ini bahas masalah serius tapi malah dibuat bahan

ketawane orang-orang ya malah bikin aku makin sakit hati lah. Aku

juga sekarang lebih menutup diri karna aku merasa kayak dihantui

sendiri dan aku juga gak berpikiran untuk pengen menikah sih”

(Wawancara, Olivia, 2016).

Pernyataan yang diungkapan oleh informan yang ada di atas tersebut

sejalan dengan Bachrun dan Hartono (dalam Hoon, 2012,p.2) yang mengatakan

bahwa pengalaman pascatrauma orang-orang Tionghoa mampu membuat mereka

mengalami krisis identitas sesudah kerusuhan terjadi. Sama halnya yang telah

diungkapkan oleh Zho Fuyuan bahwa peristiwa traumatis bulan Mei mampu

menyebabkan “pukulan psikologis” yang menyedihkan bagi etnis Tionghoa.

Berbagai informan diatas juga mengungkapkan bahwa diskriminasi ada

bukan karena terjadi begitu saja tetapi karena disebabkan oleh pengalaman yang

berasal dari pemikiran seseorang. Hal ini sejalan dengan Abu Ahmadi yang

mengatakan bahwa diskriminasi terjadi disebabkan oleh faktor pribadi, latar

belakang sosio-kultural dan situasional. Selain itu, informan yang ada diatas juga

memberikan penjelasan bahwa tindakan diskriminasi juga mampu memberikan

dampak secara psikologis terganggu dan membawa trauma yang akhirnya lebih

memilih untuk mengabaikan, serta menjadi dendam. Pernyataan ini sejalan

dengan Quiquero (2013, p.8) yang menjelaskan bahwa intimidasi yang dirasakan

seseorang mampu menyebabkan dampak secara fisik dan emosional seperti

perasaan sedih, cemas, depresi, khawatir. Terutama dalam mempengaruhi

lingkungan sosialnya seperti muncul prasangka pribadi mengenai orang lain, rasa

benci dan dendam, dan berusaha untuk menarik diri.

4.4.4 Terdapat Pro dan Kontra Dalam Memaknai Film “Ngenest”

Dalam penelitian ini, sebuah teks film Ngenest menjadi salah satu media

perantara untuk menyampaikan pesan yang ingin diberikan kepada penonton.

Setiap penonton pasti mempunyai perbedaan pendapat dalam memaknai dan

Page 46: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

101

menerima pesan yang ada. Apalagi melihat tema yang diangkat ke dalam layar

lebar cukup berat yaitu permasalahan fenomena sosial menyangkut SARA yang

kerap kali masih sering memancing adanya kontroversi di Indonesia. Salah satu

informan menanggapi bahwa sejak awal menyaksikan tayangan ini sudah merasa

tidak suka karena konteks diskriminasi yang dibawa dibuat dalam komedi padahal

ceritanya mengenai nasib seseorang minoritas yang mengalami kejadian ditindas.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan salah satu informan yang mengatakan

sebagai berikut:

“Ya karena gak semestine kejadian pahit kayak gitu malah dijadiin

film cuman buat ketawaan’e orang-orang seng nonton kan gak lucu

sama sekali… dari awal dimulai aja aku uda gak suka bikin gak

nyaman dan sampe pertengahan akhire tak tinggal pulang duluan ae

soale wes males aku daripada makin bikin sakit hati nginget

pengalamanku dulu seng gak enak” (Wawancara, Olivia, 2016).

Berbeda pendapatnya dengan informan lain yang mengatakan bahwa film

Ngenest ini adalah good movie. Hal ini dikarenakan secara konteks diskriminasi

memang menunjukkan adanya pertentangan mengenai nilai moral masyarakat

yang sebenarnya adalah masalah serius tetapi berhasil diselingi dengan bercanda.

Berikut merupakan salah satu pernyataan dari Denny yang memperkuat :

“Meskipun pake bercanda tapi di beberapa scene juga dimunculin

beeberapa kalimat-kalimat yang sebetulnya mewakili masyarakat

banget dalam arti keresahan di era itu yang memang kerap terjadi

di masyrakat. Jadi ya waktu nonton itu memang gak yang wahhh

gimana gitu sih tapi lebih ketawa aja kayak iya ya sama kayak gitu

yang terjadi di masyarakat…. trus diimplementasikan di film jadinya

lucu juga dengan parodi-parodi” (Wawancara, Denny, 2016).

Pernyataan yang di atas juga ditambahkan oleh tanggapan dari informan

yang lainnya bahwa melalui teks film Ngenest juga bisa membuka mata setiap

orang secara perlahan-lahan. Selain itu, pesan yang disampaikan juga bagus

karena meskipun masih banyak terjadi berbagai bentuk dari stereotipe-stereotipe

atau prasangka mengenai suku/etnis tetapi apabila dibawa dengan tertawa sudah

bukan jadi hal yang tidak enak lagi.

Namun di sisi lain, ada juga informan yang menyampaikan bahwa

melalui teks film ini bisa memberikan pelajaran yang baik dan positif seperti

misalnya bukan karena perbedaan yang membuat jadi terpisah dan terpecah tetapi

Page 47: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

102

lebih bergantung pada bagaimana orang itu memandang dan menyikapi perbedaan

tersebut. Tetapi sebenarnya di dalam teks film ini juga ada banyak adegan yang

menunjukkan bully atau ejek-ejekan yang terlalu kasar sehingga kelihatan frontal

sekali padahal juga ada anak-anak yang menonton waktu itu dan takutnya juga

bukannya belajar malahan justru bisa semakin memperburuk dengan mencontoh

tindakan tersebut untuk digunakan membully orang lain.

Pernyataan dari seluruh informan menyimpulkan bahwa mereka semua

bisa memberikan pendapat yang beragam mengenai isi pesan yang disampaikan

dalam teks film ini. Hal ini dikarenakan setiap dari mereka merupakan audiens

yang aktif yang tidak hanya menerima teks begitu saja dari media, tetapi juga ikut

memaknai teks yang mereka terima sesuai dengan konteks budaya yang ada

(Hadi, 2009, p.3). Selain itu, pernyataan dari mereka juga sejalan dengan teori

yang diungkapkan oleh (Sobur, 2004, p.127) bahwa tanpa disadari, apa yang telah

disaksikan dapat mempengaruhi cara berpandang kita dan di balik sebuah pesan

yang akan disampaikan dalam film untuk khalayak juga sangat mempengaruhi

dan membentuk masyarakat.

4.5 Triangulasi Data

4.5.1 Triangulasi Data Informan 1

Peneliti mewawancarai Olivia, yang merupakan anak kelima dari lima

bersaudara. Sebagai anak yang dididik dalam keluarga yang sangat taat dengan

kepercayaan adatnya sebagai keturunan Tionghoa suku “Khek”. Selama in depth

interview, Olivia mengatakan bahwa dia pernah mengalami kejadian yang

melukai hatinya yaitu menjadi salah satu korban perkosaan yang terjadi pada

kerusuhan Mei 1998 di Jakarta ketika masih berusia 13 tahun yang sampai

sekarang membuatnya begitu trauma berat dan tidak bisa percaya dengan semua

orang, terutama ke orang pribumi. Bukan hanya itu saja, karena hubungan

kedekatannya dengan ibunya akhirnya membuat Olivia secara pola pikir ikut

terpengaruh seperti misalnya ketika ibunya masuk ke sekolah negeri pernah

mendapat perlakuan diskriminasi dari teman-temannya hanya karena berkulit

putih sehingga membuat Olivia semakin benci dengan orang diluar keturunannya.

Page 48: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

103

Olivia mengartikan diskriminasi sebagai cara yang dilakukan oleh

seseorang untuk memperlakukan orang lain dengan berbeda sehingga menujukkan

bagaimana adanya rasa tidak suka atau bahkan tidak menganggap mereka (orang

lain) karena merasa tidak sama seperti dirinya jadi lebih memilih untuk menjauhi

saja. Dia mengatakan bahwa dia tidak setuju dengan adanya diskriminasi dalam

film Ngenest karena hal tersebut adalah masalah serius yang tidak pantas dan

tidak seharusnya dijadikan bahan lelucon yang menonton.

Dalam pernyataan ini, penerimaan yang dihasilkan oleh Olivia di dalam

penelitian ini termasuk dalam kategori oppositional decodings yang menurut

Baran menyatakan bahwa khalayak menolak pesan yang dibuat dan disampaikan

oleh media. Alasan mengapa informan ini masuk dalam kategori oppositional

adalah karena Olivia banyak memberikan pengakuan yang menyatakan bahwa

film ini membahas masalah yang serius jadi tidak pantas dan tidak seharusnya

dijadikan bahan lelucon untuk penonton.

4.5.2 Triangulasi Data Informan 2

Peneliti mewawancarai Denny, yang merupakan anak kedua dari dua

bersaudara. Denny merupakan anak yang berkepribadian tegas, santai tetapi tetap

mementingkan komunikasi dengan siapapun. Denny dibesarkan di dalam keluarga

yang masih kental dengan kepercayaan adat dan budaya kejawen. Ia juga dididik

secara demokratis oleh kedua orang tuanya sehingga nasihat yang diberikan akan

diterima dan dipatuhi dengan baik. Hal ini karena dipengaruhi oleh latar belakang

profesi kedua orang tuanya yang dulunya berasal dari dunia media maka lebih

cenderung memberikan kebebasan untuk anak-anaknya tetapi juga tetap harus

dalam batas aturan yang ada.

Dalam in depth interview, Denny mengatakan bahwa dirinya pernah

mengalami perang batin mengapa harus ada yang namanya perbedaan mendasar.

Baginya, orang Tionghoa dan Jawa itu seperti ibarat bumi dan langit karena sudah

membicarakan masalah pantas dan tidak pantas. Dia mengatakan seperti itu

karena dulunya Denny merasa direndahkan oleh perkataan orang tua mantan

pacarnya yang berasal dari keturunan Tionghoa bahwa dirinya seorang Jawa jadi

hanya ingin memanfaatkan posisi dan uang yang mereka miliki. Pada saat itu

Page 49: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

104

Denny sempat merasa benci melihat orang yang bermata sipit tetapi karena

lingkungan yang ada akhirnya mulai tereduksi dan tidak semuanya sama.

Denny mengartikan diskriminasi adalah suatu tindakan yang merendahkan

atau lebih mengarah pada pembedaan untuk membagi seseorang ke dalam

kelompok-kelompok tertentu dan berujung memunculkan yang namanya skala

mayoritas dan minoritas. Denny mengatakan bahwa setuju dengan adanya film

Ngenest" karena menunjukkan pertentangan nilai moral masyarakat yang

sebenarnya serius tapi ini dengan diselingi bercanda, dan ada beberapa kalimat-

kalimat yang memang sebetulnya mewakili masyarakat banget yang kerap terjadi

di masa era itu sehingga waktu menonton jadi lucu aja.

Dalam pernyataan ini, penerimaan yang dihasilkan oleh Denny di dalam

penelitian ini termasuk dalam kategori dominant decodings yang menurut Baran

menyatakan bahwa khalayak menerima pesan yang dibuat dan disampaikan oleh

media. Alasan mengapa informan ini masuk dalam kategori dominant adalah

karena Denny banyak memberikan pengakuan yang menyatakan bahwa film ini

dapat memberikan pesan moral yang bagus bahwa bullying dan pembedaan yang

dilakukan oleh manusia itu sudah tidak perlu ada lagi di Indonesia.

4.5.3 Triangulasi Data Informan 3

Peneliti mewawancarai Vanessa, yang merupakan anak kedua dari dua

bersaudara. Vanessa merupakan anak yang pendiam, dan serba tertata tetapi

dirinya juga mudah sekali tertekan saat mengalami masalah. Vanessa dibesarkan

di dalam keluarga yang masih menganut adatnya sebagai keturunan Tionghoa

suku “Hokkian”. Bahkan dalam kesehariannya, dia masih menggunakan Bahasa

Mandarin bersama orang tua dan saudara laki-lakinya untuk berkomunikasi. Ia

juga didik oleh kedua orang tuanya untuk terus menjalankan ajaran yang sudah

diterapkan dengan giat dalam bekerja dan bijak dalam menggunakan uang.

Vanessa mengartikan diskriminasi sebagai tindakan yang menganggap

bahwa dirinya atau kelompoknya sendiri itu yang paling baik, ekslusif, dan

menganggap kelompok yang lain itu tidak sebaik mereka sehingga tidak ingin

bersatu. Rupanya Vanessa kurang menyukai adegan kasar pada saat bully atau

ejek-ejekan yang ada di dalam film Ngenest karena menurutnya itu hal negatif

Page 50: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

105

yang tidak baik untuk ditertawakan, dan dalam kehidupan nyata pun dia juga agak

kurang suka dengan yang namanya bully. Baginya, orang yang menonton belum

tentu akan bepikir panjang atau secara dua kali untuk memikirkan pesan implisit

yang ada di balik film, tetapi lebih menangkap secara eksplisitnya saja seperti

orang Tionghoa itu pelit dan pribumi itu pemeras.

Meskipun Vanessa terlihat kurang menyukai adegan bully yang

diperlihatkan, ia berpendapat bahwa ada hal menarik yang menjadi kelebihan dari

film ini yaitu seperti banyak hal yang menjadi sensitif dulunya tapi sekarang

ketika di blow up kembali ke dalam film layar lebar tetapi bisa menjadi pelajaran

untuk kita semua atau terutama orang Indonesia atau pribumi itu sendiri yang

mayoritas adalah penontonnya bahwa ada juga hal-hal jelek yang dilakukan oleh

pribumi dan mungkin itu supaya mereka mengerti orang Tionghoa tidak seburuk

dan seekslusif yang dipikirkan mereka.

Dalam pernyataan ini, penerimaan yang dihasilkan oleh Vanessa di dalam

penelitian ini termasuk dalam kategori negotiated decodings yang menurut Baran

menyatakan bahwa khalayak menerima beberapa pesan, tetapi ia juga

memberikan sebuah penolakan terhadap pesan lain dalam media yang sama

tersebut. Alasan mengapa informan ini masuk dalam kategori negotiated adalah

karena peneliti menemukan bahwa informan ini menerima sebuah pesan-pesan

dalam film ini tetapi ia juga mempunyai catatan yang mengatakan bahwa kurang

menyukai adegan-adegan yang kasar, dan kemasan komedinya.

4.5.4 Triangulasi Data Informan 4

Peneliti mewawancarai Nancy, yang merupakan anak pertama dari dua

bersaudara. Nancy mempunyai kepribadian yang terbuka, ramah, dan mudah

untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Nancy dibesarkan oleh ayahnya,

karena sudah lama berpisah dengan ibunya sejak ia duduk di bangku SMP. Secara

garis keturunan orang tuanya, ia berasal dari suku Jawa yang masih termasuk

dalam silsilah keturunan Raja Hamengkubuwono VI sehingga masih ada darah

keraton asli Yogyakarta. Meskipun berasal dari keturunan Jawa yang masih

memegang erat adatnya, ia tidak dididik secara konservatif tetapi sudah lebih

open minded. Hal ini karena dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan keluarga

Page 51: 4. ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Film Ngenest · Film drama komedi “Ngenest” ini telah diadaptasi berdasarkan tiga novel karya Ernest Prakasa yang berjudul sama yaitu Ngenest

Universitas Kristen Petra

106

besar orang tuanya yang berasal dari salah satu sekolah swasta Katolik yang ada

di Surabaya, mayoritas berisi keturunan Tionghoa semua.

Selain itu, latar belakang profesi nenek dan kakeknya dulu sebelum

meninggal juga pernah menjadi kepala sekolah salah satu sekolah swasta Katolik

dan Rektor salah satu Universitas swasta sehingga semenjak kecil Nancy dan

saudara perempuannya selalu dididik untuk membaur, dan tidak menjauhkan diri

dari orang yang berbeda suku atau misalnya sebagai Jawa tidak boleh berteman

dengan orang Tionghoa atau begitu juga sebaliknya.

Nancy mengartikan diskriminasi sebagai tindakan yang apabila hanya

sekedar menjelek-jelekan seseorang itu berarti masih termasuk dalam level ringan

dari tindakan diskriminasi saja, tetapi kalo yang sesungguhnya berarti sudah

merebut atau merampas hak dari seseorang yang semestinya diperbolehkan tetapi

karena mempunyai label tertentu jadi tidak boleh. Dia mengatakan bahwa setuju

dengan adanya film Ngenest ini bisa membuka mata semua orang secara perlahan

dan mulai berani menunjukkan bahwa di tahun 2016 ini eranya seperti itu sudah

bisa ditertawakan, jadi masalah-masalah yang dulunya masih sensitif sekarang

sudah bisa dikonsumsi untuk publik, dan orang-orang yang melihat menjadi

merasa adegan yang ada di film ini memang benar tapi terkesannya lucu dan

diterima. Tetapi, menurutnya lebih seru lagi apabila juga ditunjukkan stereotipe

dari segi pribuminya dan pesan yang pengen Ernest sampaikan bisa ngena karena

apabila semakin ditunjukkan mengenai stereotipe orang Tionghoa justru yang

melihat menganggap play victim atau beranggapan kenapa orang Tionghoa selalu

merasa jadi korban.

Dalam pernyataan ini, penerimaan yang dihasilkan oleh Nancy di dalam

penelitian ini termasuk dalam kategori negotiated decodings yang menurut Baran

menyatakan bahwa khalayak menerima beberapa pesan yang dibuat, tetapi ia juga

masih memilih mana yang baik dan mana yang buruk atau bernegoisasi dengan

pesan yang disampaikan oleh media. Alasan mengapa informan ini masuk dalam

kategori negotiated adalah karena peneliti menemukan bahwa informan ini

menerima sebuah pesan yang disampaikan tetapi juga memberikan masukan yang

baik untuk film ini.